BAB 1
PENDAHULUAN
A.
ALASAN
PEMILIHAN JUDUL
Dalam penyusunan laporan karya tulis
ini,penyusun mendapat objek berdasarkan ziaroh dan penelitian yang di
laksanakan pada tanggal 31 Desember 2008 dan penyusun mengambil judul:
Adapun
penulis mengambil judul tersebut karena beberapa alasan diantaranya adalah:
1.
Untuk mengetahui secara terperinci tentang keanekaragaman
hayati khususnya di kebun binatang wonokromo Surabaya.
2.
Untuk
mengetahui berapa banyak aves yang masih ada.
3.
Untuk
menambah ilmu dan wawasan yang masih belum kami ketahui.
B.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian penulis dalam
pembuatan karya tulis adalah:
1.
Memenuhi persyaratan mengikuti ujian nasional atau
madrasah
2.
Mengungkapkan sesuatu yang telah dipelajari dalam
karya tulis ini
3.
Lebih mengetauhi jenis-jenis aves dikebun binatang
disurabaya
4.
Melatih
kerja sama dalam kelompok
5.
Melaksanakan program tahunan madrasah aliyah
el-bayan
6.
Belajar
mencintai dan menyayangi marga satwa terutama burung
C.
METODE PENGUMPULAN
DATA
Metode yaitu cara atau langkah yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Metode
yang di pakai dalam penyusunan karya tulis ini adalah:
Yaitu
metode yang di lakukan dengan cara mengamati secara langsung objek yang di teliti
2.
Metode
literatur
Yaitu metode yang
dilakukan dengan mencari informasi yang berkaitan dengan objek
D.
SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk
memudahkan pembaca dalam memahami laporan ini kami menyajikan sistematika
penulisan dengan susunan:
Bab 1: Pendahuluan, meliputi:
Alasan
pemilihan judul, tujuan penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika
penulisan.
Bab II:Pembahasan,
meliputi:
Deskripsi
lokasi, keanekaragaman hayati, keanekaragaman aves.
Bab III: Penutup ,
meliputi:
Saran
– saran dan kata penutup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DESKRIPSI LOKASI
Kebunbinatang Wonokromo terletak di kota Surabaya ditandai dengan
sebuah bangunan/monumen berlambang ikan Hiu (Sura) dan Buaya (Baya) yang sedang
berkelahi. Kebun binatang Wonokromo terletak
di jalan Setail no.01 Surabaya, kira-kira 200 meter dari terminal
Wonokromo, dan tidak jauh dari terminal Bungurasih, serta stasiun kereta api,
seperti: stasiun Semut, Gubeg, dan stasiun Pasar Turi. Banyak kendaraan yang dapat dijadikan sarana
transportasi untuk menuju kebun binatang, seperti: taksi, minibus, dan ojek.
Kebun
binatang tersebut kurang lebih seluas 15 hektar dihuni lebih dari 4.000 satwa dari
300 spesies yang di datangkan dari penjuru dunia seperti burung, mamalia,
reptil, ikan, dan lain – lain. Selain
sebagai penangkaran hawan, kebun binatang Wonokromo juga di lengkapi dengan
ribuan koleksi flora dari berbagai wilayah di Indonesia sehingga disebut
“BOTANICAL AND ZOOLOGICAL GARDENS SOCIETY OF SURABAYA” (Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya).
Pada
waktu tertentu untuk meramaikan sekaligus mengundang minat para pengunjung, kebun
binatang Wonokromo mengadakan berbagai acara, diantaranya: Tunggang gajah, setiap
hari (pukul 10.00 - 13.00 WIB), kereta onta, tunggang kuda, dan aneka
pertunjukan satwa, Sabtu dan Minggu
(pukul 10.00 - 13.00 WIB).
B.
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Makhluk hidup yang ada di dunia
ini sangat banyak jenis dan jumlahnya, dari yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat
kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai tingkat tinggi misalnya,
dari makhluk bersel satu hingga bersel banyak, dari tingkat organisasi
kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies
sampai ekosistem.
Keanekaragaman mahluk hidup
ditunjukan dengan adanya variasi bentuk, ukuran, jumlah dan ruang pada setiap
kondisi lingkungan yang berbeda. Mahluk
hidup yang sejenis (dalam sepesies yang sama) memiliki ciri yang sama, jadi
didalam spesies yang sama terdapat keseragaman ciri mahluk hidup, sedangkan
spesies yang berbeda terdapat keanekaragaman.
Keanekaragaman mahluk hidup
disebut sebagai keanekaragaman hayati atau biodiversitas, dalam satu jenis
mahluk hidup juga dijumpai perbedaan/keberagaman, dan perbedaan sifat dalam
satu jenis disebut variasi, jadi keanekaragaman hayati terbentuk karena adaya
keseragaman dan keberagaman sifat/ciri mahluk hidup.
C.
KEANEKARAGAMAN AVES
Aves adalah tergolong hewan bertulang
belakang yang memiliki bulu dan sayap, fosil
tertua aves ditemukan di Jerman dan dikenal sebagai Archaeo pteryx. Jenis
aves sangat bervariasi, mulai dari aves yang kecil sampai dengan aves yang
besar, diperkirakan terdapat 8.800-10.200 spesies aves diseluruh dunia. Sekitar 1500 spesies ditemukan di Indonesia.
Berbagai jenis burung secara ilmiah digolongkan kedalam kelas AVES.
Aves
memiliki ciri-ciri antara lain badan tertutup dengan bulu yang di milikinya,
sebagian besar aves menggunakan sayapnya sebagai alat gerak yang utama. aves
termasuk hewan berdarah panas dengan suhu tubuh yang tinggi. Peredaran darah aves tersusun oleh jantung
sebagai pusat peradaran darah. Selain jantung, pembuluh darah juga sangat
berperan dalam peredaran darah. Pembuluh
darah di bedakan menjadi dua yaitu pembuluh darah vena dan pembuluh darah
arteri. aves mempunyai alat pernapasan berupa pundi-pundi udara yang terletak
di rongga dada, perut,leher dan di antara tulang selangka.
Tubuh
Aves hampir semuanya ditutupi oleh bulu-bulu halus yang berfugsi untuk menjaga
kehangatan badan. Bulu tutup
adalah bulu yamg melindungi bulu halus dan memberi bentuk pada aves. Bulu tutup yang besar dan tersusun rapat
terdapat pada sayap dan ekor yang digunakan untuk terbang. Bulu sayap berbentuk panjang, kuat, ringan dan
kaku sehingga mudah diangkat di udara. Bulu ekornya digunakan untuk mengemudi pada
waktu terbang. Bangsa aves memiliki
indra penglihatan yang tajam, dan saluran pancernaannya mulai dari mulut/paruh,
kerongkongan, tembolok, lambung kelenjar, lambung dan kloaka. Aves berkembang biak dengan cara bertelur,
kebanyakan aves membuat sarang untuk mengerami dan menetaskan telurnya untuk kelangsungan hidup
keturunannya.. aves yang kami jadikan
objek Penelitian diantaranya ialah:
1. Aceros everetti
|
Deskripsi Bentuk
Lebih kurang 70 cm. Sebagian besar hitam. Jantan: kepala dan leher merah-karat. Betina: kepala
dan leher hitam.
Deskripsi
Suara
Dideskripsikan dengan
berbagai cara sebagai nada ketukan parau berulang-ulang; suara dua nada
singkat, erm-err; dan kokokokokokokoko.
Kebiasaan
Sendiri, berpasangan dan
berkelompok hingga 15 ekor, dan dalam kelompok besar hingga 70 ekor di pohon
tidur. Kebanyakan sering di kanopi, adakalanya di bawah kanopi. Biasanya
teramati ketika terbang dan di pohon-pohon buah. Terbang
diantara bekas-bekas hutan.
|
Nama Inggris
|
:
|
Sumba Hornbill
|
|
Nama Indonesia
|
:
|
Julang sumba
|
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 950 m
|
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Nusa Tenggara;
|
|
Endemik
|
:
|
Nusa Tenggara; (endemik Indonesia);
|
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
|
Status CITES
|
:
|
appendix_2;
|
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik di Sumba, Nusa Tenggara barat.
|
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Tidak
umum. Menghuni hutan primer dan sekunder lama selalu hijau; kadang tepi
hutan, petak-petak pohon yang terisolasi dan pohon-pohon di lahan budidaya.
Dari dataran rendah sampai ketinggian 950+ m.
|
|
Habitat
|
:
|
Hutan primer dan hutan sekunder selalu hijau
|
|
2. Aethopyga
duyvenbodei
|
|||
Deskripsi Bentuk
Lebih kurang 12 cm. Jantan: bagian atas hijau metalik dan
biru; punggung zaitun kekuningan; pita-tunggir kuning; tenggorokan kuning.
Betina: bagian atas zaitun kekuningan; tunggir kekuningan; mahkota bersisik; tenggorokan
dan bagian bawah kuning.
Tidak terdokumentasi, tapi mungkin memiliki suara
dengan nada tinggi dan nyanyian menggoda seperti jenis burung-madu lainnya.
Kebiasaan
Sendiri, berpasangan dan adakalanya dalam kelompok
kecil. Biasanya teramati bergabung bersama dalam kelompok burung pencari
makan, khususnya dengan burung-madu dan burung cabai. Mengumpulkan serangga
dari vegetasi dan sarang laba-laba.
|
Nama Inggris
|
:
|
Elegant Sunbird
|
Nama Indonesia
|
:
|
Burung-madu sangihe
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 900 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Bali; Sulawesi;
|
Endemik
|
:
|
Sulawesi; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
EN
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
di Sangihe dan Siau (pulau-pulau kecil di Sulawesi
bagian utara).
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Cukup umum di Sangihe. Menghuni perkebunan
campuran di sekitar petak-petak hutan yang tersisa; juga petak-petak hutan,
tepi hutan dan pertumbuhan sekunder yang tinggi. Dari dataran rendah sampai
ketinggian sekitar 900 m.
Di Siau hanya diketahui dari sebuah spesimen tunggal yang dikoleksi pada abad
yang lalu.
|
Habitat
|
:
|
Hutan,
kebun
|
3. Aquila clanga
|
||
Deskripsi Bentuk
62-74
cm. Pemangsa berukuran besar, berwarna gelap. Dewasa
coklat gelap dengan bulu-bulu terbang pucat yang ramping. Sayap bagian bawah
umumnya lebih gelap daripada bulu-bulu terbang. Anak: garis melintang dengan
bintik-bintik putih pada sayap bagian atas.
Deskripsi Suara
Menyalak
kyak pada saat kawin
Kebiasaan
Ditemukan
di hutan dataran rendah primer, bersarang di pohon tinggi dan berburu di
daerah rawa terbuka. Pada saat migrasi mengunjungi gurun, semak, lahan basah
dan mangrove.
|
Nama Inggris
|
:
|
|
Nama Indonesia
|
:
|
Rajawali totol
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 0 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Sumatera;
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
Status CITES
|
:
|
appendix_2;
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Tidak
|
Penyebaran Global
|
:
|
Berbiak mulai dari Finlandia sampai Cina, pada
musim dingin bermigrasi ke Kenya
hingga Jepang.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Di Asia berbiak di Rusia, Cina dataran utara, Pakistan, India. Pengunjung musim dingin di
Jepang, Korea Selatan, Cina daratan, Hongkong, Taiwan, Pakistan, India,
Nepal, Bhutan, Bangladesh, Thailand, Laos, Kambodia, Vietnam, Semenajung
Malaysia, Singapura dan Indonesia (Sumatera)
|
Habitat
|
:
|
Hutan
dataran rendah
|
Tekanan
|
:
|
Hilangnya
habitat dan perburuan
|
4. Cacatua moluccensis
|
||
Deskripsi Bentuk
46-52
cm. Jambul merah-jambu bangbang tua. Bagian bawah dan
bulu terbang berwarna merah-jambu bangbang tua; ekor bawah jingga kuning dan
merah-jambu bangbang tua.
Deskripsi Suara
Dapat
segera diidentifikasi sebagai suara kakatua, tapi tidak keras, bernada
tinggi, atau parau seperti kebanyakan jenis kakatua.
Kebiasaan
Sendiri, berpasangan dan kelompok kecil; dahulu di
pohon tidur berkelompok hingga 16 ekor. Umumnya tidak mencolok, kecuali pada
saat terbang ke dan dari lokasi pohon tidur ketika petang dan menjelang
fajar. Walaupun terlihat terbang di atas kanopi tapi kebanyakan terbang di
bawah batas kanopi. Mencari makan dengan tenang di kanopi dan lapisan tengah
kanopi.
|
Nama Inggris
|
:
|
Salmon-crested Cockatoo
|
Nama Indonesia
|
:
|
Kakatua maluku
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 1000 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Maluku;
|
Endemik
|
:
|
Maluku; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
Status CITES
|
:
|
appendix_1;
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
di Maluku selatan.
|
Penyebaran local
|
:
|
Seram, Ambon, Haruku dan
Saparua. Dulu umum, jenis ini sekarang langka sampai tidak umum. Menghuni
hutan primer dan sekunder yang tinggi; juga hutan yang rusak. Dari permukaan
laut sampai ketinggian 1000
m.
|
Habitat
|
:
|
Hutan
primer, hutan sekunder
|
Tekanan
|
:
|
Penangkapan
untuk perdagangan
|
5. Carpococcyx viridis
|
||
Deskripsi Bentuk
55
cm. Tohktor berukuran besar, terestrial, dan penghuni hutan. Ekor panjang dan penuh. Kaki dan paruh
hijau kokoh. Mahkota hitam, bercorak hijau pada mahkota belakang. Mantel,
bagian atas, leher samping, penutup sayap dan penutup
sayap tengah berwarna hijau pudar. Bagian bawah coklat dengan palang coklat
kehijauan luas. Sayap dan ekor hitam kehijauan mengilap. Tenggorokan bawah
dan dada bawah hijau pudar, bagian bawah sisanya bungalan kayu manis, sisi
tubuh kemerahan. Kulit gundul sekitar mata hijau, lila dan biru.
Deskripsi Suara
Belum
ada informasi
Kebiasaan
Penghuni permukaan tanah, diperkirakan memakan
vertebrata kecil dan invertebrata besar dari lantai hutan.
|
Nama Inggris
|
:
|
Sumatran Ground-cuckoo
|
Nama Indonesia
|
:
|
Tokhtor sumatera
|
Ketinggian
|
:
|
500 - 700 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Sumatera;
|
Endemik
|
:
|
Sumatera; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
CR
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
Sumatera.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Tertangkap oleh kamera pada bulan November 1997 di
Bukit Barisan Selatan
National Park
(ketinggian sekitar 500 m).
Catatan tambahan yang belum terkonfirmasi pada tahun 2000 dari Suaka
Margasatwa Bukit Rimbang-Baling di daerah perbukitan, hutan sekunder terbuka
pada ketinggian 700 m.
Sangat sedikit informasi tentang status populasi.
|
Habitat
|
:
|
Hutan
perbukitan sekunder, hutan pegunungan bawah
|
6. Casuarius
unappendiculatus
|
Deskripsi Bentuk
1,2-1,5
m. Kasuari besar dari dataran rendah bagian utara,
bertanduk tinggi dan tebal, menyegitiga dan leher bergelambir tunggal.
Deskripsi
Suara
Mendengkur mirip dengan jenis lainnya.
Kebiasaan
Hutan hujan pamah dan hutan rawa; di Sepik sering
dipelihara dalam penangkaran. Burung yang liar sangat pemalu.
|
Nama Inggris
|
:
|
Northern Cassowary
|
Nama Indonesia
|
:
|
Kasuari gelambir-tunggal
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 700 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Papua;
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Tidak
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Dataran rendah bagian utara P. Papua, dari timur
Daerah Kepala Burung sampai S. Ramu, dan P. Yapen, P. Batanta, dan P.
Salawati, dari ketinggian permukaan laut sampai 700 m.
|
Habitat
|
:
|
Hutan
pamah, hutan rawa
|
7. Ciconia stormi
|
||
Deskripsi Bentuk
Berukuran besar (80 cm), berwarna hitam dan
putih dengan paruh merah yang melengkung sedikit ke atas. Sayap, punggung,
mahkota, dan dada hitam; tenggorokan, tengkuk, perut, dan ekor putih. Kulit
muka merah kemerahjambuan, terutama pada masa berbiak. Lingkar
mata kuning. Perbedaannya dengan Bangau sandang-lawe adalah sisi leher hitam,
lingkar mata kuning, dahi sedikit putih, dan paruh lebih merah. Tetapi Bangau sandang-lawe dari Jawa mempunyai paruh
kemerahan, tersebar sampai Sumatera selatan. Remaja: bulu hitam diganti dengan
coklat. Iris dan paruh merah, tungkai dan kaki merah muda.
Deskripsi
Suara
Keprakan paruh
Kebiasaan
Hidup di hutan rawa rapat dan bersarang dalam
kelompok.
|
Nama Inggris
|
:
|
Storm\'s Stork
|
Nama Indonesia
|
:
|
Bangau storm
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 0 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Sumatera; Kalimantan; Jawa;
|
Status IUCN
|
:
|
EN
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Tidak
|
Penyebaran Global
|
:
|
Semenanjung Malaysia,
Kalimantan, dan Sumatera.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Tersebar jarang di rawa air tawar dan hutan rawa
di dataran rendah Sumatera (termasuk Mentawai) dan Kalimantan.
Tercatat satu kali di Jawa barat pada tahun 1920 (spesimennya disimpan di
Museum Zoologi Bogor).
|
Habitat
|
:
|
Hutan
rawa
|
Tekanan
|
:
|
Hilangnya
habitat
|
8. Egretta eulophotes
|
||
Deskripsi Bentuk
Berukuran sedang (68 cm), berwarna putih
dengan kaki kehijauan. Paruh hitam dengan pangkal bawah kuning. Pada musim
dingin, perbedaannya dengan Kuntul kecil adalah pada ukuran (besar) dan pada
warna kaki. Perbedaan dengan bentuk putih dari Kutul karang adalah kaki
panjang serta paruh lebih runcing dan berwarna lebih gelap. Pada masa
berbiak: paruh kuning dan kaki hitam. Iris kuning coklat, paruh hitam dengan
pangkal bawah kuning, kaki kuning hijau sampai abu-abu - biru.
Deskripsi Suara
Umumnya
pendiam. Erangan rendah ketika merasa terganggu.
Kebiasaan
Seperti Kuntul kecil,
aktif mencari mangsa di air dangkal. Sering
mengunjungi gosong lumpur pasang surut, muara sungai dan laguna.
|
Nama Inggris
|
:
|
Chinese Egret
|
Nama Indonesia
|
:
|
Kuntul cina
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 0 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Sumatera; Kalimantan; Jawa; Bali;
Sulawesi;
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Tidak
|
Penyebaran Global
|
:
|
Berbiak di pulau-pulau
lepas pantai barat Korea utara dan pulau-pulau lepas pantai Shanghai, Cina. Pada
musim dingin kebanyakan terlihat berada di Filipina.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Pernah terlihat di Berbak, Sumatera (dan satu ekor
pernah dikoleksi di Mentawai, tetapi sekarang hilang). Pada awal abad ini
ditemukan di Kalimantan bagian utara. Masih
secara teratur dilaporkan dari Kalimantan,
termasuk dari belahan selatan (muara Mahakam). Pernah sekali terlihat di Jawa
(Pangandaran). Kecuali pada masa berbiak, pengamatan harus dilakukan agak
hati-hati. Tercatat juga di Sulawesi dan
Manterawu.
|
Habitat
|
:
|
Gosong lumpur, laguna, muara sungai
|
Informasi lainnya
|
:
|
Migran yang langka di kawasan Wallacea, tercatat
hanya tiga atau empat kali: di awal Oktober, Februari dan April.
|
9. Habroptila wallacii
|
||
Deskripsi Bentuk
40
cm. Abu-abu sabak tua;
paruh panjang, merah terang; mata dan tungkai merah.
Deskripsi Suara
Dilaporkan oleh masyarakat lokal bersuara seperti
dentaman genderang pelan.
Kebiasaan
Hanya sedikit diketahui. Kemungkinan penyendiri?
Sangat tidak mencolok, pemalu dan sulit diamati. Adakalanya melintasi daerah
terbuka, termasuk anak sungai.
|
Nama Inggris
|
:
|
Drummer Rail
|
Nama Indonesia
|
:
|
Mandar gendang
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 0 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Maluku;
|
Endemik
|
:
|
Maluku; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
di Halmahera, Maluku Utara
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Tidak umum. Menghuni daerah yang sangat berawa,
khususnya rawa-rawa sagu; juga tepian payau, pertumbuhan sekunder dan tepi
hutan. Sebagian besar burung yang menghuni hutan dilaporkan oleh penduduk
lokal.
|
Habitat
|
:
|
Rawa,
tumbuhan sekunder, tepi hutan
|
10. Lophura hoogerwerfi
|
||
Deskripsi Bentuk
Berukuran besar (40-50 cm), berwarna gelap.
Jantan belum pernah dikoleksi, tetapi pernah diambil gambarnya di Lembah
Mamas, Taman Nasional G. Leuser, terlihat seperti Sempidan Sumatera, hitam
kebiruan mengilap dan tanpa jambul. Betina: mirip sekali dengan Sempidan
Sumatera, tetapi punggung lebih coklat, tubuh bagian bawah kurang coklat dan
seluruhnya bercoretkan hitam. Terlihat lebih seragam tanpa pola sisik pada
bulu tengah yang berwarna pucat yang terdapat pada Sempidan Sumatea. Tubuh
bagian bawah coklat kekuningan, tenggorokan keputih-putihan, ekor hitam.
Deskripsi
Suara
Tidak ada informasi.
Kebiasaan
Hidup di lantai hutan pegunungan, dalam kelompok
kecil dengan satu jantan dan beberapa betina.
|
Nama Inggris
|
:
|
Hoogerwerf\'s Pheasant
|
Nama Indonesia
|
:
|
Sempidan aceh
|
Ketinggian
|
:
|
1200 - 2000
m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Sumatera;
|
Endemik
|
:
|
Sumatera; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
di Sumatera.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Dikenal dari Sumatera utara di hutan pegunungan
antara ketinggian 1.200-2.000
m. Ada
sedikit catatan dari Dataran Tinggi Gayo (termasuk Taman Nasional G. Leuser).
|
Habitat
|
:
|
Hutan
pegunungan
|
Informasi lainnya
|
:
|
Status taksonomi tidak pasti. Hanya diketahui dari
dua betina. Oleh beberapa pakar mungkin dimasukkan sebagai ras dari Sempidan
Sumatera.
|
11. Megalurus
albolimbatus
|
||
Deskripsi Bentuk
15
cm. Terbatas di daerah
S. Fly. Perhatikan tubuh bagian bawah putih bersih, mahkota merah-karat
polos, dan nada panggilan sendu.
Deskripsi Suara
Bersuara paling keras pada petang hari; siulan dua
nada yang sendu mirip suara Cica-koreng kecil; suara tanda bahaya tchit atau
tchit-tchit - churrr mudah ditirukan; kicauan berupa campuran nada yang parau
dan merdu yang kompleks, jauh lebih menarik daripada kicauan Cica-koreng
timur, dan lebih kompleks daripada kicauan Cica-koreng kecil yang sederhana.
Kebiasaan
Burung yang aktif bebas dengan gerakan
tersentak-sentak, dan terbang cukup kuat dan terarah; tidak selamban
Cica-koreng timur; ekor ditegakkan dan sayap terkulai; suka bersembunyi,
tetapi dapat dipancing oleh suara tiruan. Di antara teki-tekian yang
tergenang di sepanjang mata air dan danau.
|
Nama Inggris
|
:
|
Fly River Grassbird
|
Nama Indonesia
|
:
|
Cica-koreng mahkota-polos
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 0 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Papua;
|
Endemik
|
:
|
Papua;
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Papua
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Diketahui dari dua lokasi di daerah Fly di bagian
tengah Fly, di Danau Daviumbu, dan di Bensbach, dekat perbatasan Papua Barat.
|
Habitat
|
:
|
Teki-tekian
sepanjang danau dan sungai
|
12. Macrocephalon maleo
|
||
Deskripsi Bentuk
55-60
cm. Bertanduk; ekor lebar; hitam kecoklatan dengan
perut putih kemerahjambuan; muka kuning gundul; tungkai abu-abu. Anak:
mahkota abu-abu kekuningan tua tidak bertanduk.
Deskripsi Suara
Nada aneh, sering, berlarut-larut, bergetar,
meringkik, sengau kee-ourrrrrrrrrrrrr atau coo-ourrrrrrrrrrrrrr oleh jantan.
Dua nada, seperti suara itik kuk-kuk, yang disuarakan oleh betina pada saat
merespon suara panggilan pertama oleh jantan. Suara seperti angsa
gak-gak-gak, pada saat diserang atau diganggu oleh maleo lain di tempat
bersarang. Suara erangan
tetap, tenang mm-mm, mm-mm....., saat menggali atau berjalan di sekitar
tempat bersarang.
Kebiasaan
Biasanya berpasangan. Jarang terlihat jauh dari
sarangnya. Pemalu.
|
||
Nama Inggris
|
:
|
Maleo Maleo
|
Nama Indonesia
|
:
|
Maleo senkawor
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 1200 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Bali; Sulawesi;
|
Endemik
|
:
|
Sulawesi; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
EN
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Ya
|
Status CITES
|
:
|
appendix_1;
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik di subkawasan Sulawesi: Sulawesi, Bangka, Lembeh dan Butung. Juga Sangihe (status?), dan dulu di Siau dan
Tahulandang, yang mungkin diintroduksi.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Biasanya langka. Sarang-sarangnya bersama di pasir
dan pantai gunung berapi dan di tanah-tanah yang hangat dari panas bumi di
hutan pamah primer dan hutan perbukitan. Menghindari pembiakan di hutan primer, hutan
sekunder, sungai dan rawa-rawa. Dari permukaan
laut sampai ketinggian 1200+ m.
|
Habitat
|
:
|
Hutan pamah primer dan hutan perbukitan
|
13. Otus angelinae
|
||
Deskripsi Bentuk
Berukuran kecil (20 cm), berwarna gelap.
Berkas telinga mencolok, alis putih. Tubuh bagian atas coklat keabuan,
bercoret rapat, dan berbercak-bercak hitam. Tubuh bagian bawah bergaris dan
bercoret hitam pada dada, keputih-putihan pada perut. Iris kuning emas, paruh
kuning, kaki kuning kotor.
Deskripsi Suara
Burung muda yang sedang belajar terbang: keras
"tch-tschschsch", diulang setiap enam detik, mengingatkan pada
Celepuk reban muda. Suara dewasa mirip Celepuk raja, tetapi sangat jarang
terdengar.
Kebiasaan
Sedikit sekali diketahui, terdapat di hutan
pegunungan antara ketinggian 1.500-2.500 m.
|
Nama Inggris
|
:
|
Javan Scops-owl
|
Nama Indonesia
|
:
|
Celepuk jawa
|
Ketinggian
|
:
|
1500 - 2500
m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Jawa;
|
Endemik
|
:
|
Jawa; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Status CITES
|
:
|
appendix_2;
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
di Jawa.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Diketahui dari berbagai
tempat di Jawa, tercatat dari G. Salak, G. Pangrango, G. Tangkuban Perahu, G.
Ciremai, dan Dataran Tinggi Ijen. Sangat sedikit catatan lapangan, akan
tetapi karena menggunakan jala kabut, diperoleh kesan bahwa jenis ini tidak
terlalu jarang, tetapi sering terlewat.
|
Habitat
|
:
|
Hutan
pegunungan
|
14. Aepypodius bruijnii
|
||
Deskripsi Bentuk
43
cm. Mirip dengan Maleo
gunung kecuali bagian bawah coklat kadru dan leher jantan bergelambir tiga.
Satu-satunya
maleo di P. Waigeo.
Deskripsi Suara
Belum
diketahui, tapi mungkin serial suara berkokok atau klakson pendek.
|
Nama Inggris
|
:
|
Waigeo Brush-turkey
|
|
Nama Indonesia
|
:
|
Maleo waigeo
|
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 0 m
|
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Papua;
|
|
Endemik
|
:
|
Papua; (endemik Indonesia);
|
|
Status IUCN
|
:
|
EN
|
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik
Pulau Waigeo, Papua barat
|
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Tampaknya penghuni yang jarang di P. Waigeo,
beberapa spesimen yang diketahui diperoleh dari pengumpul di lapangan.
|
|
Habitat
|
:
|
Hutan
pegunungan
|
|
15. Treron floris
|
|||
Deskripsi Bentuk
29
cm. Hijau, bagian bawah
agak kuning; mahkota abu-abu pucat; dahi keputih-putihan.
Deskripsi Suara
Belum
ada informasi
Kebiasaan
Biasanya dalam kelompok kecil hingga 10 ekor,
adakalanya dalam kelompok besar hingga 20 ekor, dan kadang-kadang dalam satu
atau dua kelompok besar. Waspada dan tidak mencolok. Memakan buah-buah kecil,
termasuk buah ara di kanopi. Jarang bertengger di tempat terbuka. Mungkin
berpindah-pindah tempat secara lokal.
|
Nama Inggris
|
:
|
Flores Green Pigeon
|
Nama Indonesia
|
:
|
Punai flores
|
Ketinggian
|
:
|
0 - 1000 m
|
Daerah Sebaran
|
:
|
Nusa Tenggara;
|
Endemik
|
:
|
Nusa Tenggara; (endemik Indonesia);
|
Status IUCN
|
:
|
VU
|
Jenis Dilindungi
|
:
|
Tidak
|
Burung Sebaran Terbatas
|
:
|
Ya
|
Penyebaran Global
|
:
|
Endemik di Nusa Tenggara barat: Lombok, Sumbawa, Flores, Besar, Solor, Lomblen, Pantar, Alor.
|
Penyebaran lokal
|
:
|
Tidak umum. Menghuni petak-petak hutan primer dan
sekunder yang tinggi, hutan pesisir, juga lahan budidaya yang pohonnya jarang
dan semak. Dari permukaan laut sampai ketinggian 600 m (Lombok), 550 m (Sumbawa) dan 1000 m (Flores).
|
Habitat
|
:
|
Hutan primer, hutan sekunder, hutan pesisir, lahan
budidaya, semak.
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari laporan yang kami uraikan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai
tingkatan kehidupan serta keseragaman dan keberagaman ciri makhluk hidup.
2.
Spesies yang sama terdapat keseragaman ciri makhluk
hidup, sedangkan antar spesies terdapat perbedaan ciri.
3.
Aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang
yang memiliki bulu dan sayap.
4.
Kebun binatang Surabaya merupakan perkumpulan taman flora
dan fauna yang cukup besar karena koleksinya cukup banyak
B.
SARAN
Demi kemajuan kebun binatang Surabaya perlu adanya:
1.
Penertiban para pedagang.
2.
Penyesuaian antara nama satwa yang terpampang dengan
satwa yang dipamerkan seperti pada area akuarium.
C.
KATA PENUTUP
Tiada kata yang terindah yang
dapat diucapkan kecuali rasa syukur kepada Alloh SWT. Yang telah
menganugerahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan
laporan karya tulis ini meskipun terdapat kekurangan disana - sisni.
Sholawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Serta kami haturkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya
laporan ini .
Akhirnya dengan segala
kerendahan hati yang paling dalam, kami mohon dengan segala harapan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Dipenghujung karya tulis ini
penyusun memohon maaf apabila terdapat kata-kata atau penulisan yang kurang
baik dan tepat, hal ini disebabkan kelalaian penyusun dan kekurangan ilmu dan
wawasan penyusun.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, D.A,
dkk. 2005. Biologi
SMA 1. Jakarta;
Erlangga
Syamsuri, Istamar, dkk.
2004. Biologi SMA 1A. Jakarta;
Erlangga
Whitten, Tony, dkk.
1996. Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta; Prenhallindo
Wnatasasmita, Djamhur dan
Sukarno. 1993. Biologi SMU 1. Jakarta;
PT.Garuda Maju Cipta.
0 Response to "KARYA TULIS ILMIAH KEANEKARAGAMAN AVES DI KEBUN BINATANG WONOKROMO SURABAYA"
Posting Komentar