1. Pendahuluan
Pada dasarnya pendidikan jasmani menurut Djamil (1995:1) ialah suatu
bagian dari pendidikan secara keseluruhan yang mengutamakan aktivitas jasmani
dan pembinaan hidup sehat untuk pertumbuhan dan pengembangan jasmani, mental,
sosial, serta emosional yang serasi, selaras dan seimbang. Hasil yang diharapkan dari pendidikan jasmani
adalah selain penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar juga kondisi fisik
atau derajat sehat yang baik, sehingga dihasilkan tingkat kebugaran jasmani
yang prima.
Fungsi pendidikan jasmani menurut Purnomo (Buletin
Kesjas Edisi 2/th II/1995:8), yaitu : (1) meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh yang meliputi kebugaran jasmani dan kesehatan, (2)
meningkatkan ketangkasan dan keterampilan, (3) meningkatkan pengetahuan dan
kecerdasan, (4) menambah kehidupan sosial yang kreatif dan rekreatif. Tingkat kebugaran jasmani yang prima ini akan
membantu memudahkan bagi siswa dalam mempelajari semua mata pelajaran yang ada
di bangku sekolah.
Hasil penelitian yang disajikan pada Lokakarya Institut Nasional
dari Kesehatan Mental Amerika Serikat tahun 1984 di antaranya, bahwa kebugaran
jasmani secara positif berhubungan dengan kesehatan mental dan kesehatan
keseluruhan dari seseorang (Kathleen 1992:143). Penelitian yang dipimpin oleh
Bowers dari Universitas Bowling Green, menunjukkan setelah 10 minggu berjalan
atau jogging, mereka yang berusia lanjut ternyata mempunyai daya ingat yang
lebih baik serta daya pikir yang lebih tajam.
Penelitian ini menunjukkan bahwa segera setelah berolahraga, kesadaran
mentalnya dan kemampuan berpikirnya dapat diperbaiki (Kathleen, 1992:142).
Purnomo (Buletin Kesjas Edisi 2/Th.II/1995;13) dalam penelitian dari 20 SMP di 4 Propinsi (
Jatim, Bali, D.I.Y, dan Sulsel) diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kebugaran
jasmani yang baik, berpengaruh positif terhadap prestasi belajar. Hal ini terbukti
dari hasil tes kebugaran jasmani dan nilai hasil belajar yang diambil dari 10
mata pelajaran. Setelah diklasifikasikan hasilnya menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara siswa yang mempunyai prestasi belajar baik
dengan tingkat kebugaran jasmani baik.
Wiranto (1997;4), menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat
dikembangkan melalui pendidikan jasmani dan olahraga. Inti sari pengertian
kecerdasan emosional menurut Rusli (1997), mencakup empat aspek yaitu
pengendalian diri, kerajinan, keuletan dan kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri. Kesimpulannya bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor
internal dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.
Dukungan kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh para siswa sekolah
untuk dapat mengikuti proses
pembelajaran setiap hari yang rata-rata membutuhkan waktu lima jam. Dengan
demikian tidak diragukan lagi bahwa pendidikan jasmani memang sangat dibutuhkan
oleh para siswa sekolah untuk meningkatkan dan menjaga kebugaran jasmani.
Menurut Wiranto (1997:3), kecerdasan dan kreatifitas yang diperoleh melalui
olahraga hendaknya melekat pada kepribadian dan kemampuan seseorang.
Peningkatan kebugaran jasmani diharapkan dapat ditransfer secara
positif ke dalam kemampuan belajar kognitif. Hal ini diharapkan tercermin dari
meningkatnya hasil prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran
matematika, ilmu pengetahuan alam (MIPA)
dan ilmu pengetahuan sosial (IPS), yang perlu dibuktikan dalam penelitian ini.
Melalui
Pendidikan Jasmani dan olahraga, diharapkan para siswa dapat lebih mudah menguasai
konsep-konsep dan keterampilan yang lainnya, sehingga terjadi transfer hasil
belajar pendidikan jasmani yang positif terhadap penguasaan konsep-konsep dan
keterampilan bidang studi lainnya. Pendidikan jasmani dengan pengayaan program
kurikuler diharapkan akan sangat bermakna dalam peningkatan kebugaran jasmani
guna mendukung pencapaian prestasi belajar pada umumnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang : apakah ada pengaruh kebugaran jasmani dengan peningkatan prestasi belajar MIPA dan IPS pada siswa SD “. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebugaran jasmani terhadap
peningkatan prestasi belajar MIPA dan IPS pada siswa SD. Manfaat penelitian adalah (1) untuk
mengembangkan proses pembelajaran pendidikan jasmani secara optimal guna
menghasilkan tingkat kebugaran jasmani yang prima guna mendukung prestasi
belajar kognitif. (2) membantu
pengembangan kondisi fisik dan hasil prestasi belajar kognitif.
Ada beberapa teori yang layak diadopsi di antaranya adalah teori
fisiologis, teori motorik, transfer belajar dan kontribusi pendidikan jasmani
terhadap perkembangan kognitif. Teori
fisiologis meliputi berikut ini. (a) Sistem endogenous
opioids yaitu sistem hormon yang berfungsi sebagai morpin, yakni reseptor
dari sistem ini terdapat di dalam hypothalamus dan sistem limbik otak, yang
daerah tersebut berhubungan dengan emosi dan tingkah laku manusia. Sistem
hormon endogenous opioids, salah satunya ialah beta-endorpin yang
berfungsi mengurangi rasa nyeri, memberikan kekuatan menghadapi kanker dan juga
menambah daya ingat. Saat berolahraga
kelenjar pituari menambah produksi beta-endorpin dan hasilnya kosentrasi
beta-endorpin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri, cemas, depresi dan keletihan, (b). Gelombang otak
alpha, yaitu selama berolahraga ada penambahan gelombang alpha di otak. Bertambahnya kekuatan gelombang alpha di otak
memberikan kontribusi terhadap berkurangnya kecemasan dan depresi. (c) Sistem
saraf otak, penyalur saraf otak (neurotransmitter) seperti norepinephrine
(NE) dan serotine (5-HT) terlibat dalam depresi dan schizophrenia. Depresi berhubungan dengan berkurangnya NE di
dalam otak, atau terganggunya NE atau 5-HT pada saat seseorang mengalami depresi.
Olahraga dapat menambah NE dan 5-HT dalam otak, sehingga dapat mengatasi
depresi (Kathleen, 1992: 144-145). (d) Sinapsis adalah persambungan antara dua
neuron yakni akson membuat kontak dengan dendrite atau badan sel dari neuron
lainnya. Pembesaran serat akson pada
titik kontak dikenal sebagai sinaptik knop, yaitu suatu basis yang memungkinkan
peningkatan transmisi pada sinapsis yang melibatkan belajar terjadi karena
pembesaran sinaptik knop tersebut (Donald, dalam Andi, 1968:124).
Sinapsis merupakan perangkat untuk meneruskan impuls dari satu sel
ke sel lain yang dapat ditemui pada
hubungan antara sel saraf dan sel saraf atau sel saraf dengan sel otot. Hubungan antara sel saraf dengan sel otot kerangka dinamakan neuromuscular
junction. Jin Jichun, (2000)
mengatakan bahwa bahan dasar kecerdasan adalah sistem saraf dalam bentuk yang
paling sempurna adalah otak, berhubungan erat dengan pergerakan otot, otot
halus dan otot jantung. Olahraga tidak hanya membentuk lengan, tungkai dan
menguatkan organ-organ tubuh bagian dalam, tetapi juga memperkokoh pondasi bagi
kecerdasan.
Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pendidikan jasmani/olahraga berdasarkan sistem endogenous opioids, gelombang otak alpha, sistem saraf otak dan
sinapsis dapat menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, depresi memperbaiki daya ingat, dan memperkokoh
pondasi bagi kecerdasan.
Teori motorik Kephart (Nurhasan 1998: 35-36) mengatakan bahwa setiap
kalimat atau gerakan tangan menghasilkan stimulasi arus balik yang menciptakan
aksi berikutnya, dalam satu seri reaksi, sehingga sebagai pengganti ideasi
(proses pembentukan ide) apa yang dimiliki adalah suatu seri reaksi-reaksi
stimulus respon. Konsepsi yang dikembangkan sekitar arus balik sensori tetap valid
dan penting untuk memahami tingkah laku yang berseri.
Kontribusi
aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif anak merupakan rangsangan untuk
meningkatkan kemampuan berfikir dan dapat menjadikan faktor penguatan kemampuan
akademis anak, karena pada dasarnya ketiga ranah (kognitif, psikomotor dan
afektif saling terkait satu sama lainnya (Gabbard, dkk dalam Furqon, 1997:7).
Transfer belajar adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh
pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian.
Hakikat teori transfer belajar adalah merupakan peristiwa yang mencerminkan
fungsi manusia sebagai suatu keseluruhan.
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari itu
dibuat umum sifatnya (Slameto, 1988:120; Ratna, 1988:176).
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian tergolong kuasi eksperimen dengan memberikan
perlakuan pelatihan senam erobik untuk meningkatkan kebugaran jasmani siswa
sebanyak 2 kali perminggu selama satu catur wulan pada kelompok perlakuan.
Rancangan penelitian menggunakan “Control
group pre test – post test design”
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SDN 3,4 dan 7
Banjar Jawa Singaraja berjumlah 115 siswa yang terdiri dari 65 siswa putra dan
50 siswa putri. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
sedangkan penempatan sampel dengan cara penjodohan. Sampel 60 orang terdiri dari 30 orang putra
dan 30 orang putri kelas V SDN 3, 4 dan 7 Banjar Jawa Singaraja yang berada di
kelompok tengah. Pemilihan sampel khusus-nya kelas V SD (usia 10-11 tahun)
menurut Watson (1992) walaupun perbedaan individu itu muncul pada pertumbuhan
dan kematangan, pada dasarnya sedikit alasan yang memaksakan pemisahan jenis
kelamin untuk aktivitas olahraga sampai kira-kira usia 14 tahun. Rusli (1993:45)
menyatakan bahwa setelah masa puber terjadi perbedaan kapasitas daya tahan anak
laki-laki dan anak perempuan.
Kesimpulannya tidak ada pemisahan aktivitas olahraga apalagi yang
sasarannya adalah kemampuan daya tahan umum pada siswa sekolah dasar.
Ketentuan kelompok tengah adalah mereka yang berada di antara 25 %
kelompok teratas dan 25 % kelompok terbawah, yang persentase tersebut
ditentukan setelah melalui penyusunan urutan nilai mata pelajaran IPS dan MIPA
pada catur wulan I. Dipilihnya kelompok
tengah karena kelompok ini masih terbuka peluang menurun atau meningkat
prestasi belajarnya.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan tes dan
pengukuran. Untuk mengukur kebugaran
jasmani digunakan tes kebugaran jasmani Indonesia untuk sekolah dasar dari
pusat kebugaran jasmani dan rekreasi dengan tingkat reliabilitas 0,89 dan
validitas 0,92 ( Depdikbud, 1986).
Pengukuran prestasi belajar pada mata pelajaran IPS dan MIPA diambil
dari daftar nilai catur wulan I dan II.
Komponen penilaian meliputi: penilaian hasil pengamatan (a), penilaian
hasil pekerjaan rumah (b) kemudian dirata-rata ( X ), penilaian hasil ulangan
harian (Y) diberi bobot 1 dan hasil penilaian tes sumatif (P) diberi bobot 2.
Komponen penilaian tersebut diformulasikan untuk menghasilkan nilai akhir (N).
N = ( X + Y + 2P) : 4, yakni 4 adalah jumlah bobot (Depdikbud. 1999).
Metode pengolahan data menggunakan uji statistik nonparametrik
dengan tes Ranking bertanda Wilcoxon (
Sidney Siegal, 1997:93) dengan a = 0,01.
3. Hasil dan Pembahasan.
3.1 Hasil Penelitian.
3.1.1 Hasil Analisis
Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS
pada Siswa Kelompok Kontrol.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar IPS pada siswa kelompok kontrol akan menguji
hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani
berkategori kurang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar IPS pada siswa kelompok kontrol. Pengujian Ho menggunakan
uji statistik nonparametrik dengan tes Ranking bertanda Wilcoxon, yang kriteria
penolakan Ho adalah jika
harga t observasi < harga kritis t pada taraf
signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 90,
dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15
diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t
observasi > harga kritis t, maka Ho diterima.
Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran jasmani berkategori kurang tidak
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS
pada siswa kelompok kontrol. Siswa yang kebugaran jasmani berkategori kurang
skor rerata prestasi belajar IPS pada cawu I = 53 tidak berbeda secara
signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS cawu II = 50,27. Hal ini
menunjukkan penurunan prestasi belajar.
3.1.2 Hasil Analisis Pengaruh Kebugaran
Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS pada Siswa Kelompok Perlakuan.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar IPS pada siswa kelompok perlakuan ini akan
menguji Ho yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori
sedang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS
pada siswa kelompok perlakuan. Pengujian Ho menggunakan uji
statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Ho adalah jika harga t observasi < harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar
0,01.
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 0,
dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15
diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t
observasi < harga kritis t, maka Ho ditolak. Simpulan yang diperoleh adalah
kebugaran jasmani berkategori sedang
berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar IPS pada siswa kelompok perlakuan.
Siswa yang kebugaran jasmani berkategori sedang skor rerata prestasi
belajar IPS pada cawu I = 52,93 berbeda secara signifikan dengan skor rerata
prestasi belajar IPS cawu II = 59,93. Hal ini menunjukkan ada peningkatan
prestasi belajar secara signifikan.
3.1.3
Ringkasan Hasil Pengaruh
Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS.
Tabel 01. Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani
terhadap Prestasi Belajar IPS.
Kelompok
|
Kelompok Kontrol
(Kategori kebugaran jasmani kurang)
|
Kelompok Perlakuan
(Kategori kebugaran jasmani sedang)
|
||||
Cawu
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Rerata
|
53
|
50,27
|
-2,73
|
52,93
|
59,93
|
6,99
|
Signifikansi
|
Tidak Signifikansi
|
Signifikansi
|
3.1.4
Hasil Analisis Pengaruh
Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar
MIPA pada Siswa Kelompok Kontrol.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol menguji Ho yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani
berkategori kurang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi
belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol.
Pengujian Ho tersebut
menggunakan uji statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria
penolakan Ho adalah jika
harga t observasi < harga kritis t pada taraf
signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 55,
dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15
diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t
observasi > harga kritis t, maka Ho diterima. Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran
jasmani berkategori kurang tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol. Siswa yang
kebugaran jasmani berkategori kurang skor rerata prestasi belajar MIPA pada
cawu I = 50,80 tidak berbeda signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS
cawu II = 50,55. Hal ini menunjukkan ada penurunan prestasi belajar.
3.1.5 Hasil Analisis Pengaruh
Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar
MIPA pada Siswa Kelompok Perlakuan.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok perlakuan menguji Ho
yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori sedang tidak berpengaruh
terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok
perlakuan. Pengujian Ho menggunakan uji statistik nonparametrik dengan
uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Ho
adalah jika harga t observasi < harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar
0,01.
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 0,
dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15
diperoleh harga kritis t = 16. Jadi t
observasi < harga kritis t, maka Ho ditolak. Simpulan yang diperoleh adalah
kebugaran jasmani berkategori sedang
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar
MIPA pada siswa kelompok perlakuan.
Siswa yang kebugaran jasmani berkategori sedang skor rerata prestasi
belajar MIPA pada cawu I = 50,70 berbeda signifikan dengan skor rerata prestasi
belajar IPS cawu II = 55,75. Hal ini menunjukkan ada peningkatan prestasi
belajar secara signifikan.
3.1.6 Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi
Belajar MIPA
Tabel 02. Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani
terhadap Prestasi Belajar MIPA.
Kelompok
|
Kelompok Kontrol
(Kategori kebugaran jasmani kurang)
|
Kelompok Perlakuan
(Kategori kebugaran jasmani sedang)
|
||||
Cawu
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Cawu I
|
Cawu II
|
Beda
|
Rerata
|
50,80
|
50,55
|
-0,25
|
50,75
|
55,75
|
5,01
|
Signifikansi
|
Tidak Signifikansi
|
Signifikansi
|
3.2
Pembahasan Hasil
Penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata ada pengaruh yang
signifikan dari meningkatnya kategori kebugaran jasmani siswa terhadap
meningkatnya prestasi belajar IPS/MIPA pada siswa kelompok perlakuan. Hubungan ini disebabkan oleh kebugaran
jasmani merupakan pra-kondisi siswa untuk menghadapai kesiapan belajar. Peningkatan
kebugaran jasmani secara langsung berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan prestasi belajar. Faktor ini menurut beberapa ahli
psikologi pendidikan (Roestiyah, 1982;
Usman dan Juhaya, 1993; Ngalim, 1998; dan Abin, 1998) antara lain, disebabkan
oleh: faktor siswa beserta karakteristiknya, baik bersifat fisiologis (kondisi
fisik dan panca indra) maupun psikologis (minat, tingkat kecerdasan, bakat,
motivasi dan kemampuan kognitif).
Simpulan yang diperoleh yakni kondisi fisik yaitu kebugaran jasmani
merupakan salah satu faktor penyebab meningkatkannya konsentrasi dan daya tahan
belajar, sehingga membawa dampak terhadap meningkatnya aspek-aspek kondisi
psikologis. Meningkatnya kedua faktor
tersebut merupakan penyebab terjadinya peningkatan prestasi belajar IPS dan
MIPA.
Berdasarkan teori fisiologis yang meliputi berikut ini. (a) Sistem endogenous opioids, yakni saat berolahraga kelenjar pituari menambah produksi beta-endorpin dan
hasilnya kosentrasi beta-endorpin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke
otak, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri, cemas, depresi dan keletihan. (b)
Gelombang otak alpha, yaitu selama berolahraga ada penambahan gelombang alpha
di otak. Bertambahnya kekuatan gelombang
alpha di otak memberikan kontribusi terhadap berkurangnya kecemasan dan
depresi. (c) Sistem saraf otak, yakni depresi dan schizophrenia berhubungan
dengan berkurangnya norepinephrine (NE) di dalam otak, atau terganggunya
NE atau serotine (5-HT) pada saat seseorang mengalami depresi dan schizophrenia.
Olahraga dapat menambah NE dan 5-HT dalam otak, sehingga dapat mengatasi
depresi dan schizophrenia (Kathleen, 1992: 144-145). (d) Sinapsis adalah
persambungan antara dua neuron yakni akson membuat kontak dengan dendrite atau
badan sel dari neuron lainnya.
Pembesaran serat akson pada titik kontak dikenal sebagai sinaptik knop,
yaitu suatu basis yang memungkinkan peningkatan transmisi pada sinapsis yang
melibatkan belajar terjadi karena pembesaran sinaptik knop tersebut (Donald,
dalam Andi, 1968:124). Bahkan Jin Jichun
(2000) mengatakan bahwa bahan dasar dari kecerdasan adalah sistem saraf dalam
bentuk yang paling sempurna adalah otak, berhubungan erat dengan pergerakan
otot, otot halus dan otot jantung. Olahraga tidak hanya membentuk lengan,
tungkai dan menguatkan organ-organ tubuh bagian dalam, tetapi juga memperkokoh
pondasi bagi kecerdasan.
Dari teori fisiologis tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pendidikan jasmani/olahraga berdasarkan sistem endogenous opioids, gelombang otak alpha, sistem saraf otak dan
sinapsis dapat menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, depresi memperbaiki daya ingat, dan memperkokoh
pondasi bagi kecerdasan.
Teori motorik Kephart (Nurhasan 1998: 35-36) mengatakan bahwa setiap
kalimat atau gerakan tangan menghasilkan stimulasi arus balik yang menciptakan
aksi berikutnya, dalam satu seri reaksi, sehingga sebagai pengganti ideasi apa
yang dimiliki adalah suatu seri reaksi-reaksi stimulus respon. Sehingga konsepsi yang dikembangkan sekitar
arus balik sensori tetap valid dan penting untuk memahami tingkah laku yang
berseri.
Kontribusi aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif
anak merupakan rangsangan untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan dapat
menjadikan faktor penguatan kemampuan akademis anak, karena pada dasarnya
ketiga ranah (kognitif, psikomotor dan afektif) saling terkait satu sama
lainnya (Gabbard, dkk dalam Furqon 1997:7).
Transfer belajar adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh
pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan
kemudian. Hakikat teori transfer belajar
adalah merupakan peristiwa yang mencerminkan fungsi manusia sebagai suatu
keseluruhan. Tujuan transfer belajar
ialah menerapkan apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya, (Slameto,
1988:120; Ratna, 1988:176).
Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kebugaran jasmani siswa
secara langsung berhubungan dengan peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebugaran
jasmani berpengaruh terhadap meningkatnya derajat sehat, daya tahan belajar, kemampuan
konsentrasi, motivasi belajar, minat belajar, kemampuan daya ingat, merespon
pelajaran, kemampuan kinerja siswa serta produktivitas siswa dalam menghadapi
tugas sehari-hari sebagai pelajar.
4. Penutup
Dari hasil
penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan.
(1) Prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa kelompok kontrol yang
tingkat kebugaran jasmani berada pada kategori kurang tidak menunjukkan
peningkatan prestasi belajar. (2) Prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa
kelompok perlakuan yang tingkat kebugaran jasmani berada pada kategori
sedang menunjukkan peningkatan prestasi
belajar secara signifikan.
Dari hasl
penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan saran sebagai berikut. (1)
Kepala sekolah agar mengeluarkan kebijakan tentang pentingnya pembinaan
kebugaran jasmani bagi siswanya, karena kebugaran jasmani merupakan pra-kondisi
untuk kesiapan belajar. (2) Para guru harus selalu memperhatikan latihan
fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan mampu merangsang
meningkatkan prestasi belajar kognitif.
DAFTAR PUSTAKA.
Abin Syamsuddin Makmun. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Andi Mappiare. 1968. Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.
Djamil Ibrahim. 1995. Makalah: Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Balitbang Depdikbud.
Depdikbud. 1986. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia Untuk SD.
Jakarta: Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi.
Depdikbud. 1999. Buku Induk Penilaian Hasil Belajar Siswa
SDN 3, 4, dan 7 Banjar Jawa Singaraja.
Furqon. 1997. Makalah: Identifikasi dan Pengembangan Indikator
Kualitas SDM Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Pemberdayaan Pendidikan dan
Olahraga Di Lembaga Pendidikan. Bandung: IKA IKIP Bandung.
Jin Jichun. 2000. Facing The 21ST Century And Bringing
up High-Quality Sport Talented Personel.
Beijimg: Third Asia-Pacifik Conggres of Sport and Physical Education
University Presidents.
Kathleen Jonathan. 1992.
Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia.
Ngalim Purwanto. 1998. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhasan. 1998. Thesis: Pengaruh Senam Kebugaran Jasmani terhadap
Kapasitas erobik dan Prestasi BelajarKognitif Pada Siswa SD. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Purnomo Ananto. 1995. Buletin Kesegaran Jasmani Edisi 2/tahun II:
Pengaruh Kesegaran Jasmani Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP. Jakarta:
Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdikbud.
Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta:Erlangga.
Roestiyah. 1982. Masalah
Ilmu Keguruan. Jakarta: IKIP Jakarta.
Rusli Lutan. 1993. Laporan Penelitian: Pengembangan Model
Pentahapan Tugas Gerak Olahraga Untuk Jenjang Pendidikan Dasar. Bandung: FPOK IKIP Bandung.
Sidney Siegal. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: PT Gramedia.
Slameto. 1988. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: PT Bina Aksara.
Usman Effendi dan Juhaya S. Praja. 1993. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.
Watson. 1992. Science and
Medicine in Sport. Australia: Published with support of the Australian
Sports Commission.
Wiranto Arismunandar. 1997. Makalah: Masa Depan Penjas dan
Olahraga Di Indonesia. Bandung: IKA IKIP Bandung.
0 Response to "CONTOH MAKALAH OLAHRAGA PENGARUH KEBUGARAN JASMANI TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS DAN MIPA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 3, 4 DAN 7 BANJAR JAWA SINGARAJA"
Posting Komentar