BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan suatu bangsa memerlukan
aset pokok yang disebut sumber daya (resources),
baik sumber daya alam (natural resources),
maupun sumber daya manusia (humanresources) dan kedua sumber daya tersebut sangat penting dalam menentukan
keberhasilan suatu pembangunan. Pengembangan sumber daya manusia (human resources development) adalah
suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai
suatu tujuan pembangunann bangsa, yang meliputi perencanaan, pengembangan dan
pengelolaan sumber manusia (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Depkes (2003) tentang
kebijakan dan strategi desentralisasi Bidang Kesehatan disebutkan bahwa dalam
memantapkan sistem manajemen sumber daya manusia kesehatan perlu dilakukan
peningkatan dan pemantapan perencanaan, pengadaan tenaga kesehatan,
pendayagunaan dan pemberdayaan profesi kesehatan.
Untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010,
pembangunan kesehatan ditujukan untuk menciptakan dan mempertahankan Provinsi/Kabupaten/Kota
Sehat dengan menerapkan pembangunan berwawasan kesehatan, untuk itu diperlukan tenaga
kesehatan yang bermutu dan merata baik penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan Kesehatan di unit Pelayanan
Kesehatan (Puskesmas) (Depkes 2004).
Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah
No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, bahwa tujuan penempatan/distribusi
tenaga kesehatan adalah untuk tercapainya pemerataan pelayanan kesehatan.
Di Indonesia jumlah tenaga kesehatan
yang bertugas di puskesmas tahun 2007 adalah 168.377 orang. Jumlah dokter umum
yang bekerja di puskesmas sebanyak 10.763 orang (PNS maupun PTT). Dengan jumlah
puskesmas sebanyak 8.015, maka rata-rata tiap puskesmas dilayani oleh 1-2 orang
dokter umum. jumlah dokter
gigi yang bekerja di puskesmas sebanyak 4.296 orang yang berarti belum semua puskesmas
memiliki dokter gigi.
Dari data tersebut terlihat
jelas fenomena antara ketersediaan puskesmas dan tenaga dokter sebagai penegak
diagnosis penyakit, mengakibatkan mutu pelayanan
kesehatan menjadi kurang optimal terutama pada Puskesmas terpencil di
Indonesia. Kelemahan pelayanan kesehatan dilihat dari sudut tenaga kesehatan
adalah yang menyangkut penyebaran yang belum merata, mutu pendidikan yang belum
memadai (Depkes, 2000)
Provinsi Lampung yang terdiri dari 2
kota dan 9 kabupaten, dari data profil kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa
di Provinsi Lampung memiliki 29 rumah sakit baik pemerintah ataupun swasta, 246
Puskesmas, yang terdiri dari 40 Puskesmas rawat inap, 744 Puskesmas Pembantu
dan 253 Puskesmas Keliling (profil kesehatan Provinsi Lampung 2007).
Jika dilihat dari rasio puskesmas per 100.000 penduduk, maka rasionya sebesar
3,37, ini berarti setiap100.000 penduduk dilayani oleh 3 puskesmas, dan cakupan
ini belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 5 per 100.000 penduduk.
Ratio tenaga dokter dibanding penduduk selama 3 tahun terakhir cenderung meningkat, pada tahun 2007
sebesar 8,53 artinya setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 8 orang dokter. Apabila dilihat rasio tenaga dokter di Provinsi
Lampung angka tersebut cukup menggembirakan, akan tetapi dari distribusi tenaga
dokter per kabupaten/kota jumlah tenaga dokter di Provinsi Lampung yang ada
sebanyak 914 orang, tenaga dokter cenderung berada di daerah kota daripada di
kabupaten, yaitu 36,32 % (332 orang) berada di Kota Bandar Lampung dan 11,71 %
berada di Kota Metro, sementara ada kabupaten yang memiliki tenaga dokter masih
dibawah 10 % dari total dokter yang ada di Provinsi Lampung. Untuk tenaga Perawat dan Bidan jumlah tenaga yang ada
sebanyak 6.735 orang, dan persebarannya 20,27 % berada di Kota Bandar Lampung.
Jika dilihat dari persebaran tenaga
kesehatan terutama tenaga dokter, sekitar 10 % Puskesmas di Kabupaten yang tidak memiliki tenaga dokter dan dokter
gigi, dan pada wilayah-wilayah terpencil ada beberapa puskesmas yang hanya
dilayani oleh 2 orang tenaga perawat dan 2 orang staf umum.(Profil Kesehatan Lampung
2007). Dengan terjadinya penumpukan tenaga kesehatan di wilayah tertentu
(daerah perkotaan) mengakibatkan pelayanan kesehatan di kabupaten terutama
daerah yang tidak diminati dan daerah terpencil menjadi tidak optimal, sehingga
derajat kesehatan masyarakat didaerah akan semakin rendah.(Depkes, 2002)
Departemen Kesehatan dalam
melaksanakan perencanaan tenaga kesehatan, telah mengeluarkan kebijaksanaan
yaitu 1 puskesmas dilayani oleh 2 orang dokter, dan untuk daerah perkotaan
dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan dengan melihat jumlah kunjungan dan
beban kerja puskesmas.
Sebagai pola dasar struktur organisasi
puskesmas, Departemen Dalam Negeri telah mengeluarkan SK Mendagri No. 23 tahun
1994, tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Puskesmas, kemudian Biro
Organisasi dan Tata Laksana Departemen Kesehatan RI membuat secara rincian
berikut.
Tabel 1.1
Kebutuhan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas
JENIS TENAGA
|
PUSKESMAS NON DTP
|
PUSKESMAS DTP
|
PUSKESMAS PEMBANTU
|
1. Dokter
|
2
|
3
|
-
|
2. Perawat
|
1-3
|
2-4
|
-
|
3. Bidan
|
2-3
|
5
|
1
|
4. Paramedis
|
10
|
11
|
1
|
Menurut data profil kesehatan tahun
2007, Provinsi Lampung yang memiliki 2 kota dan 9 kabupaten, memiliki sarana
rumah sakit umum sebanyak 26 buah, puskesmas sebanyak 246 buah, 744 puskesmas
pembantu dan 744 puskesmas keliling, dengan mengasumsikan 1 puskesmas dilayani
oleh 2 orang dokter, maka diperlukan 246 x 2 dokter = 492 tenaga dokter, sedang
tenaga dokter yang bekerja di puskesmas saat ini adalah 327 dokter umum (PNS
dan PTT), dengan demikian di Lampung sebenarnya masih kekurangan 165 tenaga
dokter umum untuk bekerja di puskesmas.
Apabila dilihat dari aspek persebaran
tenaga dokter, maka distribusi tenaga dokter masih cenderung pada wilyaha
perkotaan. Kabupaten Way Kanan, salah satu kabupaten yang memiliki 18 Puskesmas
hanya dilayani oleh 10 orang tenaga dokter, apabila dengan asumsi 1 puskesmas
dilayani oleh 1 dokter, maka ada sekitar 8 puskesmas yang tidak memiliki tenaga
dokter, sementara Kota Bandar Lampung yang memiliki puskesmas sebanyak 22 buah
dilayani oleh 112 tenaga dokter, yaitu 74 dokter umum dan 38 dokter gigi, apabila
dengan asumsi daerah perkotaan 1 puskesmas dilayani oleh 2 orang tenaga dokter,
berarti terjadi kelebihan tenaga sebanyak 68 tenaga dokter.
Apabila perhitungan kebutuhan tenaga
dokter dibandingkan dengan jumlah kunjungan pasien, Kota Bandar Lampung dalam 1
tahun memilki jumlah kunjungan pasien sebesar 933.798 atau 30,73 % (Profil
Kesehatan Lampung 2007) dari total kunjungan pasien seluruh provinsi, dengan
asumsi waktu kerja/hari adalah 5 jam dan jumlah hari kerja perminggu adalah 6
hari maka dapat diperkirakan jumlah kebutuhan tenaga dokter di Kota Bandar Lampung
adalah sebanyak 12 orang dokter.
Beberapa pendekatan kebijakan yang
mungkin dapat diambil untuk menjebatani masalah SDM kesehatan yaitu melalui
pendekatan kebijakan SDM kesehatan dan kebijakan supply and demand SDM kesehatan. Sedangkan dengan pendekatan
struktural atau perundang-undangan, pemerintah lebih meningkatkan fungsi
pengawasan, akreditasi dan lisensi (Ilyas, 2002).
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
khususnya dalam subsistem SDM kesehatan, perencanaan SDM kesehatan merupakan
salah satu unsur utama dari subsistem tersebut yang menekankan pentingnya upaya
penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi SDM kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan (Depkes, 2004)
Departemen Kesehatan melalui Kepmenkes
No. 81/Menkes/SK/I/2004 telah mengeluarkan Pedoman Penyusunan Perencanaan Tenaga
kesehatan di tingkat Provinsi/Kab/Kota serta rumah sakit berdasarkan beban
kerja/Work Load Indicator Staf Need
(WISN), namun pelaksanaan dan implementasi dari perencanaan kebutuhan Tenaga
kesehatan berdasar beban kerja sangat sulit, karena petugas harus melaksanakan
langkah-langkah perhitungan, yaitu 1. Menetapkan Waktu Kerja tersedia pertahun,
2. Menetapkan kategori SDM, 3.Menyusun standar beban kerja, 4. Menyusun Standar
kelonggaran, 5. Perhitungan Kebutuhan tenaga per unit kerja, karena rumit dan
terbatasnya tenaga perencana dan pengelola SDM di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
maka saya merasa perlu untuk mengembangkan rancangan sistem informasi perencanaan
tenaga kesehatan berdasarkan beban kerja di Puskesmas
Dalam melakukan upaya perencanaan,
pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan, sangat terkait dengan faktor internal maupun eksternal ang
berkembang saat ini. Beberapa masalah yang diperkirakan akan menjadi kendala
utama dan berpengaruh dalam program perencanaan, pengembangan dan pemberdayaan
manusia kesehatan adalah globalisasi, otonomi daerah, entrepreneurship kesehatan, kualitas kelulusan dan pegawai negeri,
pemerataan tenaga kesehatan, masa depan institusi kesehatan, tenaga kerja
kesehatan Indonesia dan sistem informasi (BPPSDMK, 2004)
Kendala yang sangat dirasakan dalam
pelaksanaan pengembangan Sistem Informasi SDM kesehatan didaerah adalah data
dan informasi tenaga kesehatan yang masih sulit diperoleh, sehingga tidak dapat
menggambarkan keadaan SDM kesehatan secara nasional setelah adanya kebijakan
desentralisasi, sistem pengumpulan data didaerah sangat bervariasi, bahkan di
beberapa daerah tidak ada unit yang mempunyai fungsi untuk penyediaan data SDM
kesehatan (BPPSDMK, 2004), dan pengelolaan informasi di kabupaten/kota belum
berjalan optimal, terutama dalam melihat kebutuhan data dan informasi secara
keseluruhan dari sistem informasi yang ada, ditunjang kemampuan perencanaan
tenaga kesehatan yang masih lemah, dimana perencanaan kebutuhan masih
berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga dari provinsi untuk mengisi kekurangan
tenaga yang ada di kabupaten/kota, dan hal ini masih juga terjadi pada hampir
semua kabupaten/kota di Indonesia (Zulkarnain, 2000).
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 844.607 jiwa dan 22 puskesmas sebagai
unit pelayanan kesehatan serta memiliki 669
SDM kesehatan, dalam perencanaan SDM nya belum memiliki format khusus atau
acuan yang dapat menjadi landasan dalam perencanaan SDM kesehatan khususnya di
puskesmas, kendala standar waktu terhadap kegiatan pelayanan di puskesmas juga
menjadi kendala terhadap perhitungan perencanaan SDM kesehatan berdasarkan
beban kerja.
Untuk itu perlu dikembangkan suatu
sistem informasi perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan di puskesmas
berdasarkan beban kerja, sehingga sistem ini diharapkan dapat membantu dalam
pengambilan keputusan/decision support
system (DSS) atau sistem pendukung keputusan, menurut Kendall & Kendall
(2003), sistem informasi ini merupakan sistem yang terkomputerisasi diatas
sistem informasi manajemen yang lebih menekankan pada fungsi mendukung
pengambilan keputusan di seluruh tahap-tahapannya, walaupun keputusan aktual
masih tetap wewenang khusus pembuat keputusan, sehingga data dan informasi
diperlukan untuk mengambil keputusan dan kebijakan baik untuk perencanaan,
pendistribusian serta untuk progam pengembangan dan pemberdayaan sumber dya
kesehatan itu sendiri maupun untuk kepentingan program.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Permasalahan Kesehatan Masyarakat
Mutu pelayanan kesehatan pada
pelayanan kesehatan dasar menjadi tidak optimal karena tidak meratanya
distribusi tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat dan bidan) di
Puskesmas
1.2.2
Permasalahan Sistem Informasi Kesehatan
1. Ketersediaan data kunjungan pasien per unit kerja
yang belum terekap secara rinci.
2. Sulitnya memformulasikan perhitungan berdasarkan
beban kerja
3. Sulitnya melaksanakan pengolahan data dan analisis
data kebutuhan perencanaan tenaga kesehatan di Puskesmas, dan belum
menghasilkan suatu bentuk informasi.
1.3 Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Dikembangkannya prototype Sistem Informasi Perencanaan Tenaga kesehatan di
Puskesmas berdasarkan beban kerja di Kota Bandar Lampung.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Dilakukan analisis
sistem untuk melihat gambaran sistem yang terjadi saat ini
2.
Teridentifikasinya
informasi perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
3.
Tersusunnya basis
data Tenaga kesehatan
4. Terbentuknya rancangan sistem : Input, Proses, Output
5. Terbentuknya Prototipe Sistem Informasi
Perencanaan Tenaga kesehatan di Puskesmas berdasarkan Beban Kerja di Kota
Bandar Lampung
1.4 Manfaat
1.4.1
Untuk Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
1. Prototipe yang akan dikembangkan ini akan
diimplementasikan pada Sub Bag Kepegawaian Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
2. Diperolehnya sistem informasi perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan sebagai solusi yang dapat membantu dalam
penghitungan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan beban kerja
3. Dapat membantu para pengambil keputusan untuk
mendistribusikan tenaga sesuai beban kerja, sehingga pada akhirnya upaya
kesehatan akan memiliki daya ungkit yang lebih tinggi terhadap derajat
kesehatan masyarakat.
1.4.2
Untuk Peneliti
1. Dapat membantu dan pengalamaan lebih lanjut dalam
pengembangan sistem informasi perencanaan tenaga kesehatan sebagai bekal dalam
melaksanakan tugas lebih lanjut.
2. Menambah pengalaman nyata penulis dalam melakukan
penulisan ilmiah.
1.4.3
Program Studi
Menambah referensi khususnya yang
berkenaan dengan sistem informasi kesehatan
1.4.4
Instansi
Bagi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
dapat dijadikan sebagai bahan untuk membantu mengambil keputusan dalam
perencanaan tenaga kesehatan dan mendistribusikan tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan sesuai dengan beban kerja di unit pelayanan atau puskesmas.
1.5 Ruang
Lingkup
1. Pengembangan sistem informasi perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan ini akan dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
sub Bag Kepegawaian Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
2. Data yang digunakan dalam perhitungan perencanaan tenaga
kesehatan di puskesmas masih dibatasi pada tenaga kesehatan Dokter, Dokter
Gigi, Perawat dan Bidan, data kunjungan pasien yang didapat dari laporan LB-4
dan LT-2 SP2TP puskesmas tahun 2007, dan prototype
yang dirancang terbuka untuk penambahan jenis tenaga kesehatan yang lain.
3. Dalam pengembangan prototype perencanaan tenaga kesehatan puskesmas di Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung, semua faktor determinan yang berpengaruh terhadap
perencanaan tenaga kesehatan seperti perkembangan penduduk, pola penyakit,
keadaan darurat dan perubahan suhu politik tidak diperhitungkan karena dianggap
tetap.
4. Data lain yang dibutuhkan dalam pengembangan
sistem ini dibatasi pada entitas yang diperlukan akan dilakukan dengan cara
telaah dokumen dan wawancara mendalam terhadap petugas yang terkait.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
SUMBER DAYA MANUSIA
2.1.1
Pengertian Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia merupakan salah
satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan
aktifitas (Gomes, 1995). Sumber daya manusia juga merupakan faktor dominan yang
harus dipertahankan dalam penyelenggaraan pembangunan untuk memperlancar pencapaian
sasaran pembangunan nasional.
2.1.2
Peranan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia mempunyai dampak
yang lebih besar terhadap efektifitas organisasi dibanding dengan sumber daya
yang lain. Pengelolaan sumber daya manusia sendiri akan menjadi bagian yang
sangat penting dari tugas manajemen organisasi. Menurut robert L Mathis dan
John H. Jackson dalam Rachmawati (2007) Peran sumber daya manusia harus
difokuskan melebar kekanan, peran baru dilaksanakan tetapi tidak melupakan
peran lama, yang akan ditunjukkan dalam tabel
2.1 peran sumber daya manusia yang makin strategis dengan visi kedepan yang
lebih panjang.
Tabel 2.1
Peran sumber daya manusia
Administrasi
|
Operasi
|
Strategi
|
|
Focus
|
Proses Administrasi penyimanan data
|
Pendukung kegiatan
|
Organisasi Global
|
Waktu
|
Jangka pendek
(<1 tahun)
|
Jangka menengah
(1-2 tahun)
|
Jangka panjang
(2-5 tahun)
|
Jenis Kegiatan
|
Mengadministrasi manfaat tenaga kerja menjalankan orientasi tenaga kerja
baru, membuat kebijakan & prosedur SDM. Menyiapkan laporan pekerjaan
|
Mengelola program kompensasi, merekrut & menyeleksi jabatan yang
kosong. Menjalankan pelatihan dengan aman, mengatasi keluhan tenaga kerja
|
Menilai kecenderungan masalah tenaga kerja. Melakukan rencana
pengembangan & komunikasi. Restrukturisasi & perampingan.
Merencanakan strategi
|
Sumber : Robert L Mathis dan John H. Jackson, Human Resources Management,
Thomson Learning Asia, Singapore, 9 th Ed, 2000, Alih Bahasa
Penerbit Salemba Empat, 1 th Ed, Jakarta, hlm 15
2.1.2.1
Peran Administrasi manajemen sumber daya manusia
Peran ini difokuskan pada pemrosesan
dan penyimpanan data, meliputi penyimpanan database dan arsip pegawai, proses
kalim keuntungan, kebijakan organisasi tentang program pemeliharaan dan
kesejahteraan pegawai, pengumpulan dokumen
2.1.2.2
Peran Operasional manajemen sumber daya manusia
Peran ini lebih bersifat taktis,
meliputi pemrosesan lamaran pekerjaan, proses seleksi dan wawancara, kepatuhan
terhadap kebijakan dan peraturan, peluang bekerja dengan kondisi baik,
pelatihan dan pengembangan, program K3 dan sistem kopensasi
2.1.2.3
Peran Strategis manajemen sumber daya manusia
Keunggulan kompetitif dari unsur
sumber daya manusia merupakan kelebihan yang dimiliki oleh peran ini. Peran
strategis menekankan bahwa orang-orang dalam organisasi merupakan sumber daya
yang penting dan investasi organisasi yang besar. Agar sumber daya manusia
dapat berperan strategis maka harus fokus pada masalah-masalah dan implikasi
sumber daya manusia jangka panjang
2.1.3
Model Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Menurut Gary Dessler dalam Rachmawati(2007) disebutkan bahwa organisasi membutuhkan visi tentang apa yang dapat
dilakukan departemen sumber daya manusia yang baik. Departemen sumber daya
manusia dapat dilihat semata-mata sebagai saluran sumber daya manusia
organisasi atau sebagai sebuah fungsi yang besar kontribusinya terhadap
pencapaian tujuan penting dari organisasi.
Model MSDM dibuat ntuk membantu
manajemen dalam implikasi praktik dan tren sumber daya manusia saat ini serta
menyusun program dan pedoman untuk kegiatan perencanaan sumber daya manusia
dimasa datang (John B. Miner dan Donald P. Crane dalam Rachmawati, 2007)
Gambar 2.1 Model Manajemen Sumber Daya Manusia
PERENCANAAN
|
PROSES INPUT
|
TRANSFORMASI
|
PROSES OUTPUT
|
|||
Perencanaan
SDM
|
Rekruitmen
|
Transfer
Promosi dan demosi
|
Penilai Kinerja
|
|||
Desain & Analisis
Pekerjaan
|
Seleksi
|
Pelatihan
|
||||
Struktur
Organisasi
|
Penempatan
|
Pengembangan org. Dan
manajemen
Manajemen kompensasi
Pelayanan dan
keuntungan
Program kesehatan dan
keamanan
Kegiatan hubungan
Pekerja
|
Evaluasi
dari konsekuensi program dan strategi
|
ENVIRONMENTAL INFLUENCES
Operating widely across organizations :
|
Operating only for spesific subsets of
organizations :
|
·
Labor
force characteristic
·
Govermental regulation & the law
|
·
Union
Influences
·
International variations
|
Operating widely across organizations :
|
Operating only for specific subsets of
rganizations :
|
·
Labor
force characteristic
·
Govermental regulation & the law
|
·
Union
Influences
·
International variations
|
Sumber : Gary Dessler, Human Resources Manajement
Keterangan :
a. Perencanaan
-
Perencanaan
SDM
Perencanaan memberikan kerangka untuk
memadukan pengambilan keputusan di seluruh organisasi. Dalam perannya secara
langsung terkait dengan strategi organisasi, perencanaan sumber daya manusia
selalu melibatkan analisis supply anddemand, termasuk teknik peramalan (forecasting).
-
Desain dan
analisis jabatan
Kebutuhan organisasi harus
diorganisasikan melalui sistem jobsupport the companies strategies. Untuk itu harus dilakukan analisis
jabatan, uraian jabatan, penugasan dan membangun tanggung jawab, serta
spesifikasi jabatan.
-
Struktur
organisasional
Perencanaan organisasi struktur secara
khusus dibuat oleh manajemen pencak unit-unit yang sudah mapan dari departemen
sumer daya manusia. Perencanaan strategis struktur organisasi yang berupa
penentuan struktur dimensi vertikal akan ditekankan pada desentralisasi,
jangkauan perintah, dan ukuran pada span
of control (rentang pengendalian)
b. Input Proses
1. Rekruitmen
Pendekatan yang digunakan dalam
rekruitmen adalah ketentuan dari perencanaan sumber daya manusia dan melalui
persyaratan tindakan yang disepakati.
2. Seleksi
Seleksi dan penempatan dimasukkan
dalam proses strategi melalui susunan kepegawaian untuk formulasi strategi dan
disajikan kepada karyawan untuk diimplementasikan. Menggunakan seleksi secara
efektif dapat dijadikan kriteria untuk sukses.
3. Penempatan
Keputusan penempatan melibatkan
transfer internal, promosi, dan demosi yang selalu diinformasikan melalui
berbagai macam pendekatan seleksi dan melalui penilaian kinerja.
c. Transformasi/Proses Mediasi
1. Transfer
Transfer terjadi pada saat seseorang
dipindahkan ke posisi baru yang secara esensial memiliki kelas dan tingkat
kompensasi yang sama.
2. Promosi
Pemindahan seseorang ketingkat
pekerjaan dan kompensasi yang lebih tinggi, termasuk dalam proses seleksi.
3. Demosi
Demosi yaitu
penurunan ke posisi tingkat yang lebih rendah
4. Pelatihan
Pelatihan dimaksudkan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja
tertentu, terinci, dan rutin
5. Pengembangan Organisasi
Dilakukan apabila manajemen ingin
menyiapkan karyawan untuk memegang tanggung jawab pekerjaan di waktu mendatang.
6. Kompensasi
Salah satu cara manajemen untuk
meningkatkan prestasi kerja adalah dengan stimulus melalui kompensasi, yaitu
segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka.
7. Tunjangan dan pemberian fasilitas
Tunjangan dan pemberian fasilitas
merupakan salah satu program dalam organisasi yang ditujukan pada kesejahteraan
karyawan.
8. Program keselamatan dan kesehatan
Tujuan program ini adalah untuk
membantu, melindungi, dan menjaga karyawan agar senantiasa bekerja dengan aman
dan nyaman, yaitu dengan menyediaakan program K3 bagi semua karyawan.
9. Hubungan serikat pekerja
Keberadaan serikat pekerja mengubah lingkungan
kerja dan hubungan antara para karyawan dan organisasi, terutama peranan
penyelia dan departemen personalia.
d. Output Proses
1. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja bertujuan untuk
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki
keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
pelaksanaan kerja mereka.
2. Produktifitas
Peningkatan produktifitas dapat
dilakukan dengan cara melihat aspek kepuasan kerja dan motivasi pegawai dalam
mengapresiasikan pekerjaan mereka.
3. Evaluasi program dan strategi
Pengembangan sumber daya manusia tidak
hanya terletak pada perencanaan strategis saja, tetapi menuju strategi inovasi
perilaku peran, yang diperlukan adalah kreatifitas yang tinggi dan berorientasi
jangka panjang, mempunyai perhatian yang berkualitas, penerimaan risiko serta
toleransi pada ketidakpastian.
2.1.3
Sumber Daya Kesehatan
Pengertian SDM hubungannya dengan
kesehatan yang tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004 disebutkan
bahwa tenaga kesehatan sebagai orang bekerja secara aktif dan profesional
dibidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak
yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. (Depkes 2004). Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan formal dibidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan.
Jenis tenaga kesehatan dalam Peraturan
Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, yaitu :
a. Tenaga Medis :
Meliputi dokter dan dokter gigi
b. Tenaga Keperawatan : Meliputi Perawat dan Bidan
c. Tenaga Kefarmasian : meliputi Apoteker, Analis Farmasi dan
Asisten
Apoteker
d. Tenaga kesehatan masyarakat : Meliputi Epidemiologi Kesehatan,
Entomologi Kesehatan, Mikrobiologi
Kesehatan,
Penyuluh Kesehatan,
Administrator Kesehatan, Sanitarian
e. Tenaga Gizi : Meliputi Nutrision dan
dietisian
f. Tenaga Terapan fisik : Meliputi fisioterapis,
okupasiterapis, terapis
wicara
g. Tenaga Keteknisian Medis : Meliputi Radiografer,
Radioterapis, Teknisi
gigi, Teknisi Elektromedik, Analis Kesehatan,
Refraksionis, otorik prostetik, Teknisi
Transfusi Dan Perekam Medis
2.1.4
Kebijakan Ketenagaan
Ada 2 pendekatan kebijakan ketenagaan
yang bisa dilakukan untuk membenahi masalah tenaga kesehatan (Ilyas, 2002)
yaitu :
a. Pendekatan manajerial atau proses
Pendekatan ini lebih menitik beratkan
pada proses manajerial ketenagaan yang menyangkut perencanaan, pengelolaan dan
evaluasi.
Ada 2 kebijakan yang dapat menjembatani masalah
ketenagaan yang ada yaitu :
1. Kebijakan Manajemen Ketenagaan
Kebijakan ini menyangkut proses
perencanaan, Pendayagunaan dan
Penelitian tenaga kesehatan. Suatu hal yang penting adalah menciptakan :
a) Prosedur dan standar administrasi, teknis dan
fungsional;
b) Uraian, wewenang dan tanggung jawab jabatan;
c) Jenjang karier dan pengembangan ketenagaan baik
struktural dan fungsional;
d) Instrumen-instrumen lain yang berkaitan dengan
ketenagaan.
2. Kebijakan Supply
dan Demand tenaga kesehatan
Hal ini menyangkut dua departemen yang
berbeda yaitu Depkes dan Depdiknas. Kejelasan tentang proyeksi ketenagaan yang
dibutuhkan, dengan pertimbangan sumber daya yang terbatas, perlu disepakati
bersama antara pihak produsen dan penyerap tenaga medis.
b. Pendekatan Struktural dan Perundang-undangan
Ada dua kebijakan yang dapat diambil dibidang
ketenagaan yaitu :
1. Desentralisasi
ketenagaan adalah suatu kebijakan yang sedemikian rupa memberikan wewenang
kepada pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan, pengelolaan, dan
pembiayaan tenaga kesehatan yang dibutuhkan.
2. Swastanisasi Tenaga Kesehatan
Menggalakkan sektor swasta untuk
berpartisipasi dibidang kesehatan merupakan kebijakan yang lambat atau cepat
harus diambil oleh pemerintah. Cukup banyak sektor swasta yang berminat
menanamkan modalnya dibidang kesehatan, akan tetapi tidak adanya kejelasan
struktural akan menghambat atau mencegah para investor untuk bergerak dibidang
kesehatan.
2.1.5
Perencanaan
2.1.5.1
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Perencanaan memberikan kerangka untuk
memadukan pengambilan keputusan di seluruh organisasi. Perencanaan sumber daya
manusia merupakan salah satu tipe perencanaan strategi, sama halnya dengan
perencanaan sumber daya manusia merupakan salah satu tipe perencanaan strategi,
sama halnya dengan perencanaan keuangan, pemasaran, dan produksi. Dalam
perannya secara langsung terkait dengan strategi organisasi, perencanaan sumber
daya manusia selalu melibatkan analisis supply
and demand, termasuk teknik peramalan
2.1.5.2
Desain dan analisis jabatan
Kebutuhan organisasi harus
diorganisasikan melalui sistem job
support the companies strategies. Untuk itu harus dilakukan analisis
jabatan, uraian jabatan, penugasan dan membangun tanggung jawab, serta
spesifikasi jabatan. Analisis jabatan adalah kunci dari fungsi kinerja.
Evaluasi pekerjaan berguna untuk pemberian kompensasi, seleksi, pelatihan,
keamanan manajemen (safety manajement)
dan penataan karier.
2.1.5.3
Struktur oraganisasi
Perencanaan organisasi struktur secara
khusus dibuat oleh manajemen puncak unit-unit yang sudah mapan dari departemen
sumber daya manusia. Perencanaan strategis struktur organisasi yang berupa
penentuan struktur dimensi vertikal akan ditekan pada desentralisasi, jangkauan
perintah, dan ukuran pada span of control(rentang pengendalian).
2.1.6
Tujuan Perencanaan Sumber Daya Manusia
Perencanaan smber daya manusia dapat
memenuhi banyak tujuan organisasi, menurut thomas
H Stone, 1989 dalam Rachmawati
(2007) terdapat dua tujuan pokok tujuan suatu perencanaan yaitu :
1. Membantu menentukan tujuan organisasi, termasuk
perencanaan pencatatan kesempatan kerja yang sama pada karyawan dan tujuan
tindakan afirmatif
2. Melihat pengaruh program dan kebijakan alternatif
sumber daya manusia dan menyarankan pelaksanaan alternatif yang paling
menunjang kepada keefektifan organisasi
Kebutuhan perencanaan sumber daya manusia mungkin
tidak segera tampak. Sebenarnya, kebutuhan akan sumber daya manusia dari suatu
organisasi hampir tidak pernah dapat dipenuhi dengan cepat atau mudah. Suatu
organisasi yang tidak merencanakan sumber daya manusia akan melihat bahwa
kebutuhan karyawannya tidak terpenuhi dan tujuan keseluruhan organisasi tidak
akan tercapai secara efektif.
2.1.7
Manfaat Perencanaan Sumber Daya Manusia
Manfaat perencanaan akan memberikan
nilai-nilai positif bagi kepentingan organisasi, dan manajemen perlu
menyeimbangkan anatara fungsi perencanaan sumber daya manusia dengan
fngsi-fungsi yang lain agar sasaran organisasi tercapai secara keseluruhan.
Kebutuhan akan perencanaan sumber daya
manusia tidak lagi merupakan kebutuhan sekunder, tapi banyak organisasi
menerapkan bahwa hal itu merupakan tuntutan mutlak bagi perkembangan organisasi
keseluruhan. Perubahan-perubahan aspek lingkungan menyadarkan bahwa organisasi
harus berbenah diri menuju kedinamisan global.
Pengambilan keputusan pada perencanaan
sumber daya manusia akan sangat bergantung pada kualitas dan sistem informasi
yang tersedia
Sejalan dengan tujuan perencanaan SDM di
lingkungan suatu organisasi/perusahaan menurut nawawi (2003) terdapat beberapa
manfaat jika dilaksanakan secara obyektif adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pendayagunaan SDM
Pendayagunaan SDM akan berlangsung
efektif dan efisien karena perencanaan SDM harus dimulai dengan kegiatan
pengaturan kembali atau penempatan ulang (restaffing/replacement) SDM yang
dimiliki. Hal ini dimaksudkan agar setiap jabatan/pekerjaan dilaksanakan oleh
SDM yang kualified, yang dapat memberikan konstribusi maksimal pada pencapaian
tujuan organisasi.
b. Menyelaraskan aktifitas SDM berdasarkan potensi
masing-masing dengan tugas-tugas yang sasarannya berpengaruh pada peningkatan
efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi/perusahaan
c. Meningkatkan kecermatan dan penghematan pembiayaan
(cost) dan tenaga dalam melaksanakan rekruitmen dan seleksi
d. Perencanaan SDM yang profesional mendorong
organisasi menciptakan dan menyempurnakan sistem informasi SDM agar selalu akurat
siap pakai untuk berbagai kegiatan manajemen SDM lainnya
e. Perencanaan SDM dapat meningkatkan koordinasi
anatr manajemen unti kerja/departemen, yang akan berkelanjutan dan dapat
dikembangkan dalam melaksanakan kegiatan bisnis yang memerlukan kerjasama
2.1.8 Metode
Perencanaan Sumber Daya Manusia
Dalam melakukan perencanaan menurut
hasibuan (2002), dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode :
a. Metode Non Ilmiah
Dengan metode ini perencanaan SDM
dilakukan berdasarkan pengalaman, imajinasi serta perkiraan-perkiraan.
Perencanaan dengan menggunakan cara ini mempunyai risiko yang sangat besar,
misal belum tentu kualitas dan kuantitas SDM sesuai dengan kebutuhan organisasi
sehingga dapat menimbulkan dampak mismanajemen serta pemborosan yang merugikan
organisasi.
b. Metode ilmiah
Perencaaan dengan mempergunakan cara
ini dilakukan berdasarkan atas hasil analisis suatu data, informasi dan
peramalan-peramalan dari perencananya, dengan cara ini akan terhindarkan risiko
kerugian yang lebih kecil karena setiap aspek telah dipertimbangkan terlebih
dahulu.
2.1.9
Perencanaan SDM sebagai Proses Pengambilan Keputusan
Menurut Nawawi (2003), dalam
pengambilan keputusan diperlukan pelaksanaan salah satu kegiatannya disebut
perencanaan atau pengambilan keputusan dilakukan dalam bentuk pembuatan
perencanaan, sehingga pengambilan keputusan ditetapkan melalui suatu prses,
yang langkah-langkah harus dilakukan secara sistematik dan tertib.
Menurut Simon (1960) dalam Mcleod, Jr (1996) ada 4
tahap dalam pengambilan keputusan :
a. Membantu manajer membuat keputusan untuk
memecahkan masalah semi terstruktur
b. Mendukung penilaian manajer bukan mencoba
menggantikannya
c. Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan manajer
daripada efisiensinya
2.1.6
Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Depkes (2004), Pada dasarnya metode penyusunan
rencana kebutuhan Tenaga kesehatan dapat ditentukan berdasarkan :
a. Kebutuhan epidemiologi penyakit utama masyarakat
b. Permintaan (demand) akibat beban pelayanan
kesehatan, atau
c. Sarana upaya kesehatan yang telah ditetapkan
d. Standar atau rasio terhadap nilai tertentu
Selain itu terdapat metode yang merupakan
pengembangan dari ke empat metode dasar tersebut yaitu :
a. Penyusunan Kebutuhan tenaga berdasarkan Daftar
Susunan Pegawai (DSP)
b. Penyusunan Kebutuhan tenaga berdasarkan WISN (Work Load Indicator Staff Need/Indikaator
Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja)
c. Penyusunan Kebutuhan tenaga berdasarkan
Skenario/Proyeksi dari WHO
d. Penyusunan Kebutuhan tenaga untuk bencana
Determinan yang berpengaruh dalam perencanaan
Kebutuhan SDM (Depkes, 2004) adalah :
1. Perkembangan penduduk, baik jumlah, pola penyakit,
daya beli, keadaan sosial budaya dan keadaan darurat
2. Pertumbuhan Ekonomi
3. Berbagai kebijakan dibidang kesehatan
2.1.6.1
Prosedur Perhitungan Kebutuhan Tenaga kesehatan dengan Mempergunakan Metode
WISN (Work Load Indicator Staff Need/Kebutuhan
Tenaga kesehatan Berdasarkan Indikator Beban Kerja)
Perencanaan Perhitungan kebutuhan
tenaga kesehatan dengan metode WISN adalah suatu metode perhitungan kebutuhan tenaga
kesehatan berdasarkan analisis beban kerja (workLoad Analysis) berdasarkan beban pekerjaaan nyata yang dilaksanakan oleh
setiap kategori tenaga kesehatan pada setiap unit kerja di fasilitas kesehatan
(Depkes, 2004).
Langkah-langkah perhitungan kebutuhan tenaga
kesehatan berdasarkan metode WISN melalui 5 langkah sebagai berikut :
1. Menetapkan Unit Kerja dan Kategori SDM
Tujuan penetapan ini adalah agar
diperolehnya kategori SDM yang bertanggunga jawab dalam menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan perorangan pada pasien, keluarga dan masyarakat di
dalam dan diluar gedung puskesmas
2. Menetapkan Waktu Kerja tersedia
Tujuan penetapan ini adalah
diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja di
unit pelayanan salama kurun waktu satu tahun
|
Keterangan :
A : Hari kerja tersedia selama satu
tahun yang berlaku di puskesmas setempat
B : Cuti tahunan
C : Pendidikan dan Pelatihan
Adalah
waktu (hari) setiap kategori SDM mengikuti pendidikan dan pelatihan
D : Hari Libur Nasional
E : Ketidak hadiran kerja
Adalah
ketidak hadiran kerja setiap kategori SDM selama satu tahun, karena
alasan sakit, tidak
masuk dengan atau tanpa izin
F : Waktu Kerja
Waktu
kerja tersedia selama satu hari sesuai dengan peraturan yang berlaku
Menyusun Standar beban kerja
Standar Beban Kerja
adalah suatu kegiatan pokok yang disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan (rata-rata waktu) yang dimiliki oleh
masing-masing kategori SDM. Rata-rata waktu untuk menyelesaikan kegiatan
pelayanan sangat bervariasi dan sesuai dengan karakteristik pasien (umur, jenis
kelamin) jenis dan beratnya penyakit, prasarana serta kompetensi masing-masing
SDM. Untuk itu dalam menetapkan rata-rata waktu dapat ditetapkan berdasarkan
standar, pengalaman selama bekerja, kesepakatan bersama dan berdasarkan
pengalaman.
3. Standar kelonggaran
Penyusunan standar
kelonggaran bertujuan untuk diperolehnya faktor kelonggaran setiap kategori
SDM, meliputi jenis kegiatan dan dibutuhkan waktu utuk menyelesaikan suatu
kegiatan yang rutin dilakukan, baik kegiatan yang berkaitan langsung dengan
pelayanan atau program puskesmas atau yang tidak berkaitan langsung. Untuk
mengetahui standar waktu kelonggaran dapat dilakukan dengan pengamatan dan
wawancara setiap kategori SDM terhadap frekuensi kegiatan dalam satu hari,
minggu atau bulan dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
4. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Kesehatan per unit
kerja
Perhitungan kebutuhan SDM per Unit
kerja bertujuan untuk memperoleh jumlah dan jenis/kategori SDM per Unit kerja
sesuai dengan beban kerja selama satu tahun. Data-data yang diperlukan untuk
perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi, waktu kerja tersedia;
Standar beban kerja; standar kelonggaran masing-masing kategori SDM dan jumlah
kegiatan tiap unit kerja selama satu tahun.
2.1.7
Standar Tenaga kesehatan
Sesuai dengan Kepmenkes RI No.
1202/Menkes/VIII/2003 tanggal 21 Agustus 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat
2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat
(Depkes, 2003) adalah :
Tabel 2.1
Indikator Sehat 2010 menurut Jenis Tenaga
Kesehatan
No
|
Jenis Tenaga Kesehatan
|
Rasio Tenaga Kesehatan per 100.000 penduduk
|
1
|
Dokter Spesialis
|
6
|
2
|
Dokter Umum
|
40
|
3
|
Dokter Gigi
|
11
|
4
|
Perawat
|
117
|
5
|
Bidan
|
100
|
6
|
Perawat Gigi
|
30
|
7
|
Apoteker
|
10
|
8
|
Asisten Apoteker
|
30
|
9
|
Kesehatan Masyarakat
|
40
|
10
|
Sanitarian
|
40
|
11
|
Nutrisionis
|
22
|
12
|
Keterapian Fisik
|
4
|
13
|
Keteknisian Medis
|
15
|
Sumber : Depkes, 2003
2.2
SISTEM INFORMASI
2.2.1
Sistem
Sistem dapat dikelompokkan menjadi dua
berdasarkan pendekatan yang menekankan kepada prosedur dan yang menekankan
kepada komponen atau elemen. Sistem dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan
atau himpunan dari unsur atau variabel-variabel yang saling terorganisasi,
saling berinteraksi dan saling bergantung satu sama lainnya. Menurut Murdick
dan Ross (1993) mendefinisikan sistem sebagai perangkat elemen yang digabungkan
satu sama lainnya untuk suatu tujuan bersama, sementara pengertian sistem yang
menekankan kepada elemen atau komponen seperti yang disampaikan oleh McLeod (1995)
adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan masksud yang sama
untuk mencapai tujuan, Menurut Scott (1996), sistem terdiri dari unsur-unsur seperti input, pengolahan
(processing) serta keluaran (output). Ciri pokok sistem menurut Gapspert ada
empat, yaitu sistem itu beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri dari
unsur-unsur, ditandai dengan saling berhubungan, dan mempunyai satu fungsi atau
tujuan utama.
Menurut Sutanta (2003) karakteristik suatu sistem
adalah elemen yang saling bekerja sama atau yang dihubungkan dengan cara-cara
tertentu sehingga membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna
mencapai suatu tujuan, Suatu sistem memiliki karakteristik sebagai berikut :
2. Mempunyai batas (boundary) : Batasan sistem diperlukan untuk membedakan satu sistem
dengan sistem yang lain. Batas sistem akan memberikan batasan scope tinjauan terhadap sistem.
3. Mempunyai lingkungan (environments) : adalah segala sesuatu diluar sistem, lingkungan
yang menyediakan asumsi, kendala, dan input terhadap suatu sistem.
4. Mempunyai penghubung/antar muka (interface) : yaitu segala sesuatu yang
bertugas menjembatani hubungan antar komponen dalam sistem, yang merupakan
sarana yang memungkinkan setiap komponen saling berinteraksi dan berkomunikasi
dalam rangka menjalankan fungsi masing-masing komponen.
5. Mempunyai masukkan (input) : yaitu segala sesuatu (data, bahan baku) yang perlu dimasukkan
kedalam sistem sebagai bahan yang akan diolah lebih lanjut untuk menghasilkan
keluaran yang berguna.
6. Mempunyai pengolahan (processing) : merupakan komponen sistem yang mempunyai peran utama
mengolah masukkan agar menghasilkan keluaran yang berguna bagi para pemakainya,
yang dapat berupa program aplikasi komputer.
7. Mempunyai keluaran (output) : merupakan komponen sistem yang berupa berbagai macam
bentuk keluaran yang dihasilkan oleh komponen pengolahan.
8. Mempunyai sasaran (objectives) dan tujuan (goal)
: yang berarti setiap komponen dalam sistem perlu dijaga agar saling
bekerjasama dengan harapan agar mampu mencapai sasaran dan tujuan sistem.
9. Mempunyai kendali (control) : setiap komponen agar tetap terjaga sesuai dengan peran
dan fungsinya, maka perlu ada pengendalian, yang memiliki peran utama menjaga
agar proses dalam sistem dapat berlangsung secara normal sesuai dengan batasan
yang telah ditetapkan.
10. Mempunyai umpan balik (feed back) : berfungsi untuk mengecek terjadinya penyimpangan
proses dalam sistem dan mengembalikannya kedalam kondisi normal.
2.2.2
Informasi
Informasi menurut Sauerborn dan
lippeveld (2000) adalah kumpulan dari fakta atau data yang mempunyai arti. Jadi
data yang terkumpul saja tidak bisa disebut informasi apabila belum diolah menjadi
sesuatu yang mempunyai arti, jadi informasi adalah data yang telah diproses dan
harus memiliki arti bagi penerima informasi, dan Informasi dapat dipakai
sebagai bahan untuk mengambil keputusan saat itu atau keputusan mendatang
(Depkes RI, 1993). Sumber informasi adalah data. Data adalah kenyataan yang
menggambarkan kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Informasi diperoleh setelah
data-data mentah diproses atau diolah. Nilai sebuah informasi ditentukan dari
dua hal yaitu manfaat dan biaya untuk mendapatkannya. Suatu informasi dikatakan
bernilai bila manfaat dan biaya untuk mendapatkannya. Suatu informasi dikatakan
bernilai apabila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya untuk
mendapatkan informasi tersebut.
Menurut Sutanta (2003) Transformasi data menjadi
informasi dapat digambar sebagai berikut :
Data yang diolah tidak cukup dapat dikatakan
sebagai suatu informasi, untuk dapat bermanfaat informasi harus didukung oleh 3
pilar, yaitu :
a. Tepat orangnya (relevance)
b. Tepat waktu (timeless), diharapkan informasi dapat
disediakan secepat waktu yang diperlukan. Keterlambatan informasi akan
menyebabkan informasi menjadi tidak berguna, karena sudah kadaluwarsa
c. Tepat nilainya dan akurat (Accurate)
Menurut Sutanta (2003) informasi memiliki beberapa
fungsi yaitu :
1. Menambah pengetahuan.
2. Mengurangi ketidak pastian
3. Mengurangi risiko kegagalan
4. Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak
diperlukan
5. Memberikan standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran
dan keputusan-keputusan yang menentukan pencapaian sasaran dan tujuan.
2.2.3
Sistem Informasi
Pengertian sistem informasi
sangat beragam. Dari berbagai sumber yang didapatkan, Kadir (2003) menyimpulkan
bahwa ”sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, komputer,
teknologi informasi, prosedur kerja), ada sesuatu yang diproses (data menjadi
informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan.
Menurut Kadir (2003), sesuai
dengan klasifikasi sistem, maka sistem informasi termasuk dalam sistem fisik,
terbuka, buatan manusia, deterministik dan probalhistik. Termasuk dalam
penggolongan tersebut karena sistem informasi merupakan buatan manusia yang
secara fisik dapat terlihat, dapat menerima masukan dan keluaran bagi
lingkungan serta beradaptasi terhadap lingkungan tersebut, kondisi masa depan
sistem informasi tidak dapat diramalkan dengan pasti tetapi bagian tertentu
dapat sebagai sistem yang deterministik.
Komponen-komponen suatu sistem
informasi terdiri dari: perangkat keras yang berupa komputer dan printer,
perangkat lunak atau program yaitu sekumpulan instruksi yang memungkinkan
perangkat keras untuk dapat memperoses data, prosedur yaitu sekumpulan aturan
untuk melakukan proses data sehingga menghasilkan suatu keluaran, orang yaitu
pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi, pemrosesan
dan penggunaan keluaran, basis data yaitu penyimpanan data yang terdiri dari
sekumpulan tabel yang saling berhubungan, jaringan komputer dan komunikasi data
yaitu sistem penghubung yang memungkinkan informasi dapat dipakai bersama-sama
(Kadir, 2003). Menurut John Burch dan Gary Grudnitski (1986) seperti dikutip
oleh Jogiyanto (2001) komponen sistem informasi disebut dengan blok bangunan
yang terdiri dari blok masukan, blok model, blok keluaran, blok teknologi, blok
basis data dan blok kendali dimana blok ini saling berinteraksi membentuk satu
kesatuan untuk mencapai sasarannya
2.2.4
Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan (SIK)
didefinisikan sebagai suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan,
pengoahan, analisis dan penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan
kegiatan pelayanan kesehatan yang juga untuk penelitian dan pendidikan
(Siregar, 1984)
Sistem informasi kesehatan atau kadang kala
disebut juga dengan sistem informasi manajemen kesehatan adalah suatu sistem
informasi yang menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan
disetiap jenjang administrasi kesehatan, baik ditingkat unit pelaksana upaya
kesehatan, ditingkat kabupaten/kota, ditingkat provinsi, maupun ditingkat
pusat. Sistem Informasi Kesehatan mempunyai komponen-komponen yang saling
berkaitan dan mengorganisasikan yang dapat dikelompokkan kedalam dua kategori,
yaitu Proses informasi dan struktur manajemen sistem informasi.
Proses informasi terdiri atas unsur-unsur :
a. Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan data
b. Pengumpulan data dan pengiriman/pelaporan data
c. Pengolahan data, analisis data, penyajian data
dan penggunaan data dan informasi
Informasi diperoleh dengan proses
pengumpulan, pengolahan dan analisis yang kemudian informasi yang diperoleh
disampaikan ke pusat-pusat pengambilan keputusan. Proses ini telah umum dikenal
sebagai langkah-langkah pengelolaan data statistik yang diperlihatkan gambar
berikut (Siregar, 1984)
Struktur manajemen sistem
informasi terdiri dari dua unsur, yaitu
sumber daya informasi dan perangkat pengaturan.
Agar proses kerja sistem informasi
kesehatan berjalan secara efisien diperlukan manajemen terhadap Sistem
Informasi Kesehatan, maka diperlukan komponen-komponen yang berfungsi dengan
baik.
Sistem Informasi Kesehatan Nasional dibangun dari
rangkaian sistem informasi-sistem informasi kesehatan daerah. Sistem Informasi
Daerah dibangun dari jarinan sistem informasi-sistem informasi kesehatan yang
berkembang didaerah, baik yang dibangun oleh pemerintah daerah maupun oleh
masyarakat termasuk swasta.
Sistem Informasi Kesehatan Nasional
yang dikembangkan mencakup substansi upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,
sumberdaya manusia kesehatan, sumberdaya kesehatan lainnya dan pemberdayaan
masyarakat. Penetapan indikator dan data yang dikelola dalam sistem informasi kesehatan
didasarkan kepada kebutuhan informasi yang diperlukan untuk menyelenggarakan
manajemen sistem kesehatan dan manajemen subsistemnya, baik ditingkat nasional
maupun tingkat daerah (Depkes RI, 2000). Pengolahan data dan analisis data
serta pengemasan informasi diselenggarakan dengan mendayagunakan berbagai
disiplin (statistik, komputer, epidemiologi/kesehatan) secara terintegrasi dan
komprehensif. Penyajian data dan informasi dilakukan diberbagai peluang dalam
manajemen kesehatan (perencanaan dan pengambilan keputusan dalam rangka
pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung jawaban)
Pengembangan Sistem Kesehatan Nasional
dan Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) diselenggarakan dengan memperkuat
infrastruktur yang meliputi tenaga pengelola, prasarana/sarana dan teknologi,
dana dan peraturan perundangan-undangan. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan SIKDA kabupaten/kota adalah (Depkes RI, 2002) :
a. Perlu dikenali dengan benar pemakai (komponen)
dari informasi yang akan dihasilkan oleh SIKDA
b. Perlu diidentifikasi dengan tepat perilaku pemakai
(konsumen) yang berkaiatan dengan pemakaian informasi, terutama proses
pengambilan keputusan yang dilakukan dalam manajemen kesehatan.
c. Perlu diidentifikasi dan disusun kebutuhan
informasi dari para pemakai berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
dilakukan
d. Perlunya dipertimbangkan untuk memulai
pengembangan SIKDA secara bertahap dimulai dengan menyediakan informasi untuk
memenuhi kebutuhan minimal
e. Perlunya diperhatikan keterpaduan dalam pencatatan
dan pelaporan data agar tidak memberatkan para pelaksana, sehingga kualitas
data dapat terjamin
2.3
PENGEMBANGAN SISTEM SINFORMASI
Pada
dasarnya tidak ada sistem informasi yang sempurna untuk masa yang tidak
terhingga, adanya keperluan-keperluan baru, perkembangan organisasi/usaha,
perkembangan teknologi, dan pengaruh luar mengharuskan adanya usaha
pengembangan sistem informasi baru untuk mengimbangi dinamika organisasi
(Sutanta, 2003).
Siklus Hidup Pengembangan Sistem
Perkembangan dan penggunaan sistem
berbasis komputer melalui suatu siklus hidup sistem(system life cycle). Konsep siklus hidup cocok dengan segala sesuatu
yang lahir, tumbuh berkembang dan akhirnya mati. Pola ini juga berlaku untuk
sistem berbasis komputer seperti pengolahan data, atau sistem pendukung
keputusan (Decision Support System-DSS).
Siklus
hidup sistem merupakan penerapan pendekatan sistem untuk tugas mengembangkan
dan menggunakan sistem berbasis komputer. Siklus hidup sistem situ sendiri
merupakan metodologi, tetapi polanya lebih dipengaruhi oleh kebutuhan untuk mengembangkan
sistem yang lebih cepat. Pengembangan sistem yang lebih responsif dapat dicapai
dengan peningkatan siklus hidup dan penggunaan peralatan pengembangan berbasis
komputer (Mc Leod, 2004).
Siklus
hidup pengembangan sistem adalah pendekatan melalui beberapa tahap untuk
menganalisis dan merancang sistem dimana sistem tersebut dikembangkan dengan
baik melalui penggunaan siklus kegiatan penganalisis dan pemakai secara
spesifik (Kendall & Kendall, 2006).
Sedangkan menurut Sutanta (2003)
metode System Development Life Cycle (SDLC)
merupakan metode umum dalam pengembangan sistem yang menandai kemajuan analisis
dan desain. Pada dasarnya daur hidup pengembangan sistem informasi dapat
melibatkan 3 (tiga) atau 5 (lima) tahapan.
Gambar 2.4
Metode System Development Life Cycle (SDLC)
a. Perencanaan Sistem : yaitu tahap yang paling awal
yang memberikan pedoman dalam melakukan langkah selanjutnya, yang menguraikan
mengenai proses bisnis yang dirumuskan dan kemudian diidentifikasi produk dan
sumber daya yang ada serta daur hidupnya. Tahap perencanaan meliputi a.
Mengenali masalah, b. Menentukan masalah, c. Menentukan tujuan, d. Mengenali
kendala, e. Study kelayakan dan f. Laporan ke manajemen.
b. Analisis Sistem : adalah tahap yang sangat
menentukan keberhasilan pengembangan sistem informasi. Bagan alir sistem akan
digambarkan dalam tahap ini sebagai alat komunikasi antara analisis sistem dan
pemakai, serta personil yang terlibat didalam tim. Tahap analisis sistem
meliputi : a. Menentukan kebutuhan informasi, b. Menentukan kriteria kinerja
sistem, c. Laporan ke manajemen.
c. Desain/Perancangan Sistem (system design): adalah analisis sistem yang akan memikirkan
bagaimana membentuk sistem baru yang diinginkan. Tahap perancangan sistem
merupakan tahap pemasukkan de atau gagasan guna memenuhi tujuan pengembangan
sistem informasi sebagai persiapan untuk rancang bangun implementasi.
Perancangan sistem meliputi kegiatan : a. Menyiapkan desain terinci sistem, b.
Identifikasi konfigurasi perangkat keras dan perangkat lunak sistem, c.
Evaluasi konfigurasi sistem alternatif, d. Memilih konfigurasi perangkat keras
dan perangkat lunak sistem terbaik., e. Laporan ke manajemen.
d. Implementasi/penerapan Sistem : adalah tahap untuk
merealisasikan hasil desain/perancangan sistem yang telah dilakukan sebelumnya
kedalam bentuk yang sebenarnya. Implementasi sistem meliputi : a. Menyiapkan
perangkat keras, b. Menyiapkan perangkat lunak, c. Menyiapkan basis data, d.
Menyiapkan fasilitas fisik, e. Melatih pemakai, f. Laporan ke manajemen.
e. Penggunaan/Review/Evaluasi Sistem : adalah tahapan
paling akhir sistem, yang meliputi kegiatan sebagai berikut : a. Operasional
sistem, b. Evaluasi sistem, c. Memelihara sistem, d. Mempertahankan sistem, e.
Meningkatkan kinerja, f. Laporan manajemen.
Prototyping
Prototyping adalah model pengembangan
sistem perangkat lunak yang melibatkan proses-proses pembentukan modle
perangkat lunak secara pengulangan. Model ini memiliki tiga bentuk kemungkinan
(prahasta, 2005) :
1. Bentuk Prototipe diatas kertas (on paper) atau berbasiskan komputer yang
menggambarkan interaksi-interaksi yang mungkin terjadi.
2. Bentuk workingtype yang mengimplementasikan sebagian dari keseluruhan fungsi-fungsi yang
ditawarkan dan dimiliki oleh perangkat lunaknya.
3. Bentuk program jadi yang mampu melakukan sebagian
atau keseluruhan fungsi-fungsi yang ditawarkan, meskipun masih terdapat features yang harus ditambahkan dan
dikembangkan.
Proses pengembangan perangkat lunak
yang menggunakan model prototyping
ini melibatkan aktivitas-aktivitas sebagai berikut (Prahasta, 2005) :
a. Pengumpulan kebutuhan.
b. Perancangan cepat perangkat lunak.
c. Evaluasi prototype
perangkat lunak oleh pengguna.
d. Perbaikan prototipe
perangkat lunak oleh pihak pengembang.
e. Produk rekayasa.
Model prototyping adalah suatu cara yang baik untuk mendapatkan umpan
balik mengenai sistem yang diajukan dan mengenai bagaimana sistem tersebut
tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengguna (Kendall & Kendall, 2006). Bagi
sistem berskala kecil, prototyping
dapat menghasilkan siklus hidup pengembangan sistem. Menurut Mc Leod (2001)
model prototyping disukai dengan alasa-alasan :
1. Komunikasi anatara analisis sistem dan pemakai
membaik.
2. Analisis dapat bekerja lebih baik dalam menentukan
kebutuhan pemakai.
3. Pemakai berperan lebih aktif dalam mengembangkan
sistem.
4. Spesialis informasi dan pemakai menghabiskan lebih
sedikit waktu dan usaha dalam mengembangkan sistem.
5. Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai
mengetahui apa yang diharapkan.
0 Response to "SKRIPSI ADMINITRASI KESEHATAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN TENAGA KESEHATAN BERDASARKAN PERHITUNGAN BEBAN KERJA DI PUSKESMAS PADA DINAS KESEHATAN KOTA BANDAR LAMPUNG"
Posting Komentar