BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam kehidupan yang serba maju, modern
dan serba canggih seperti saat ini, pendidikan memegang peranan penting untuk
menjamin kelangsungan hidup. Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui penyelenggaraan pendidikan
diharapkan dapat mencetak manusia-manusia berkualitas yang akan mendukung
tercapainya sasaran pembangunan nasional. Dalam pasal 20 UU tahun 2003,
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas dengan ciri-ciri beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (UU
no 20 tahun 2003).
Kini semakin disadari bahwa pendidikan
memainkan peranan yang sangat penting didalam kehidupan dan kemajuan umat
manusia. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan
setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya, jiwa, sosial
dan moralitasnya, atau dengan perkataan lain, pendidikan merupakan suatu
kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan
individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama, serta hubungannya
dengan Tuhan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan-kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.
Mutu pendidikan sangat
erat hubungannya dengan mutu siswa, karena siswa merupakan titik pusat proses
belajar mengajar. Oleh karena
itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan harus diikuti dengan peningkatan mutu
siswa. Peningkatan mutu siswa dapat dilihat pada tingginya tingkat prestasi
belajar siswa, sedangkan tingginya tingkat prestasi belajar siswa dipengaruhi
oleh besarnya minat belajar siswa itu sendiri.
Salah satu komponen
penting dalam pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum disusun untuk mendorong
anak berkembang ke arah tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dicoba
diwujudkan dalam kurikulum tiap tingkat dan jenis pendidikan, diuraikan dalam
bidang studi dan akhirnya dalam tiap pelajaran yang diberikan oleh guru di
dalam kelas.
Dalam mencapai tujuan
pendidikan ini, pemerintah menggagas diberlakukannya kurikulum baru yaitu
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP merupakan kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
atau sekolah. KTSP tersebut memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk
merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai
dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan
oleh sekolah.
Upaya pemerintah dalam bentuk KTSP ini
merupakan pengembangan kurikulum dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum
berbasis kompetensi (KBK). Dengan menggunakan KTSP diharapkan peserta didik
bisa mencapai kompetensi-kompetensi tertentu yang sudah ditentukan sebagai
kriteria keberhasilan.
Masih rendahnya hasil belajar IPS
disebabkan oleh masih dominannya skill menghafal daripada skill memproses
sendiri pemahaman suatu materi. Selama ini, minat belajar siswa terhadap mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) masih tergolong sangat rendah. Hal ini
dapat dilihat pada sikap siswa selama mengikuti proses pembelajaran tidak fokus
dan ramai sendiri. Bahkan ada sebagian siswa yang menganggap mata pelajaran IPS
tidak begitu penting dikarenakan tidak masuk pada mata pelajaran yang diujikan
pada Ujian Nasional (UN). Faktor minat itu juga dipengaruhi oleh adanya metode
mengajar yang digunakan guru dalam menyampaikan materi. Metode yang
konvensional seperti menjelaskan materi secara abstrak, hafalan materi dan
ceramah dengan komunikasi satu arah, yang aktif masih didominasi oleh pengajar,
sedangkan siswa biasanya hanya memfokuskan penglihatan dan pendengaran. Kondisi
pembelajaran seperti inilah yang mengakibatkan siswa kurang aktif dan
pembelajaran yang dilakukan kurang efektif. Disini guru dituntut untuk pandai
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa
kembali berminat mengikuti kegiatan belajar.
Setiap proses belajar dan mengajar ditandai
dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, alat, dan metode, serta
evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari
unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan
pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, metode
pembelajaran sangat penting sebab dengan adanya metode pembelajaran, bahan
dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.
Selain itu penggunaan metode pembelajaran yang
mengajarkan siswa dalam pemecahan masalah, terutama pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari- hari masih kurang. Pengembangan metode pembelajaran tersebut
sangat perlu dilakukan untuk menjawab kebutuhan keterampilan pemecahan
permasalahan yang harus dimiliki oleh siswa. Metode pembelajaran problemsolving atau pemecahan masalah kegunaannya adalah untuk merangsang berfikir
dalam situasi masalah yang komplek. Dalam hal ini akan menjawab permasalahan
yang menganggap sekolah kurang bisa bermakna dalam kehidupan nyata di
masyarakat.
Penggunaan metode dalam pembelajaran
sangat diutamakan guna menimbulkan gairah belajar, motivasi belajar, merangsang
siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Melalui metode problemsolving diharapkan dapat lebih mempermudah pemahaman materi pelajaran yang
diberikan dan nantinya dapat mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang
selanjutnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
MTs N Bantul Kota adalah salah satu
madrasah tsanawiyah negeri yang terletak di jalan karanggayam tromol pos 142
Bantul 55702 kecamatan Bantul, kabupaten Bantul, propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kegiatan pembelajaran di MTs N ini masih termasuk tradisional
karena kebanyakan guru hanya menggunakan metode ceramah dalam penyampaian
materi, sehingga siswa merasa bosan dalam megikuti proses pembelajaran. Hal itu
diketahui dari hasil survei yang telah dilakukan. Dari hasil survei tersebut bahwa
pembelajaran IPS kurang diminati oleh siswa. Dalam proses pembelajaran terlihat
masih rendah perhatian siswa, siswa kurang berpartisipasi, sedangkan guru hanya
menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi.
Diharapkan dengan
menggunakan metode problem solving dalam proses pembelajaran IPS akan
menarik minat siswa mengikuti kegiatan belajar sehingga akan meningkatkan hasil
belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang
terjadi di MTs N Bantul Kota sebagai berikut:
- Masih rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.
- Masih rendahnya minat belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.
- Pembelajaran IPS masih didominasi dengan metode ceramah.
- Masih kurangnya penerapan metode problem solving dalam proses pembelajaran.
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini
permasalahan yang akan diteliti dibatasi pada masalah hasil belajar IPS dan
belum digunakannya metode problem solving.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
masalah dan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
- Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar IPS dengan menggunakan metode problem solving di MTs N Bantul Kota?
- Bagaimana peningkatan hasil belajar IPS yang terjadi pada siswa setelah pembelajaran dilaksanakan dengan metode problem solving?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui hasil belajar IPS siswa MTs N Bantul Kota melalui penerapan ProblemSolving.
2.
Mendapatkan bukti-bukti bahwa penerapan Problem Solving dapat
meningkatkan hasil belajar IPS siswa MTs N Bantul Kota.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
Bertambahnya khazanah keilmuan yang berkaitan dengan metode pembelajaran
Problem Solving.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Mampu menganalisa terjadinya permasalahan-permasalahan pembelajaran dan mampu mengatasi
permasalahan tersebut.
2) Mampu
menumbuhkan suasana pembelajaran yang kondusif dan meningkatkan kemandirian
siswa.
b. Bagi peneliti
Dapat menambah pengalaman
peneliti untuk terjun ke bidang pendidikan.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan masukan untuk menumbuhkan minat belajar siswa sehingga prestasi
belajar siswa meningkat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hasil Belajar IPS
Menurut Nana Sudjana (2005: 3) hakikat hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Menurut Nana Sudjana (1989: 38-40) hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam
diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil
belajar yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada
faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Hasil belajar merupakan
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak (proses berfikir) terutama dalam
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses berfikir ini ada enam
jenjang, mulai dari yang terendah sampai dengan jenjang tertinggi (Suharsimi
Arikunto, 2003: 114-115). Keenam jenjang tersebut adalah: (1) Pengetahuan (knowledge)
yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali tentang nama, istilah, ide,
gejala, rumus- rumus dan lain sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunakannya. (2) Pemahaman (comprehension) yakni kemampuan seseorang
untuk memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat melalui
penjelasan dari kata- katanya sendiri. (3) Penerapan (application) yaitu
kesanggupan seseorang untuk menggunakan ide- ide umum, tata cara atau metode-
metode, prinsip- prinsip, rumus- rumus, teori- teori, dan lain sebagainya dalam
situasi yang baru dan kongkret. (4) Analisis (analysis) yakni kemampuan
seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian- bagian
yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian- bagian tersebut.
(5) Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir memadukan bagian-
bagian atau unsur- unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang baru
dan terstruktur. (6) Evaluasi (evaluation) yang merupakan jenjang
berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penelitian
disini adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu
situasi, nilai atau ide, atas beberapa pilihan kemudian menentukan pilihan
nilai atau ide yang tepat sesuai kriteria yang ada (Anas Sudijono, 2005: 50-
52).
Pada pendidikan formal, semua bidang
studi dan bidang pendidikan harus memanfaatkan dasar mental yang ada pada tiap
anak untuk meningatkan kemampuan mentalnya kearah kematangan dan kedewasaan
dalam arti seluas- luasnya. Oleh karena itu penyelenggara pendidikan dan
pengajaran harus dilaksakan secara teratur,
terarah, dan terencana sesuai dengan pengembangan dasar dan kemampuan
mental anak, agar tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai secara maksimal
(Nursid Sumaatmadja, 2001: 2).
Dalam kegiatan belajar mengajar setiap
guru selalu berusaha melakukan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran secara efektif disini
dimaksudkan agar pembelajaran tersebut dapat membawa hasil atau berhasil guna,
dan kegiatan pembelajaran secara efisien dimaksudkan agar pembelajaran tersebut
dapat berdaya guna atau tepat guna baik di lingkungan sekolah maupun dalam
kehidupan bermasyarakat.
a. Hakikat IPS
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan terjemahan dari (social studies). Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) menurut Nursid Sumaatmajda (1984: 10) diartikan sebagai “ilmu yang
mempelajari bidang kehidupan manusia di masyarakat, mempelajari gejala dan
masalah sosial yang terjadi dari bagian kehidupan tersebut”. Artinya Ilmu
Pengetahuan Sosial diartikan sebagai kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial serta
untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di dalam program sekolah, Ilmu
Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahasan sistematis serta berasal
dari beberapa disiplin ilmu antara lain: Antropologi, Arkeologi, Geografi,
Ekonomi, Geografi, Ekonomi, Sejarah, Hukum, Filsafat, Ilmu Politik, Psikologi
Agama, Sosiologi, dan juga mencakup materi yang sesuai dari Humaniora,
matematika serta Ilmu Alam.
Berdasarkan dari definisi di atas maka
dapat disimpulkan bahwa pengajaran IPS merupakan studi terintregasi tentang
kehidupan sosial dari bahan realita kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.
Adapun cakupan dari IPS pada MTs/SMP adalah meliputi bahan kajian geografi,
sosiologi, ekonomi, serta sejarah. Mata pelajaran IPS di MTs/SMP mempelajari
manusia dalam semua aspek kehidupan dan interaksinya dengan lingkungan di dalam
suatu masyarakat.
Dengan demikian IPS memiliki peranan
yang sangat penting yaitu untuk mendidik siswa guna mengmbangkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam
kehidupannya kelak sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang baik, yaitu
warga negara yang bangga dan cinta terhadap tanah airnya.
b. Hakikat pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan
program pendidikan yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang
bagaimana manusia sebagai individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi
dengan lingkungannya baik fisik maupun sosial. Pembelajaran Ilmu Pendidikan
Sosial ataupun pengetahuan sosial bertujuan agar siswa mampu mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial, yang berguna bagi kemajuan dirinya
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat (Saidihardjo, 2005: 109).
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa Pendidikan Ilmu Sosial
merupakan suatu program pendidikan pada siswa untuk mengenal dunia sosial yang
ada di sekitar ligkungannya.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan
salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat
materi Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta
didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS
disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran
menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan
pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (BSNP, 2006: 159).
Mata pelajaran IPS bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1).
Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lilngkungannya.
2).
Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3).
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan.
4). Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama
dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global (BSNP, 2006: 159).
c.
Penilaian hasil belajar IPS
Penilaian adalah proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang
diakhiri dengan judgment. Interpretasi dan judgment merupakan
tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria
dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian
selalu ada objek/program, ada criteria, dan ada
interpretasi/judgment.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini
mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar
siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil
belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan
instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan
dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan
pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 3).
2. Metode Problem Solving
Metode problem solving atau
sering juga disebut dengan nama Metode Pemecahan Masalah merupakan suatu cara
mengajar yang merangsang seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa
dalam kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif
sendiri. Metode ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau
relasi- relasi diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat menemukan
kunci pembuka masalahnya. Kegiatan semacam ini merupakan ciri yang khas
daripada suatu kegiatan intelegensi. Metode ini mengembangkan kemampuan
berfikir yang dipupuk dengan adanya kesempatan untuk mengobservasi problema,
mengumpulkan data, menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, mencari hubungan
(data) yang hilang dari data yang telah terkumpul untuk kemudian menarik
kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut. Cara berfikir
semacam itu lazim disebut cara berfikir ilmiah. Cara berfikir yang menghasilkan
suatu kesimpulan atau keputusan yang diyakini kebenarannya karena seluruh
proses pemecahan masalah itu telah diikuti dan dikontrol dari data yang pertama
yang berhasil dikumpulkan dan dianalisa sampai kepada kesimpulan yang ditarik
atau ditetapkan. Cara berfikir semacam itu benar- benar dapat dikembangkan
dengan menggunakan Metode Pemecahan Masalah (Jusuf Djajadisastra, 1982: 19-
20).
Problem Solving is very important but problem solvers often
misunderstand it. This report proposes the definition of problems. Terminology
for Problem Solving and useful Problem Solving patterns. We should define what
is the problem as the first step of Problem Solving. Yet problem solvers often
forget this first step. Further, we should recognize common terminology such as
purpose, situation, problem, cause, solvable cause, issue, and solution. Even
Consultants, who should be professional problem solvers, are often confused
with the terminology of Problem Solving. For example, some consultants may
think of issues as problems, or some of them think of problems as causes. But
issues must be the proposal to solve problems and problems should be negative
expressions while issues should be a positive expression (Shibata, 1998: 1).
Kurang
lebih artinya: pemecahan masalah sangat penting namun pemecahan masalah sering
salah paham akan hal itu. Uraian ini menunjukkan pengertian masalah,
terminologi dari pemecahan masalah dan bentuk- bentuk pemecahan masalah yang
berguna. Kita sebaiknya mendefinisikan
apa permasalahannya sebagai langkah awal dari pemecahan masalah. Namun,
pemecahan masalah sering melupakan langkah awal ini. Selanjutnya, kita
sebaiknya mengakui terminologi umum seperti tujuan, situasi, masalah, penyebab,
penyebab yang bisa dipecahkan, persoalan, dan solusi. Bahkan, konsultan-
konsultan yang seharusnya menjadi pemecah permasalahan yang mahir sering
kebingungan dengan terminologi pemecahan masalah. Misalnya, beberapa konsultan
kemungkinan berpikiran mengenai persoalan sebagai masalah atau sebagian dari
mereka menganggap masalah- masalah sebagai penyebab. Namun persoalan harusnya
merupakan rujukan untuk memecahkan masalah- masalah dan masalah- masalah
seharusnya ekspresi negatif sedangkan persoalan- persoalan seharusnya merupakan
ekspresi positif (Shibata, 1998: 1).
Metode problemsolving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar
tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving
dapat menggunakan metode- metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai
kepada menarik kesimpulan. Langkah- langkah metode ini antara lain:
a.
Adanya masalah yang jelas untuk
dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf
kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya,
dengan jalan membaca buku- buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-
lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah
tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah
diperoleh, pada langkah kedua diatas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara
tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga
betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai
dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti, demonstrasi,
tugas diskusi, dan lain-lain.
e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa
harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah yang ada
(Nana Sudjana, 1989: 85-86).
Penyelesaian masalah dalam metode problem solving ini dilakukan
melalui kelompok. Suatu isu yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam pelajaran
diberikan kepada siswa untuk diselesaikan secara kelompok. Masalah yang dipilih
hendaknya mempunyai sifat conflict issue atau kontroversial, masalahnya
dianggap penting (important), urgen dan dapat diselesaikan (solutionable)
oleh siswa (Gulo, 2002: 116).
Tujuan
utama dari penggunaan metode Pemecahan Masalah adalah:
a. Mengembangkan kemampuan berfikir, terutama
didalam mencari sebab-akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid
dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah apabila akan
memecahkan suatu masalah.
b. Memberikan kepada murid pengetahuan dan
kecakapan praktis yang bernilai/bermanfaat bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana
cara-cara memecahkan masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan
menghadapi masalah-masalah lainnya didalam masyarakat.
Suatu masalah dapat dikatakan masalah
yang baik bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jelas, dalam arti bersih dari pada
kesalahan-kesalahan bahasa maupun isi pengertian yang berbeda. Istilah yang
dipergunakan tidak memiliki dua pengertian yang dapat ditafsirkan berbeda-beda.
b. Kesulitannya dapat diatasi. Maksudnya
ialah bahwa pokok persoalan yang akan dipecahkan tidak merupakan pokok
berganda/kompleks.
c. Bernilai bagi murid. Hasil ataupun proses
yang diamati murid harus bermanfaat dan menguntungkan pengalaman murid atau
memperkaya pengalaman murid.
d.
Sesuai
dengan taraf perkembangan psikologi murid. Masalah yang dipecahkan tidak
terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sulit. Jadi
harus sesuai dengan kapasitas pola pikir murid.
e.
Praktis, dalam arti mungkin
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Atau, problema itu diambil dari praktek
kehidupan sehari-hari, dari lingkungan sekitar dimana murid itu berada (Jusuf
Djajadisastra, 1982: 20-21).
Problemsolving melatih siswa terlatih mencari informasi
dan mengecek silang validitas informasi itu dengan sumber lainnya, juga problem
solving melatih siswa berfikir kritis dan metode ini melatih siswa
memecahkan dilema (Omi Kartawidjaya, 1988: 42). Sehingga dengan menerapkan
metode problem solving ini siswa menjadi lebih dapat mengerti bagaimana
cara memecahkan masalah yang akan dihadapi pada kehidupan nyata/ di luar
lingkungan sekolah.
Untuk
mendukung strategi belajar mengajar dengan menggunakan metode problem
solving ini, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan.
Materi pelajaran tidak terbatas hanya pada buku teks di sekolah, tetapi juga di
ambil dari sumber-sumber lingkungan seperti peristiwa-peristiwa kemasyarakatan
atau peristiwa dalam lingkungan sekolah (Gulo, 2002: 114). Tujuannya agar memudahkan
siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang terjadi di lingkungan
sebenarnya dan siswa memperoleh pengalaman tentang penyelesaian masalah
sehingga dapat diterapkan di kehidupan nyata.
Kebaikan atau keuntungan dalam penerapan
metode problem solving:
a. Mendidik murid untuk berfikir
secara sistematis.
b. Mendidik berfikir untuk mencari
sebab-akibat.
c. Menjadi terbuka untuk berbagai pendapat
dan mampu membuat pertimbangan untuk
memilih satu ketetapan.
d.
Mampu mencari berbagai cara jalan keluar dari suatu kesulitan atau
masalah.
e.
Tidak lekas putus asa jika menghadapi suatu masalah.
f. Belajar bertindak atas dasar
suatu rencana yang matang.
g. Belajar bertanggung jawab atas
keputusan yang telah ditetapkan dalam memecahkan suatu masalah.
h.
Tidak merasa hanya bergantung pada pendapat guru saja.
i.
Belajar menganalisa suatu persoalan dari
berbagai segi.
j. Mendidik suatu sikap-hidup, bahwa setiap
kesulitan ada jalan pemecahannya jika
dihadapi dengan sungguh-sungguh.
Sedangkan
kelemahan atau kekurangan metode problem solving (pemecahan masalah):
a.
Metode ini memerlukan waktu yang cukup jika
diharapkan suatu hasil keputusan yang tepat. Padahal
kita ketahui bahwa jam-jam pelajaran selalu terbatas.
b.
Dalam satu jam atau dua jam
pelajaran mungkin hanya satu atau dua masalah saja yang dapat dipecahkan,
sehingga mungkin sekali bahan pelajaran akan tertinggal.
c.
Metode ini baru akan berhasil
bila digunakan pada kurikulum yang berpusat pada anak dengan pembangunan
semesta, dan bukan dari kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran seperti
pada kurikulum konvensional/tradisional.
d.
Metode ini tidak dapat
digunakan di kelas- kelas rendahan karena memerlukan kecakapan bersoal-jawab
dan memikirkan sebab akibat sesuatu (Jusuf Djajadisastra, 1982: 26-27).
Beberapa
saran dalam menggunakan metode ini sehingga kelemahan-kelemahan di atas bisa
diatasi:
a. Perkenalkan kepada siswa beberapa masalah
yang hampir sama.
b. Masalah yang diajukan harus cocok dengan
tingkat kedewasaan serta tingkat keterampilan siswa.
c. Siswa harus melihat masalah itu sebagai
sesuatu yang penting.
d. Bantulah siswa dalam mendefinisikan dan
membatasi masalah yang akan dipelajari.
e. Teliti apakah bahan dari sumber cukup dan
bisa didapatkan oleh siswa.
f. Berilah petunjuk dan pengarahan jika perlu
tetapi jangan berlebih.
g. Bantulah siswa membuat kriteria sehingga
evaluasi memadai (Omi Kartawidjada, 1988: 57-58).
3. Karakteristik Siswa MTs/SMP
Menurut Degeng dalam Asri Budiningsih
(2003: 10) karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan
siswa yang telah dimilikinya. Siswa sebagai input dari proses pendidikan
memiliki profil perilaku maupun pribadi yang senantiasa berkembang menuju taraf
kedewasaan (Abin Syamsuddin Makmun, 2004: 78-79). Perilaku dan pribadi siswa
MTs/SMP sudah memasuki masa remaja. Hal ini dijelaskan lebih lanjut bahwa:
Menurut Harold Alberty dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2004: 130) para ahli umumnya sependapat bahwa rentangan masa
remaja itu berlangsung dari sekitar 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur
kalender kelahiran seseorang. Masa remaja terbagi menjadi dua, yaitu masa
remaja awal (usia 11-13 tahun sampai 14-15 tahun) dan masa remaja akhir (usia
14-16 tahun sampai 18-20 tahun). Dengan demikian siswa MTs/SMP yang dijadikan
subyek penelitian penulis termasuk dalam golongan masa remaja awal.
Dalam buku-buku psikologi perkembangan,
berdasarkan usianya siswa MTs/SMP dimasukkan ke dalam kategori remaja awal,
yaitu dengan usia berkisar antara 12-15 tahun. Menurut Sri Rumini, dkk. (1995:
37) karakteristik remaja awal diantaranya:
a. Keadaan
perasaan dan emosi
Keadaan perasaan dan emosinya sangat
peka sehingga tidak stabil. Staniey Hall menyebutkan: “storm and stress” atau
badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosi. Remaja awal dilanda
pergolakan sehingga selalu mengalami perubahan dalam perbuatannya.
b. Keadaan
mental
Kemampuan mental khususnya kemampuan berpikirnya mulai sempuna dan
kritis (dapat melakukan abstraksi). Ia mulai menolak hal-hal yang kurang
dimengerti. Maka sering terjadi pertentangan dengan orang tua, guru, maupun
orang dewasa lainnya.
c. Keadaan
kemauan
Kemauan dan keinginan mengetahui berbagai hal dengan jalan mencoba
segala hal yang dilakukan orang lain.
d. Keadaan
moral
Pada awal remaja, dorongan seks sudah cenderung memperoleh pemuasan
sehingga mulai berani menunjukkan sikap-sikap agar menarik perhatian.
B.
Penelitian yang Relevan
1. Hartini
(2003) dalam penelitiannya yang berjudul: Peningkatan Hasil Belajar IPS
Melalui Penggunaan Alat Peraga Visual di SMP N 1 Pajangan (skripsi). Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan alat peraga visual dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.
Mahardiyanto (2007) dalam penelitiannya yang berjudul: Penerapan Problem
Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS 3
SMA Negeri 2 Ngaglik (skripsi). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
penerapan problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Nutri
Aryanti (2007) dalam penelitian yang berjudul: Peningkatan Hasil Belajar IPS
Melalui Penerapan Metode Problem Solving di SMP Negeri 2 Pakem Sleman
Yogyakarta (skripsi). Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa penerapan metode problem solving dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Nurdin
Dian Kusuma (2008) dalam penelitian yang berjudul: Efektivitas Metode
Diskusi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IX SMP Muhammadiyah
2 Kalibawang (skripsi). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa efektivitas
metode diskusi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
5. Dwi
Hastuti (2008) dalam penelitian yang berjudul: Implementasi metode
kooperatif teknik group investigation untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
geografi di SMA N 1 Jatisrono Wonogiri (skripsi). Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa implementasi metode kooperatif teknik group investigation
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran adalah suatu kegiatan agar proses belajar seseorang atau
sekelompok orang yang berkaitan dengan suatu usaha untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, di dalam proses pembelajaran
terdapat beberapa komponen penting, yakni guru, media belajar, metode belajar,
kurikulum/standar kompetensi dan lingkungan belajar, dimana ini akan
mempengaruhi cara guru dalam menyampaikan pelajaran yakni dengan menggunakan
metode yang cocok. Peran metode pengajaran yang digunakan yakni problem
solving agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan
variatif.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila para
siswa dapat memaknai pesan yang disampaikan oleh guru. Metode problem
solving dapat mengajarkan pada siswa bagaimana cara menghadapi dan
memecahkan suatu permasalahan sehingga didapat jalan keluarnya, disini siswa
dilatih untuk berfikir dan memberikan pandangan secara luas dengan cara
memecahkan suatu permasalahan. Dengan cara demikian diharapkan dapat meningkatkan minat, motivasi, dan
hasil belajar siswa.
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah pada bab 1
maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah:
1. Upaya meningkatkan hasil belajar IPS di MTs
N Bantul Kota dapat ditempuh dengan menerapkan metode problem solving
yang dipadukan dengan metode ceramah dan tanya jawab.
2. Peningkatan hasil belajar IPS dengan metode problem solving dapat
dibuktikan dengan membandingkan skor hasil tes akhir setiap siklus.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroomaction research). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh
guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Suharsimi
Arikunto, dkk. 2006: 3). Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggota
maka penelitian ini berbentuk individual, artinya peneliti melaksanakan
penelitian tindakan kelas (PTK) di satu kelas saja. Penelitian tindakan kelas
dibagi dalam tiga siklus, masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning),
tindakan (action), observasi (observe), serta refleksi (reflect).
Kemmis dan
McTaggart dalam Suwarsih Madya (1994:2), yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu
bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam
situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu
dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.
Model PTK yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Adapun alur kegiatan
penelitian tindakan menurut Kemmis dan McTaggart adalah:
Keterangan :
- Perencaan
- Tindakan dan Observasi 1
- Refleksi 1
- Rencana terevisi 1
- Tindakan dan Observasi II
- Refleksi II
- Rencana terevisi II
- Tindakan dan Observasi III
- Refleksi III
Gambar 2. Alur
Kegiatan PTK
Langkah-langkah penelitian tindakan kelas oleh Kemmis dan McTaggart
adalah sebagai berikut:
1.
Persiapan kegiatan
a. Survey dan penjajagan
Survey dan penjajagan dilakukan secara
langsung untuk mengetahui kemungkinan dan ketersediaan sekolah yang
bersangkutan untuk dijadikan tempat penelitian. Tujuan survey yang lain adalah
untuk mendapatkan informasi baik fisik maupun non fisik keadaan sekolah dan
suasana pembelajaran di kelas.
b. Penyusunan proposal
Penyusunan
proposal atau rencana tindakan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing.
c. Perizinan
Perizinan
diperoleh dengan prosedur yang ada dengan ijin dan rekomendasi lembaga terkait
untuk perijinan ke lapangan.
2. Perencanaan dan pelaksanaan tindakan
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan kegiatan dimulai dengan:
1) Membuat instrumen kegiatan pembelajaran
yaitu:
a) Lembar kegiatan pembelajaran, yakni urutan
rencana pembelajaran bagi guru, media dan metode yang akan diterapkan.
b)
Lembar kegiatan dijadikan petunjuk dan arahan kegiatan pembelajaran.
2) Membuat instrumen pengumpul data
a) Lembar observasi
aktivitas siswa dengan observer.
b)
Post tes
3) Mempersiapkan media dan metode yang
disesuaikan dengan materi pelajaran.
b. Pelaksanaan dan
tindakan
1) Pelajaran diawali dengan salam dan
presensi.
2) Guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
3) Guru menjelaskan mengenai materi yang akan
dipelajari dengan menggunakan media yang disesuaikan dengan materi.
4) Guru membentuk kelompok untuk melaksanakan Problem
Solving.
5) Guru memberikan permasalahan untuk dipecahkan
semua kelompok.
6) Masing-masing kelompok berdiskusi untuk
memecahkan permasalahan.
7) Masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.
8) Secara bersama-sama membuat kesimpulan dari
hasil diskusi kelompok.
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam
beberapa siklus, pada tiap siklus guru menggunakan metode problem solving
dan media yang disesuaikan materi pelajaran. Selanjutnya diberikan evaluasi
tiap siklus yang hasilnya sebagai bahan perencanaan dan perbaikan untuk siklus
selanjutnya.
3. Observasi
Selama kegiatan
pembelajaran berlangsung diadakan observasi yang dilakukan oleh peneliti
terhadap aktivitas peserta didik.
4. Refleksi
Refleksi ini diadakan berdasarkan dari
catatan dan pengamatan yang telah dilakukan oleh guru dan peneliti. Peneliti
bersama dengan guru kemudian membahas dampak yang dihasilkan dan membandingkan
dengan keadaan sebelum diberi tindakan.
B. Jenis Tindakan
Jenis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan metode problem
solving. Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan
hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir,
sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya
dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Langkah-langkah metode ini:
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.
Masalah ini harus tumbuh dari siswa
sesuai dengan taraf kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku,
meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah
tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah
diperoleh, pada langkah kedua diatas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara
tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga
betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai
dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti, demonstrasi,
tugas diskusi, dan lain-lain.
e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa
harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah tadi.
Objek penelitian ini adalah peningkatan
hasil belajar IPS siswa. Hasil belajar yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan
kognitif siswa pada mata pelajaran IPS setelah penerapan pembelajaran Problem
Solving. Wujud kemampuan peningkatan kognitif meliputi: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), aplikasi (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA
MTs N Bantul Kota, karena hasil belajar pada kelas ini lebih rendah
dibandingkan dengan kelas lainnya.
D. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 136),
instrumen penelitian adalah suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam
arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Lembar observasi/pengamatan
Lembar observasi/pengamatan, yaitu
lembar yang berisi indikator-indikator proses pembelajaran dalam melaksanakan
pengamatan di kelas. Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi untuk memperoleh gambaran tentang pembelajaran dengan
menggunakan metode problem solving.
2. Tes akhir siklus
Berupa tes yang diberikan setiap akhir
siklus yang akan digunakan sebagai umpan balik untuk mengetahui perubahan yang
terjadi akibat metode problem solving terhadap hasil belajar IPS siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik observasi atau
pengamatan secara langsung untuk mengamati tindakan dengan menggunakan metode problem
solving. Selanjutnya pada tiap siklus dilaksanakan tes untuk mengetahui
hasil belajar siswa.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Reduksi
data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan,
dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi bermakna.
2. Paparan
data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan
naratif, representasi tabular termasuk dalam format matriks, grafis, dan
sebagainya.
3.
Penyimpulan adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah
terorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan atau formula yang
singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas.
terima kasih gan atas ilmunya
BalasHapusterima kasih gan
BalasHapusmust_masr87@yahoo.co.id
super sekali, mohon share untuk bab IV dan V. terimakasih sebelumnya
BalasHapus