A.
PENDAHULUAN
Gagasan untuk membuat partai politik pasca Soeharto merupakan
salah satu dampak semangat reformasi yang sedang berlangsung. Dorongan ke arah
sistem politik yang memiliki banyak partai sangat kuat sebagai reaksi terhadap
pengebirian parpol di bawah rezim orde baru. Kendatipun pada masa sebelum
reformasi sistem multi partai juga diakui tetapi dalam kenyataannya yang ada
(Golkar, PPP dan PDI) tidak dapat sepenuhnya disebut sebagai multi partai
karena ketergantungannya pada negara dan ketidakmampuannya dalam melakukan
kompetisi secara wajar dan adil untuk membentuk pemerintahan.
Dengan runtuhnya rezim Soeharto maka dimungkinkan
perombakan menyeluruh terhadap sistem partai politik di negeri ini. Munculnya
berbagai organisasi sosial politik yang berorientasi aliran seperti yang
terjadi belakangan ini, bisa mengganggu proses kohesivitas bangsa dan
menunjukkan betapa masih ringkihnya bangunan sosial dalam batang tubuh
masyarakat Indonesia termasuk didalamnya dapat mempengaruhi lembaga- lembaga
pendidikan di Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan abstraksi di atas maka pemakalah akan
membahas beberapa masalah diantaranya:
1.
Apa pengertian partai politik?
2.
Apa pengertian pendidikan Islam?
3.
Bagaimana peran partai politik dalam pendidikan Islam
di Indonesia masa reformasi?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Partai Politik
Secara etimologis, kata politik berasal dari bahasa
Yunani yaitu polis yang berarti
kota atau komunitas secara keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) partai politik berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan
ideologi politik tertentu.[1]
Machiavelli melihat politik sebagai aktivitas dan
metode untuk mempertahankan serta merebut kekuasaan absolut. Moralitas dan
etika politik menurut Machiavelli hanya akan bisa diterapkan apabila
metode tersebut efektif dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaan absolut.
Menurut Max Weber, partai politik didefinisikan
sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa pemimpinnya berkuasa dan
memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk mendapatkan keuntungan dari
dukungan tersebut.[2]
Sedangkan menurut Ranney dan Kendall
mengemukakan bahwa partai politik sebagai “autonomous groups that make
nominations and contest elections in the hope of eventually gaining and
exercise control of the personnel and policies of government” (partai
politik adalah grup atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi
tinggi untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkan
serta menjalankan kontrol atas birokrasi dan kebijakan publik).[3] Carl
Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang
terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan
itu akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya.[4]
Menurut Seiler
mendefinisikan partai politik sebagai organisasi yang bertujuan untuk
memobilisasi individu- individu dalam suatu aksi kolektif untuk melawan
kelompok lain, atau melakukan koalisi dengan pihak yang tengah duduk dalam
pemerintahan.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir dimana
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau
pemerintahan.
2.
Pengertian Pendidikan
Islam
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pendidikan
terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang berarti
perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.[5]
Sedangkan dalam bahasa Arab istilah pendidikan disebut
tarbiyah, yang disebut juga Rabb karena Ia Yang Memperbaiki, Yang
Mengatur, Yang Berkuasa Mutlak, Yang Tegak, Yang Menjadi sandaran, Yang
Memelihara. Dalam bahasa Inggris, pendidikan dikenal dengan istilah education.
Baik kata tarbiyah maupun education memiliki arti pendidikan sekaliggus
pengajaran. Istilah pengajaran bahasa Arab dikenal juga istilah ta’lim.[6]
Syekh Naquib al- Attas menyatakan bahwa pendidikan berasal
dari kata ta’dib. Memang terdapat kata lain yang berkaitan dengan
pendidikan selain ta’dib yakni tarbiyah. Akan tetapi tarbiyah lebih
menekankan pada mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara dan menjadikan
bertambah dalam pertumbuhan. Selanjutnya Naquib menyatakan bahwa penekanan pada
“adab” yang mencakup dalam amal pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk
menjamin bahwa ilmu dipergunakan secara baik dalam masyarakat.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan
kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi
mengarah pada perjuangan.[7]
Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah
Soegarda Purbakawaca. Menurutnya, pendidikan dalanm arti umum mencakup segala
usaha dan perbuatan generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuan
serta keterampilannya kepada generasi muda dalam pergaulan bersama sebaik-
baiknya. Kedua pengertian pendidikan
baik yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara maupun Soegarda Purbakawaca
masih bersifat umum, belum menyentuh aspek- aspek yang bersifat spiritual yang
dilandasi oleh ajaran Islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh H.M. Arifin
dengan mengutip rumusan dari hasil seminar pendidikan Islam se- Indonesia di
Cipayung Bogor tanggal 17- 11 Mei 1960, ia menyatakan bahwa pendidikan Islam
adalah sebagai bimbingsn terhadap pertumbuhsn rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh dan mengawasi semua
berlakunya ajaran Islam.
Setidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari definisi
pendidikan di atas, yaitu: pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek
jasmani dan rohani. Kedua, pendidikan Islam mendasarkan konsepnya pada
nilai- nilai religius. Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang
harus dicapai.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dapat
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
3. Peran Partai Politik Islam
Dalam Pendidikan Islam di Indonesia Masa Reformasi
Lahirnya masa
reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei
1998, yang disebabkan oleh demonstrasi massa yang sangat besar yang menuntut
perubahan dalam segala bidang termasuk bidang kebebasan politik, kebebasan pers
serta pemberantasan Korupsi , Kolusi dan Nepotisme. Presiden B.J.Habibie yang
menggantikan Soeharto pada masa itu membuka kesan demokrasi ini dengan
seluas-luasnya yaitu dengan membuka dan menjamin kebebasan pers serta
membebaskan berdirinya partai-partai politik yang baru di Indonesia.
Untuk itu
tidak mengherankan jika di tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48
dari jumlah tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999.
Menjelang tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja
yang mengikuti pemilu.[8]
Pemilu tahun
2004 yang diikuti oleh 24 partai politik saja yang dinyatakan memenuhi syarat.
Besarnya jumlah ini tentunya sangat berbeda dengan masa orde baru yang hanya
diikuti oleh tiga partai (PPP, PDI dan Golkar). Besarnya jumlah partai yang
mengikuti pemilu jelas akan menambah nuansa dan tekanan persaingan. Seringkali
koalisi antar partai dibentuk untuk meningkatkan posisi tawar- menawar dan
memperbesar kemungkinan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Tidak hanya
masyarakat, partai politik sebagai suatu organisasi perlu belajar dan memahami
konsep persaingan ini.
Penguduran
diri Presiden Soeharto membuktikan bahwa muslim merupakan aspek yang
berpengaruh dalam politik Indonesia. Pada masa reformasi muslim masih tetap
memainkan peran penting yang akan mewarnai bentuk politik Indonesia. Munculnya
Islam sebagai kekuatan politik berarti menegakkan Islam di arena politik.[9]
Kuntowijoyo
menggambarkan tiga fase perkembangan Islam di Indonesia. Pertama, pada
awal kedatangan Islam di Indonesia, Islam meleburkan dirinya kepada
karakteristik yang dominan dan berbasis mitologi agama yang ada di kepulauan
ini. Kedua, pada abad ke- 20 Islam menjadi lebih teroganisir secara
politik dari 1930-an sampai 1960-an,
ketika itu terdapat beberapa partai Islam menganjurkan agar Islam dijadikan
dasar negara. Ketiga, adalah fase perkembangan Islam di Indonesia yaitu
“Islam sebagai ide”.[10]
Dalam fase
terakhir ini Islam menyediakan basis intelektual bagi pendekatan kultural
kepada Islam di Indonesia. Pada 1970-an pendekatan kultural ini banyak
disuarakan mahasiswa muslim baik dari Universitas Islam atau yang lainnya. Pada
1980-an sejumlah pusat agama didirikan di Indonesia yang memberikan pengajaran
Islam.
Di antara
maraknya partai- partai baru yang muncul pada masa reformasi ini ialah lahirnya
partai- partai yang menamakan diri sebagai partai Islam, pada masa reformasi
tercatat kurang lebih 13 partai politik Islam yang telah berdiri. Namun hanya 8
partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk ikut dalam pemilihan umum 1999.
Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905) dideklarasikan pada 21 Mei 1998,
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) didirikan 29 Mei 1998, Partai Umat Islam
(PUI) pada tanggal 26 Juni 1998, Partai Bulan Bintang (PBB) tanggal 17 Juli
1998, Partai Keadilan (PK) 20 Juli 1998, Partai Politik Islam Masyumi pada
tanggal 28 Agustus 1998, dan Partai Persatuan (PP) tanggal 3 Januari 1999.[11]
Semua partai
tersebut secara formal mencantumkan Islam sebagai asasnya, akan tetapi tidak
satupun dari partai ini yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Disamping
partai- partai di atas, lahir pula partai politik Islam yaitu Partai Amanat
Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dr. Ir. H. Nur
Mahmudi Isma’il, Msc diangkat sebagai presiden Partai Keadilan (PK) sejak
tanggal 9 Agustus 1998. Nur Mahmudi dan kawan- kawannya yang tergabung dalam
komunitas halaqah dan usrah dengan didirikannya partai ini adalah demi
memperluas horizon dakwah. Baginya keterbukaan politik itu harus dimanfaatkan
guna memperluas cakrawala dakwah. Maka kehadiran partai politik yang
dipimpinnya itu adalah pelengkap dari aktivitas gerakan sosial, pendirian
lembaga- lembaga sosial dan pendidikan yang merupakan langkah yang harus dilakukan
dalam kerangka pembinaan umat secara lebih meluas dan lebih terstruktur.[12]
Partai
keadilan mencoba menghidupkan kembali prinsip kejamaahan di antara para
aktivisnya sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasul-Nya. Mereka
berupaya saling mengenal, memahami, menolong dan hidup sepenanggungan dalam
berbagai keadaan yang menyertainya. Eksperimen membangun komunitas jamaah dalam
suatu partai politik itu diwujudkan adalah adanya struktur Dewan Syariah dalam
organisasi partai yang mengontrol seluruh sepak terjang partai.
Sementara itu
pada masa orde baru Amin Rais disuruh
untuk memimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP) selalu mengalami tekanan
politik karena pendirian PPP pada awal tahun 1970-an (dengan tekanan politik
pemerintah yang kuat) adalah fusi dari partai- partai politik Islam yang ada
saat itu. Maka di luar PPP, Amin Rais disarankan oleh kalangan aktivis “Islam
Politik” yang tergabung dalam organisasi MARA (Majelis Amanat Rakyat) untuk
memimpin partai baru yang dinamai Partai Bulan Bintang (PBB).[13]
Namun Amin
Rais mengundurkan diri karena Partai Bulan Bintang merupakan embrio atau
rancangan dari BKUI (Badan Organisasi Umat Islam). Lembaga ini adalah semacam
forum bagi tokoh- tokoh ormas Islam
dalam menanggapi berbagai isu. Maka Partai Bulan Bintang (PBB) resmi didirikan
pada tanggal 17 Juli 1998, yang kemudian dideklarasikan kepada publik pada
tanggal 26 Juli 1998. Yusril Ihza Mahendra
adalah ketua umum pertama PBB.
Nama Bulan
Bintang dipakai dalam partai ini karena dimaksudkan sebagai simbol
kesinambungan perjuangan Islam. Tujuan dari partai ini adalah menimba sebanyak-
banyaknya kaidah dari ajaran Islam untuk kepentingan seluruh masyarakat, bangsa
dan negara.
Sedangkan
Partai Amanat Nasional (PAN) yang diketuai oleh Amin Rais dideklarasikan pada
tanggal 23 Agustus 1998. Partai ini dilahirkan dengan misi dan cita- cita yang
berakar pada moral agama, kemanusiaan dan penghargaan yang tulus kepada
kemajemukan sebagai ciri utama bangsa Indonesia. Dan kemajemukan itu diperlukan
guna membangun kerja sama lintas etnik, agama, dan golongan guna mencapai cita-
cita bangsa yang ditandai dengan peran negara yang dibatasi dalam hal
melindungi martabat warganya atau perlindungan masyarakat sipil.
Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan pada tanggal 23 Juli 1998. Partai politik
yang merupakan wadah aspirasi politik warga Nahdliyyin (NU) dideklarasikan oleh
para kyai yaitu K.H. Ilyas Ruchiyat, K.H. Munawir Ali, K.H. Musthofa Bisri,
K.H. Muchit Muzadi dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Gus Dur mendesain
PKB sebagai partai terbuka disebabkan Gus Dur dapat dikelompokkan sebagai
pendukung aliran Islam Substansialis yang berlawanan dengan Islam
formalis atau Islam Politik. Aliran Islam politik ini berusaha
mewujudkan ajaran Islam terutama dalam kehidupan politik secara lebih lugas.[14] Menurut
Matori, PKB lahir sebagai partai yang inklusif dan terbuka. Sebab itulah PKB
diarahkan pada penerimaan realitas pluarisme agama secara optimis. Dengan
adanya kesadaran mendalam di kalangan NU untuk secara riil dan terus- menerus
menggelorakan semangat keterbukaan dalam beragama demi mencapai cita- cita
demokrasi dan persaudaraan bangsa, maka sikap keterbukaan yang menjadi
prasyarat demokrasi mempunyai akar- akar yang kuat yaitu substansi ajaran agama
itu sendiri.
Pada pemilu
1999 tidak satupun partai politik Islam tampil sebagai pemenang. Pada pemilu
kedua setelah pemilu 1955, partai Islam mengalami kekalahan, namun ada beberapa
yang masuk dalam tujuh besar dalam perolehan suara.[15] Diantaranya
PDI-P 33,76 %, Golkar 22,46%, PKB 12,62 %, PPP 10,72 %, PAN 7,12 %, PBB 1,94 %,
dan PK 1,36 %. Kekalahan partai- partai Islam tidak hanya terjadi pada pemilu
1999, tetapi pada pemilu 2004 parpol Islam juga mengalami nasib yang sama
D.
SIMPULAN
1. Partai
politik adalah suatu kelompok yang terorganisir dimana
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau
pemerintahan.
2. Pendidikan Islam adalah
bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dapat berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.
3. Masa
reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei
1998. Pada tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48 dari jumlah
tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999 sedangkan menjelang
tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja yang
mengikuti pemilu. Namun hanya 8 partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk
ikut dalam pemilihan umum 1999. Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905) Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Umat Islam (PUI), Partai Bulan Bintang
(PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Politik Islam Masyumi, dan Partai Persatuan
(PP). Beberapa parpol Islam tersebut membentuk wadah tersendiri dalam
pencapaian tujuan masing- masing partai Islam, diantaranya dengan mendirikan
lembaga- lembaga baik sosial keagamaan maupun memberikan kontribusi terhadap
pendidikan untuk mendapat dukungan yang penuh terhadap masing- masing partai.
DAFTAR PUSTAKA
Firmanzah. 2008. Mengelola
Partai Politik; Komunikasi Dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Forrester, Geoff. 2002. Indonesia
Pasca Soeharto. Yogyakarta: Tajidu Press
H.D, Kaelany. 2000. Islam
Dan Aspek- Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu
Novianto, Kholid. 1999. Era
Baru Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Poerwantana, P.K. 1994. Partai
Politik di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami
Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo
Yusuf, Mundzirin, dkk. 2006.
Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Adab UI
0 Response to "CONTOH MAKALAH AGAMA ISLAM PERAN PARTAI POLITIK ISLAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MASA REFORMASI"
Posting Komentar