BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini kitadihadapkan dengan kenyataan yang memprihatinkan, plasma nutfah dan sumber dayaalam Indonesiadieksploitasi oleh pihak asing untuk kepentingan negara mereka sendiri. Rakyat Indonesia tidak dapat menikmati kekayaan alam
negeri sendiri sehingga kesejahteraan masyarakat Indonesia berada di bawah
rata-rata. Negara yang kaya akan sumber daya alam dan plasma nutfah ini
seharusnya memiliki tingkat gizi yang lebih baik dibanding negara-negara lain,
akan tetapi pemanfaatan yang tidak optimal menyebabkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia
di bawah rata – rata. Berbagai penyakit seperti busung lapar timbul akibat
kekurangan gizi, terutama protein. Upaya untuk
menangani masalah ini perlu mendapat perhatian secara serius untuk
mengantisipasi berbagai masalah sosial yang akan ditimbulkan.
Saat ini, harga
protein hewani yang berasal dari daging, ikan, telur dan susu semakin mahal
sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat luas, khususnya yang berpendapatan
pas-pasan. Untuk mencegah meluasnya masalah kekurangan gizi terutama protein di
masyarakat, perlu digalakkan pemakaian sumber-sumber protein nabati. Penggunaan
protein nabati dari kacang-kacangan (seperti tahu, tempe, dan oncom) telah terbukti ampuh untuk
mengatasi masalah kekurangan gizi dan protein tersebut (Siswono, 2002).
Oncom sebagai
makanan khas dari Jawa Barat yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia, memiliki nilai gizi yang baik dan
harganya pun sangat terjangkau, namun sosialisasi oncom
di Indonesia
masih sangat minim. Oncom masih kalah terkenal dibandingkan hasil olahan
kacang-kacangan yang lain, seperti tahu dan tempe. Banyak masyarakat Indonesia yang
belum mengetahui bahwa oncom merupakan makanan tradisional yang bergizi tinggi
sehingga banyak yang mengabaikan makanan tradisional ini. Sebagai salah satu
makanan tradisional hasil fermentasi, sebenarnya oncom pun tidak kalah dari tempe dan tahu. Oncom
memiliki kandungan protein yang tinggi, selain itu oncom juga dapat diolah
menjadi pepes, sayur tumis campur leunca, sayur lodeh, keripik oncom, combro
(oncom dijero), dan berbagai macam makanan enak lainnya.
Pembuatan oncom yang ada sekarang
masih menggunakan cara tradisional yang tidak memiliki standar operasional
produk sehingga rasa dan kualitas oncom tidak terjamin. Salah satu faktor untuk
membuat oncom yang baik adalah kualitas raginya, yaitu kapang Neurospora sp. (James M. Jay, 2000). Ragi oncom yang baik mampu menguraikan
struktur – struktur kimia dalam kacang tanah menjadi senyawa – senyawa yang
lebih sederhana melalui proses fermentasi, sehingga lebih mudah dicerna dan
dimanfaatkan oleh tubuh. Selain itu, citarasa, tekstur, serta aroma dari oncom
juga sangat dipengaruhi oleh kualitas dari raginya, namun ragi oncom belum
begitu dikembangkan di negara lain maupun Indonesia sendiri, yang merupakan negara
tempat oncom berasal, sehingga belum ditemukan metode yang tepat untuk
menghasilkan ragi oncom dengan kualitas bagus, baik ditinjau dari segi
kualitatif maupun dari segi kuantitatifnya seperti kenaikan kadar protein, karbohidrat, dan serat yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh untuk pertumbuhan (Steinkraus, 1996).
Saat inikualitas ragi oncom yang beredar di pasaran telah menurun. Beberapa bahan yang
sering digunakan sebagai media substrat untuk pembuatan ragi oncom ialah beras
dan bekatul (Sastraatmadja et al., 2002), namun daya tahan inokulum oncom dari media substrat ini tidak lama. Oleh karena itu, penulis berusaha meneliti cara
menangkap mikroba, terutama kapang Neurosporasp. dari alam dan cara pembiakannya dengan media substrat dari campuran
kacang tanah, kedelai, dan jagung dengan berbagai perbandingan komposisi,
sehingga didapatkan inokulum mixed culture yang dapat menghasilkan ragi oncom
berkualitas unggul dan mempunyai daya tahan yang lama. Melalui ragi ini
diharapkan oncom yang dihasilkan mempunyai cita rasa dan flavor yang bagus,
serta memiliki kandungan gizi dan protein yang tinggi.
1.2. Rumusan Masalah
Oncom sebagai
salah satu makanan tradisional Indonesia
mempunyai potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan,
namun kualitas ragi instan yang dipakai dalam pembuatan oncom secara
tradisional semakin lama semakin menurun sehingga kualitas oncom yang
dihasilkan tidak terjamin. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas ragi
oncom adalah inokulumnya, terutama kapang Neurosporasp., namun informasi penelitian mengenai cara penangkapan mikroba dari alam
untuk inokulum oncom masih sangat terbatas. Oleh karena itu, inovasi teknologi
penangkapan mikroba, terutama kapang Neurospora
sp., dari alam sangat penting untuk menghasilkan ragi oncom yang
berkualitas lebih baik daripada ragi instan yang dijual di pasaran, baik
ditinjau secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga diharapkan oncom menjadi
makanan yang lebih populer pada masa yang akan datang sehingga masalah kekurangan gizi dan protein di Indonesia dapat
teratasi.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode penangkapan mikroba dari alam,
terutama kapang Neurospora sitophila.Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengetahui perbandingan komposisi media
substrat yang baik untuk pembuatan ragi oncom ditinjau dari kadar protein,
kadar lemak, kadar karbohidrat, dan serat dari ragi, baik dari segi kualitatif
maupun segi kuantitatif.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Menghasilkan metode penangkapan mikroba dari alam, terutama kapang Neurospora sitophila yang dapat digunakan sebagai inokulum untuk pembuatan ragi oncom.
2.
Menciptakan
solusi alternatif untuk pemecahan masalah krisis pangan di Indonesia yaitu
dengan oncom yang murah namun bergizi tinggi.
3. Menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap makanan
tradisional Indonesia dan mengenalkan oncom kepada kalangan internasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ONCOM
Oncom adalah makanan
tradisional Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Barat. Oncom merupakan
sumber gizi yang potensial untuk masyarakat, karena dengan adanya proses
fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan yang tadinya bersifat kompleks,
akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah
dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh (Hesseltine, 1961).
Saat ini dikenal dua
jenis oncom, yaitu merah dan hitam. Perbedaan kedua jenis oncom tersebut
terletak pada jenis kapang. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang mempunyai
strain jingga, merah, merah muda, dan warna peach. Sedangkan oncom hitam
dihasilkan oleh kapang Rhizopusoligosporus. Jadi, warna merah atau hitam pada oncom ditentukan oleh warna
pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi.
Oncom dapat dibuat dari
kacang kedelai dan kacang tanah. Bahan baku lainnya yang diperlukan dalam
pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom dapat mengeluarkan enzim lipase dan
protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang peranan penting dalam
penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding sel kacang, dan
penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang
berbau sedap dan harum (James M. Jay, 2000).
Proses fermentasi oleh
kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus dapat mencegah
terjadinya efek flatulensi (kembung perut). Selama proses fermentasi oncom,
kapang akan menghasilkan enzim alpha-galaktosidase yang dapat menguraikan
rafinosa dan stakhiosa kedelai sampai pada level yang sangat rendah, sehingga
tidak berdampak pada terbentuknya gas.
Pada saat pembuatan
oncom, sangat penting untuk memperhatikan masalah sanitasi dan higiene untuk
mencegah timbulnya pencemaran dari mikroba-mikroba lain, terutama kapang Aspergillus flavus yang mampu
memproduksi racun aflatoksin. Kapang Aspergillus flavus juga biasanya tumbuh
pada kacang-kacangan dan biji-bijian yang sudah jelek mutunya sehingga sangat
dianjurkan menggunakan bahan baku yang baik mutunya untuk mencegah terbentuknya
racun aflatoksin. Akan tetapi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan racun
aflatoksin, karena kapang Neurospora
sitophila dan Rhizopus oligosporus
mampu berperan sebagai penekan produksi aflatoksin (James M. Jay, 2000).
Oncom segar yang baru
jadi hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari pada suhu ruang, setelah itu oncom
akan rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang
mendegradasi protein seingga terbentuk ammonia, yang menyebabkan oncom tidak
layak lagi dikonsumsi (Sarwono, 2005).
2.2. TEORI FERMENTASI
Fermentasi berasal dari kata Latin”fervere” yang berarti mendidih, yang menunjukkan adanya aktivitas dari yeast
pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt biji-bijian (Adams, 2000). Kelihatan
seperti mendidih disebabkan karena terbentuknya gelembung-gelembung gas CO2
yang diakibatkan proses katabolisme atau biodegradasi secara anaerobik dari
gula yang ada dalam ekstrak.
Fermentasi ditinjau secara biokimia
mempunyai perbedaan arti dengan mikrobiologi industri. Secara biokimia,
fermentasi diartikan sebagai terbentuknya energi oleh proses katabolisme bahan
organik, sedang dalam mikrobiologi industri, fermentasi diartikan lebih luas
yaitu sebagai suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh
massa sel mikroba. Dalam hal ini, fermentasi berarti pula pembentukan komponen
sel secara aerob yang dikenal dengan proses anabolisme atau biosintesis.
Mikrobiologi industri adalah
fermentasi dalam pengertian yang lebih luas yang menguraikan macam-macam proses
guna memperoleh hasil dalam skala industri dengan mass culture atau mikroba. Secara komersial, fermentasi dibagi
menjadi 4 tipe, yaitu :
1.
Fermentasi
yang menghasilkan sel mikroba atau biomass
2.
Fermentasi
yang menghasilkan enzim mikroba
3.
Fermentasi
yang menghasilkan metabolit mikroba baik primer maupun sekunder
4.
Fermentasi
yang memodifikasi bahan yang disebut pula dengan proses transformasi
2.3. RAGI
ATAU INOKULUM ONCOM
Ragi yang digunakan
dalam pembuatan oncom merupakan ragi jenis campuran fungi/mixed culture. Penggunaan ragi yang baik sangat penting sehingga
akan dihasilkan oncom dengan kualitas baik. Ragi mixed culture yang digunakan dalam fermentasi oncom terdiri dari
campuran kelompok mikroba Neurospora
sitophila, Penicillium, Mucor, dan Rhizopus. Jenis kapang yang berperan penting dalam pembuatan oncom
adalah Neurospora sithophila.
2.3.1. Neurospora sitophila
Neurospora
sitophila (Neuron : urat saraf atau berurat loreng-loreng, spora, sitos : makanan, dan philos : menyukai)
merupakan salah satu spesies dari genus Neurospora yang memiliki spora berbentuk seperti urat saraf
berloreng-loreng (Alexopaulos,
1979). Neurospora sitophila sering terdapat
pada produk-produk bakeri dan menyebabkan kerusakan sehingga biasanya
disebut bakery mold atau red bread-mold. Neurospora sithophila
juga dikenal sebagai jamur oncom. Dalam proses fermentasi Neurospora
sitophila berkembang biak dan menjadikan makanan menjadi berwarna
kuning-kemerahan. Jika Neurospora
sitophila menyerang laboratorium mycology atau bakteriologi sebagai
kontaminan, maka dapat menimbulkan bahaya pada kultur dan sangat sulit untuk
dihilangkan karena banyaknya jumlah konidia yang mudah menyebar yang diproduksi
dan karena pertumbuhannya yang sangat cepat (Gilman, 1957). Dua spesies lain
dari Neurospora sitophila adalah Neurospora crassa dan Neurospora tetrasperma.
Sebelumnya Neurospora sithophila dinamakan Monilia sithophila. Hal ini disebabkan
oleh belum diketahuinya alat perkembangbiakan dari Neurospora sithophila. Sebelum diketahui alat perkembangbiakannya,
jamur ini tergolong kelas Deuteromycetes. Nama ilmiahnya adalah Monilia sitophila (monile
= manik-manik kalung, sitos = makanan, philos = menyukai). Setelah
diketahui alat perkembangbiakannya, maka kapang ini digolongkan ke dalam kelas Ascomycetes
lalu nama spesies ini diganti menjadi Neurospora sitophila (Alexopaulos, 1979).
Hifa aerial Neurospora
sitophila yang membentuk sejumlah miselium dapat dikenali dengan mudah dari
sejumlah massa berwarna pink dan konidia oval yang terdapat pada rantai di conidiophores yang bercabang. Jamur ini
dapat menggandakan dirinya secara tidak terbatas dengan cara aseksual (Dube,
1990).
Neurospora,
seperti kebanyakan anggota Sordariaceae
lainnya, adalah organisme yang pertumbuhannya sangat cepat tetapi askosporanya
membutuhkan perlakuan khusus untuk tumbuh sebagaimana dilakukan pada Sordariaceae lainnya. Sel hifanya
memiliki inti banyak (multinucleate). Miseliumnya berpigmen dengan jumlah
pigmen bervariasi tergantung substratumnya (Gilman, 1957).
Neurospora
sitophila dan Neurospora
crassa bersifat octosporous, hermaphrodit dan heterothallic. Unsur betinanya diwakili oleh protoperithecia, dimana setiap multinucleate
askogonium ditempelkan. Askogonia menghasilkan cabang hifa panjang yang
berfungsi sebagai trichogynes.
Antheridia tidak dihasilkan. Unsur jantan diwakili oleh mikrokonidia yang
diproduksi dalam rantai di microconidiophores;
sejenis konidia, yang juga dapat menyalurkan nuclei ke receptive
trichogynes. Dalam spesies ini, ditemukan bahwa peran organ seks jantan
tidak terlalu besar dan fungsi seksual dikerjakan oleh bagian khusus dari
thallus (Alexopaulos, 1979).
2.3.2. Penicillium sp.
Penicilliumbiasa disebut green molds atau blue molds. Kapang ini sering ditemukan
pada jeruk dan buah lainnya, keju di kulkas, dan bahan makanan lainnya yang
terkontaminasi dengan spora mikroba ini. Konidia Penicillium terdapat di mana-mana baik di tanah maupun di udara.
Kapang ini sering menjadi kontaminan pada laboratorium biologi. Penicillin ditemukan
pertama kali oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 akibat tercemarnya kultur Staphylococcus oleh mikroba Penicillium notatum (Alexopaulos, 1979). Aktivitas penting
dari Penicillium adalah sebagai berikut :
1.
Produksi Antibiotik
Sekarang ini, jenis kapang yang digunakan dalam
produksi penicillin secara industrial adalah P. chrysogenum. Penicillin aktif (sebagai agen bacteriostatic)
terhadap bakteri gram positif dan juga terhadap beberapa virus dan rickettsia (Gilman,
1957). Penicillin sekarang merupakan istilah umum yang dipakai untuk seluruh
grup antibiotik. Antibiotik griseofulvin diproduksi dari P. griseofulvum. Obat ini digunakan dalam perawatan penyakit
dermatophylic (kulit, kuku, rambut, dan bulu) seperti kurap, kaki atlit, dan
epidermophytics. Obat ini bersifat fungistatic bukan fungicidal yang artinya
tidak membunuh jamur. Obat ini hanya aktif terhadap jamur yang mempunyai
dinding kitin namun tidak aktif terhadap Oomycetes, yeast, dan bakteri.
2.
Industri Keju
P.
roqueforti dan P.
camemberti digunakan dalam produksi keju. Kedua jenis Penicillium ini menghasilkan keju yang memiliki rasa khusus yang
disebut keju Roquefort dan Camembert
3.
Parasit Tanaman
Mold biru pada tanaman jeruk (P. italicum), mold hijau pada tanaman jeruk (P. digitatum), dan kebusukan pada apel (P. expansum) merupakan beberapa penyakit yang disebabkan oleh Penicillium. Beberapa spesies Penicillium dapat mengakibatkan produksi
cacat pada makanan, produk kulit, dan pakaian.
4.
Mycotoxicoses
Beberapa spesies Penicillium
memproduksi racun pada makanan/pakan ternak yang menyebabkan keracunan pada
manusia dan binatang.
Konidia Penicillium menyerupai manik-manik kaca
jika dilihat dengan mikroskop (Dube, 1990). Banyaknya konidia yang berwarna
hijau, biru, atau kuning sangat berpengaruh pada warna dari berbagai spesies Penicillium.
2.3.3. Rhizopus sp.
Rhizopus
sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dalam pembuatan tempe. Sporangiosporenya kering dan sangat
mudah ditiup angin sehingga dapat dengan mudah mencemari laboratorium (Alexopaulos,
1979). Spesies-spesies
dari Rhizopus sering ditemukan pada
tanah, buah yang busuk, dan tanaman. Miselium Rhizopus terdiri dari dua jenis, satu tertanam dalam lapisan dan
yang lainnya seperti antena membentuk stolon. Sporangiophore yang dibentuk biasanya dalam grup-grup dua, tiga,
atau lebih tetapi bisa juga hanya satu. Sporangia berbentuk sama, bundar atau
hampir bundar dengan bagian tengah yang agak rata, pertama-tama berwarna putih,
kemudian saat dewasa berubah menjadi hitam kebiruan. Spesies-spesies Rhizopus yang dikenal antara lain R. nigricans, R. oryzae, R. arrhizus, R. cohnii, R. nodosus, R. oligosporus,
dan R. stolonifer.
2.3.4. Mucor sp.
Mucorterdiri dari 600 spesies. Mucor tidak
menyebabkan kontaminasi pada laboratorium. Hifanya kasar, coenocytic, dan
bercabang-cabang, biasanya meruncing ke titik tertentu (Gilman, 1967). Dalam
kultur cairan anaerobik, khususnya saat adanya karbon dioksida, kapang ini
membentuk fase Torula dimana hifa rusak untuk membentuk tubuh seperti yeast dan
kembali ke kondisi normal saat kondisi aerobik. Sporanya berbentuk bulat atau
lonjong dengan lapisan tipis halus, tak berwarna atau dapat juga berwarna. Pada
masa dewasa, saat dinding sporangial hilang, sporanya tetap melekat pada collumella dalam tetesan air dan tidak
terbang bahkan oleh angin kencang sekalipun (Alexopaulos, 1979). Spora Mucor biasanya terbawa serangga dan
semut. Zygosporenya berwarna coklat
sampai hitam, dengan bentuk kasar dan tumpul. Spesiesnya bisa homothallic atau
heterothallic. Beberapa spesies mucor antara lain M. sphaerosporus, M.
racemosus, M. fragilis, M. hiemalis, M. flavus, M. mucedo, M. pucillus, dan M. spinescens.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu (1)
penangkapan mikroba dari alam sebagai inokulum mixed culture untuk pembuatan
ragi oncom, dan (2) analisa hasil dengan metode analisa proksimat.
3.1. Rancangan Percobaan
3.1.1. Penetapan
Variabel
- Perbandingan media substrat
Bahan
|
Komposisi (gram)
|
||||
Kacang tanah
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
Kedelai
|
5
|
15
|
25
|
35
|
45
|
Jagung
|
45
|
35
|
25
|
15
|
5
|
Bahan
|
Komposisi (gram)
|
||||
Kedelai
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
Kacang tanah
|
5
|
15
|
25
|
35
|
45
|
Jagung
|
45
|
35
|
25
|
15
|
5
|
- Pupuk Phonska (gram)
·
0,1 ;
0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5
3.1.2. Metode Percobaan
Metode yang digunakan pada
pembuatan oncom ini adalah metode konvensional (fermentasi), sedangkan untuk analisa
sampel ragi dengan analisa proksimat, analisa kadar air, analisa protein dengan
metode Kjedahl, analisa kadar abu total, analisa lemak dengan metode Sokhlet,
dan analisa kadar karbohidrat secara by different dihitung dari 100 dikurangi kadar air, abu, protein, dan
lemak. Analisa kadar serat dengan mengetahui berat dalam gram serat yang
diperoleh.
3.1.3. Respon Percobaan
Dari penelitian akan dicari kadar protein, lemak,karbohidrat, dan serat yang terdapat pada ragi mixed culture dengan analisa
proksimat. Dari data yang didapat, diamati lebih lanjut mengenai pengaruh
variabel terhadap kadar protein, lemak, karbohidrat, dan serat yang terdapat
dalam ragi mixed culture.
Hasil akhir dari penelitian adalah meningkatnya
kadar protein, karbohidrat, dan serat pada ragi mixed culture melalui
fermentasi, serta menurunnya kadar lemak. Diamati data akhir, bandingkan setiap
variabel lalu tentukan variabel mana yang menghasilkan protein, lemak,
karbohidrat, dan serat yang terbaik.
3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan
3.2.1. Bahan dan Alat yang Digunakan untuk
Membuat Ragi dan Oncom
1. Bahan
·
Kacang
tanah
·
Kedelai
·
Jagung
·
Pupuk
Phonska
·
Daun
jati dari Segar Bencah
·
Alkohol
70%
2. Alat
·
Box
plastik
·
Baskom
dan tampah
·
Mixer
·
Kain
mori
3.2.2.
Bahan dan Alat yang Digunakan untuk
Analisa Ragi
1. Bahan
·
H2SO4 ● Serbuk
Zn
·
CuSO4.5H2O ● Methil
Orange
·
Na2SO4
anhidrit ● Na2CO3
·
HCl ● Antifoam
agent
·
NaOH ● Asbes
·
K2SO4
10% ● Aquadest
·
Alkohol
95% ● n-Heksan
·
H2BO3
jenuh ● Bensin
fraksi 60° - 80°C
2. Alat
·
Autoklaf ● Neraca analitis
·
Labu
Kjedahl ● Timbangan digital
·
Labu
distilasi ● Oven
·
Labu
Sokhlet ● Desikator
·
Pendingin
Leibig ● Kertas saring
·
Beaker
glass ● Gelas ukur
·
Erlenmeyer ● Termometer
·
Pipet
tetes ● Pengaduk
·
Cawan
porselen ● pH meter
·
Statif ● Corong
·
Klem ● Corong pemisah
·
Buret ● Kompor
3.3. Langkah
Percobaan
3.3.1. Pembuatan
Media Substrat sebagai Inokulum Mixed Culture untuk Pembuatan Ragi Oncom
Kedelai, kacang tanah, dan jagung direndam dan dicuci.
Ketiga bahan tersebut dicampur sesuai dengan variabel perbandingan pada
starter. Campuran dikukus selama kurang lebih setengah jam, kemudian
didinginkan. Setelah dingin, campuran dihancurkan dah digiling halus, kemudian
substrat yang sudah jadi tersebut dibungkus dengan daun jati yang didapatkan
dari Segar Bencah bagian tengah. Media substrat tersebut kemudian diinkubasi
dalam box plastik yang ditutup dengan kain mori selama kurang lebih 3 hari.
Setelah itu, ragi yang terbentuk dijemur hingga kering dan dianalisa.
3.3.2. Analisa
Ragi
1.
Analisa Kadar Air
Panaskan gelas arloji dalam oven pada suhu100°C-105°C selama 0,5 jam kemudian dinginkan dalam desikator, timbang
beratnya. Perlakuan diulang sampai didapat berat konstan.
Timbang sampel ragi dalam gelas arloji
sebanyak 1 gram panaskan dalam oven pada suhu 100°C-105°C selama 2,5 jam. Dinginkan dalam desikator,
timbang beratnya. Panaskan lagi dalam oven selama 1 jam lalu dinginkan dalam desikator,
timbang lagi bertanya. Perlakuan diulang sampai didapat berat konstan. Hitung
kadar air dalam bahan.
kadar
air =
Dimana : A = berat ragi
B
= berat gelas arloji + ragi setelah dikeringkan
C
= berat gelas arloji + ragi sebelum pengeringan
2.
Analisa Kadar Protein
Timbang 2-5 gram ragi yang berbentuk bubuk,
masukkan dalam labu Kjedahl. Tambahkan 10 gram Na2SO4
anhidrit, 0,5 gram CuSO4.5H2O dan 25 ml H2SO4
pekat dan beberapa butir batu didih. Aduk campuran hingga rata, kemudian
panaskan dengan api bunsen dalam lemari asam, mulut tabung ditutup dengan
corong. Pemanasan mula-mula dengan api kecil, setelah asap hilang api
dibesarkan, pemanasan dihentikan setelah cairan menjadi jernih (hijau terang).
Dinginkan larutan tersebut, kemudian pindahkan
larutan tersebut ke dalam labu destilasi. Bilas labu Kjedahl dengan 25 ml
aquadest sedikit demi sedikit agar larutan yang terdapat dalam labu Kjedahl
dapat dipindahkan semuanya, tambah 1 gram Zn untuk mencegah percikan.
Larutan didestilasi, tambahkan 75 ml NaOH jenuh
secara perlahan-lahan melalui dinding bagian dalam labu destilasi dengan corong
pemisah. Labu destilasi Dipasang pada alat destilasi yang baik dan kuat , beri
lapisan gips. Destilasi dilakukan sampai semua ammonia yang terbentuk
terdestilasikan, hal ini dapat diketahui dengan menggunakan indikator pH, jika
pH menunjukkan netral maka destilasi dapat dihentikan. Semua destilat ditampung
dalam erlenmeyer 125 ml dan diisi dengan 5 ml larutan H2BO3,
tambah indikator Methil Orange titrasi dengan HCl 0,1N.
Kadar protein =
3.
Analisa Kadar Abu Total
Kurs porselen yang telah dibersihkan dikeringkan
dengan oven pada 105-110ºC selama 0,5 jam kemudian didinginkan dalam desikator,
setelah itu ditimbang sampai didapatkan berat konstan. Sampel ragi sebanyak 2
gram dimasukkan dalam kurs porselen kemudian panaskan dalam tanur (furnace)
pada suhu 600ºC selama 2 jam. Setelah jadi abu, kurs porselen yang menjadi abu
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang sampai didapat berat konstan.
Kadar abu =
Dimana : A =berat ragi
B
=berat kurs porselen+ragi setelah pengabuan
C
=berat kus porselen+ragi sebelum pengabuan
4.
Analisa Lemak
Labu Sokhlet dipanaskan dalam oven pada suhu
105-110ºC selama 0,5 jam kemudian dinginkan dalam eksikator dan ditimbang
sampai didapat berat konstan. Menimbang 5 gram ragi dan memasukkannya ke dalam
kertas saring kemudian lipat kertas saring tersebut (tutup kertas saring dengan
kertas saring lainnya). Masukkan gulungan kertas saring secara tegak pada labu
sokhlet yang berisi solvent (n-hexane). Ekstraksi dilakukan selama 2 jam.
Setelah ekstraksi selesai sampel diambil dan dipasang kembali alat ekstraksi
guna recovery solvent kembali. Labu Sokhlet yang berisi solvent dan lemak
dioven untuk menguapkan solvent yang masih terikut dalam lemak, selam 2 jam
pada suhu 100-105ºC. Dinginkan dalam eksikator dan timbang sampai didapatkan
berat konstan.
Berat lemak=
5.
Analisa Kadar Karbohidrat
Penentuan karbohidrat (termasuk kadar serat)
secara by different dihitung sebagai selisih 100 dikurangi kadar air, abu,
protein, dan lemak.
6.
Analisa Kadar Serat Kasar
Mula-mula
sampel ragi yang sudah diekstrak lemaknya dimasukkan dalam Erlenmeyer, serta
ditambahkan 0,5 asbes dan 3 tetes antifoam. Selanjutnya ditambahkan H2SO4
0,25 N sebanyak 200 ml dan dididihkan selama 30 menit. Residu yang terbentuk
disaring dan dicuci dengan menggunakan aquades panas, kemudian residu tersebut
dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan NaOH 0,25 N sebanyak 200 ml.
Selanjutnya dididihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin balik, dan
disaring kembali dengan menggunakan kertas saring yang sudah ditimbang. Residu
tersebut kemudian dicuci dengan Na2SO4 10 % sebanyak 10
ml dan alkohol 95 % sebanyak 15 ml. Setelah itu kertas saring yang telah
digunakan untuk menyaring dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC.
Setelah kering, kertas saring tersebut ditimbang sampai beratnya konstan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Hasil Analisa pada
Ragi Oncom pada Berbagai Variabel
Tabel 4.1. Analisa ragi oncom dengan berbagai variabel komposisi substrat
No
|
Variabel Komposisi
(dalam gram)
|
Parameter
|
|||||
Protein
|
Lemak
|
Air
|
Abu
|
Serat Kasar
|
Karbohidrat
|
||
1
|
Kacang tanah 50,
Kedelai 5,
Jagung 45
|
15,33
|
3,67
|
27,44
|
7,22
|
5,30
|
41,04
|
2
|
Kacang tanah 50,
Kedelai 15,
Jagung 35
|
15,02
|
3,42
|
27,14
|
7,58
|
5,41
|
41,43
|
3
|
Kacang tanah 50,
Kedelai 25,
Jagung 25
|
14,80
|
3,42
|
26,89
|
7,81
|
5,58
|
41,81
|
4
|
Kacang tanah 50,
Kedelai 35,
Jagung 15
|
15,04
|
4,17
|
27,36
|
7,68
|
4,78
|
41,27
|
5
|
Kacang tanah 50,
Kedelai 45,
Jagung 5
|
15,20
|
4,89
|
27,90
|
7,25
|
4,15
|
40,61
|
6
|
Kedelai 50,
Kacang tanah 5,
Jagung 45
|
17,45
|
4,23
|
29,77
|
7,60
|
4,82
|
36,13
|
7
|
Kedelai 50,
Kacang tanah 5,
Jagung 45
|
17,04
|
4,15
|
27,95
|
7,04
|
5,33
|
38,49
|
8
|
Kedelai 50,
Kacang tanah 5,
Jagung 45
|
15,46
|
4,12
|
32,40
|
6,25
|
3,90
|
37,87
|
9
|
Kedelai 50,
Kacang tanah 5,
Jagung 45
|
16,25
|
4,89
|
29,40
|
6,78
|
4,55
|
38,13
|
10
|
Kedelai 50,
Kacang tanah 5,
Jagung 45
|
15,46
|
4,75
|
28,19
|
7,36
|
4,26
|
39,98
|
Berdasarkan hasil analisa yang, maka diambil
variabel kedelai 50 gram, kacang tanah 5 gram dan jagung 45 gram karena
memiliki kadar protein yang paling tinggi, kadar karbohidrat terendah dan kadar
lemak yang tidak terlalu rendah (berpengaruh terhadap flavour/rasa). Variabel
tersebut kemudian ditambahkan pupuk phonska sesuai variabel yang telah
ditentukan.
Tabel 4.2. Analisa ragi oncom dengan berbagai variabel pupuk phonska
No
|
Parameter
|
Pupuk Phonska (dalam gram)
|
||||
0,1
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
0,5
|
||
1
|
Protein
|
16,28
|
16,76
|
15,66
|
17,47
|
17,86
|
2
|
Lemak
|
3,8
|
4,12
|
4,74
|
4,51
|
4,28
|
3
|
Air
|
33,26
|
33,45
|
35,5
|
35,15
|
35,91
|
4
|
Abu
|
5,98
|
5,85
|
5,37
|
5,62
|
6,08
|
5
|
Serat Kasar
|
4,73
|
4,51
|
4,29
|
4,68
|
4,45
|
6
|
Karbohidrat by
different
|
35,95
|
35,31
|
34,44
|
32,57
|
31,42
|
Berdasarkan hasil analisa ragi dengan komposisi
kedelai 50 gram, kacang tanah 5 gram dan jagung 45 gram dan berbagai variabel
pupuk phonska maka berat pupuk phonska yang paling optimal untuk pertumbuhan
kapang/yeast adalah 0,5 karena memiliki kandungan protein yang paling tinggi di
antara semua variabel, kadar lemaknya sedang dan karbohidratnya paling rendah.
4.1.2. Grafik Hasil Percobaan untuk Kadar Protein, Lemak, dan Karbohidrat
pada Berbagai Variabel
Grafik 4.1. Kurva Perbandingan Komposisi vs Kadar Protein
Grafik 4.2. Kurva
Perbandingan Komposisi vs Kadar Lemak
Grafik 4.3. Kurva Perbandingan Komposisi vs Kadar Karbohidrat
Grafik 4.4. Kurva Perbandingan Berat
Pupuk vs Kadar Protein, Lemak, dan Karbohidrat
4.1.3. Hasil Pengamatan Pembuatan Starter
Suhu dan temperatur inkubasi pada kondisi kamar (30oC,
1 atm)
Tabel 4.3. Pengamatan Pembuatan Starter dengan variabel Kacang tanah 50
gram pada hari ketiga
Pengamatan
|
Perbandingan starter (kedelai
: jagung) dalam gram
|
||||
5:45
|
15:35
|
25:25
|
35:15
|
45:5
|
|
Kenampakan kapang
|
K
|
K-
|
K-
|
K
|
K
|
Warna kapang
|
Merah muda, putih
|
Merah muda, hitam
|
Merah muda kehitaman
|
Merah muda, hitam
|
Merah muda, putih
|
Kepadatan kapang
|
V
|
V
|
V-
|
V-
|
V
|
Tabel 4.4. Pengamatan Pembuatan Starter dengan variabel Kedelai 50 gram
pada hari ketiga
Pengamatan
|
Perbandingan starter (kacang tanah : jagung) dalam
gram
|
||||
5:45
|
15:35
|
25:25
|
35:15
|
45:5
|
|
Kenampakan kapang
|
K+++
|
K++
|
K+
|
K++
|
K+
|
Warna kapang
|
Merah muda
|
Merah muda
|
Merah muda, putih
|
Merah muda, putih
|
Merah muda kehitaman
|
Kepadatan kapang
|
V++
|
V++
|
V+
|
V+
|
V
|
Tabel 4.5. Pengamatan Pembuatan Starter dengan berbagai variabel pupuk
phonska pada hari ketiga
Pengamatan
|
Pupuk Phonska (dalam gram)
|
||||
0,1
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
0,5
|
|
Kenampakan kapang
|
K++
|
K++
|
K+
|
K+++
|
K+++
|
Warna kapang
|
Merah muda, putih
|
Merah muda, putih
|
Merah muda sedikit hitam
|
Merah muda
|
Merah muda
|
Kepadatan kapang
|
V+
|
V++
|
V+
|
V++
|
V+++
|
Keterangan : (-) : tidak ada
K- : sedikit
sekali V- : tipis
sekali
K : sedikit V : tipis
K+ : agak
banyak V+ : agak
padat
K++ : banyak V++ : padat
K+++ : banyak
sekali V+++ : padat
sekali
4.2. PEMBAHASAN
- Komposisi Terbaik
Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa komposisi substrat terbaik didapat pada variabel dengan
komposisi kedelai 50 gram, kacang tanah 5 gram dan jagung 45 gram. Hal ini
dapat terlihat dari kenampakan yeast yang tumbuh pada substrat yang banyak dan
padat. Yeast yang tumbuh berwarna merah muda yang mengindikasikan bahwa kapang
yang paling dominan adalah Neurosporasitophila. Selain itu, pada komposisi ini didapatkan kadar protein yang paling
tinggi, lemak yang cukup dan karbohidrat yang paling rendah dibandingkan dengan
komposisi lainnya. Semakin baik pertumbuhan yeast maka kadar protein akan
semakin tinggi dan kadar karbohidrat akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan
pada pertumbuhan yeast dihasilkan enzim-enzim sehingga semakin baik pertumbuhan
yeast maka semakin tinggi kadar protein yang dihasilkan. Sedangkan kadar
karbohidrat semakin menurun karena karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa
yang selanjutnya akan dijadikan sumber makanan bagi yeast sehingga semakin baik
pertumbuhan yeast maka kadar karbohidrat akan semakin menurun.
- Pupuk Terbaik
Seperti tumbuhan, yeast juga
membutuhkan mikronutrient dalam pertumbuhannya. Mikronutrient ini merupakan
unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang tidak begitu besar namun harus
tersedia untuk menunjang pertumbuhan dari yeast. Unsur-unsur ini antara lain
Nitrogen, Fosfor, Kalium, dan Sulfur. Dalam penelitian ini, unsur-unsur
tersebut didapatkan dari penambahan pupuk phonska ke dalam substrat yang
digunakan sebagai tempat pertumbuhan yeast.
Dari grafik 4.4, perbandingan
berat pupuk vs kadar karbohidrat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat semakin
menurun seiring dengan penambahan berat pupuk dengan slope sebesar 30,381. Hal
ini mengindikasikan pertumbuhan yeast yang semakin baik dengan bertambahnya
pupuk phonska. Karbohidrat merupakan sumber makanan bagi yeast sehingga semakin
baik pertumbuhan yeast maka kadar karbohidrat akan semakin menurun karena
karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa yang selanjutnya akan digunakan
sebagai bahan makanan oleh yeast untuk bertumbuh.
Perbandingan berat Pupuk vs kadar
protein menunjukkan bahwa kadar protein semakin meningkat seiring dengan
penambahan berat pupuk dengan slope sebesar 17,906. Hal ini mengindikasikan
pertumbuhan yeast yang semakin baik dengan
bertambahnya pupuk phonska. Pupuk phonska dapat menyediakan unsur-unsur
mikronutrient yang dibutuhkan oleh yeast sehingga pertumbuhan yeast dapat
berjalan dengan lebih baik. Semakin banyak yeast yang tumbuh maka kadar protein
akan semakin tinggi. Penambahan pupuk phonska dapat terus dilakukan untuk
meningkatkan pertumbuhan yeast sampai pada penambahan pupuk yang paling
optimal.
Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa pertumbuhan yeast terbaik didapatkan pada penambahan pupuk
phonska sebanyak 0,5 gram ke dalam substrat dengan komposisi 50 gram kedelai, 5
gram kacang tanah dan 45 gram jagung. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada
komposisi tersebut didapatkan kadar protein yang paling tinggi, kadar
karbohidrat yang paling rendah dan kadar lemak yang sedang. Kadar protein yang
tinggi mengindikasikan proses pertumbuhan yeast berjalan dengan baik karena
selama proses pertumbuhan, dihasilkan berbagai macam enzim oleh yeast. (Sastraatmadja
et al., 2002). Kadar lemak yang cukup dibutuhkan karena senyawa ester (yang
merupakan lemak) berguna untuk memberikan flavour yang sedap dan khas bagi
produk. Kadar karbohidrat yang semakin rendah mengindikasikan pertumbuhan yeast
yang semakin baik. Penambahan pupuk phonska tersebut dapat meningkatkan
aktivitas yeast yang tumbuh di substrat. Peningkatan aktivitas yeast tersebut
dapat dilihat dari kadar protein yang semakin meningkat dan kadar karbohidrat
yang semakin menurun pada setiap penambahan pupuk phonska. Semakin banyak yeast
yang tumbuh pada substrat maka kadar karbohidrat akan semakin menurun. Dalam
pertumbuhan yeast, karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa yang selanjutnya
akan digunakan sebagai sumber makanan bagi yeast tersebut.
- Kadar Karbohidrat
Dari hasil percobaan dapat
dilihat bahwa kadar karbohidrat bervariasi sesuai dengan perbedaan komposisi
substrat dan pupuk. Perbedaan kadar karbohidrat pada setiap variabel disebabkan
oleh pertumbuhan dari kapang/yeast itu sendiri. Semakin banyak yeast yang
tumbuh pada substrat maka kadar karbohidrat akan semakin menurun. Dalam
pertumbuhan yeast, karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa yang selanjutnya
akan digunakan sebagai sumber makanan bagi yeast tersebut sesuai dengan reaksi
:
Dari hasil penelitian, yeast
paling banyak tumbuh pada variabel dengan komposisi kedelai 50 gram, kacang
tanah 5 gram, jagung 45 gram dan pupuk phonska 0,5 gram. Hal ini dapat terlihat
dari kenampakan yeast yang tumbuh pada substrat. Pada variabel ini, yeast
terlihat sangat banyak dan padat. Selain itu, yeast berwarna merah muda yang
mengindikasikan kapang yang paling dominan adalah Neurospora sitophila. Neurospora
sitophila dapat mengeluarkan enzim-enzim yang dapat menghidrolisa
senyawa-senyawa sakarida (Matsuo, 2003) sehingga semakin banyak Neurospora sitophila yang tumbuh maka
kadar karbohidrat dalam substrat akan semakin berkurang. Neurospora sitophila
juga dapat mengurangi kandungan oligosakarida, rafinosa dan stakiosa, yang
terdapat pada kedelai dan kacang tanah sehingga dapat menghilangkan efek
flatulensi pada perut (usus) yang disebabkan oleh senyawa oligosakarida
tersebut (Matsuo, 1999).
- Kadar Protein
Dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa kadar protein bervariasi sesuai dengan perbandingan komposisi
substrat dan pupuk. Perbedaan kadar protein pada setiap variabel dipengaruhi
oleh pertumbuhan dari kapang/yeast. Kadar protein paling tiggi terdapat pada
variabel kedelai 50 gram, kacang tanah 5 gram, dan jagung 45 gram, serta pada
variabel berat pupuk 0,5 gram. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan yeast yang
baik. Semakin baik pertumbuhan yeast, semakin tinggi pula kadar protein yang
dihasilkan. Glukosa yang diperoleh dari pemecahan karbohidrat, dibutuhkan oleh
yeast sebagai sumber makanan. Untuk memecah karbohidrat tersebut, yeast
menghasilkan enzim – enzim yang merupakan protein globular, terutama enzim
protease. Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis asam amino dalam
ikatan peptida menjadi polipeptida yang merupakan rantai protein yang lebih
pendek. Oleh karena itu kadar protein semakin meningkat (Pauling et al., 1951).
- Kadar Lemak
Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa kadar lemak berbeda tiap variabel sesuai dengan komposisi
substrat dan pupuk. Perbedaan kadar lemak pada setiap variabel dipengaruhi oleh
pertumbuhan dari kapang/yeast itu sendiri. Kapang oncom, Neurospora sitophila, memproduksi enzim lipase yang aktif selama
proses fermentasi (Siswono, 2002). Enzim lipase ini memegang peranan penting
dalam menguraikan lemak yang terdapat pada substrat menjadi gliserol dan asam
lemak bebas, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang berbau
sedap dan harum (Svendsen, 2000).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Kadar protein, lemak, dan karbohidrat pada
ragi oncom dipengaruhi oleh aktivitas kapang Neurospora sitophila yang tumbuh dalam substrat
2. Komposisi protein, lemak, dan karbohidrat yang
paling baik pada variabel komposisi kedelai 50 gram, kacang tanah 5 gram, jagung
45 gram, dan pupuk phonska 0,5 gram
3. Kadar karbohidrat semakin menurun seiring
dengan pertumbuhan yeast
4. Kadar protein semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan yeast
5. Kadar lemak
berbeda-beda pada setiap variabel komposisi
5.2. Saran
Penelitian tentang
pengembangan pembuatan ragi oncom dengan teknologi modern di Indonesia masih
jarang dilakukan. Penulis berharap agar penelitian tentang pembuatan ragi oncom
ini bisa dilanjutkan dan dikembangkan menjadi lebih baik sehingga dihasilkan
ragi oncom yang lebih bagus baik ditinjau secara kualitatif dan kuantitatif
dari segi gizi, ekonomi, dan teknologi
0 Response to "KARYA TULIS ILMIAH PENELITIAN TENTANG PENGEMBANGAN PEMBUATAN RAGI ONCOM DENGAN TEKNOLOGI MODERN "
Posting Komentar