BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dewasa
ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat.
Karena untuk mendapatkan air yang bersih, sesuai dengan standar tertentu, saat
ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh
bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan
rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dan
ketergantungan manusia terhadap air pun semakin besar sejalan dengan
perkembangan penduduk yang semakin meningkat. (Mukrimah Rahman)
Salah satu kebutuhan penting akan
kesehatan lingkungan adalah masalah air bersih, persampahan dan sanitasi, yaitu
kebutuhan akan air bersih, pengelolaan sampah yang setiap hari diproduksi oleh
masyarakat serta pembuangan air limbah yang langsung dialirkan pada
saluran/sungai. Hal tersebut meyebabkan pendangkalan saluran/sungai,
tersumbatnya saluran/sungai karena sampah pada saat musim penghujan selalu
terjadi banjir dan menimbulkan penyakit.(Wakurnia Wati)
Masalah air merupakan masalah yang
utama, baik masalah penyediaan air bersih di kota dan didesa. maupun masalah
penyaluran dan pngelolaan air buangan penduduk dan industri. Air sangat
dibutuhkan oleh semua mahluk di dunia. Oleh karen itu seiring dengan
meningkatnya kebutuhan manusia berbagai upaya dilakukan untuk menyediakan air
bersih yang aman bagi kesehatan . Adapun air yang sehat harus memenuhi empat
kretiria parameter. Parameter pertama adalah parameter fisik yang meliputi
padatan terlarut, kekeruhan , warna, rasa, bau, dan suhu. Parameter kedua
adalah parameter kimiawi yang terdiri atas berbagai ion, senyawa beracun,
kandungan oksigen terlarut dan kebutuhan oksigen kimia. Parameter yang ketiga
adalah parameter biologis meliputi jenis dan kandungan mikrooganisme baik hewan
maupun tumbuhan. Parameter yang terakhir adalah parameter radioaktif meliputi
kandungan bahan – bahan radioaktif.
Pada
umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan
sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai
akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan
yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi
pada masyarakat. (Masliah)
Faktor risiko lingkungan berpengaruh
yaitu kondisi sanitasi yang kurang baik meliputi kebersihan rumah, kelembapan
udara fasilitas sanitasi yang jelek dan juga kebiasaan masyarakat tidur
bersama-sama, pakai pakaian bergantian dan BAB di kebun juga dapat memicu
terjadinya penularan berbagai macam penyakit dan tidak menutup kemungkinan
kusta. (Munira I.L).
Adapun
untuk Scabies, Faktor yang berperan dalam penularan
adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan
yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak
mendukung kesehatan, serta kepadatan p enduduk. Faktor yang paling
dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang jelek di
negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak
menderita penyakit Scabies. (Effi Ekayanti & Qolbiyah)
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat
yang ada maka, penulis menguraikan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan water washed diseases ?
2. Bagaimana
hubungan antara kualitas mikrobiologi air dengan water washed diseases ?
3. Bagaimana
hubungan antara penyakit kulit kaitannya dengan water washed diseases (scabies
dan leprosy) ?
C.
TUJUAN
Adapun makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
mengetahui :
1. Mahasiswa
dapat mengetahui dan menjelaskan water washed disease;
2. Mahasiswa
dapat mengetahui dan menjelaskan
hubungan antara kualitas mikrobiologi
air dengan water washed diseases;
3. Mahasiswa
dapat mengetahui dan menjelaskan
mengenai penyakit kulit kaitannya dengan water washed diseases (scabies dan
leprosy).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Water Washed diseases
Water
Washed Disease adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air & tidak
terjaminnya kebersihan untuk pemeliharaaan kebersihan (Hygiene Perorangan).
Banyak terdapat di daerah tropis. Penyakit : Dipengaruhi oleh penularannya
& sangat banyak, antara lain :
a)
Penyakit infeksi saluran pencernaan : bersifat fecaloral seperti Diare, Kholera, Thypoid, Hepatitis
Infektiosa, Disentri Basiler
b)
Penyakit infeksi kulit dan selaput lendir. Penyakit yang erat kaitannya
degan Hygiene perorangan yang buruk : infeksi fungus pada kulit,
conjunctivitis
c)
Penyakit yang disebabkan oleh insekta pada kulit & selaput lendir.
Penyakit yang ditentukan oleh tersedianya air bersih untuk hygiene perorangan
untuk mencegah invasi parasit pada tubuh dan pakaian : Sarcoptes, Scabies,
Louse borne relapsing fever, Leprosy dsb.
(Wakurnia
Wati).
Faktor risiko lingkungan berpengaruh
yaitu kondisi sanitasi yang kurang baik meliputi kebersihan rumah, kelembapan
udara fasilitas sanitasi yang jelek dan juga kebiasaan masyarakat tidur
bersama-sama, pakai pakaian bergantian dan BAB di kebun juga dapat memicu
terjadinya penularan berbagai macam penyakit dan tidak menutup kemungkinan
kusta. (Munira I.L).
Faktor
yang berperan dalam
penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang
rendah, hygiene
perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak
saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta
kepadatan p enduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan
dan higiene perorangan yang jelek di negara berkembang merupakan
kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit Scabies.
(Effi Ekayanti & Qolbiyah)
2. Hubungan antara
kualitas mikrobiologi air dengan water
washed diseases.
Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan oleh air
yang mengandung mikrobiologi maupun senyawa-senyawa pencemar lainnya. Antara
lain yaitu water washed disease. Penyakit yang tergolong dalam water washed
disease antara lain : scabies, leprosy dan sebagainya.
Penyakit scabies dan leprosy tersebut merupakan
penyakit kulit yang tergolong dalam water washed disease.
Secara garis besarnya penyakit water washed diseases
dapat terjadi apabila air yang masuk ke dalam tubuh tercemar oleh kotoran dapat
pula ditukarkan dapat pula ditularkan dengan kotoran yang lebih langsung yaitu
antara faecea dan mulut. Dalam kondisi hieginis yang buruk karena tidak
tersedianya air bersih yang cukup untuk pencucian, penularan penyakit atau
infeksi dapat dikurangi dengan penyediaan air tambahan, dalam hal ini
kualitasnya tidak perlu setaraf dengan air minum.
3. Penyakit
Kulit Oleh Water Washed Disease
a. Scabies
Scabies
adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke
manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan
golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes
scabiei (Buchart, 1997; Rosendal 1997). (Qolbiyah M. Nur)
Gatal
merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa gatal
biasanya hanya pada lesi tetapi pada skabies kronis gatal dapat dirasakan pada
seluruh tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada
malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan,
di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola mammale (area
sekeliling puting susu), dan permukaan depan pergelangan.
Faktor
yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah,
hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang
tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan p enduduk. Faktor yang paling
dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang jelek di negara
berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit
Scabies ini (Carruthers, 1978; Kabulrachman, 1992).
(Effi Ekayanti)
Prevalensi
penyakit Scabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan
cenderung lebih tinggipada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Diperkirakan
sanitasi lingkungan yang buruk di Pondok Pesantren (Ponpes) merupakan faktor
dominan yang berperan dalam penularan dan tingg inya angka prevalensi penyakit
Scabies diantara santri di Ponpes (Dinkes Prop Jatim, 1997).
Sanitasi
lingkungan Ponpes yang diteliti meliputi parameter sanitasi gedung, sanitasi
kamar mandi, pengelolaan sampah, sistem pembuangan air limbah, kepadatan hunian
kamar tidur, dan kelembaban ruangan. Hasil uji statistik Chi kuadrat
menunjukkan bahwa diantara parameter tersebut yang berperan terhadap prevalensi
penyakit Scabies adalah sanitasi kamar mandi (p <0,01), kepadatan hunian
kamar tidur (p <0,01), dan kelembaban ruangan (p <0,05).
Penyediaan
air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap
penularan penyakit Scabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Scabies
merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed
disease) yang dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi
(Azwar, 1995). Pada kenyataannya kebutuhan air bersih untuk mandi, mencuci dan
kebutuhan kakus sebagian besar Ponpes di Kabupaten Lamongan dipasok dari air
sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Higiene
Perorangan, Penilaian higiene perorangan dalam penelitian ini meliputi antara
lain frekuensi mandi, memakai sabun at au tidak, keramas, frekuensi mencuci
pakaian dan handuk, pakaian dan handuk dipakai bergantian, dan kebersihan alas
tidur.
Perilaku
Sehat, Perilaku sehat diukur melalui tiga parameter yaitu pengetahuan, sikap,
dan tindakan terhadap penyakit Scabies. Ketiga parameter tersebut menunjukkan
peran yang nyata terhadap prevalensi penyakit Scabies (Chi kuadrat, ketiganya
dengan p <0,01). Perilaku yang tidak mendukung tersebut diantaranya adalah
seringmemakai baju atau handuk bergantian dengan teman, tidur bersama dan
berhimpitan dalam satu tempat tidur.
Peran
Faktor Sanitasi Lingkungan, Faktor sanitasi lingkungan yang dimaksud disini
adalah merupakan parameter keseluruhan yang dibentuk variabel penelitian sanitasi
lingkungan Ponpes, higiene perorangan dan perilaku sehat yang berperan dalam
penularan penyakit Scabies (Suparmoko, 1991).
b. Leprosy
Penyakit kusta (Leprosi) adalah
penyakit menular dan merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan
mukosa dari saluran pernafasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang
biasa diamati dari luar. Dapat menyebabkan lesi kulit, mati rasa, dan
kelumpuhan pada tangan dan kaki.
Selain itu, juga dapat merusak
sistem saraf bahkan menyebabkan terjadinya kelainan bentuk dan cacat. Kusta
juga dikenal sebagai Hansen’s disease (Fitness, dkk, 2003). Mycobacterium
leprae merupakan obligat intraselular yang menginfeksi makrofag dan sel
Shwann. Dalam melawan bakteri misalnya bakteri penyebab leprosy, diperlukan
peningkatan respon selular dan humoral (antibodi atau Ig M) dalam tubuh
(Kwenang, 2007& Fitness, et. al., 2002).
Faktor
risiko lingkungan berpengaruh yaitu kondisi sanitasi yang kurang baik meliputi
kebersihan rumah, kelembapan udara fasilitas sanitasi yang jelek dan juga
kebiasaan masyarakat tidur bersama-sama, pakai pakaian bergantian dan BAB di
kebun juga dapat memicu terjadinya penularan berbagai macam penyakit dan tidak
menutup kemungkinan kusta.
(Munira I.L)
Cara-cara
penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang
diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput
lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
a.
Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
b. Kontak kulit dengan kulit.
Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi
baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan
berulang-ulang.
(Masliah)
Klinis ternyata kontak lama dan
berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yng penting. Banyak hal-hal yang
tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum
penularan seperti halnya penyakit-penyakit terinfeksi lainnya.
Menurut
Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta
secara
kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik
kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung
dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan
tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini
adalah :
·
Usia : Anak-anak lebih peka
dari pada orang dewasa
·
Jenis kelamin :
Laki-laki lebih banyak dijangkiti
·
Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak
dijangkiti
·
Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara
endemis kusta adalah Negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah
·
Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang
kurang sehat
Tanda-tanda
seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih,
merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan
atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi.
BAB III
PENTUP
A.
KESIMPULAN
Untuk
keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum dapat digunakan
sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air hujan
yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang
berbahaya.
Dalam
hal ini kita telah membahas mengenai akibat dari konsumsi air tersebut yang mengandung mikrobiologi khususnya dalam
water washed disease dimana akan menyebabkan manusia yang menggunakan air tersebut
terkena penyakit seperti Scabies (akibat
Sarcoptes scabiei) dan Leprosi( akibat dari Mycrobacterium leprae).
Faktor
sanitasi lingkungan yang berperan terhadap tingginya prevalensi penyakit
Scabies dikalangan para santri Ponpes di Kabupaten Lamongan adalah sanitasi
Ponpes (terutama sanitasi dan ventilasi kamar tidur para santri), perilaku yang
kurang mendukung pola hidup sehat terhadap penyakit Scabies, serta higiene
perorangan yang buruk dari para santri.
Faktor risiko lingkungan berpengaruh
yaitu kondisi sanitasi yang kurang baik meliputi kebersihan rumah, kelembapan
udara fasilitas sanitasi yang jelek dan juga kebiasaan masyarakat tidur
bersama-sama, pakai pakaian bergantian dan BAB di kebun juga dapat memicu
terjadinya penularan berbagai macam penyakit dan tidak menutup kemungkinan
kusta.
Melihat
bahaya dari penyakit tersebut bagi manusia, maka perlu perhatian dan penanganan
lebih lanjut terhadap perilaku sehat dan
sanitasi lingkungan.
B.
SARAN
Berdasarkan
pembahasan makalah diatas maka saran yang dapat kami berikan ialah :
Ø Yang
paling penting harus memperhatikan kondisi air yang dikonsumsi untuk
menggunakannya baik serbagai air minum maupun air cuci.
Ø Cuci
tangan adalah suatu hal yang sederhana untuk menghilangkan kotoran dan
meminimalisir kuman yang ada di tangan dengan mengguyur air dan dapat dilakukan
dengan menambah bahan tertentu. Dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah
penyebaran kuman patogen melalui tangan. Dengan higiene tangan (hand hygiene)
yang tepat dapat mencegah infeksi dan penyebaran resistensi anti mikroba.
Higiene tangan sangat diperlukan di bidang mikrobiologi maupun di tempat
perawatan atau tempat-tempat yang rawan terjadi penyebaran mikroorganisme
melalui media tangan kita. Di rumah sakit, higiene tangan yang tepat dapat menurunkan
atau mencegah terjadinya infeksi nosokomial. (Evi)
Ø Suci
hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan
antiseptik.
Ø Cuci
semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas
untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (dry-cleaned).
Ø Keringkan
topi yang bersih, kerudung dan jaket.
Ø Hindari
pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Munira
I. Lestaluhu. Kajian Potensial Faktor Risiko
Penularan Penyakit Kusta dan Intervensinya Di Puskesma Pragaan kabupaten
Sumenep Tahun 2007. Yudied AM, Didik MM, Darmono, Budi S. Buletin
Human Media Volume 03 nomor 03 tahun 2008.
2. Wakurnia
Wati. Analisa Kualitas Fisik, Bakteriologis Dan Kimia Air Sumur Gali Serta
Gambaran Keadaan Konstruksi Sumur Gali Di Desa Patumbak Kampung Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdangtahun 2010. Berkat Putra. Skripsi.
3.
Qalbia M. Nur. Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian
Penyakit Skabies pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. Tesis.
4.
Mukrimah Rahman. Pencemaran
Air Tanah Akibat Pembuangan Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh Studi Kasus
Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung. Kadek Diana Harmayani dan I G. M. Konsukartha (Dosen Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana). Jurnal.
5. Evi.
Perbandingan
Angka Kuman Pada Cuci Tangan Dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja
Di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Farida Juliantina Rachmawati dan
Shofyatul Yumna Triyana. Jurnal. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta.
6.
Effi Ekayanti. Faktor
Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi
Pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Isa
Ma’rufi1), Soedjajadi Keman2), Hari Basuki Notobroto3).
7.
Masliah. Penyakit
Kusta Dan Masalah Yang Ditimbulkannya. dr. Zulkifli, M.Si. Jurnal Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
0 Response to "CONTOH MAKALAH KESEHATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH"
Posting Komentar