I.
Pendahuluan
Ekonomi makro adalah
studi tentang ekonomi secara keseluruhan yang menjelaskan tentang perubahan
ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household) dan perusahaan serta
pasar. Hubungan kausal yang dipelajari
dalam ekonomi makro adalah meliputi beberapa variable ekonomi agregatif seperti
: tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, jumlah uang yang
beredar, tingkat suku bunga, tingkat harga atau inflasi, pengangguran, neraca
pembayaran nasional, dan hutang pemerintah serta stok kapital nasional. Selain
itu, ekonomi makro mampu digunakan untuk menganalisis cara terbaik dalam
mempengaruhi target – target kebijaksanaan pemerintah seperti pertumbuhan
ekonomi, stabilitas harga atau laju inflasi, tenaga kerja dan pencapaian
keseimbangan neraca pembayaran yang berkesinambungan.
Menurut Gregory
Mankiw (2007), variable yang paling penting dalam ekonomi makro adalah Gross
Domestic Product (GDP). Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product
(GDP) mengukur keseluruhan produksi barang dan jasa beserta pendapatannya yang
dihasilkan oleh suatu Negara dalam suatu wilayah negara tertentu pada kurun
waktu tertentu yang biasanya satu tahun. GDP yang besar tidak menjamin
kebahagiaan seluruh warga Negara atau penduduk suatu Negara, tetapi mungkin
hanya sebagai salah satu resep kebahagiaan terbaik yang dapat disajikan oleh
para ahli makro ekonomi, karena GDP adalah bukan satu – satunya ukuran
kesejahteraan yang terbaik.
Tolak ukur ekonomi
makro yang lain selain GDP yang sering digunakan utuk mengukur keberhasilan
sebuah perekonomian suatu Negara adalah pendapatan nasional, produk nasional,
tingkat kesempatan kerja, tingkat harga, posisi neraca pembayaran luar negeri
atau devisa Negara. Namun, dari berbagai tolak ukur tersebut yang sering
menjadi pusat perhatian dalam ekonomi makro adalah pendapatan nasional
(national income) yang dalam arti tertentu disebutkan sama artinya dengan
produk nasional (national product) atau sering disebut juga dengan produk
domestic (domestic product).
Dalam ekonomi makro
pelaku kegiatan ekonomi bukan hanya terdiri atas rumah tangga konsumen dan
rumah tangga produsen, akan tetapi juga melibatkan pemerintah dengan
kebijakannya yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan nasional (national
income), lembaga keuangan, dan negara – negara lain yang mampu menjadi pelaku
ekspor impor barang dan jasa dari sebuah negara, mampu menyediakan kerjasama
dalam pemenutuhan kebutuhan barang dan jasa sebuah negara, serta mampu
memberikan pinjaman kredit bagi suatu negara yang membutuhkan.
Sebagai salah satu
lembaga keuangan, bank sentral memiliki peran penting dalam perekonomian negara
yaitu bank sentral harus mampu menstabilkan nilai rupiah dengan tugas
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem.
Dalam makalah ini, saya akan membahas tentang bagaiamana kinerja bank sentral
yang memiliki kedududkan independen sesuai UU No. 23 Tahun 1999.
II.
Tinjauan Pustaka
Menurut Pierson, seorang ahli
ekonomi dari Belanda, bank adalah badan atau lembaga yang menerima kredit. Bank
menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka dan
tabungan. Simpanan dari masyarakat tesebut kemudian dikelola dengan cara
menyalurkannya dalam bentuk investasi dan kredit kepada badan usaha swasta atau
pemerintah. Dari kegiatan tersebut, bank memperoleh keuntngan berupa dividen
atau pendapatan bunga yang dapat digunakan untuk membayar biaya operasional dan
mengembangkan usaha.
Dalam bukunya Bank Politik, Prof GM. Verrijin Stuart
mendefinisikan bank sebagai suatu badan usaha yang bertujaun memuaskan kebutuhan
kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendri atau dengan uang yang
diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat
penukaran baru berupa uang giral
Somary menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang
aktif memberikan kredit kepada nasabah, untuk jangka pendek, menengah, atau
jangka panjang. Bank pemerintah memperoleh dana dari angaran belanja negara
yang disisihkan, sendangkan bank swasta memperoleh modal dri saham. Apabila
modal saham tidak mencukupi, maka bank dapat melakukan pengumpulan dana melalui
:
a. kredit
likuiditas dari bank sentral
b. pinjaman dari bank-bank dalam dan luar negeri
c. penerbitan
saham baru, obligasi, dan setifikat bank.
Keuntungan yang diperoleh bank
berasal dari selisih antara bunga kredit yang diterima dan yang dikeluarkan.
RG. Howtery dalam bukunya Currency on Credit,
menyatakan bahwa uang di tangan masyarakat berfungsi sebagai alat penukar
(medium exchange) dan sebagai alat pengukur nilai (standard on value). Masyarakat memperoleh alat penukar (uang) berdasarkan kredit yang diperoleh
dari badan perantara utang dan piutang, yaitu bank. Dari pendapat ini, dapat
disimpulkan suatu definisi bank, yaitu badan perantara kredit.
Dalam bukunya Ensklopedi Ekonomi
Keuangan dan Perdagangan A. Abdurrachman merumuskan definisi bank sebagai suatu lembaga keuangan
yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan
mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai
usaha perusahaan, dan lain-lain. Menurutnya bank adalah suatu usaha perdagangan
yang menjual jasa penyimpanan uang dan pemberian kredit dengan tujuan mencari
keuntungan yang wajar dari bermoral.
UU No.14 tahun 1967 mengatur
tentang pokok-pokok perbankan. Dalam memberikan kredit didefinisikan sebagai
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan pengedaran uang. Pemberian kredit dapat dilakukan dengan
modal sendiri. Denga dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, atau dengan
mengedarkan alat-alat pembayaran berupa uang giral.
UU No.7 tahun 1992 pasal 1 ayat 1 yang mengatur
tentang perbankan memberikan definisi tentang bank sebagai badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi ini menjelaskan bahwa dalam
menjalankan usahanya bank tidak hany mencari keuntungan semata, tetapi juga
berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pemerataan pendapatan.(anonima)
Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga yang dalam hal ini dikenal
dengan istilah inflasi. Bank
Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali, dengan mengontrol keseimbangan
jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka
Bank Sentral dengan menggunakan instrumen antara lain namun tidak terbatas pada
base money, suku bunga, giro wajib minimum mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar
sehingga tidak berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian.(anonimb)
Dalam kapasitasnya sebagai
bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek
pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,
tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan
mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank
Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga
bidang tugas tersebut adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank
yang perlu
diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat
dicapai secara efektif dan efisien.(anonimc)
Kebijakan Moneter adalah suatu
usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai
dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan
inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Pengaturan jumlah uang yang
beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang
yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.
Kebijakan Moneter
Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat
dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar
Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah
cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas
Diskonto
Fasilitas diskonto adalah
pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral
pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga
demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib
Rasio cadangan wajib adalah
mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral
Himbauan moral adalah
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi
imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah
uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Kebijakan Fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara
umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran
:
1. Anggaran Defisit (Defisit
Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) /
Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang
Anggaran berimbang terjadi
ketika pemerintah menetapkan pengeluaransama besar dengan pemasukan. Tujuan
politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta
meningkatkan disiplin.(anonimd)
Inflasi adalah
proses kenaikan
harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama peride tertentu.(Nopirin,1987)
Inflasi dinyatakan sebagai
kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang
dapat dinyatakan dengan rumussebagai
berikut:Rate of inflation (year t) = Price level (year t)- price level (year t-lPrice level (year
t-l). (Samuelson dan Nordhaus,1998)
Secara umum inflasi dapat diartikan
sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus
selama waktu tertentu.(anonime)
Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih, perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannnya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “likuid” dan koperasai dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut menpunyai alat pembayaran atau pun aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar atau hutang jangka pendek dansebaliknya.(S.Munawir,1981)
Likuiditas adalah keseimbangan antara perluasan-perluasan dan pengurangan likuiditas dari kekayaan yang disediakan dengan kemudian pengembalian dan kewajiban–kewajiban untuk pengembalian. (R. Soemitro. 1986).
Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih, perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannnya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “likuid” dan koperasai dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut menpunyai alat pembayaran atau pun aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar atau hutang jangka pendek dansebaliknya.(S.Munawir,1981)
Likuiditas adalah keseimbangan antara perluasan-perluasan dan pengurangan likuiditas dari kekayaan yang disediakan dengan kemudian pengembalian dan kewajiban–kewajiban untuk pengembalian. (R. Soemitro. 1986).
III. Data dan Pembahasan
Independensi bank sentral yang
digambarkan di atas merupakan penerapan dari konsep peran ideal bagi bank
sentral dalam pengelolaan ekonomi nasional secara makro agar efektif, yang
ternyata juga nampak di dalam praktek, sebagaimana dilaporkan sebuah
penelitian
mengenai penyelenggaraan fungsi bank sentral di banyak negara, baik maju maupun
berkembang. Ini semua perlu kita cermati dalam upaya kita untuk menyumbang
secara positif pada proses untuk mewujudkan Bank Indonesia menjadi bank sentral
yang independen.
Seperti yang
kita ketahui tentang fungsi bank sentral pada perekonomian makro suatu negara menunjukkan bahwa, dari
ketiga fungsi pokok bank sentral, pengelolaan kebijaksanaan moneter untuk memelihara
kestabilan, penyelenggaraan sistem pembayaran nasional serta pengawasan
perbankan, saya berpendapat bahwa yang paling utama harus diberikan
independensi adalah mengenai pengelolaan kebijakan moneter. Ini dapat
dirumuskan dalam tugas menjaga nilai rupiah, baik dalam hubungannya dengan
harga barang dan jasa ( atau mengendalikan tingkat inflasi ), maupun dalam
hubungannya dengan mata uang lain ( mengendalikan nilai tukar ).
Dalam hubungan ini, apa yang
disinyalir dalam studi tentang permasalahan bank sentral di negara-negara
berkembang, mengenai hubungan antara keuangan negara - dengan anggaran yang
kerapkali menunjukkan defisit dan menjadi penyebab inflasi - dengan bank
sentral yang melakukan fungsi pengendalian inflasi, untuk Indonesia sebenarnya telah
diatasi secara konseptual dengan janji pemerintah untuk melaksanakan sistem
anggaran berimbang.
Akan tetapi, perlu kita
ketahui bahwa
pemberian status independen ini harus didasarkan atas suatu penugasan yang
eksplisit, jelas dirumuskan seperti dikemukakan di atas. Karena itu, rumusan
penugasan Bank Indonesia dalam Undang-undang tentang bank sentral 1968 mampu kita
pikirkan bahwa tidak sesuai dengan pemberian status
independen pada BI. Rumusan sekarang yang sangat luas itu, meskipun nampaknya
masih relevan dengan tahap atau kondisi ekonomi Indonesia saat ini, akan
menimbulkan kerancuan mengenai tanggung jawab Bank Indonesia sebagai bank
sentral. Rumusan demikian mempersulit pelaksanaan tanggung jawabya. Kalau
sasaran kegiatan BI adalah pertumbuhan dan kesempatan kerja, maka sulit mencari
ukuran kinerjanya, kalau terjadi keadaan di mana sasaran tersebut tidak
tercapai. Tuntutan agar setiap lembaga harus accountable dalam hal ini menjadi
sulit untuk direalisasikan.
Selain itu, perlu disadari
pula bahwa meski fungsi utamanya adalah memelihara kestabilan moneter, tidak
berarti bahwa Bank Indonesia tidak mendukung sasaran pertumbuhan, kesempatan
kerja dan pemerataan. Secara konsep perlu disadari bahwa terpeliharanya
kestabilan itu akan mendukung pertumbuhan dan pemerataan. Jadi bagi mereka yang
khawatir bahwa dengan fungsi dan tugas yang eksplisit dan terbatas ini Bank
Indonesia akan "kehilangan commitment" untuk memberi dukungan pada
pencapaian sasaran pertumbuhan dan pemerataan yang demikian penting dalam pembangunan
nasional, perlu menyadari bahwa secara implisit hal itu tetap ada. Akan tetapi,
untuk kejelasan tanggung jawabnya, maka yang disebutkan eksplisit dibatasi.
Seandainya diperlukan, mungkin formulasi untuk fungsi dan tugas lebih baik, disebutkan bahwa
bank sentral menunjang pencapaian sasaran-sasaran umum pemerintah, tetapi
dengan tambahan penjelasan, "sepanjang hal tersebut konsisten dengan
pencapaian sasaran pokok bank sentral."
Mengenai penyelenggaraan
sistem pembayaran, perlu kita pahami bahwa tidak ada masalah yang perlu
perhatian khusus, selain kenyataan bahwa dengan semakin majunya perekonomian,
semakin besarnya nilai transaksi, maka aliran dana yang merupakan imbalan
aliran barang dan jasa dalam perekonomian juga menjadi berlipat dalam jumlahnya.
Selain itu, kemajuan dalam sektor keuangan dan teknologi juga terus menumbuh
kembangkan kegiatan konsumsi, produksi, investasi dan perdagangan. Apalagi
dengan kanyataan semakin pentingnya arti mata uang sebagai barang dagangan.
Semua ini menyebabkan semakin besarnya nilai transaksi. Karena itu permasalahan
sistem pembayaran yang dapat mendukung meningkatkan kegiatan ekonomi secara
efisien, efektif dan aman menjadi semakin penting. Saya beberapa waktu yang
lalu telah beberapa kali mengingatkan bahwa sampai dengan terjadinya krisis
ekonomi tahun lalu, nilai kliring yang diselenggarakan BI yang dalam tahun
1990/91 masih sekitar 5 trilyun rupiah per harinya, pada akhir 1996 telah
mencapai nilai 20 sampai 25 trilyun rupiah per hari. Ini menuntut pengaturan, penyelenggaraan
serta pengendalian sistem pembayaran yang harus semakin canggih.
Akan tetapi, fungsi pokok yang
lain, berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan perbankan, perlu mendapat
perhatian yang saksama. Berkaitan dengan hal tersebut kita bisa melihat penyelenggaraan
pengawasan perbankan, karena kecenderungan menyatunya kegiatan lembaga keuangan
atau kaburnya batas pemisah antara instrumen keuangan yang satu dengan yang
lain, menyebabkan bahwa kegiatan perbankan dengan lembaga keuangan lain,
seperti reksa dana atau lembaga pembiayaan lain, semakin tercampur. Karena itu,
pengawasan perbankan yang terpisah dari yang lain, yang mungkin tidak memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut
akan menjadi optimum bila menyatukan
pengawasan terhadap berbagai lembaga keuangan ini dengan pengawasan bank,
dibawah lembaga yang sama. Apakah setelah disatukan diletakkan di bawah BI atau
Depertemen Keuangan atau berdiri sendiri, menurut pendapat saya tidak terlalu menjamin. Yang lebih penting adalah
bahwa pengawasannya dilakukan oleh satu lembaga, untuk memperoleh hasil yang
optimal dari pengawasannya.
Dari studi yang saya singgung
di atas ditunjukkan bahwa pada kebanyakan bank sentral masih dirasakan bahwa
pengawasan perbankan ini sebaiknya ada pada bank sentral. Di berbagai negara,
juga pengawasan terhadap berbagai lembaga keuangan lain, diletakkan dibawah
bank sentral. Ini yang berlaku di Malaysia, Singapura dan Thailand. Dari segi
praktisnya penempatan lembaga pengawasan ini dibawah bank sentral memang mudah
dimengerti. Dengan demikian, untuk saya yang lebih penting adalah menyatukan
pengawasan tersebut. Setelah disatukan, lembaga pengawas ini dapat berdiri
sendiri atau diletakkan di bawah bank sentral, untuk alasan praktisnya.
Akan tetapi, kita juga
mengamati bahwa di Jepang dan Inggris, pengawasan berbagai lembaga keuangan,
bank dan non-bank, disatukan dalam satu lembaga yang diletakkan di luar Bank of
Japan dan Bank of England. Di Jerman, pengawasan bank dilakukan oleh lembaga
pengawas yang juga di luar Bundesbank.
Suatu catatan lain yang ingin
dikemukakan di sini adalah bahwa pengawasan perbankan ini yang dikaitkan dengan
tanggung jawab untuk menumbuhkan sistem perbankan yang sehat, biasanya
dikaitkan dengan kegiatan bank sentral sebagai lender of last resort. Dalam penanganan
terhadap bank yang mengalami masalah, maka fungsi lender of last resort yang
berkewajiban membantu bank (sehat) yang mengalami masalah likuiditas, dapat
menjadi bertabrakan dengan tugas memelihara kestabilan moneter. Pada waktu
tugas pemeliharaan kestabilan moneter mengharuskan dilaksanaknnya pengetatan
likuiditas, misalnya dengan meningkatkan suku bunga atau mengurangi jumlah uang
beredar, kalau pada waktu yang bersamaan harus menghadapi bank yang bermasalah
yang harus dibantu likuiditasnya, maka tanggung jawab keduanya yang ada di
tangan bank sentral dapat menimbulkan pertentangan kepentingan yang bisa
dikompromikan. Dalam kondisi adanya 'distress' pada perbankan, banyaknya bank
yang lemah dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, seperti yang dialami
perbankan nasional sejak September tahun lalu, maka perubahan kondisi bank dari
mengalami masalah likuiditas (mismatch) menjadi masalah yang lebih serius,
bahkan insolvent, dapat terjadi dalam waktu yang cepat dan menyangkut banyak
bank, karena adanya dampak penularan (contagious). Keadaan ini, mungkin yang
mendorong pemisahan kegiatan pengawasan perbankan, yang telah disatukan dengan
lembaga-lembaga keuangan lain, dipisahkan dari tugas pengendalian moneter.
Sebaliknya, kenyataan bahwa
kaitan antara kebijaksanaan moneter untuk menjaga kestabilan dengan kebijakan
untuk menumbuhkan sistem perbankan yang sehat, terutama dengan krisis yang
melanda ekonomi nasional setahun ini, yang semakin erat, dapat mendorong
argumen perlunya disatukan fungsi dan tanggung jawab ke duanya. Secara
konseptual, kaitan yang sangat erat antara dua kegiatan, yang selama ini
diperlakukan terpisah ini, menimbulkan tantangan baru untuk diperhatikan.
Sebagaimana diketahui,
kebijakan moneter untuk menciptakan kestabilan, pada dasarnya merupakan
permasalahan ekonomi makro dengan unsur-unsurnya yang pada umumnya bersifat
jangka pendek. Kebijakan moneter ketat atau longgar, suku bunga tinggi atau
rendah, pada dasarnya masalah jangka pendek. Sebaliknya, kebijakan untuk
menciptakan sistem perbankan yang sehat, selain merupakan permasalahan ekonomi
mikro, masalah efisiensi bank, masalah sehatnya bank yang diukur dengan kondisi
permodalan, aset, manajeman, pendapatan dan likuiditas bank ( atau CAMEL ),
semuanya merupakan masalah yang dihadapi bank secara sendiri-sendiri, atau
masalah ekonomi mikro. Demikian pula pengaturan dan pengawasan bank oleh
otorita pengawas. Selain semua ini merupakan permasalahan ekonomi mikro, mereka
merupakan permasalahan jangka menengah atau panjang. Masalah manajeman, masalah
pengawasan, masalah peraturan, perlindungan hukum, dsb., semuanya berjangka
menengah atau panjang. Jadi, meskipun sangat bisa dipahami, bahwa untuk supaya
kebijaksanaan moneter efektif dan berkesinambungan (sustainable) sistem
perbankan harus sehat, akan tetapi keduanya sangat berbeda, makro dan mikro,
jangka pendek dan panjang. Semua ini pada dasarnya menuntut penanganan kedua
kelompok masalah tersebut secara terkoordinasi secara rapi. Ini dapat mendorong
argumen yang mendukung agar tetap diletakkannya fungsi pengawasan pada bank
sentral.
Apakah tetap diletakkan pada BI atau
berdiri sendiri, pengawasan lembaga keuangan juga harus mempunyai status
independen. Sebab, dalam praktek yang berkembang di masa lalu, dengan hubungan
antara perusahaan swasta dengan pemerintah yang tidak transparan, karena
praktek crony capitalism, maka tabrakan kepentingan yang menyangkut tugas
pengawasan dan pengendalian moneter tadi dapat dikompromikan yang membawa
dampak semakin sulitnya mencari jalan keluar dari masalah yang menghinggapi
perbankan.
IV. Kesimpulan
Dari uraian
data dan pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, independensi Bank Indonesia dalam
menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya memang sangat penting untuk
efektivitas pengelolaan ekonomi makro. Untuk itu, tugas Bank Indonesia harus
dirumuskan secara jelas dan eksplisit dan spesifik, tidak terlalu luas.
Mengenai tugas pokoknya sendiri, ketegasan mengenai status independen ini
paling sedikit harus menyangkut penyelenggaraan fungsi menjaga kestabilan moneter,
meskipun dapat diperluas dengan ke dua fungsi pokok yang lain, penyelenggaraan
sistem pembayaran nasional dan pengawasan lembaga keuangan. Selain itu
peran, pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan harus sesuai dengan
kepentingan umum atau yang berhubungan dengan barang dan jasa publik. Pelaksanaan
kebijakan perekonomian makro yang efektif memerlukan kejelasan tugas dan
tanggung jawab instansi pemerintah yang menjalankan kebijaksanaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
P. Eko Prasetyo, 2009. Fundamental Ekonomi Makro. Jakarta :
Beta Ofset
http://kusaiguru.blogspot.com/2011/03/b-bank.html
http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/
http://adhipradigdo.wordpress.com/2010/03/10/pengertian-bank-sentral-bank-devisa-lps-2/
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
http://id.shvoong.com/business-management/investing/2145818-pengertian-likuiditas-menurut-para-ahli/#ixzz1a2b9xZVJ
0 Response to "DOWNLOAD MAKALAH EKONOMI MAKRO INDEPENDENSI BANK SENTRAL DI INDONESIA"
Posting Komentar