BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan yang dilaksanakan
di sekolah didominasi oleh kegiatan belajar mengajar ( 92,6 % ) dari seluruh
waktu yang ada di sekolah ada pada proses belajar mengajar ) dengan bimbingan
guru. Oleh karena itu 92,6 % pula keberhasilan pendidikan di sekolah secara
logika akan ditentukan oleh kualitas kegiatan proses belajar mengajar,
sekalipun masih banyak faktor lain yang berpengaruh dalam hal ini adalah guru
sebagai peran utamanya ( Ibnu Darmawan : 4 – 8 ).
Pendekatan yang perlu diterapkan agar
mencapai sasaran, maka kelas PKn dan sekolah harus dijadikan sebagai
laboratorium masyarakat , bangsa, dan Negara. Tentu dalam proses pembelajaran
memerlukan Media, fungsinya adal;ah untuk memberi kemudahan kepada siswa dalam
memahami materi yang diajarkan. Kosasih Djahiri (1999) mengatakan media adalah
sesuatu yang bersifat materiil-materiil atau behavavioral atau personal yang
dijadikan wahana kemudahan, kelancaran, serta keberhasilan proses hasil
belajar.
Dalam PKn dikenal suatu model
pembelajaran yaitu model VCT (Value Clarification Technique/Teknik
Pengungkapan Nilai). Menurut A. Kosasih Djahiri (1985), model pembelajaran
VCT meliputi : (1) metode percontohan; (2) Analisis Nilai;(3) VCT Daftar/matrik
yang meliputi (a) daftar baik-buruk; (b) Daftar tingkat urutan; (c) daftar
skala prioritas; (d) daftar gejala kontinum; (e) daftar penilaian diri; (f)
daftar membaca pikiran orang lain tentang diri kita; (g) perisai kepribadian
diri; (4)VCT dengan kartu keyakinan; (5) VCT melalui teknik wawancara; (6)
teknik yurisprudensi; dan (7) teknik inkuiri nilai.
Mengapa
perlu VCT? Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992) dianggap
unggul untuk pembelajaran afektif karena : pertama, mampu membina dan
mempribadikan(personalisasi) nilai moral. Kedua,
mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan
nilai moral yang disampaikan. Ketiga, mampu mengklarifikasi dan menilai
kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata. Keempat,
mampu mengundang, melibatkan, membina, dan mengembangkan potensi diri siswa
terutama potensi afektualnya. Kelima, mampu memberikan pengalaman
belajar berbagai kehidupan. Keenam, mampu menangkal, meniadakan,
mengintervensi, dan menyubversi berbagai nilai-nilai naïf yang ada dalam system
nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang. Ketujuh, menuntun dan
memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.
Sementara ini proses belajar mengajar
di sekolah termasuk di Madrasah lebih banyak mengungkap aspek kemampuan
pengetahuan ( kognitif ). Sehingga
banyak asumsi bahwa sekolah yang berprestasi adalah sekolah yang berhasil dalam
memperoleh nilai rata – rata hasil ujian dan ulangan umum, sedangkan unsur
prestasi lain kurang mendapat perhatian dalam penilaian di sekolah demikian
juga di Madrasah. Oleh karena itu guru dalam menyampaikan pembelajarannya
cenderung dengan metode ceramah saja yang akhirnya siswa hanya hafal dengan
dengan teori – teori, terampil mengerjakan soal tetapi kurang mampu memahami
konsep.
Pada
umumnya kondisi kelas pada saat pembelajaran biasanya diciptakan suasana yang
tenang, tertib tak ada kewenangan apapun dari siswa kecuali guru, siswa
diupayakan menjadi pendengar yang setia, sedangkan guru disiapkan untuk menjadi
pembicara yang hebat, sedangkan buku, peraga dan media pembelajaran lain tidak
banyak diperankan. Meskipun pada kenyataannya tidak semua suasana kelas
tersebut tercipta oleh setiap guru yang mengajar, bahkan kadang – kadang
suasana menjadi sebaliknya yaitu suasana yang gaduh, banyak siswa berbicara
sendiri – sendiri, banyak yang tidak membawa bukudan sebagainya, dan tidak
sedikit guru yang menyerah pada kondisi seperti ini dengan cara meninggalkan
kelas dan memberikan catatan atau tugas kepada siswanya.
Selama ini
pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai objek pembelajaran, sehingga
siswa tidak terlibat aktif secara fisik dan mentalnya, mereka relatif sebagai
pendengar dan penerima informasi saja tanpa mengetahui dan mengalami suatu yang
akan dipahaminya. Kondisi yang demikian berlangsung
begitu lama, sehingga menjadi sebuah fenomena pembelajaran dalam seperti itu
selamanya. Seharusnya proses pembelajaran yang berlangsung mengefektifkan
siswa. Proses pembelajaran dapat efektif jika suasana kelas selama proses
pembelajaran kondusif dan menyenangkan, yaitu terciptanya interaksi dua arah
antara siswa dan guru, suasana kelas yang tidak tegang dan mencekam, namun
ramai dengan aktifitas siswa yang sedang berdiskusi, memperagakan sesuatu,
bermain peran atau yang lain, yang semuanya berfokus pada topik yang dibahas, sehingga
terkesan bahwa kelas adalah milik bersama antara guru dan siswa, meskipun
pengendali utama dalam proses belajar ada pada guru, untuk tercapainya ini
sangat tergantung pada kemampuan guru dalam melakukan manajemen pengelola
kelas.
Proses pembelajaran dengan cara
konvensional pada mata pelajaran PKn dengan materi Pengertian Negara Kesatuan Republik Indonesia,
hasil pembelajaran yang didapat melalui tes formatif sangat jauh dari harapan
guru. Dari 18 siswa yang mengikuti pembelajaran hanya 4 siswa yang nilainya
memenuhi standar KKM, artinya ketuntasan mencapai prosentase 22,22 %. Masih
jauh dari dengan ketuntasan belajar yang diharapkan yakni minimal 75 %. Siswa
yang belum tuntas sesuai KKM sebanyak 77,78 %atau 14 siswa, artinya
pembelajaran yang dilakukan guru masih jauh dari keberhasilan.
1.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, Penulis melakukan identifikasi masalah dengan melakukan
refleksi/perenungan diri saat pembelajaran berlangsung maka terbayang lagi apa
yang dilakukan oleh guru, mendominasi pembelajaran, siswa mendengarkan
informasi yang disampaikan oleh guru dan terlihat begitu antusias mendengarkan.
Sehingga guru mempunyai
pandangan bahwa siswa dapat menerima materi dengan baik. Tetapi setelah siswa
selesai mengerjakan lembar tes formatif dan setelah dianalisis oleh guru,
ternyata hasilnya sangat mengecewakan. Untuk itu penulis memperoleh beberapa
masalah yang dapat diidentifikasi diantaranya :
a.
Siswa kurang fokus pada materi
yang disampaikan
b.
Saat berdiskusi siswa aktif
dengan kegiatannya sendiri
c.
Siswa kurang tertarik pada
pembelajaran yang berlangsung
d.
Kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan oleh guru tidak ada interaksi dua arah.
2.
Analisis Masalah
Dari hasil identifikasi masalah
tersebut diatas penulis melakukan analisis pemecahan masalah dan diperoleh
penyebab permasalahan tersebut antara lain :
a. Guru dalam memperhatikan siswa kurang
menyeluruh
b.
Siswa kurang menguasai materi
yang diberikan oleh guru
c. Alat peraga yang digunakan kurang menarik
d.
Siswa tidak diberikan
kesempatan untuk membikan umpan balik
e.
Guru kurang member latihan
f.
Metode yang digunakan oleh guru
hanya ceramah
3.
Alternatif dan Prioritas
Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil analisis masalah
yang ditemukan maka agar dapat mengatasi masalah yang ada di MI Miftahul Huda
Sukobubuk Margorejo Pati, peneliti berusaha untuk mencari solusi yang dapat
dilaksanakan dalam perbaikan pembelajaran, dalam hal ini alternatifnya antara
lain :
a.
Menggunakan metode yang sesuai
dengan karakteristik anak madrasah maupun materi pembelajaran yang ada.
b.
Menggunakan media dan alat
pelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
c.
Menggunakan strategi/pendekatan
pembelajaran yang sesuai.
d.
Menumbuhkan minat dan motivasi
belajar siswa agar lebih bermakna dalam pembelajaran.
Dari beberapa alternatif
pembelajaran masalah diatas peneliti memilih menggunakan metode yang sesuai
dengan karakteristik anak maupun materi pembelajaran yang ada sebagai prioritas
pemecahan masalah. Adapun yang dimaksud dengan metode yang sesuai dengan
karakter anak dan materi pembelajaran yaitu metode Value Clarification Technique
(VCT).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan analisis
masalah yang ada, penulis
memfokuskan permasalahan dan
merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah metode Value
Clarification Technique ( VCT ) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V
MI Miftahul Huda Sukobubuk dalam pembelajaran PKn tentang NKRI?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional ( PKP )
pada program S1 PGSD Universitas Terbuka.
Sedangkan tujuan khusus dari
penelitian ini adalah :
1.
Mendeskripsikan penerapan metode
Value Clarification Technique (VCT ) dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan khususnya pada materi menjelaskan pengertian Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
2.
Menganalisis efektivitas
penerapan metode Value Clarification Technique (VCT ) dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan khususnya pada materi menjelaskan pengertian Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
D. Manfaat Penelitian
Perbaikan Pembelajaran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi peneliti, pembaca, maupun siswa serta dunia pendidikan
pada umumnya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dan hasil penelitian ini
adalah :
- Bagi Peneliti
a.
Dapat menemukan kelemahan/permasalahan dalam pembelajaran.
b.
Dapat menemukan alternative solusi untuk memperbaiki kelemahan.
c.
Mempertanggungjawabkan keputusan atau tindak perbaikan pembelajaran yang
dilakukan secara ilmiah, yang disampaikan secara tertulis/tulisan.
- Bagi Guru
a.
Memudahkan guru dalam
pembelajaran
b.
Meningkatkan kualitas
pembelajaran
c. Memudahkan pemusatan perhatian siswa dalam
pembelajaran
d. Memberikan umpan balik untuk penyusunan
rancangan pembelajaran PKn yang lebih baik.
- Bagi Dunia Pendidikan
a.
Digunakan sebagai referensi
dalam melakukan penelitian sejenis di lembaga lain
b. Digunakan untuk acuan untuk melaksanakan penelitian
lain dengan kasus sama.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Poerwodarminto (1995:787) adalah penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya
ditujukan oleh nilai test atau angka nilai yang diberikan oleh Guru.
Sedangkan Winkel (1984;162) menyatakan bahwa Hasil
Belajar adalah bukti keberhasilan yang dicapai seseorang. Sementara itu Anwar
(1987:13) mengutarakan bahwa Hasil Belajar adalah salah satu sumber informasi
yang terpenting dalam pengambilan keputusan pendidikkan, pengukurannya yang
diperoleh dari test prestasi belajar, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk
nilai-nilai akademik individu/siswa.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar
Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi
dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor Intern adalah faktor
yang berasal daari dalam individu yang sedang belajar. Faktor ekstern adalah
faktor yang ada diluar individu.
Menurut The Liang Gie
(1985:19) Faktor-faktor intern terdiri dari jasmani dan psikologi. Faktor
jasmani meliputi : kesehatan, dan cacat tubuh.
Sedangkan
faktor psikologi : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kebiasaan
belajar, kematangan, kesiapan, dan faktor kelelahan.
Selain faktor intern juga
terdapat faktor ekstern yaitu berasal dari luar diri siswa. Faktor ekstern
meliputi : faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
Adapun
masing-masing dapat diterangkan sebagai berikut :
a. Faktor keluarga meliputi : cara
orangtua didik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, dan latar belakang
kebudayaan.
b. Faktor sekolah meliputi : alat
pelajaran dan keadaan gedung
c. Faktor masyarakat meliputi :
kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat
Berdasarkan uraian
tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar
adalah faktor intern (dari dalam siswa) dan faktor ekstern (dari luar diri
siswa).
3. Pengertian Motovasi Belajar
Motivasi
adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya
atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993
: 593)
Guru berfungsi sebagai fasilitator,
mediator serta motivator siswa dalam belajar sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan,. Untuk melaksanakan tugasnya
guru wajib memilki kompetensi
yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial
dan kompetensi profesional ( UU no 14 th
2005 ). Dari Undang –Undang
tersebut, jelas bahwa guru harus dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Menurut Udin S. Winataputra cara
– cara menumbuhkan Motivasi Belajar
Siswa adalah sebagai berikut :
1. Hal-hal yang dilakukan oleh Guru
Sebagai komponen yang secara
langsung berhubungan dengan permasalah rendahnya motivasi belajar siswa, maka
guru harus mengetahui beberapa hal yang bisa dilakukannya untuk menumbuhkan
motivasi belajar siswa, diantaranya adalah :
a. Memilih cara dan metode mengajar
yang tepat termasuk memperhatikan
penampilannya.
b. Menginformasilkan dengan jelas tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
c. Menghubungkan kegiatan belajar dengan
minat siswa.
d. Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran misalnya
melalui kerja kelompok.
e. Melakukan evaluasi dan menginformasikan hasilnya, sehingga siswa
mendapat informasi yang tepat tentang keberhasilan dan kegagalan dirinya.
f. Melakukan improvisasi-improvisasi yang bertujuan untuk menciptakan
rasa senang anak terhadap belajar. Misalnya kegiatan belajar diseling dengan bernyanyi bersama atau sekedar
bertepuk tangan yang meriah.
g. Menanamkan nilai atau pandangan hidup yang
positif tentang belajar misalnya dalam agama islam belajar dipandang sebagi
sebuah kegiatan jihad yang akan mendapatkan nilai amal disisi
Allah.
h. Menceritakan keberhasilan para tokoh-tokoh
dunia yang dimulai dengan mimpi-mimpi mereka dan ceritakan juga cara-cara mereka
meraih mimpi-mimpi itu. Ajak siswa untuk bermimpi meraih sukses dalam
bidang apa saja seperti mimpinya para tokoh dunia tersebut.
i.
Memberikan
respon positif kepada siswa ketika mereka berhasil melakukan sebuah tahapan
kegiatan belajar. Respon positif ini bisa berupa pujian, hadiah, atau
pernyataan-pernyataan positif lainnya.
2. Hal-Hal Yang Dilakukan oleh Orang Tua
a.
Mengontrol perkembangan belajar
anak. Orang tua perlu menyediakan waktu
untuk mengontrol kegiatan anak.
b.
Mengungkap
harapan-harapan yang realistis terhadap anak
c.
Menanamkan
pemahaman agama yang baik khususnya yang terkait dengan motivasi
d.
Melatih
anak untuk memecahkan masalahnya sendiri, orang tua melakukan pembimbingan
seperlunya
e.
Tanyakanlah
keinginan dan cita-cita mereka. Berikan dukungan terhadap keingginan dan cita-cita mereka. Arahkan mereka untuk meraih cita-cita itu dengan benar.
f.
Menggunakan hasil evaluasi yang
diberikan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar selanjutnya.
3. Hal-Hal Yang Dikerjakan oleh Orang Tua dan Guru
Secara Bersama
Ketika
permasalahan rendahnya motivasi sudah menjadi permasalahan yang serius yang
tidak bisa diantispasi oleh guru sendiri atau oleh orang tua sendiri, maka
kerja sama antara guru dan orang tua harus segera dilakukan. Ada beberapa cara
yang bisa dilakukan di ataranya :
a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada
siswa, cari faktor penyebab yang
mengakibatkan rendahnya motivasi belajar siswa, identifikasi masalahnya.
b.Mencari solusi-solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi pada
anak. Cari masalah yang bisa diatasi oleh guru, atau masalah yang bisa diatasi
oleh orang tua
c.
Memberikan perlakuan yang tepat
terhadap anak, mereka sedang mengalami permasalahan, maka orang tua dan guru
harus mempunyai komitemen yang tinggi untuk tidak menambah beban mereka
dengan menyalahkan, mencemooh anak-anak.
d.
Libatkan
siswa untuk memecahkan permasalahannya. Orang tua, guru dan siswa perlu duduk
bersama untuk menyelesaikan permasalahannya.
B. Model Pembelajaran VCT ( Value Clarification Technique )
VCT adalah model
pembelajaran Value Clarification Technique atau teknik pengungkapan Nilai.
Menurut A. Kosasih Djahiri ( 1985 ) model pembelajaran VCT meliputi :
1. Metode
Percontohan
2. Analisis
Nilai
3. VCT
Daftar / Matriks
4. VCT
dengan kartu keyakinan
5. VCT
teknik wawancara
6. Teknik
Yurisprudensi
7. Teknik
Inkuiri Nilai
VCT metode percontohan
cocok digunakan pada anak kelas rendah kelas 1 – 3 mengapa demikian karena pada
kelas rendah masih memahami hal – hal yang abstrak. Kajian materi yang abstrak
tersebut perlu divisualisasikan melalui contoh – contoh dalam bentuk gambar,
foto atau cerita. Sedangkan VCT analisis nilai cocok digunakan pada kelas
tinggi yaitu kelas 4 – 6. Pada VCT Daftar / Matrik meliputi :
1. Daftar
baik buruk
2. Daftar
tingkat urutan
3. Daftar
skala prioritas
4. Daftar
gejala kontinum
5. Daftar
penilaian diri
6. Daftar
membaca perkiraan orang lain tentang diri kita
7. Perisai
kepribadian pribadi.
Pendidikan
Kewarganegaraan mengemban misi untuk membina nilai moral, sikap dan perilaku
siswa, di samping membina kecerdasan siswa.
Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih
Djahiri ( 1992 ) dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena :
1. Mampu
membina dan mempribadikan ( personalisasi ) nilai moral.
2. Mampu
mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai moral yang disampaikan
3. Mampu mengklarifikasi dan menilai
kualitas nilai moral diri siswa dan nilai
moral dalam kehidupan nyata.
4. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya.
5. Mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan
6. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem
nilai dan moral yang ada dalam diri
seseorang.
7. Menuntun dan memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.
Langkah – langkah model
pembelajaran VCT percontohan adalah :
1. Membuat / mencari stimulus
Media stimulus yang akan digunakan
dalam berVCT hendaknya :
a) Merangsang, mengundang dan melibatkan potensi
afektual siswa
b) Terjangkau oleh pengetahuan dan potensi afektual siswa ( ada dalam lingkungan
kehidupan siswa ).
c) memuat sejumlah nilai moral yang kontras.
2. Melakukan kegiatan pembelajaran
Dalam pembelajaran VCT
percontohan siswa dibimbing untuk mengemukakan contoh – contoh dan memahami
sikap dan perbuatan yang sesuai dengan nilai – nilai Pancasila, seperti
menolong sesama teman, menengok teman yang sakit, saling memaafkan, dsb.
C. Pembelajaran
PKn di SD
Dalam pembelajaran PKn guru hendaknya mampu
mengembangkan kecerdasan warga negara, tanggung jawab warga negara, dan
partisipasi warga negara. Ciri utama PKn tidak lagi menekankan pada mengajar
tentang PKn, tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau pada upaya –
upaya guru untuk ber – PKn atau melaksanakan PKN.
Menurut Drs. Rudi Susilana, M.Si (2008 : 11.3) “Secara sederhana istilah
pembelajaran (instruction) adalah upaya untuk membelajarkan seseorang atau
sekelompok orang melalui satu atau lebih strategi, metode dan pendekatan
tertentu kearah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan terencana untuk mengkondisikan seseorang
atau sekelompok orang agar bisa belajar dengan baik. Oleh sebab itu, unsur
utama pembelajaran adalah siswa bukan guru. Pembelajaran pada hakikatnya
merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, balik
antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses sebab
akibat.”
Pendidikan
menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
PKn dengan paradigma baru
mensyaratkan materi pembelajaran yang memuat komponen–komponen pengetahuan,
keterampilan dan disposisi kepribadian warga negara yang fungsional bukan hanya
dalam tataran kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan juga dalam masyarakat
di era global.
Keterampilan intelektual yang
penting bagi terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, efektif, dan
bertanggung jawab, antara lain adalah keterampilan berpikir kritis, yang
meliputi keterampilan mengidentifikasi dan mendeskripsikan sikap atau pendapat
berkenaan dengan persoalan – persoalan publik.
Tujuan PKn secara umum adalah untuk
mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia sehingga memiliki
wawasan, posisi dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan
untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena
itulah untuk memfasilitasi pembelajaran PKn yang berkenaan dengan
“Keanekaragaman Sosial Budaya dan Kebanggaan sebagai Bangsa Indonesia” yang
efektif perlu dikembangkan bahan belajar interaktif yang dikemas dalam berbagai
bentuk, seperti bahan belajar tercetak dan bahan belajar yang digali langsung
dari masyarakat sebagai pengalaman langsung (hand on experience).
Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan menurut keputusan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional adalah agar peserta didik memiliki kemampuan :
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan
kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung
jawab dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis
untuk membentuk diri berdasarkan
karakter – karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa – bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa – bangsa lain
dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
D. Penerapan Model Pembelajaran VCT dalam Pembelajaran PKn
Dalam proses pembelajaran tentang Menjelaskan
pengertian Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menggunakan model pembelajaran VCT (
Value Clarification Technique ). Pembelajaran VCT dirasa cocok karena pembelajaran
VCT dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena :
1. Mampu
membina dan mempribadikan ( personalisasi ) nilai moral.
2. Mampu
mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai moral yang disampaikan
3. Mampu mengklarifikasi dan menilai
kualitas nilai moral diri siswa dan nilai
moral dalam kehidupan nyata.
4. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya.
5. Mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan
6. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem
nilai dan moral yang ada dalam diri
seseorang.
7. Menuntun dan memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.
Model
pembelajaran VCT sangat efektif diterapkan pada mata pembelajaran PKn. Model
Pembelajaran VCT yang cocok untuk kelas rendah kelas ( 1 – 3 ) adalah model pembelajaran VCT
percontohan. Langkah – langkah VCT percontohan adalah :
1. Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar / photo.
2. Memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berdialog
sendiri atau sesama teman sehubungan
dengan stimulus tadi.
3. Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara
individual, kelompok maupun
klasikal.
4. Fase menentukan argumen dan klarifikasi pendirian ( melalui
pertanyaan guru dan bersifat
individual, kelompok, dan klasikal ).
5. Fase pembahasan atau pembuktian argumen. Pada fase ini sudah mulai
ditanamkan target nilai dan konsep
sesuai materi pelajaran.
6. Fase penyimpulan.
Model
pembelajaran VCT yang cocok digunakan pada kelas tinggi, kelas 4 – 6 adalah VCT
Analisis Nilai. Langkah – langkah yang ditempuh dalam melaksanakan model
Analisis Nilai adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Menyusun satuan acara pembelajaran yang
sesuai dengan pokok bahasan
atau konsep yang akan dibelajarkan.
b. Menetapkan bagian mana dari materi yang akan
disajikan melalui Analisis Nilai.
c. Menyusun skenario kegitan sehingga jelas
langkah – langkah yang akan ditempuh.
d. Menyiapkan media stimulus untuk ber – VCT,
seperti cerita, guntingan berita
koran, gambar, film dan sebagainya.
e. Menyiapkan lembar kerja siswa yang berisi
panduan terperinci bagi siswa dalam
ber – VCT.
2. Pelaksanaan
a. Setelah membuka pelajaran guru menjelaskan
kepada siswa bahwa mereka akan ber
– VCT.
b. Pembagian media stimulus berupa cerita atau
gambar
c. Guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan
siswa terhadap cerita tersebut.
d. Melaksanakan dialog terpimpin melalui
pertanyaan guru baik secara individual,
kelompok maupun klasikal. Pertanyaan yang diajukan berisi analisis siswa terhadap nilai moral yang terdapat dalam
cerita itu.
e. Fase menentukan argumen dan klarfikasi
pendirian.
f. Fase pembahasan atau pembuktian argumen.
Pada fase ini sudah mulai ditanamkan
target nilai dan konsep sesuai materi pelajaran.
0 Response to "CONTOH PTK PKN 5 SD VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE"
Posting Komentar