BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebenarnya Jaranan itu muncul sejak kapan sih? Seni
jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041.
atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu yaitu bagian
timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan
Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.Jaranan atau jaran kepang adalah
seni tradisional yang diyakini sebagai kesenian asli Kediri.Meskipun begitu tak
banyak orang Kediri yang mengetahui secara pasti sejarah terciptanya Jaranan.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dijelaskan dalam
makalah ini adalah
- Dari mana asal muasal adanya kesenian jaranan?
- Bagaimana gambaran kehidupan seniman kesenian jaranan?
- Bagaimana cara pemerrntah melestarikan kesenian jaranan?
C.
Tujuan Pembahasan
- Mengetahui asal muasal adanya kesenian jaranan
- Membahas gambaran kehidupan seniman kesenian jaranan
- Membahas cara pemerintah melestarikan kesenian jaranan
BAB 2
PEMBAHASAN
SEJARAH JARANAN
Menurut sejarah,asal muasal seni jaranan atau jaran
kepang diangkat dari dongeng rakyat tradisional Kediri tepatnya Raja Airlangga memiliki
seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat
cantik. Pada waktu itu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan
sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama
memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah
dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit
Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa
yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi
suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri.Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom.Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantennya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto.Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung.Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo.
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri.Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom.Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantennya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto.Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung.Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo.
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Jaranan Dan Representasi Abangan
Jaranan pada jaman dahulu adalah selalu bersifat sakral.
Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk
tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang
berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada jaman kerajaan dahulu jaranan
seringkali ditampilkan di keraton. Dalam praktek sehari-harinya para seniman
jaranan adalah orang-orang abangan yang masih taat kepada leluhur. Mereka masih
menggunakan danyangan atau punden sebagai tempat yang dikeramatkan. Mereka
masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap roh-roh nenek moyangnya. Mereka
juga masih melaksanakan praktik-praktik slametan seperti halnya dilakukan oleh
orang-orang dahulu.
Pada kenyataanya seniman jaranan yang ada di kediri adalah para
pekerja kasar semua. Mereka sebagian besar adalah tukang becak dan tukang kayu.
Ada sebagian
dari mereka yang bekerja sebagai sebagai penjual makanan ringan disepanjang
jalan Bandar yang membujur dari utara ke selatan.
Cliford Geertz mengidentifikasi mereka dengan sebutan
abangan. Geertz memberikan penjelasan tentang praktik abangan. Masyarakat
abangan adalah suatu sekte politio-religius dimana kepercayaan jawa asli
melebur dengan Marxisme yang Nasionalistis yang memungkinkan pemeluknya
sekaligus mendukung kebijakan komunis di Indonesia. Sambil memurnikan
upacara-upacara abangan dari sisa-sisa Islam (Geertz 1983).Dalam perkembanganya
kesenian jaranan mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan kondisi social
masyarakat yang sudah berubah dalam memaknai dan mengembangkan jaranan. dari
tahun-ke tahun jaranan mulai berubah dari yang sifatnya tuntunan menjadi
tontonan dan yang paling menarik adalah jaranan sebagai alat untuk menarik
simpatisan dan untuk pengembangan pariwisata.
Jaranan pada tahun 1960-an menjadi alat politik PKI
untuk menopang kekuasaanya dan menarik masa. Pada tahun-tahun itu kebijakan
Sukarno tentang Nasakom sangat mempengaruhi keberadaan lembaga-lembaga yang ada
di bawah. Dari nasionalisme, Agama dan komunis ini, memiliki lembaga-lembaga
sendiri. Kelompok itu memiliki basis kesenian sendiri-sendiri. Lekra, lesbumi
dan LKN adalah lembaga kesenian yang ada di tingkat bawah.Pada tahun itu
jaranan sudah ada dan kebetulan bernaung dibawah pengawasan Lekra. Jaranan pada
saat itu sudah sangat digemari masyarakat. Bahkan dikediri pada saat itu sudah
berdiri beberapa kelompok jaranan. kelompok jaranan ini banyak digawangi oleh
orang-orang yang berada di lembaga kesenian. Dari ketiga lembaga kesenian yang
ada, semuanya memiliki kesenian sendiri-sendiri yang sesuai dengan misinya
masing-masing.
Pada tahun 60an itu masing-masing
kelompok jaranan berkontes dengan sehat. Walaupun mereka berasal dari lembaga
kesenian yang berbeda, tapi pada saat itu mereka masih bisa berbagi ruang dan
berkontestasi. Mereka saling mendukung dan mengembangkan kreatifitasnya dalam berkesenian.
Jaranan pada saat itu masih tampil
dengan polos sekali. Pemainya hanya mengenakan celana kombor dan tanpa make up.
Tidak ada batas antara pemain, penabuh dan penonton. Mereka sama-sama berada di
tanah. Mereka bisa saling tukar main antara satu dengan lainya. Berbeda dengan
jaman jepang pada yang masih menggunakan goni sebagai pakaiannya. Pada tahun-tahun 60an jaranan bisa tampil
vulgar di manapun dia berada.
Pada tahun 1965 terjadi
peristiwa pembersihan dari kalangan agamawan kepada kelompok-kelompok abangan.
Pembersihan ini dilakukan tas kerjasamama Negara dengan kaum agamawan. Akibat
dari pembersihan itu masyarakat abangan yang ada di Kediri pada saat itu sempat
kocar-kacir. Terlebih pada orang-orang yang memang bergelut di lembaga PKI
ataupun pernah terlibat.Orang-orang yang terlibat sebagai anggota partai
komunis dibunuh. Para seniman-seniman yang berada dibawah PKI yaitu Lekra
dihabisi semua. Danyangan dan beberapa punden banyak yang dirusak. Bahkan
patung-patung dan arca yang sekarang berada di museum Airlangga terlihat banyak
yang hancur. Ini adalah akibat pertikaian politik 1965. segala property yang
berhubungan dengan tradisi orang abangan dimusnahkan. Termasuk didalamnya
adalah jaranan.
Setelah kejadian berdarah
tahun 1965 itu jaranan yang dahulu adalah kesenian yang sangat dibangggakan
masyarakat hilang seketika. Jaranan adalah representasi dari kaum abangan yang
mencoba untuk memberikan eksistensi dirinya pada kesenian. Mereka benar-benar
mengalami trauma yang berkepanjangan. Sehingga kesenian jaranan pada paska 65
mundur. Kondisi politik 65 ini telah membawa jaranan pada titik hentinya.
Kecuali jaranan yang bernaung di bawah komunis aman dari pembersihan ini.
Keberadaan jaranan pada saat itu juga masih relative sedikit. Trauma itu
ternyata tidak dirasakan oleh orang-orang yang berasal dari lekra saja. Seniman
dari lesbumi dan LKN waktu itu juga agak ketakutan untuk tampil di public.
Kebanyakan dari seniman yang ada dikediri pada waktu itu juga berhenti dari
kesenian untuk semantara waktu.Pasca peristiwa berdarah itu seluruh elemen
masyarakat memberikan identifikasi yang negatif terhadap kesenian jaranan. dari
kalangan agamawan. Para agamawan beranggapan bahwa jaranan itu mengundang
setan. Sehingga wajar jika pada saat itu para agamawan terlebih ansor
menghabisi seniman-seniman yang berbau komunis di kediri.Negara yang mulai
memberikan pengontrolan seniman dengan membuatkan Nomor Induk Seniman (NIS)
pada kurun waktu tahun 1965-1967. Dengan memberikan NIS ini pemerintah bisa
mengontrol lebih jauh seniman yang terlibat dengan komunis. Bagi yang tidak
memiliki NIS biasanya mereka dikasih nomor aktif sebagai seniman. “Tanpa
memiliki kartu ini, seniman tidak boleh tampil di ruang publik” kata Mbah
Ketang.
Praktis paska 65 jaranan jarang sekali
tampil di ruang public. Seniman-seniman jaranan yang berasal dari LKN mungkin
masih bisa berunjuk kebolehanya di ruang public. Misalnya jaranan Sopongiro di
Bandar dan jaranan Turnojoyo Pakelan. Dua jaranan ini bisa eksis dan tidak
terberangus pada tahun 65 karena mereka adalah kelompok kesenian yang berasal
dari LKN.
Stigmatisasi yang dikembangkan
oleh agamawan dan Negara rupanya telah meberangus nalar masyarakat. Paska 65
masyarakat secara tidak langsung memberikan identifikasi negatif terhadap
kesenian jaranan. Mereka masih menganggap bahwa kesenian jaranan itu adalah
kesenian milik PKI.Masyarakat tidak mau dicap merah oleh pemerintah dan kaum
agamawan sebagai pengikut PKI. Akhirnya kesenian jaranan dijauhi oleh
masyarakat.
Pasca terjadi peristiwa berdarah rtahun 1965 itu, kesenian jaranan mulai lumpuh total. Baru pada tahun 1977 jaranan mulai menggeliat lagi. Jaranan menjadi sebuah idiom baru yang tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.Jaranan pada tahun sebelumnya banyak berafiliasi dengan komunis akan tetapi pada tahun itu jaranan mulai menggandeng militer untuk dijadikan alat untuk melindungi dirinya.
Pasca terjadi peristiwa berdarah rtahun 1965 itu, kesenian jaranan mulai lumpuh total. Baru pada tahun 1977 jaranan mulai menggeliat lagi. Jaranan menjadi sebuah idiom baru yang tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.Jaranan pada tahun sebelumnya banyak berafiliasi dengan komunis akan tetapi pada tahun itu jaranan mulai menggandeng militer untuk dijadikan alat untuk melindungi dirinya.
Samboyo Spirit Baru Jaranan Kepang Kediri
Dalam rangka memperbaiki citra jaranan di muka
masyarakat, seniman jaranan mulai menghaluskan jaranan. Pada tahun 70an gerakan
untuk merevitalisasi jaranan sudah mulai diupayakan. Penghalusan dalam wilayah tarian, dandanan dan
musikpun sudah mulai dilakukan. Para seniman jaranan mulai memodifikasi jaranan dari pakaian, make up, dan
tarian serta musiknya. Dalam berebagai pertunjukan jaranan pemain jaranan harus
memiliki sifat yang arif, sopan dan memiliki tata krama yang tinggi kepada
masyarakat dan para penanggap. Sifat itu harus diperankan oleh para seniman dalam berbagai waktu dan
kesempatan.
Selain strategi berselingkuh dengan
militer, jaranan juga memiliki strategi lain yaitu dengan cara menghaluskan
tarianya, musiknya, dan dandanannya serta tingkah lakunya harus lebih baik. Penghalusan ini dilakukan oleh seniman
jaranan karena pada saat-saat itu monitoring dari pemerintah masih sangat kuat.
Untuk menghilangkan stigma itu seniman harus melakukan strategi itu untuk
menjaga kesenian jaranan.Kemudian pada tahun 1977 setelah berdirinya Samboyo
Putro, jaranan mulai mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah. Jaranan
Samboyo Putro ini didirikan oleh mantan polwil Kediri yang bernama pak Samboyo.
Dengan adanya jaminan dari pihak kepolisian inilah jaranan mulai berani
bertengger di kediri bersaing dengan kesenian lainya. Jaranan Samboyo itu
dahulu mendapatkan wangsit dari Pamenang Joyoboyo. Pak Samboyo mendapatkan
wahyu dari Pamenang agar mendirikan jaranan dan menguri-uri kesenian asli
kediri ini.Atas wangsit yang berasal dari Pamenang itulah Samboyo berusaha
sekuat tenaga untuk mengembalikan citra negative masyarakat terhadap kesenian
jaranan. Pak samboyo mulai berafiliasi dengan pemerintah, agamawan serta
masyarakat untuk mendukung eksistensi jaranan di kediri.pasca tahun 1977 inilah
jaranan mulai bisa dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat kediri sebagai
kesenian yang bebas dari komunis.
Dahulu sebelum ada pertunjukan jaranan seluruh personel
jaranan pasti pergi ke pamenang terlebih dahulu.. kalau sekarang hanya
dilakukan oleh para gambuhnya saja. Perubahan ini disebabkkan lebih pada
ketakutan pemain jika menjadi korban pamenang. Pemain-pemain itu takut kalau
suatu saat dia mengingkari janjinya dengan pamenang.Pada saat berdirinya
jaranan samboyo putro tahun 1977 itu, Pak Samboyo berusaha keras. Usaha ini
lebih dimaksudkan untuk mengambalikan citra jaranan yang sudah buruk dimuka
masyarakat. Salah satu cara pak Samboyo pada saat itu adalah dengan cara
mengadakan dukun tiban. Inspirasi tentang dukun tiban itu dia dapatkan dari
pamenang.Pada masa kejayaan Samboyo Putro pernah memperoleh beberapa prestasi
yang gemilang. Beberapa tahun setelah berdirinya Samboyo, langsung mendapatkan
Juara 1 festival jaranan sejawa Timur. Kemudian dalam perjalananya mulai tahun
1977 sampai 1990 Samboyo Putro pernah tanggapan sebanyak 1674 kali. Selain itu
Samboyo Putro Personelnya banyak yang melatih jaranan ke komunitas-komunitas
kesenian jaranan lain di Kediri.
Hingga kini masyarakat menyakini bahwa jaranan samboyo
Putro itu memiliki jasa yang sangat besar untuk mengambalikan citra jaranan di kediri. Pandangan
agamawan dan Negara serta masyarakat yang dahulu memandang jaranan sebagai
kesenian yang jelek, akhirnya berubah haluan. Paska tahun 1977 ini, masyarakat
mulai memandang bahwa jaranan ini adalah kesenian yang berasal dari kediri. Keberadaan
kesenian ini harus tetap dilestarikan keberadaanya.
Sebelum samboyo berdiri jaranan pakelan adalah jaranan yang sudah
bisa berdiri dengan eksis di kediri.
Para pemain jaranan pakelan
itu rata-rata dahulu berasal dari LKN. Samboyo bubar pada tahun 1990an
bersamaan dengan meninggalnya bapak Samboyo sebagai pimpinan jaranan itu. Pasca
Samboyo bubar, kesenian jaranan sudah mulai merebak hampir diseluruh desa yang
ada di kota kediri memiliki jaranan masing-masing. Akan tetapi mereka juga
masih berkiblat dan memiliki karakter seperti jaranan Samboyo.
Kreasi Baru dan Proyek Dinas Pariwisata
Kediri
Dalam
pandangan Mbah Ketang, Gerakan joget pada jaranan itu adalah pakem dan tidak
bisa dirubah. Kalau jaranan Wijaya Putra itu memiliki 24 macam gerakan.
Berubahnya jaranan itu hanya pada peralatan yang dimainkan saja. Kalau Wijaya
Putra dan Sanjaya Putra masih mempertahankan pakem yang ada pada jaranan.
kepakeman jaranan akan senantiasa dipertahankan oleh Sanjaya Putra dan Wijaya
Putra. Kedua jaranan ini beranggapan bahwa joged yang sekarang mereka gunakan
itu adalah warisan dari leluhurnya. Pakem yang ada itu bagi 2 Komunitas ini
harus selalu digunakan pada saat-saat pertunjukan. Kalau pakemnya sudah habis
ditampilkan baru boleh memberikan jaranan yang sudah dikombinasi. Bagi Samboyo
dan Wijaya meninggalkan yang pakem itu sangat menghilangkan naluri jaranan dan
menghina tinggalan nenek moyang mereka.
Berbeda halnya dengan Jayoboyo Putra yang lebih suka berkreasi
dengan model-model baru. Jaranan
ini mencoba untuk mengawinkan antara kesenian tradisional dengan modern.
Misalnya dalam lagu-lagunya dicampur dengan samroh ataupun dicampur dengan
dangdut. Hal ini dilakukan oleh Joyoboyo Putro untuk mengikuti permintaan
pasar. Ranggalawe juga memiliki paradigma yang sama dengan Joyoboyo Putro. Dia
lebih mengembangkan kesenian pada proyek modifikasi tarianya.
Perkembangan jaranan paska
tahun 1977 meluncur pesat. Kemunculan jaranan kreasi baru ini tidak lepas dari
apa yang dinginkan penonton ataupun yang diinginkan oleh zamanya. Seniman
jaranan biasanya lebih suka bermain dengan jaranan pakem. Akan tetapi biasanya
kelompok seniman jaranan itu memiliki 2 versi. Pertama versi baru yaitu versi
kolaborasi dengan kesenian modern. Kalau yang modern biasanya ditambah dengan
sinden, drum dan keyboard. Yang kedua adalah versi jaranan pakem. Kesenian
jaranan pakemanya menggunakan ketuk kenong, gong gumbeng, kendang dan
terompet.Untuk masalah tarianya nanti disesuaikan dengan pakemnya kelompok
masing-masing. Misalnya, jaranan wijoyo Putro 24 gerakan, Sanjoyo Putro 24
gerakan, Joyoboyo 14 gerakan, ronggolawe hanya sedikit,antara 5-6 gerakan saja.
Seniman jaranan selalu memberikan tawaran kepada para penanggap untuk memilih
versi yang mana.
Kalau pada saat gebyakan atau
pada saat upacara nazar mereka selalu menggunakan yang pakem. Kalau pada saat
tanggapan mereka menyerahkan kepada penanggapnya memilih yang mana. Akan tetapi
mereka memiliki pakem sendiri-sendiri dalam jogednya.Jaranan dahulu untuk
penabuhnya tidak ada panggungnya seperti sekararang. Mulai tahun 1980an jaranan
sudah mulai ada panggungnya untuk penabuh. Panggung ini dimaksudkan agar
penabuh dapat leluasa dalam melihat gerakan pemain jaranan. Jaranan di sini
tidak ada yang berada di atas panggung seperti jaranan Safitri Putro. Kalau
jaranan Safitri Putro itu bukan jaranan namanya. Kalau Cuma nari saja dan tidak
ada ndadinya namanya adalah campur sari. karena yang namanya jaranan itu harus
ada yang ndadi kalau tidak ada yang ndadi itu namanya bukan jaranan.
Persaingan antar seniman
jaranan satu dengan yang lainya rupanya cukup tinggi. Berbagai kelompok jaranan
yang memiliki bos, mereka lebih berani untuk membanting harga. Bagi jaranan
yang sifatnya paguyuban seperti halnya jaranan Wijaya Putra. Akan keberatan
dengan penjatuhan harga seperti ini. Para seniman tidak akan bisa makan apa-apa
kalau harga tanggapan itu anjlok.
Tarif tanggapan untuk jaranan Wijaya Putra
itu berkisar antara 1500.000 sampai 1000.000 rupiah. Sedangkan kalau ada
jaranan lain yang memiliki bos, pasti berani mengambil di bawahnya. 800.000
sampai 600.000 itu bisa diladeni. ”Saya kasihan dengan jaranan-jaranan yang
kecil-kecil itu. Karena saya kira jaranan yang kecil itu nanti tidak akan bisa
hidup” kata pak gendut dari jaranan Wijaya Putra itu.
Jaranan Dalam Proyek Pariwisata
Pemerintah kota
kediri dengan
menggunakan organya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) beserta Dinas Pariwisata
akan membuat semacam buku panduan untuk jaranan. Buku ini akan mengulas banyak
tentang pakem jaranan khas kediri.
Mereka bersama timnya sudah mempersiapkan segalanya unruk membuat buku
itu.Proyek pemakeman jaranan ini direncanakan pada tahun 2008 nanti. Selama ini
yang sudah dilakukan oleh dinas pariwisata Kediri untuk melakukan pakemisasi jaranan
adalah dengan menggali data-data yang ada. Data-data itu mereka dapatkan dari
para sesepuh jaranan. “Kita tidak bisa sembarangan untuk menentukan semuanya
itu. Usaha kita adalah mengumpulkan para sesepuh untuk membicarakan bareng
tentang kesenian jaranan. Kemudian diseminarkan dan disepakati bersama.Rencana
pemakeman ini akan melibatkan berbagai tokoh sesepuh seniman jaranan dan
sejarawan. Mereka juga mengupayakan agar pemakeman ini bisa benar-benar tidak
meninggalkan tradisi yang ada pada kesenian di Kediri. Sebelum pemakeman itu dilakukan dinas
pariwisata akan menggali sejarah kota kediri teerlebih dahulu.
Program Dinas Pariwisata untuk tahun ini
dan 1 tahun mendatang adalah mencari pakem jaranan terlebih dahulu. Untuk
pengembangan dan pembimbingan pada jaranan-jaranan yang ada Kediri, dinas
pariwisata mengundang kelompok-kelompok jaranan untuk tampil Taman Wisata
Selomankleng setiap Minggu. Komunitas jaranan itu disuruh tampil untuk mengisi
hiburan di Selomangleng secara bergiliran.Pada saat-saat tertentu Dinas pariwisata
juga mengajak para seniman jaranan untuk tampil mengisi hiburan di Taman Mini
Indonesia Indah. Pada saaat jaranan tampil di taman mini sudah berbeda dengan
jaranan yang ada disini. Mereka sudah dikolaborasi dengan tari-tarian lain.
Bagi kami jaranan itu yang penting adalah dimunculkan
saja supaya keberadaanya tetap bisa lestari. Pada saat ini pemerintah kota kediri sedang
mempelajari dan menggali kesenian jaranan yang khas Kediri. Baik itu dari segi pakaianya,
jogednya maupun alat musik yang dimainkan. Proyek ini masih terhenti karena
dana yang diajukan untuk mengerjakan ini belum turun dari pemerintahan kota Kediri.
Dana pembakuan Jaranan ini akan dianggarkan pada RAPBD tahun depan.Kita
memerlukan dokumentasi, dana dan lain sebagainya. Kita rencananya akan mengupas
sejarah jaranan dari sungai Brantas. Kita akan melihat perkembangan jaranan
dari jaman Praislam. Jaranan Kediri memiliki pakem sendiri-sendiri. Kita sudah
mulai merancang jaranan masing-masing misalnya yang pegon tidak memakai baju,
untuk yang jaranan door dan senterewe masih kami pikirkan bersama teman-teman
seniman jaranan.kata pak Guntur.
Dinas Pariwisata akan merumuskan secara bersama-sama dengan seniman jaranan kemudian menyepakatinya. Dinas Pariwisata sebenarnya hanya memfasilitasi mereka dan jangan sampai muncul bahwa ide pakemisasi ini adalah proyek Dinas Pariwisata. Mereka akan bermusyawarah dengan para seniman dalam menetapkan kesenian jaranan. Sebenarnya kita berfikir jauh kedepan untuk menjaga keberadaan jaranan pada tahun-tahun yang akan datang.Dinas pariwisata beranggapan, kalau tidak ada pakem sendiri jaranan ini nanti akan semakin jauh dari aslinya. Karena tidak ada buku petunjuk jaranan. Mereka hanya mengembangkan tradisi lisan. Sedangkan tradisi lisan itu akan senantiasa berubah setiap tahunnya.
Dinas Pariwisata akan merumuskan secara bersama-sama dengan seniman jaranan kemudian menyepakatinya. Dinas Pariwisata sebenarnya hanya memfasilitasi mereka dan jangan sampai muncul bahwa ide pakemisasi ini adalah proyek Dinas Pariwisata. Mereka akan bermusyawarah dengan para seniman dalam menetapkan kesenian jaranan. Sebenarnya kita berfikir jauh kedepan untuk menjaga keberadaan jaranan pada tahun-tahun yang akan datang.Dinas pariwisata beranggapan, kalau tidak ada pakem sendiri jaranan ini nanti akan semakin jauh dari aslinya. Karena tidak ada buku petunjuk jaranan. Mereka hanya mengembangkan tradisi lisan. Sedangkan tradisi lisan itu akan senantiasa berubah setiap tahunnya.
Setiap jaranan memiliki pakem
masing-masing dan tidak mau mereka diseragamkan antara kesenian jaranan yang
satu dengan yang lainya. Menurut pak Guntur bahwa kesenian jaranan itu memang
memiliki pakem masing-masing akan tetapi saya mencoba urntuk bisa masuk dengan
pelan-pelan agar mereka bisa menerima saya. Misalnya pada saat pertemuan saya dengan para
seniman beberapa waktu yang lalu. Saya pernah mengetes mereka untuk menunjukan
tarianya di depan forum. Saya meminta misalnya yang beraliran pegon maju.
Mereka antara pegon jaranan satu dengan yang lainya berbeda. Senterewe juga
berbeda satu sama lainya. Dalam perbedaan itu mereka berdebat sengit dan saling
menunjukan bahwa jarananya yang paling benar pakem.Setiap ada festifal jaranan
saya mengumpulkan para seniman dan mengajak mereka supaya bisa menyeragamkan
tarian jaranan. Pada saat festifal kemarin para juri kebingungan untuk menilai
jaranan mana yang baik. Karena setiap jaranan memiliki karakter masing-masing.
Sehingga kita tidak bisa melihat mana yang harus dinilai. Akhirnya siapa yang
baik itu yang menang. Tapi mereka juga banyak yang protes tentang penilaian
juri. Karena mereka juga menganggap bahwa jarananya yang memiliki tarian paling
bagus akan tetapi tidak menang dalam festifal.
KESIMPULAN
Pemerintah daerah
itu haruslah pandai-pandai memasarkan kesenian daerah. Jadi tidak hanya
kesenian yang sudah tenar saja yang disuruh main. Juga bagi mereka-mereka yang
belum punya nama harus kita angkat. Tidak memandang kualitas yang ada akan
tetapi selalu memberikan contoh pada jaranan yang kecil supaya mengikuti
jaranan yang sudah besar.Seniman di Kediri
ini seringkali pindah-pindah ruang. Maksudnya mereka selalu mengikuti kesenian
mana yang populer dan digemari masyarakat. Kalau dahulu ludruk,ya seluruh
seniman banyak yang di ludruk. Kalau sekarang ludruk dilarang main mereka
beramai-ramai pindah pada seniman jaranan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.averroes.or.id/research/kesenian-jaranan-dalam-proyek-negara.htm.
Doger/Seni Jaran kepang atau kuda lumping merupakan salah satu kekayaan
budaya Indonesia. Jaran kepang seni yang sudah lama dikenal oleh masyarakat
Jawa termasuk di dalamya Suku Tengger. Masyarakat Jawa
memberi nama seni jaranan tersebut dengan jaran kepang, jatilan dan bagi masyrakat
Nongkojajar dikenal dengan nama DOGER. Meskipun dengan nama berbeda tarian dan
atribut yang digunakan pakaian, gamelan, serta yang khas kuda-kudaan yang
terbuat dari anyaman bambu yang ditunggangi oleh penari-penari jaran kepang
tersebut.Seni Jaran kepang sangat kental dengan suasana mistis, di mana sebelum
pertunjukan jaran kepang di mulai seseorang membakar dupa untuk mengundang
makhluk halus agar nantinya merasuki tubuh beberapa orang penari sehingga tak
sadarkan diri dengan apa yang mereka lakukan. Misalnya makan bara api, makan
bunga, makan pecahan kaca/beling, kejadian kerasukan roh halus ini masyrakat
Nongkojajar memberi istilah NDADI, artinya menjadi. Pertunjukan Seni Jaran
kepang ini biasanya digelar pada waktu ada hajatan sunatan atau pernikahan,
acara hari besar nasional misanya Peringatan Hari Kemerdekaan. Untuk memberikan
gambaran tentang seni jaran kepang atau DOGER posting ini saya sertakan
cuplikan pagelaran Seni Jaran kepang di Desa Pungging Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan Jawa Timur di salah satu hajatan Warga Desa Pungging. Jaran Kepang tersebut organisasinya bernama Langgeng Budoyo
Pungging, pimpinan Bapak Riyamun warga desa Pungging Kec. Tutur Pasuruan.
l
0 Response to "CONTOH MAKALAH KESENIAN KESENIAN BUDAYA TRADISIONAL JARANAN DI KEDIRI"
Posting Komentar