BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Masalah lingkungan di Indonesia, sekarang sudah merupakan problem khusus
bagi pemerintah dan masyarakat. Masalah lingkungan hidup memang merupakan
masalah yang kompleks dimana lingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah
laku manusia yang semakin lama semakin menurun, baik dalam kualitas maupun
kuantitas dalam menunjang kehidupan manusia. Ditambah lagi dengan melonjaknya
pertambahan penduduk maka keadaan lingkungan menjadi semakin semrawut.
Berbagai usaha penggalian sumber daya alam dan pembangunan
industri-industri untuk memproduksi barang-barang konsumsi tanpa adanya
usaha-usaha perlindungan terhadap pencemaran lingkungan oleh buangan yang
merupakan racun bagi lingkungan disekitarnya dan tidak mustahil dapat membawa kematian.
Kecenderungan kerusakan lingkungan hidup semakin masif dan kompleks baik
di pedesaan dan perkotaan. Memburuknya kondisi lingkungan hidup secara terbuka
diakui memengaruhi dinamika sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat baik
di tingkat komunitas, regional, maupun nasional.
Pada gilirannya krisis lingkungan hidup secara langsung mengancam
kenyamanan dan meningkatkan kerentanan kehidupan setiap warga negara. Kerusakan
lingkungan hidup telah hadir di perumahan, seperti kelangkaan air bersih, pencemaran
air dan udara, banjir dan kekeringan, serta energi yang semakin mahal. Individu
yang bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan hidup sulit dipastikan karena
penyebabnya sendiri saling bertautan baik antar-sektor, antar-aktor,
antar-institusi, antar-wilayah dan bahkan antar-negara.
Dalam hal ini Agama berperan besar unutk mengarahkan dan menjadi pedoman
agar manusia lebih menyadari akan pentingnya menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup, karena manusia juga hidup di bumi ini memiliki ketergantungan
dengan lingkungan hidup.
1.2
Rumusan Masalah
·
Apa persoalan
lingkungan hidup saat ini?
·
Mengapa terjadi krisis
lingkungan hidup?
·
Bagaimana pandangan
etis agama terhadap lingkungan hidup?
1.3
Batasan
Konseptual
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan
hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda yang hidup dan mati serta seluruh
kondisi yang ada didalam ruang yang kita tempati, (Imam Supardi,2003). St.
Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di
dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia
berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995).
BAB II
DESKRIPSI DAN ANALISA
2.1
PENGERTIAN LINGKUNGAN
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari
lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara
dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya
memerlukan lingkungan.
Lingkungan atau sering juga disebut lingkungan hidup
adalah jumlah semua benda yang hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada
didalam ruang yang kita tempati.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
2.2
KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Berdasarkan faktor penyebabnya, bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu:
1. Bentuk
Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam
Contoh dari bentuk kerusakan lingkungan ini adalah: Letusan gunung
berapi, Gempa bumi, Angin topan, Tsunami, dan lain-lain
2. Kerusakan
Lingkungan Hidup karena Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam
menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana
sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang,
seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan
masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang
diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan
hidup.
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain:
a.
Terjadinya pencemaran
(pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan
industri.
b.
Terjadinya banjir,
sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam
menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
c.
Terjadinya tanah
longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia
yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan
lingkungan hidup antara lain:
a.
Penebangan hutan secara
liar (penggundulan hutan).
b.
Perburuan liar.
c.
Merusak hutan bakau.
d.
Penimbunan rawa-rawa
untuk pemukiman.
e.
Pembuangan sampah di
sembarang tempat.
f.
Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
g.
Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.
2.3 PERSOALAN LINGKUNGAN HIDUP
SAAT INI
Kini malapetaka yang terjadi dalam kisah-kisah kuno seperti Sodom dan
Gomora zaman nabi Luth dan banjir zaman nabi Nuh kembali mengancam kehidupan di
muka bumi akibat ulah manusia. Pemanasan global atau global warming menjadi isu
dunia dan tidak terkecuali Indonesia. Penyebab utama pemanasan ini adalah
pembakaran bahan fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam, yang
melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca
ke atmosfer. Gas rumah kaca juga timbul karena penggunaan peralatan elektronik,
penggundulan hutan, kebakaran hutan, yang mengurangi penyerapan karbondioksida
ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin banyak menampung gas-gas rumah kaca ini,
karena karbon dioksida yang dilepas lebih banyak dari yang diserap, ia semakin
menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang
dipancarkan ke bumi.Akibatnya rata-rata temperatur bumi meningkat.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur
udara global telah meningkat 0,60c sejak 1861. IPCC memprediksi
peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,4-5,60c
pada 2100. Akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara dramatik. Pola curah
hujan berubah dan meningkat. Tetapi air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Badai akan menjadi lebih sering terjadi. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan laut juga akan menghangat,
sehingga menaikan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak
es dikutub, sehingga memperbanyak volume air di laut. Tinggi permukaan laut di
seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20, dan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut 9-88 cm pada abad 21.Di Indonesia, kenaikan permukaan
air laut berpotensi menenggelamkan 50 meter daratan dari garis pantai kepulauan
Indonesia, yang panjangnya 81.000 km. diperkirakan lebih dari 405.000 hektar
daratan Indonesia akan tenggelam, ribuan pulau kecil akan lenyap dari peta
Indonesia, abrasi pantai dan intrusi lautpun makin mengancam penduduk bumi. Air bersih bakal kian langka karena
intrusi air laut yang mencemari tanah. Penduduk Jakarta dan kota-kota pesisir
akan kekurangan air bersih. Di pantai ribuan dan mungkin jutaan tambak juga
akan lenyap. Menurut IPCC dalam laporan awal April 2007, menyebutkan kenaikan
rata-rata suhu tahunan di Indonesia antara 1970 dan 2004 mencapai 0,1-10c.
Kondisi itu akan menurunkan produksi pangan, meningkatkan kerusakan pesisir,
dan menyebabkan berbagai jenis fauna yang tidak mampu beradaptasi dengan
temperatur panas akan musnah.
Parahnya kondisi yang bakal terjadi dalam pemanasan global, dan hanya
dapat diperlambat dan kemudian dicegah, apabila tidak ada peningkatan emisi
karbon karena keluasan hutan di bumi memiliki daya serap yang tinggi, dan
berkurangnya pelepasan karbondioksida akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Khususnya di Indonesia keluasan hutan jauh berkurang karena penebangan dan
kerusakan hutan. Itupun rupanya masih belum cukup, karena Departemen Kehutanan
justru akan melelang lagi kawasan hutan Indonesia seluas 1.063.418 hektar, ini
berarti seluas 2 kali pulau Bali. Pelelangan tersebut di 16 lokasi Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di seluruh Indonesia, termasuk Papua : 2
lokasi, Kalimantan Barat : 2 lokasi, Kalimantan Timur : 6 lokasi, Kalimantan
Tengah : 3 lokasi, Sulawesi Tengah : 1 lokasi, Maluku Tengah : 1 lokasi, Jambi-
Sumatera Selatan : 1 lokasi. Selain melelang izin HPH, Departemen Kehutanan
juga akan melelang 9 kawasan HTI meliputi 2 lokasi di Riau. Satu di Jambi, 1 di Kalimantan Timur dan 5
di Sumatera Selatan. Tentu saja kebijakan ini akan semakin mengurangi keluasan
jumlah hutan di Indonesia. Apakah dengan demikian kita tidak sedang
mempercepat terjadinya pemanasan global karena keluasan hutan yang mampu
menyerap karbondioksida semakin berkurang.
Lebih membingungkan lagi bahwa Pemerintah Indonesia juga telah
menandatangani 58 perjanjian kerja sama senilai US $ 12,4 milyar untuk
pengembangan bio-fuel. Pengembangan bio-fuel ini terkait dengan 1 juta hektar
pencadangan kawasan untuk perkebunan di Papua dan Kalimantan. Sejauh ini belum
ada kepastian bahwa rencana itu tidak akan memanfaatkan lahan hutan alam,
sebagai salah satu sasaran, ekspansi perkebunan kelapa sawit dsb, yang pada
akhirnya akan semakin memperparah keadaan kondisi hutan di Indonesia. Biofuel
memang bahan bakar yang ramah lingkungan karena emisi karbonnya sangat rendah,
sehingga negara Uni Eropa sangat tertarik untuk meningkatkan kebutuhan biofuel.
Namun dari perspektif lain karena bahan tersebut adalah minyak sawit, maka
potensi perkebunan sawit akan semakin luas menghancurkan hutan alam di
Indonesia. Itu berarti keuntungan bagi negara-negara Eropa karena menyelesaikan
salah satu permasalahan lingkungannya, tetapi dilain pihak menghancurkan hutan
di Indonesia. Barangkali permasalahan ini juga diketahui dan dimengerti oleh
Pemerintah Indonesia, karena pemerintah bukan tidak memiliki ahli di bidang
ini, hanya saja kepentingan lain lebih menarik sehingga perjanjian kerjasama
ini ditandatangani.
2.4
PANDANGAN DAN PERAN AGAMA DALAM MASALAH LINGKUNGAN HIDUP
Meurut pandangan agama Kristen
Didalam Kejadian 1: 1 – 2:3 memperlihatkan bahwa seluruh ciptaan Allah
pada hakikatnya adalah baik. Ini berarti pada setiap ciptaanNya itu terdapat
harkat dan martabat yang ahrus dihargai oleh ciptaan lainnya karena Allah
memberikan dan menyatakannya. Selain itu, pada segenap ciptaanNya Ia menetapkan
struktur keseimbangan dan saling ketergantungan antara satu ciptaan dengan
ciptaan lainnya.
Sebagai mahkota ciptaan, manusia diberi mandat oleh Allah untuk
menaklukkan dan menguasai bumi beserta isinya. Penaklukkan dan penguasaan di
sini bukanlah penaklukkan dan penguasan tanpa batas melainkan di dalamnya
terdapat unsur pemeliharaan dan perlindungan terhadap bumi dan segala isinya.
Mengapa? Sebab manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah adalah untuk
memelihara lingkungan hidupnya di samping memanfaatkannya dan bukan merusaknya.
Pada kejadian 9: 8 dan 17 diceritakan bahwa Allah mengikat perjanjian
tidak saja kepada Nuh dan keluarganya (manusia) melainkan juga kepada segenap
alam ciptaanNya. • Manusia diciptakan sebagai bagian dari seluruh ciptaan
sekaligus sebagai penatalayan ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:26-27; 2:7);
ditugaskan untuk memakai dan memelihara bumi/ciptaan lain (Kejadian 2:15),
tidak semata-mata untuk menguasai dan menaklukkannya. Aspek khusus dari
penciptaan manusia sebagai Gambar Allah dinampakkan dalam tugas memelihara dan
menjaga ciptaan seperti Allah memelihara ciptaan-Nya. Pandangan ini melampaui
lukisan bahwa manusia boleh memperlakukan alam semena-mena, melainkan manusia
harus menghargainya yang mempunyai nilai yang tinggi sebagai ciptaan Allah.
Kejadian 1: 2 tidak memberitakan bahwa Allah menciptakan dari ketiadaan
melainkan Ia mengubah ”Chaos” (ketidakberaturan) menjadi sesuatu yang
berbentuk baik. Sebagai wakil Allah di Bumi, manusia bertanggung jawab untuk
mengontrol aneka kekuatan chaos. Perspektif lingkungan dalam Kitab
Kejadian sering dibaca berat sebelah dengan menekankan penguasaan manusia atas
alam. Padahal, nuansa kekuatan dalam verba “menaklukkan” dan “menguasai” lebih
berarti agar manusia menyelidiki alam, mempelajari hukum-hukumnya,
mengeksplorasinya. Dalam aras pemikiran ini maka manusia dapat berpartisipasi
dalam penciptaan apabila mengubah yang tidak berbentuk menjadi berbentuk, dari
yang kotor menjadi bersih ,dan dari yang layu menjadi segar dan berbuah.
Perjanjian Baru sendiri mempunyai pandangan yang positif terhadap alam.
Di dalam Injil dan Surat Rasuli ditegaskan bahwa kedatangan Yesus Kristus ke
dunia untuk menebus/ menyelamatkan seluruh dunia (Yohanes 3:16), dan bahwa
pendamaian yang dilakukan Yesus Kristus di salib adalah untuk seluruh
dunia/ciptaan (II Korintus 5:19; Kolose 1:20). Ini berarti tindakan
penyelamatan Alah tidak saja ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada
ciptaan Allah lainnya. Oleh sebab itu, manusia hendaknya mempunyai relasi yang
baik dengan alam ciptaan Tuhan.
Iman Kristen memahami kerusakan lingkungan hidup sebagai bagian dan
wujud dari perilaku manusia yang tidak sejalan dengan tujuan Tuhan menciptakan
alam semesta. Memelihara Bumi dan tidak merusak ekosistem adalah bukti
penguasaan diri manusia. Dunia adalah tempat tinggal bersama yang sesama
penghuninya hidup bergantung. Wujud kuasa manusia atas alam terlihat dalam batasan
mandat untuk memeliharanya. Perilaku ramah lingkungan adalah bagian iman, salah
satu ujian iman yang membumi. Maka, bencana alam yang sedang mendera kita bukan
hanya fenomena alam, tetapi karena kelalaian kita sebagai pelaksana mandat
Allah untuk mengelola bumi ini sebaik mungkin.
Menurut
pandangan agama islam
Pandangan sekuler di Eropa yang memandang alam sebagai objek yang harus
dieksploitasi demi kepentingan dan kenyamanan manusia. Menurut Syyed Hosen
Nasr, salah seorang pemikir Islam terkemuka dari Iran berkata bahwa pengaruh
paham sekuler yang melenyapkan dimensi spiritual dalam kehidupan Barat, maka
alampun kemudian dipandang seperti seorang pekerja seks komersial (PSK). Yaitu
hanya dinikmati sepuasnya tanpa rasa cinta dan tanggung jawab. Akibatnya,
lanjut Nasr, alam mengalami kerusakan dari waktu ke waktu karena keserakahan
manusia yang tidak memiliki cinta, kasih sayang dan tanggung jawab terhadap
kelestariaannya. Ini tentu saja berbeda dengan perspektif agama( Alquran) yang
memandang manusia sebagai "wakil" Allah di Bumi (QS Al Baqarah: 30).
Di ayat yang lain, kita menemukan peranan dan fungsi kekhalifaan ini
bahwa fungsi manusia dalam hubungannya dengan alam adalah pemelihara dan
pemakmur bumi. "Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu sebagai pemakmurnya."
(QSHud:61).
Selain itu, pandangan keliru terhadap alam sebagai sekadar objek untuk
dieksploitasi manusia tidak sesuai paham ajaran Islam ( Alquran dan sunah) yang
merupakan landasan teologis umat Islam menjelaskan bahwa semua makhluk Allah
bertasbih kepada Allah termasuk alam semesta hanya saja kita tidak tahu
bagaimana bentuk tasbih mereka.
Konsep hidup tersebut telah diperkenalkan Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya "Islam Rasional" dalam istilah "berperikemakhlukan" artinya kasih sayang kepada alam, binatang dan tumbuh-tumbuhan baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati karena semua itu adalah berasal dari ciptaan Tuhan. Sebaliknya makhluk yang tidak mempunyai "perikemakhlukan" maka akan mendapatkan kesengsaraan(neraka). Berkaitan dengan pandangan di atas maka semakin jelaslah bahwa bencana alam terjadi adalah karena ulah, sikap dan perbuatan manusia sendiri yang merusak alam. Tindakan seperti itu disebut oleh agama fasad, tindakan yang mengakibatkan kerusakan, disharmoni dan ketidakseimbangan tidak ("berperikemakhlukan").
Konsep hidup tersebut telah diperkenalkan Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya "Islam Rasional" dalam istilah "berperikemakhlukan" artinya kasih sayang kepada alam, binatang dan tumbuh-tumbuhan baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati karena semua itu adalah berasal dari ciptaan Tuhan. Sebaliknya makhluk yang tidak mempunyai "perikemakhlukan" maka akan mendapatkan kesengsaraan(neraka). Berkaitan dengan pandangan di atas maka semakin jelaslah bahwa bencana alam terjadi adalah karena ulah, sikap dan perbuatan manusia sendiri yang merusak alam. Tindakan seperti itu disebut oleh agama fasad, tindakan yang mengakibatkan kerusakan, disharmoni dan ketidakseimbangan tidak ("berperikemakhlukan").
Hidup mewah membuat manusia lupa daratan lalu memperturutkan hawa
nafsunya. Memakai istilah aji mumpung dan berbuat semaunya. Lebih fatal lagi
apabila dilakukan oleh orang-orang yang diberi kekuasaan memegang jabatan, maka
ini bisa melahirkan diktator ala Firaun dan Namruj laknatullah, sebagaimana
dijelaskan oleh Allah dalam Alquran: "Dan apabila kami hendak membinaskan
suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu( supaya menaati Allah) tetapi mereka berbuat kedurhakaan, kefasikan
di dalamnya, maka kepada mereka sudah seyogyanya diberi hukuman (adzab), lalu
negeri itu kami hancurkan dengan sehancur-hancurnya. (QS Al Israa: 16).
Rangkaian peristiwa demi peristiwa termaktub dalam Alquran, seperti peristiwa
hancurnya kaum Luhth, hancurnya kaum ’Aad pada masa Nabi Hud, hancurnya kaum
Tsamud pada masa Nabi Shaleh, Namruj pada masa Nabi Ibrahim, Firaun pada masa
nabi Musa. Demikian halnya Qarun yang ditenggelamkan bersama hartanya. Semuanya
musnah ditelan zaman, dan hanya meninggalkan noda hitam dalam sejarah peradaban
umat manusia.
Dosa dan maksiat sangat menjamur di mana-mana, sehingga menggiring
manusia ke lembah kehancuran. Allah SWT berfirman: "Apakah mereka tidak
memperhatikan berapa banyak generasi-generasi yang telah kami binasakan sebelum
mereka, padahal generasi itu, telah kami teguhkan kedudukan mereka di bumi,
yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan kami curahkan
hujan yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah
mereka. Kemudian kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka, dan kami
ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.(QS 6 Al-An’aam: 6) Pentingnya
peranan agama terhadap pelestarian lingkungan hidup apalagi ajaran Islam sangat
menghendaki agar alam semesta ini dipelihara dengan sebaik-baiknya demi
kemakmuran dan kemaslahatan umat manusia, karena sesungguhnya alam semesta ini
diciptkan oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan manusia.
Dalam surat Al Baqarah ayat 29 Allah swt berfirman: "Dialah Allah
yang telah menciptakan bumi dan segala isinya bagi kamu sekalian". Menurut
Ibnu Taimiyyah, cobaan Allah berupa musibah di dunia (bencana alam, kehilangan
orang-orang yang dicintai, penyakit dan lain-lain, juga berfungsi sebagai
tebusan bagi dosa-dosa seorang hamba.
Bencana alam juga menjadi peringatan bagi orang-orang yang melupakan Tuhan seperti tergambar dalam peristiwa-peristiwa tersebut di atas.
Bencana alam juga menjadi peringatan bagi orang-orang yang melupakan Tuhan seperti tergambar dalam peristiwa-peristiwa tersebut di atas.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa kasih sayang kepada binatang
dan tumbuhan dalam rangka memelihara dan melindungi lingkungan hidup, adalah
ajaran yang sangat fundamental dalam ajaran agama khususnya Islam. Ajaran ini
berasal dari konsep tauhid yang mengandung arti bahwa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan benda yang tidak bernyawa lainnya, semuanya adalah makhluk Tuhan, dan
semuanya tunduk kepada-Nya.
UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa
ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin
negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai
manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup
di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha
yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni
bagi generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi
rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan
menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai
pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia
secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan
lingkungan dikenal dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan
berkelanjutan merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992.
Di dalamnya terkandung 2 gagasan penting, yaitu:
a.
Gagasan kebutuhan,
khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup.
b.
Gagasan keterbatasan,
yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Adapun
ciri-ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan adalah sebagai berikut:
·
Menjamin pemerataan dan
keadilan.
·
Menghargai
keanekaragaman hayati.
·
Menggunakan pendekatan
integratif.
·
Menggunakan pandangan
jangka panjang.
Pada masa reformasi sekarang ini, pembangunan nasional dilaksanakan
tidak lagi berdasarkan GBHN dan Propenas, tetapi berdasarkan UU No. 25 Tahun
2000, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mempunyai tujuan di antaranya:
a.
Menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
b.
Mengoptimalkan
partisipasi masyarakat.
c.
Menjamin keterkaitan
dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
BAB
III
Kesimpulan
Masalah lingkungan hidup memang merupakan masalah yang kompleks dimana
lingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yang semakin
lama semakin menurun, baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang
kehidupan manusia. Ditambah lagi dengan melonjaknya pertambahan penduduk maka
keadaan lingkungan menjadi semakin semrawut.
Kecenderungan kerusakan lingkungan hidup semakin masif dan kompleks baik
di pedesaan dan perkotaan. Memburuknya kondisi lingkungan hidup secara terbuka
diakui memengaruhi dinamika sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat baik
di tingkat komunitas, regional, maupun nasional.
Dalam hal ini Agama berperan besar unutk mengarahkan dan menjadi pedoman
agar manusia lebih menyadari akan pentingnya menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup, karena manusia juga hidup di bumi ini memiliki ketergantungan
dengan lingkungan hidup.
Kita sebagai manusia yang memiliki akal, budi dan pikiran seharusnya mampu
untuk lebih bisa menjaga dan melestarikan lingkungan hidup demi keberlangsungan
dunia yang asri. Dari sini kita juga harus lebih jeli dalam menanggapi beberapa
kasus lingkungan hidup mulai dari yang terkecil hingga yang nantinya akan
membawa dampak yang fatal atau buruk bagi kehidupan.
REFERENSI
Imam, Supardi, Lingkungan Hidup dan
Kelestariannya.PT Alumni. Bndung. 2003.
Bethan, Samsuharya, Penerapan Prinsip
Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dalam Aktifitas Industri Nasional.
PT Alumni. Bandung.
2008.
Hamzah, Yacob. Beberapa Penanganan Kasus
Lingkungan Hidup. Wahana lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta. 1993.
Muhamad, Erwin, Hukum Lingkungan. Refika Aditama. Bandung. 2008.
http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-
http://metronews.fajar.co.id/read/89909/19/index.php
http://cucusukmana.wordpress.com/2008/02/14/etika-baru-dan-peran-agama-dalam-kehidupan-kesejagadan/
0 Response to "MAKALAH LENGKAP AGAMA JUDUL LINGKUNGAN HIDUP"
Posting Komentar