BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan pemilihan Judul
Melihat dari berbagai aspek yang ada,
baik kita lihat secara langsung ataupun melalui media informasi, baik cetak
maupun media elektronik, bahwa betapa fenomena hidup yang ada dipedesaan mulai
mengalami pergeseran nilai, norma serta adat istiadat yang tidak lagi dihiraukan oleh banyak penduduk
desa yang ingin merasa kehidupannya berubah, baik ekonomi maupun status
sosialnya. Serta fenomena kehidupan perkotaan yang mempunyai motto hidup “Biartekor asal Tersohor” menjadi sebuah gaya hidup serba boleh, walaupun
itu melabrak norma-norma hukum lebih-lebih norma agama.
B. Latar Belakang Pemilihan Judul
Masyarakat (sebagaiterjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan
antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen
(saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat (society)merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang
tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan
perhubungan antara pelbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud
sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat
merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.
Perkataan society datang daripada bahasa Latin societas,
"perhubungan baik dengan orang lain". Perkataan societas
diambil dari socius yang bererti "teman", maka makna
masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini
bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahawa ahli-ahlinya mempunyai
kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk
menggambarkan rakyat sesebuah negara.
Walaupun setiap masyarakat itu berbeza, namun cara ia
musnah adalah selalunya sama: penipuan, pencurian, keganasan, peperangan dan
juga kadangkala penghapusan etnik jika perasaan perkauman itu timbul.
Masyarakat yang baru akan muncul daripada sesiapa yang masih bersama, ataupun
daripada sesiapa yang tinggal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Masyarakat
DalamBahasa Inggris disebut Society,asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat”
berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya
saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia
sebagai pribadi melainkan oleh unsur – unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial
yang merupakan kesatuan
B. Masyarakat
Pedesaan (masyarakat tradisional)
Yang dimaksud dengan desa menurut
Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan
hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri
Menurut Bintaro, desa merupakan
perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang
terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis :Desa
adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a)
mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal
antara ribuan jiwa.
b)
Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c) Cara berusaha (ekonomi)adalah
agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan
alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat
sambilan
Dalam kamus sosiologi kata
tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat
dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang
ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas
yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya
desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan
bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban,
persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat ,
kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya
desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa
merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia.
Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi
tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak
bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara
menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan
pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan
mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa,
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social
desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih
modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada kenyataannya desa
sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang
melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi,
bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik
menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena itu, Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi
kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana
PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di
Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun)
dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering
dipelesetkan menjadi proyek para klebun.
Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa
yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan
pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan
eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan
sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika
menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah
sering dilontarkan oleh banyak kalangan,
tetapi belum dituangkan ke dalam
buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
b. Ciri-ciri
Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman
Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat
desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya
dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya
dalam sikap dan perbuatan tolong
menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b.
Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan
orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.
c.
Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada
hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk
kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d.
Askripsi yaitu berhubungan
dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang
tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan
atau keturunan.(lawanya prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness).
Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa
ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak
langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott
Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa
pengaruh dari luar.
C. Masyarakat Perkotaan
a. Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga
mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut
ini.
i.
Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang
cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen
kedudukan sosialnya.
Kota menurutnya, apabila penghuni
setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
iii.
Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk
sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum
dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat
dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam
struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian
Jakarta dapat disebut Kota,
karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah
sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota
yang diantaranya mempunyai ciri-ciri :
a). Netral
Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat
yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya
dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan
hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya
dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu
disebut netral dalam perasaannya.
b).
Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri
harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu
bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu
setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain,
mereka cenderung untuk individualistik.
c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang
berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat
penting untuk Universalisme.
d). Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat
menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e). Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan
sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan
penduduknya.
b.
Ciri-ciri
masyarakat Perkotaan
Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat perkotaan, yaitu :
i.
Kehidupan
keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang
kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
ii.
Orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada
orang lain (Individualisme).
iii.
Pembagian
kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata.
iv.
Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
v.
Jalan
kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi
warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
vi.
Perubahan-perubahan
tampak nyata dikota-kota, sebab
kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
D. Perbedaan antara desa dan kota
Dalam masyarakat modern, sering
dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan
(urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya
tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara
masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik
tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi
sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan
kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara
kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972)
sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
|
Masyarakat Kota
|
Perilaku
homogen
Perilaku yang
dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang
berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial,
sehingga statik
Kesatuan dan
keutuhan kultural
Banyak ritual
dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme
|
Perilaku
heterogen
Perilaku yang
dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan
diversifikasi kultural
Birokrasi
fungsional dan nilai-nilai sekular Individualisme
|
Warga suatu masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka
dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985),
menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata,
tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja
Golongan orang-orang tua pada
masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta
nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno
(1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya
terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk untuk
membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada
mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu
masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri
tersebut antara lain :
1)
jumlah
dan kepadatan penduduk
2)
lingkungan
hidup
3)
mata
pencaharian
4)
corak
kehidupan sosial
5)
stratifiksi
sosial
6)
mobilitas
sosial
7)
pola
interaksi sosial
8)
solidaritas
sosial
9)
kedudukan
dalam hierarki sistem administrasi nasional
E. Hubungan
Desa-kota, hubungan pedesaan-perkotaan.
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan
yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan.
Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan
seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga
kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan
dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka
merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”,dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasanperdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat
transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan
dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan
kekotaan.
Hubungan
kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena
itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin
menentukan kehidupan perdesaan.
Secara
teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar,
seperti: (i) Ekspansi kota ke desa,
atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil
kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan
kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi
kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru
sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau
hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan
ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang
bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya
diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah
terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan
pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara
kota dan desa adalah :
a). Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat
Desa dan Kota yang saling ketergantungan
dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasiyaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula
dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
b) Sebab-sebab
Urbanisasi
1.)
Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk
meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
2.)
Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa
untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
·
Hal – hal yang termasuk push factor antara
lain :
a. Bertambahnya
penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b. Terdesaknya
kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa,
terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga
mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d. Didesa tidak banyak
kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen
yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau
panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain
dikota.
·
Hal – hal yang termasuk pull factor antara
lain :
a.
Penduduk
desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota
banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b. Dikota lebih
banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri
kerajinan.
c. Pendidikan
terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d. Kota dianggap
mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan
dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi
kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk
mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia
menjalani kehidupan didunia ini tidaklah
bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan
pertolongan orang lain , maka dari itu manusia disebut makhluk sosial, sesuai
dengan Firman Allah SWT yang artinya : “ Wahai manusia! Sungguh Kamitelah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudianKami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (bersosialisasi ).....” (Al-Hujurat :13 ). Oleh karena itu
kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita
kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya
itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang
ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini,
kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya
dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah
sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan
masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama,
mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali
kita berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya
terjadi dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang
kita sangka adalah tempat yang aman, tenang
dan berakhlak (manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota
yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah
serius bagi kota dan desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota
menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber
daya manusia yang produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa
tak maju bahkan cenderung tertinggal.
B. Saran - saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan
pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kota.
Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang
terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi
menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa
dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera
menjadi masalah serius. Problem itu
tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap
perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan
dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan
desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah
untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa
saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kosim, H, E. 1996. Bandung: Sekolah
Tinggi Bahasa Asing Yapari
Marwanto, 12 November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas
_______, 1994. Sosiologi 3 SMU. Jakarta:
Yudistira
0 Response to "MAKALAH ILMU SOSIAL MASYARAKAT PEDESAAN dan MASYARAKAT PERKOTAAN"
Posting Komentar