A. PENGERTIAN
DAN DASAR HUKUM
1 . Pengertianya
Pemeliharaan anak
dalam bahasa Arab disebut Hadhanah,
namun hadhanah menurut bahasa berarti “meletakan sesuatu didekat tulang rusuk
atau di pangkuan”, karma ibu menyusukan anaknya dipangkuanya, seakan-akan ibu
melindungi dan memelihara anaknya, sehingga hadhanah di jadikan istilah yang
dimaksud.
Akan tetapi para
ulama fiqih mendefinisikan Hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang
masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan ataupun sudah besar namun belum
mumayyiz, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya sehingga mampu
berdiri sendirib menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.
Di dalam buku
lain (H. Sulaiman Rasyd) juga di kemukakan
bahwa Hadhanah diartikan “mendidik”, mendidik disini dapat di artikan bahwa
menjaga , mendidik, memimpin serta mengatur dalam kehidupanya sehingga anak
tersebut dapat mengatur dirinya sendiri sesuai pengertian Hadhanah tersebut.
2. Dasar Hukumnya.
Dasar hukum
pemeliharaan anak, tercantum dalam surat
at-Tahrim:6 yang berbunyi :
ﯿﺂﺃﯾﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦﺁﻤﻧﻭﺍﻘﻭﺍﺃﻨﻓﺳﻛﻡ
ﻮﺃﻫﻟﻳﻛﻡ ﻨﺎﺮﺍﻭﻘﻭﺩﻫﺎﺍﻟﻨﺎﺲﻭﺍﺤﺟﺎﺮﺓ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu.
Pada ayat ini orang
tua di tuntut untuk memelihara keluarganya agar terpelihara dari api neraka,
agar seluruh anggota keluarganya ,elaksanakan perintah dan meninggalkan
laranganya, termasuk anggota keluarga disini yakninya anak.
Betapa banyaknya
ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan
kita (ibu-bapak) untuk memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab dalam
memelihara keluarganya.
B. YANG BERHAK
MELAKUKAN PEMELIHARAAN ANAK
Seseorang anak dari permulaan hidupnya sampai pada umur
tertentu memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupanya, baik
seperti makan minum dll. Oleh karena itu orang yang menjaganya perlu rasa kasih
saying, kesabaran, serta mempunyai keinginan agar anak itu baik di kemudian
hari. Dan memiliki syarat-syarat tersebutyakninya wanita. Oleh karena itu agama
menetapkan bahwa wanitalah yang pantas dalam pemeliharaan ini. Sebagaimana di
sebutkan dalam hadist, yang berbunyi :
ﻋﻥﻋﺑﺪﺍﻠﻟﻪﺍﺑﻥﻋﻣﺭﺃﻦﺃﻣﺭﺓﻘﺎﻠﺕﻴﺂﺮﺴﻭﻞﺍﻠﻟﻪﻫﺫﺍﻜﻥﺒﻁﻧﻲﻠﻪﻮﻋﺎﺀﻮﺤﺟﺭﻱﻠﻪﺤﻭﺍﺀ
Arinya : Dari Abdullah Bin Umar bahwasanyaseorang wanita berkata : ya
rasulullah, bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah
yang mengawasinya, air susukulah yang diminumnya. Bapaknya hendak mengambilnya
dariku. Maka berkatalah rasulullah: engkau lebih berhak atasnya selama engkau
belum menikah lagi dengan laki-laki lain.
Serta didalam
riwayat lain Abu Bakar berkata : Ibu lebih cenderung kepada anaknya, lebih
halus, lebih pemurah, lebih baik dan penyayang. Ia lebih bverhak atas anaknya
selama ia belum kawin dengan laki-laki lain.
Dan juga didalam
buku lain dikatakan, bahwa “Ibu adalah
satu-satunya yang dapat memberikan anaknya yng dapat mengarahkan kepribadianya.
Dalam hal ini
betapa banyaknya hadist-hadist Rasulullah yang menguatkan tentang hak asuh anak
ini, bahwasanya anaknya lebih cenderung keibunya, namun apabila si Anak telah
menginjak dewasa/baligh maka diantara kedua bellah pihak menanyakan kepadanya
tanpa ada rasa penekanan, sebagaimana hadist rasulullah “Artinya : bahwasanya nabi S.A.W telah menyuruh seorang
anak yang sudah sedikit mengerti untuk memilih tinggal bersama bapak ibunya
(H.R. Ibnu majah dan tarmidzi).
Menurut
hadist-hadist diatas dapatlah diteapkan bahwa sib u dari anak adlah orang yang
paling berhak melakukan hadhanah, baik masih terikat perkawinan, ataupun masa
iddahnya, namun ia belum kawin dengan laki-laki lain. Sebagaimana hadist
Rosulullah S,A,W :
Artinya : Rosulullah s,a,w bersabda : barang siapa yang memisahkan antara
seorang ibu dengan anaknya niscaya Allah akan memisahkan anatara orang itu
dengan kekasihnya di hari kiamat.
Oleh karena itu
hakim, mantan suami, wali, ataupun orang lain dalam memisahkan anak dengan
ibunya sebagaimana ancaman Rosull dalam hadistnya tadi.
Jika ibunya telah
meninggal ataupuntidak ada maka yang menjadi hadhanah ibu dari ibunya anak itu
teerus keatas, begitupun sebaliknya ibu dari bapaknya hingga keatas. Jika ada
yang melakukan hadhanah yaitu pemerintahnya.
Dasar urutan
orang-orang yang berhak melakukan dalam hadhanah yaitu :
- Kerabat pihak ibu didahulukan atas kerabat pihak bapak jika tinggkatannya dalam kerabat adalah sama.
- kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang bukan sekandung dan kerabat seibu lebih didahulukan atas kerabat bapaknya, dll.
Namun dalam hal ini untuk menjadi seorang hadhanah harus
mempunyai syarat-syarat yakni :
v Berakal
v Merdeka
v Menjalankan Agama
v Dapat menjaga Kehormatan dirinya
v Orang yang dipercay
v Orang yang menetap didalam negri anak yang di didiknya
v Keadaan perempuan tidak bersuami, kecuali bersuami denga keluarga
dari anak yang memang berhak pula yang untuk mendidik anak itu, maka haknya
tetap.
C. SYARAT-SYARAT
HADHINAH DAN HADHIN
Ø Tidak terikat dengan sesuatu pekerjaan yang menyebabkan ia tidak
melakukan hadhanah dengan baik, seperti hadhinah terikat dengan pekerjaan yang berjauhan sehingga masa hadhanahnya
dihabiskan untuk bekerja.
Ø Hendaknya mempunyai kemampuan untuk melakukan hadhanah.
Ø Hadhinah hendaklah orang yang tidak membenci si anak jika hadhinah
orang yang membenci si anak di khawatirkan akan terjadinya kesengsaraan
terhadap si anak, dll.
Jadi siapa yang berhak dalam hadhanah?
Para ulama berbeda pendapat tentang hadhanah ini, siapakah yang berhak
itu hadhina atau madhun ( anak ). Sebagian pengikut mazhab hanafi berpendapat
bahwa hadhanah itu hak anak, sedangkan menurut Imam Syafi’I, Ahmad, serta
sebagian pengikut mazhab Imam Maliki berpendapat bahwa hadhanah itu haknya
hadhin. Anak termasuk salah satu anggota keluarga, jadi terpeliharanya dari api
neraka hak anak yang wajib dilaksanakan orang tuanya, sebagaimana Firman-Nya :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari neraka yang bahan bakaranya adalah
manusia dan batu.
Oleh karena itu hadhin terutama orang tuanya, berhak
atas pendidikan dan pemeliharaan anak, karena ia memerlukan ketaqwaan anak itu,
sebagaimana hadist Rosulullah :
Artinya : Rosulullah bersabda, apabila seorang manusia meninggal dunia
putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : anak sholeh yang selalu mendoakannya,
shodakoh jari’ah serta ilmu yang bermanfaat.
Dari keterangan
diatas nyatalah haknya hadhin serta madhun. Tentu saja dalam
pelakasanaannyadiperlukan suatu kebijakan sehingga tidak memberatkan diantara
kedua belah pihak.
D. MASA HADHANAH
Didalam Al-qur’an
serta hadist secara tegas tidaklah terdapat tentang masa hadhanah, hanya saja
terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat tersebut. Oleh karena itu hanya
saja para ulama berijtihad sendiri-sendiri, seperti halnya mazhab Hanafi
berpendapat bahwa hadhanah anak laki-laki habis pada waktu dia tidak memerlukan
penjagaan serta dapat mengurus kepentingan pribadinya, sedangkan wanita habis
pada saat haid pertamanya. Sedangkan pendapat para mazhab Imam Syafi’i,
hadhanah itu berkhir ketika sianak telah mumayyiz atau berumur lima ataupun enam tahun,
dengan dasar :
Artinya : Rosulullah bersabda, anak ditetapkan pada bapak dan
ibunya sebagaimana belum mumayyiz, perempuan ditetapkan pada bapak dan ibunya.
E. UPAH HADHANAH
Ibu tidak berhak
atas upah hadhanah seperti menyusui, selama ia masih menjadi istri dari anak
itu, atau masih dalam masa iddahnya. Karena dalam keadaan tersebut ia masih
dalam keadaan dinafkahi, firman Allah S.W.T. :
Artinya : Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anak selam dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuannya, dan kewajiban ayah memberikan nafkah lahir bathin
kepada ibu dengan cara yang makruf.
Adapun habis masa
iddahnya maka berhak atas upah hadhanah tersebut, Allah S.W.T. berfirman :
Artinya : Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sehingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu maka berikanlah
kepada mereka upahnya, dan musyawarahlah diantara kamu dengan baik, dan jika
kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu untuknya.
Tentang pemeliharaan yang belum mumayyiz, sedangkan keduanya
bercerai, kompilasi hukkum islam menjelaskan :
Pasal 105
v Pemeliharaan anak ytang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
maka hak ibunya.
v Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anaknya
untuk memilih diantara bapaknya.
v Biaya pemeliharaan ditanggung bapaknya.
Pasal 106
Ø Orang tuanya berkewajiban
merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah
pengampuan dan tidak diperbolahkan memindahkan kecuali karena keperluan
mendesak.\
Ø Orang tua bertanggung jawab atas kerugian atasyang ditimbulkan
karena kesalahan dan kelalaian dari dari kewajiban tersebut pada ayat (1)
BAB III
KESIMPULAN
Pemeliharan anak dalam bahasa arab disebut hadhanah, namun hadhanah
menurut bahasa berarti “ meletakan sesuatu ditulang rusuk atau dipangkuan”
karena ibu menyusukan anaknya dipangkuannya, seakan-akan ibu melindungi dan
memelihara anaknya, sehingga hadhanah dijadikan istilah yang dimaksud.
Seorang anak dari permulaan hidupnya
sampai pada umur tertentu memerlukan orang lain untuk membantunya dalam
kehidupannya, baik seprti makan, minum dll. Oleh karena oitu orang yang
menjaganya perlu rasa kasih saying, kesabaran, serta mempunyai keinginan agar
anak itu baik dikemudian hari. Dan yang
memilki syarat-syarat tersebut wanita.
Oleh karena itu hadhin terutama
orang tuanya, berhak atas pendidikan dan pemeliharaan anak, karena ia perlu
ketqwaan anak itu.
Para
ulama berbeda pendapat tentang hadhanah ini, pakah yang berhak itu hadhin atau
madhun (anak). Sebagian pengikut mazaf hanafi berpendapat bahwa hadhanah itu
hak anak, sedangkan menurut Imam Syafi’i, Ahmad, serta sebagian pangikut mazhab
Iamam Maliki berpendapat bahwa hadhanh itu haknya hadhin. Anak termasuk salah
satu anggota keluarga jadi terpeliharanya dari api neraka hak anak yang wajib
dilaksanakan orang tuanya.
Pasal 105
v Pemeliharaan anak ytang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
maka hak ibunya.
v Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anaknya
untuk memilih diantara bapaknya.
v Biaya pemeliharaan ditanggung bapaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman Ghozali Abdul,MA, Fiqih Munhakhat,
Jakarta,
Kencana, 2008.
Rasyd Sulaiman, H, Fiqih
Islam, Bandung,
Sinar baru Algensindo.1994.
Muhammad Ibrahim Al-Jamal, Jakarta, Pustaka Amani, 1999.
0 Response to "CONTOH MAKALAH AGAMA ISLAM PEMELIHARAAN ANAK “HADHANAH”"
Posting Komentar