BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang
mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia
lainnya dalam kehidupan sosial hubungan manusia dengan benda dan alam
lingkungan hidupnya.
Norma Illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah
kaidah-kaidah dalam arti khusus atau kaidah ibadah murni, mengatur cara dan
upacara hubungan langsung antara manusia dengan sesamanya dan makhluk lain di
lingkungannya. Ciri khas hukum Islam, yakni berwatak universal, berlaku abadi
untuk umat Islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam dimanapun
mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada
suatu masa, menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani
dan jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan,
pelaksanaan dalam praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam. Banyak
teori tentang sumber hukum Islam, tetapi penulis akan menuliskan tentang sumber
hukum Islam yang terdiri dari Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad. Dalam makalah ini
akan dijelaskan mengenai sumber-sumber hukum Islam dan metode pembentukan hukum
Islam.
1.2
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menambah
pengetahuan kita khususnya para mahasiswa akan sumber hukum Islam dan metode
penetapannya dari zaman Rasul sampai kepada zaman sekarang ini.
BAB II
PEMBAHSAN
2.1
SUMBER-SUMBER HUKUM
ISLAM
Agama Islam memiliki pedoman yang sangat penting
dalam menghadapi hidup. Setiap
muslim diwajibkan agar berpedoman dengan sumber-sumber tersebut.
Sumber-sumber tersebut terdapat beberapa bagian[1]. Sumber yang paling penting, sempurna, tidak
diragukan, berlaku sepanjang zaman dan diwajibkan pula
setiap muslim atas pemahamannya yaitu Al-Quran. Sumber lainnya cukup penting dalam pengaplikasian dari Al-Quran ke kehidupan sehari-hari
yaitu Hadits dan ijtihad yang diambil berdasarkan kedua
sumber tersebut.
a)
Al-Qur’an al-karim
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw dengan bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai
hujjah (argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai
pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub (mendekatkan
diri) kepada Tuhan dengan membacanya. Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw ini terwujud dalam bahasa arab dan secara autentik terhimpun dalam
mushaf.[2]
* Dalil :
alqur’an menjadi sumber Hukum Islam (an-nisa : 59 )
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ [3]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Nama-Nama Al-Qur’an, adapun nama –nama al Qur’an yaitu :
1. Al kitab (kitabullah),yang merupakan sinonim dari kata Al Qur’an artinya,kitab suci sebagai petunjuk bagi oranh yang bertakwa.
2. Az-zikr,artinya peringatan,
3. Al- furqan, artinya pembeda,
4. As-suhuf berarti lembaran-lembaran,
Keistimewaan yang di miliki Al-Qur’an sebagai wahyu
Allah ini ada banyak sekali, di antaranya yaitu:
a. Lafadh dan maknanya berasal dari Tuhan.
Lafadh yang berbahasa Arab itu dimasukkan ke dalam dada Nabi Muhammad, kemudian
beliau membaca dan terus menyampaikannya kepada umat.
Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an itu datang dari sisi Allah ialah
ketidaksanggupan (kelemahan) orang-orang membuat tandingannya walaupun mereka
sastrawan sekalipun.
b. Al-Qur’an sampai kepada kita secara mutawatir
Cara
penyampaian yang menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya, karena disampaikan
oleh sekian banyak orang yang mustahil mereka bersepakat bohong.
c. Tidak ada yang bisa memalsukan Al-Qur’an karena ia
terjaga keasliannya.
Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9
tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”.
Fungsi Al-Qur’an :
1.Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (QS AL-Baqarah :2)
1.Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (QS AL-Baqarah :2)
y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Kitab
(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
2. Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan seni.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.
Hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an ada 3 yaitu :
1. Hukum I’tiqadiyah
Hukum I’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkaitan
dengan kewajiban para mukallaf untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat
Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah dan hari pembalasan.
2. Hukum akhlaq
Hukum Akhlaq
yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf untuk
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari
sifat-sifat yang tercela.
3. Hukum amaliah
Hukum amaliah
yaitu yang bersangkutan dengan perkataan, perbuatanperbuatan,
perjanjian-perjanjian, dan mu’amalah (kerja sama) sesama manusia.
b)
Al-Hadits
Hadits (bahasa Arab: الحديث,) adalah perkataan dan
perbuatan dari Nabi Muhammad. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti
melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.
Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits menurut ahli hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan.
Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits menurut ahli hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan.
Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki
kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an. Kedudukan
hadits sebagai sumber hukum islam kedua, telah diterima oleh semua ulama dan
umat islam. Hal ini di kuatkan dengan ayat al-qur’an surat an-nisa’:80
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ÇÑÉÈ
80.
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits merupakan sumber hukum islam
disamping al-qur’an. Orang-orang yang menolak hadits sebagai hukum islam,
berrarti hakikatnya orang itu menolak
al-qur’an. Mereka yang menolak hadits sebagai sumber hukum islam, lebih
disebabkan keterbatasan pengetahuan mereka terhadap al-qur’an dan kepada
hadits.
Hadits dapat dibedakan kepada 3 macam:
a.
Sunnah qauliyah
(perkataan), yaitu sabda yang beliau sampaikan
dalam beraneka tujuan dan kejadian .
b.
Sunnah fi’liyah
(perbuatan), yaitu segala tindakan Rasulullah saw.
c.
Sunnah taqririyah
(persetujuan) perkataan atau perbuatan sebagian
sahabat yang telah disetujui oleh Rasulullah saw. secara diam-diam atau tidak
di bantahnya atau disetujui melalui pujian yang baik.
*macam-macam hadits : Hadits yang
dilihat dari banyak sedikitnya perawi
o
Hadits Mutawatir : adits yang
diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin
sepakat untuk berdusta.
o
Hadits Ahad : hadits yang
diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir.
§
Hadits Shahih : hadits yang
bersambung sanadnya, ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit.
§
Hadits Hasan : hadits yang
banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka
dusta
§
Hadits Dha’if : hadits yang
tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak
dhobit.
·
Menurut Macam Periwayatannya
o
Hadits yang bersambung sanadnya
(hadits Marfu’ atau Maushul)
o
Hadits yang terputus sanadnya
§
Hadits Mu’allaq : hadits yang
tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau
lebih hingga akhir sanadnya.
§
Hadits Mursal : hadits yang
diriwayatkan oleh para tabi’in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat
tempat menerima hadits itu.
§
Hadits Mudallas : hadits yang
diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya,
padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya.
§
Hadits Munqathi : hadits yang
gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi’in.
§
Hadits Mu’dhol : hadits yang
diriwayatkan oleh para tabi’it dan tabi’in dari Nabi Muhammad SAW atau dari
Sahabat tanpa menyebutkan tabi’in yang menjadi sanadnya.
·
Hadits-hadits dha’if disebabkan
oleh cacat perawi
o
Hadits Maudhu’ : hadits dalam
sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta.
o
Hadits Matruk : hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh
berdusta.
o
Hadits Mungkar : hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan
hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
o
Hadits Mu’allal : hadits yang
dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang
tersembunyi.
o
Hadits Mudhthorib : hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau
atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
o
Hadits Maqlub : hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang
belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
o
Hadits Munqalib : hadits yang
terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
o
Hadits Mudraj : hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan
hadits.
o
Hadits Syadz : hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan
hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya
pula.
Nisbah (hubungan)
Al-Qur’an dengan Al-hadits:
- Menguatkan (muakkid)
Menguatkan hukum suatu peristiwa yang
telah ditetapkan hukumnya di dalam Al-Qur’an. Jadi, Al-Qur’an sebagai penetap
hukum dan hadits sebagai penguatnya.
- Memberikan keterangan (bayan)
Memberi keterangan ayat-ayat
Al-Qur’an, artinya memberikan perincian ayat-ayat Qur’an yang masih umum.
c)
Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan segala
kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’,
yaitu Al-Qur’an dan hadits. Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu
peristiwa dengan jalan ini disebut mujtahid.
Peristiwa-peristiwa yang dapat diijtihadkan yaitu:
a. Peristiwa-peristiwa yang ditunjuk
oleh nash yang zhaniyulwurud (haditshadits ahad) dan zhaniyud dalalah (nash
Al-Qur’an dan hadits yang masih dapat ditafsirkan dan dita’wilkan)
b. Peristiwa yang tidak ada nashnya
sama sekali.
Syarat-syarat seorang mujtahid :[4]
a)
Menguasai dan mengetahui arti
ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut bahasa maupun
syariah.
b)
Menguasai dan mengetahui
hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariat.
c)
Mengetahui nasakh dan mansukh
dari Al-Qur’an dan sunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hokum.
d)
Mengetahui permasalahan yang
sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihad-nya tidak bertentangan
dengan ijma’.
e)
Mengetahui qiyas dan berbagai
persyaratannya serta meng-instimbat-nya, karena qiyas merupakan kaidah dalam
berijtihad.
f)
Mengetahui bahasa Arab dan
berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai
problematikanya.
g)
Mengetahui ilmu fiqih
yang merupakan fondasi dari ijtihad.
h)
Mengetahui maqashidu
asy-syariah (tujuan syariat) secara umum.
*macam-macam tingkatan Ijtihad
1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,
Ijtihad
Muthlaq yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri
norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi
seorang mujtahid dalam menggali hukum.
2. Ijtihad Muntasib
Ijtihad
Muntasib yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan
norma-norma dan kaidah- kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil).
3. Ijtihad mazhab atau fatwa
Ijtihad mazhab
atau fatwa yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan
madzhab tertentu.
4. Ijtihad tarjih
Ijtihad tarjih yaitu ijtihad yang dilakukan
dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada.
*Ijtihad di bagi menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu
sebagai berikut:
1. Ijma’
1. Ijma’
Ijma’ menurut
bahasa arab berarti kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal, menurut
istilah ijma’ adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara’ dari suatu
peristiwa setelah Rosul wafat.
2. Qias
Qias menurut
bahasa berarti menyamakan , membandingkan atau mengukur. Secara istilah qias
adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar
nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan
hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian
atau peristiwa itu.
3. Istihsan
Istihsan menurut
bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik, menurut istilah istihsan
adalah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau
kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syara’ menuju hukum lain dari
peristiwa itu juga. karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk
meninggalkanya.
4. Maslahah mursalah
Maslahah
mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar;i tidak mensyariatkan sutau
hukum ntuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
pengakuanya atau pembatalanya.
5. Urf
Urf menurut
bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal
orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah
kebiasaan yang tidak dilarang.
6. Istishab
Istishab
menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. secara istilah adalah
menetapkan hokum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada
dalil yang menyebutkan atas perubahan keadaan tersebut.
2.2 METODE PENETAPAN HUKUM ISLAM
Secara etimologis, metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang
berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga Metode Penetapan Hukum Islam
berarti cara yang ditempuh dalam menetapkan hukum islam.
Sumber hukum pada masa Rasulullah tetap berpegang teguh
pada AlQuran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah. Pengenalan Al-Quran terhadap
hukum, mayoritasnya bersifat universal tidak parsial dan global tidak rinci.
Untuk memahami Al-Quran, dibutuhkan Sunnah. Oleh karena itu, sumber dari
Al-Quran yang universal diperjelas dengan sunnah.
Dalam istilah ilmu Ushul Fiqh motede penetapan hukum
dipakai dengan istilah “Istinbath”. [5]Istinbath
artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbath ini memberikan
kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil.
Dalam penetapan hukum islam secara umum dapat di
kelompokkan kepada tiga macam[6]:
yaitu
Ø pertama,
metode verbal (at-turuq al-lafzdiyah)
yaitu metode penetapan hukum yang bertumpu kepada analisis kebahasaan. Thuruq
lafdziyah dikatakan juga sebagai
pendekatan lafadz yang penerapannya membutuhkan beberapa factor pendukung yaitu:
pendekatan lafadz yang penerapannya membutuhkan beberapa factor pendukung yaitu:
a.
Penguasaan terhadap makna
(pengertian) dari lafadz-lafadz nash serta konotasinya dari segi umum dan
khusus,
b.
Mengetahui dalalahnya apakah
menggunakan manthuq lafdzi ( ataukan termasuk dalalah yang mafhum yang diambil
dari konteks kalimat;
c.
Mengerti batasan-batasan
(qayyid) yang membatasi ibarah-ibarah nash;
Ø Kedua,
metode
substansial (at-turuq al-ma’nawiyah), yaitu metode penetapan hukum yang
bertumpu kepada pengertian implisit nash dengan menggali substansi-substansi
hukum islam (al-iltifatila al-ma’aniwa al-maqasid).
Ø Ketiga
Metode kontemporer yaitu suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai atau
menetapkan Hukum Islam.
Seorang Fazlur Rahman memaparkan tentang metode
kontemporer ini ke dalam Istilah “Double Movement” yaitu :
_Gerakan pertama; kembali kepada teks dan kondisi
sosio-historis yang meliputi teks.
_Gerakan kedua; melihat kondisi sosio-cultural pembaca atau tempet teks itu akan diterapkan.
_Gerakan kedua; melihat kondisi sosio-cultural pembaca atau tempet teks itu akan diterapkan.
Ada pula yang merinci metode pendekatan menjadi tiga pola yaitu :
- Metode bayani
Metode bayani adalah suatu penjelasan
secara komprehensif terhadap teks nas untuk mengetahui bagaimana cara lafal nas
menunjukkan kepada hukum yang dimaksudkannya.
- Metode ta’lili
Metode ta’lili adalah upaya
penggalian hukum yang bertumpu pada penentuan ‘illat-‘illat hukum yang terdapat
dalam suatu nas. Penalaran ini didukung oleh kenyataan bahwa penuturan suatu masalah
dalam nas diiringi dengan penyebutan ‘illat-‘illat hukumnya.
Muhammad Salam Madkur mendefinisikan
“Upaya seorang faqih dalam menggali hukum yang tidak dijelaskan oleh nas} baik
secara qat’i maupun zanni dan tidak pula terdapat dalam ijma’, di mana untuk
mencapainya dengan melihat amarat (‘illat) yang sudah diletakkan oleh Syari’
untuk menunjukkan pada hukumnya”.
- Metode al-istislāhī
Metode
Istislahi adalah penalaran untuk menetapkan hukum Syar‘ atas sesuatu
perbuatan berdasarkan kemaslahatan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an atau Hadith mengandung konsep umum
sebagai dalil sandarannya.
Dengan kata
lain, kegiatan-kegiatan yang berupaya menetapkan hukum suatu masalah atas dasar
pertimbangan kemaslahatan karena tidak ada ayat al-Qur’an dan Hadith
khusus yang dapat digunakan.
Sedangkan Abu ishaq Ibrahim ibn
Musa ibn Muhammad Al-Lakhmi Al Garnati merumuskan sebuah konsep al_istiqra’,
yaitu penelitian terhadap partikular-partikular makna nash, hukum-hukum
spesifik (far’iyah), dan realitas sejarah (tradisi) untuk di tetapkan suatu
hukum umum, baik sifatnya pasti (qot’i) maupun dugaan kuat (zhanni). Al_istiqra’ al-Man’nawi merupakan suatu
metode penetapan hukum yang tidak saja menggunakan satu dalil tertentu,
melainkan dengan sejumlah dalil yang digabungkan antara satu dengan yang lain
yang mengandung aspek dan tujuan berbeda, sehingga terbentuklah suatu perkara
hukum berdasarkan gabungan dalil-dalil tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Islam mempunyai dua sumber hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan untuk merumuskan
suatu hukum baru yang tidak terdapat pada keduanya diperlukanlah ijtihad yang tetap mendasarkan
pada Al-Qur’an dan hadits.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ijtihad merupakan sumber hukum islam yang
ke-tiga.
Metode Penetapan Hukum Islam berarti cara yang ditempuh
dalam menetapkan hukum islam. Dalam penetapan hukum islam secara umum dapat di
kelompokkan kepada tiga macam: yaitu
1. metode
verbal (at-turuq al-lafzdiyah)
2. metode
substansial (at-turuq al-ma’nawiyah)
3. Metode
kontemporer
DAFTAR PUSTAKA
Ø Basyir, Ahmad Azhar. Pokok-Pokok Persoalan
Filsafat Hukum Islam. Yogyakarta: UII Pres Yogyakarta. 1984.
Ø Jamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum
Islam. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu. 1997
Ø Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta:
Kencana. 2005.
Ø Azyumardi Azra, Buku Pendidikan Agama Islam Pada
Perguruan Tinggi Umum,
III.Direktorat
Perguruan Agama Islam, Jakarta,
2002.
Ø Syah, Ismail Muhammad. Filsafat Hukum Islam.
Jakarta:Bumi Aksara. 1992.
Ø Al-Qur’an
Ø http://ruqi86.blogspot.com/2011/04/metode-istinbat-hukum-islam-1.html?zx=87615352c9140354#uds-search-result
0 Response to "CONTOH MAKALAH AGAMA ISLAM FILSAFAT HUKUM ISLAM TENTANG SUMBER DAN METODE PENETAPAN HUKUM ISLAM"
Posting Komentar