A. Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
proses belajar mengajar mempunyai peranan penting dalam mentransfer pengetahuan dan
keterampilan kepada anak didik. Peranan tersebut diharapkan dapat menghasilkan
manusia-manusia yang berkualitas di bidang ilmu pengetahuan.
Matematika sebagai salah satu
pelajaran dalam kelompok IPA yang termasuk sarana berpikir ilmiah sangat
diperlukan untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan
kritis dalam diri peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam
menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan matematika sangat diperlukan oleh
semua orang dalam kehidupan sehari-hari.Selama
ini proses pembelajaran matematika disekolah kebanyakan berpusat/terfokus pada
guru, serta dalam pelaksanaannya guru memegang kendali, memainkan peran aktif,
sedangkan siswa cenderung pasif dalam menerima informasi, pengetahuan dan
keterampilan dari guru.
Berdasarkan hasil observasi awal dan
wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di kelas VII6 SMP Negeri 10 Kendari yang dilaksanakan pada
tanggal 12 November 2009 , diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata hasil
belajar matematika tahun ajaran 2008/2009 pada semester ganjil (I) hanya
mencapai rata-rata 60, khusus materi PLSV hanya mencapai rata-rata 58 dan ini
belum memenuhi standar ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu 62 (KKM). Siswa
yang memperoleh nilai ≥ 62 hanya 10 orang atau 25% dan siswa yang memperoleh
nilai ˂ 62 sebanyak 30 orang atau 75 % belum mencapai KKM. Menurut guru yang
bersangkutan, penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah
kurangnya keaktifan siswa saat mengikuti proses pembelajaran dan pada akhirnya
mengakibatkan rendahnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika.
Salah saatu materi ajar yang dirasakan masih cukup sulit dipahami siswa adalah
persamaan linear satu variabel (PLSV) khususnya dalam penggunaan atau penentuan
simbol yang digunakan sebagai variabel misalnya: “ y banyaknya hari dalam satu
minggu”.
Salah satu cara untuk membangkitkan
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan cara/model
yang tepat yakni pembelajaran dapat
menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri,
memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan
guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator.
Selain itu pula, dari hasil wawancara
singkat terhadap beberapa orang siswa, pada umumnya siswa mengatakan bahwa
dalam penggunaan atau penentuan simbol yang digunakan sebagai variabel mereka
tidak paham apa yang akan dijawab dan bagaimana cara menyelesaikannya.
Selanjutnya,
peneliti mengadakan pengamatan langsung di kelas saat proses pembelajaran di
kelas, terlihat bahwa dalam penyajian
materi guru masih menggunakan metode ceramah yang bervariasi dengan metode
tanya jawab dan pemberian tugas. Hal ini terkait dengan buku-buku pelajaran dan
media pembelajaran yang dibutuhkan jumlahnya sangat terbatas. Metode tanya
jawab dan metode pemberian tugas belum dapat mengoptimalkan keaktifan siswa.
Siswa yang pintar cenderung mendominasi jawaban pertanyaan guru dan siswa yang
kurang pintar dan terkesan pasif. Demikian juga metode pemberian tugas belum
dapat menyeimbangkan aspek kepribadian siswa, misalnya jika diberikan tugas
pekerjaan rumah hanya beberapa yang mengerjakan, sedang siswa yang lain
menyalin pekerjaan temannya. Hal ini kurang melibatkan siswa kurang aktif dalam
kegiatan pembelajaran, akibatnya matematika dianggap sulit serta tidak dipahami
oleh siswa sehingga berimplikasi pada rata-rata hasil belajar matematika yang
diperoleh siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang banyak digunakan dalam penerapan kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun
terdapat beberapa tipe dari model tersebut. Tujuan dibentuknya pembelajaran
kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat
terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dan kegiatan-kegiatan belajar. Sebagian besar aktifitas pembelajaran
berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk
memecahkan masalah. Salah satu tipe
dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap peneliti dapat memotivasi siswa
dalam peran aktif dalam proses belajar mengajar adalah Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together(NHT.)
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik, agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
latar belakang, dan untuk mengembangkan keterampilan siswa. Keterampilan yang
dimaksud antara lain berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang
lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya
Keunggulan/kelebihan
model pembelajaran koperatif tipe NHT
yaitu
· Terjadinya interaksi antara siswa
melalui diskusi/siswa secara bersama dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
·
Siswa
pandai maupun siswa lemah sama -sama memperoleh manfaat melalui aktifitas
belajar kooperatif.
·
Dengan
bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan manjadi
lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang
diharapkan.
·
Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya,
berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan
Kelemahan/kekurangan model pembelajaran
koperatif tipe NHT yaitu
·
Siswa
yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder
dan pasif dari siswa yang lemah.
·
Proses
diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan
siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
·
Pengelompokkan siswa memerlukan
pengaturan tempat duduk yang berbeda -beda serta membutuhkan waktu khusus.
(Arends dalam Awaliyah, 2008: 3)
Dengan melihat fenomena tersebut, peneliti bersama guru
bermaksud mengadakan kerjasama dalam upaya memberikan solusi dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NumberedHeads Together (NHT) dalam menyelesaikan soal persamaan linear satu variabel. Model pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada pembelajaran
matematika karena dalam mempelajari matematika, tidak cukup hanya dengan
mengetahui dan menghafalkan konsep-konsep matematika tetapi juga dibutuhkan
suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik
dan benar sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari uraian di atas sebagai upaya meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa di SMP Negeri 10 Kendari, maka peneliti bersama guru
tertarik untuk mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) guna meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa melalui suatu penelitian yang berjudul “Meningkatkan Aktivitas
dan Hasil Belajar Matematika melaui Penerapan Model Pembelajaran Kooperetif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) Untuk Materi Ajar Persamaan Linear Satu Variabel Pada Siswa Kelas VII6 SMP Negeri 10
Kendari”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah.
1.
Apakah aktivitas belajar matematika siswa kelas VII6 SMP Negeri 10
Kendari untuk materi ajar persamaan linear satu variabel melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NumberedHeads Together (NHT) dapat ditingkatkan?
2.
Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VII6 SMP Negeri 10
Kendari untuk materi ajar persamaan linear satu variabel melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NumberedHeads Together (NHT) dapat ditingkatkan?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah, maka tujuan
penelitian ini adalah.
1. Meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa
untuk materi ajar persamaan linear satu variabel melalui model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT )
pada siswa kelas VII6 SMP Negeri 10 Kendari !
2. Meningkatkan hasil belaja
matematikar siswa untuk materi ajar linear satu variabel melalui model pembelajaran kooperatif tipe NumberedHeads Together (NHT) pada siswa
kelas VII6 SMP Negeri 10 Kendari !
D. Manfaat
Penelitian
Dengan
tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapkan adalah
sebagai berikut.
1.
Bagi siswa:
dari hasil penelitian ini siswa akan dilatih untuk selalu aktif dalam mengikuti
pembelajaran Matematika pada pokok bahasan persamaan linear satu variabel melalui model pembelajaran kooperatif. Dengan
selalu aktif siswa mengikuti pembelajaran matematika akan berdampak pada
meningkatnya hasil belajar.
2.
Bagi guru:
melalui hasil penelitian, guru akan mengetahui model pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Selain itu guru dapat
meningkatkan kinerja profesionalnya sebagai guru karena melalui PTK guru akan
mengetahui kelemahan-kelemahan yang dilakukan dalam pembelajaran dan akan
berusaha memperbaikinya pada pelajaran berikutnya.
3.
Bagi
peneliti: melalui penelitian tindakan kelas ini dapat diketahui secara langsung
masalah pembelajaran yang ada dikelas, khususnya dalam hal meningkatkan
aktifitas dan hasil belajar siswa.
E. Definisi
Operasional
Untuk
menghindari persepsi terhadap penggunaan istilah dalam penelitian ini, maka
perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut.
1.
Model
pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang
beranggotakan 4 – 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk mempunyai
tingkat kemampuan bervariasi. Setiap anggota kelompok diberi tanggung jawab
untuk memecahkan masalah atau soal yang telah diberi sesuai dengan nomor-nomor
yang telah ada. Anggota kelompok saling menjelaskan kepada sesama teman anggota
kelompoknya, sehingga semua anggota kelompok mengetahui jawaban dari semua soal
yang diberikan. Selanjutnya, guru menyebut satu nomor para siswa dari tiap kelompok
dan yang telah disebut nomornya harus menyiapkan jawabannya untuk seluruh kelas
dan mempresentasikan di depan kelas.
2.
Hasil belajar
matematika merupakan hasil yang dicapai siswa melalui tes hasil belajar
matematika baik selama proses maupun pada akhir pembelajaran khususnya pada
materi pokok persamaan linear satu
variabel
3.
Aktivitas
belajar merupakan tingkah laku siswa
dalam proses pembelajaran yang meliputi siswa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan guru, siswa selalu berada dalam kelompoknya, siswa aktif dalam
kelompoknya, siswa yang merasa kaku berada dalam kelompoknya, siswa berdiskusi
dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan masalah dalam LKS, siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah dalam LKS, siswa mengajukan pertanyaan kepada guru saat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalah dalam LKS, siswa ketika nomor anggotanya
terpanggil tidak merasa takut, siswa mampu menjawab atau mempresentasekan hasil
kerja kelompoknya di depan kelas, dan siswa membuat rangkuman tentang materi
yang dipelajari.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Proses Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan keterampilan,
kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang
disebabkan belajar. Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan bahwa
dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu
perubahan tingkah laku (Hudojo, 1990: 1). Menurut Pasaribu dkk (1982: 21)
belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan. Agar tujuan mendidik yang
dirumuskan tercapai, maka pengajaran harus menimbulkan aktivitas dan kesadaran
anak didik, sebab dengan aktivitas dapat diperoleh pengalaman baru yang kelak
merupakan landasan.
Menurut
Pakasi dalam Simanjuntak (1992: 53) belajar merupakan suatu Interaction antara anak dan lingkungan.
Dari lingkungannya si anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang ia dapat
ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan suatu
lingkungan belajar yang kaya dengan stimulus (rangsangan-rangsangan) berarti
membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya, lagi pula kesanggupan
memilih apa yang anak butuhkan dan perlukan sesuai dengan minat dan
kesanggupannya, membawa anak ke arah kesanggupan untuk mengarahkan diri.
Menurut Slameto dalam Hadis (2006: 60) mengemukakan
bahwa: ”Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan
lingkungannya”. Menurut Surya dalam Riduwan (2004: 198) menjelaskan belajar
adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya.
Menurut
G.A Kimble dalam Simanjuntak (1992: 38) mengemukakan belajar adalah perubahan
yang relatif yang menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai
akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan
karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf, atau dengan
kata lain bahwa mengetahui dan memahami sesuatu, sehingga terjadi perubahan
dalam diri seseorang yang belajar. Menurut Howard dalam
Abu Ahmadi dan widodo (2004: 127) memberikan definisi belajar yaitu Learning is the process by which behavior(in the broader sense) is orginated or changed through practice or training.
Dari uraian dapat dikemukakan bahwa belajar adalah suatu proses di mana tingkah
laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau di ubah melalui praktek atau latihan.
Belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan
tingkah laku ini bukan di sebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat
fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat
berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan
(skills) atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (affektif)
dan keterampilan (psikomotor). Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti, bahwa
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik atau siswa (Usman, 1993:
5).
Beberapa
pendapat dari para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang
dilakukan oleh sesorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku terhadap
pengalaman yang dialaminya secara berulang-ulang dalam lingkungannya.
Pada
dasarnya mengajar merupakan suatu proses terjadinya interaksi antara guru
dengan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan yakni kegiatan
belajar siswa dengan kegiatan mengajar guru. Mengajar pada hakekatnya adalah
usaha yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang
memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin
(Sudjana, 1998: 43).
Alvin
dan Roestiyah (1989: 12) mendefinisikan mengajar sebagai suatu aktivitas untuk
mencoba, membimbing siswa untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan
keahlian (skill), sikap (attitudes), cita-cita (ideals), penghargaan ( appreciations), dan pengetahuan (knowledge). Maksudnya bahwa guru harus
mampu membawa perubahan yang baik untuk mengubah tingkah laku siswa.
Burton
dalam Rusyan (1994: 26) berpendapat bahwa mengajar merupakan upaya dalam
memberikan rangsangan (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada
siswa agar terjadi proses belajar. Lebih lanjut Burton dalam Rusyan ( 1994: 27)
mengemukakan bahwa pelajaran hanya merupakan bahan perangsang saja, sementara
arah yang dituju oleh proses belajar adalah tujuan pengajaran yang diketahui
siswa.
Mengajar
pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam belajar mengajar. Dapat pula
dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam
hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan
terjadinya proses belajar pada diri siswa. Pengertian ini mengadung makna
bahwa, guru di tuntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar
siswa yang mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang terdapat di dalam kelas
maupun di luar kelas (Usman, 1993: 6).
Beberapa pendapat ahli tentang mengajar, dapat
dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas yang direncanakan untuk
mencoba membimbing dan mengarahkan siswa dalam proses belajar mengajar.
2. Hasil Belajar Matematika
Setiap
orang dalam mengerjakan sesuatu termasuk kegiatan belajar selalu menginginkan
hasil belajar yang lebih baek. Dalam hal ini hasil belajar diartikan sebagai
suatu kemampuan atau tingkat pengusaan yang dicapai seseorang sebagai akibat
kegiatan belajar mengajar.
Winkel
(1987: 77) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan intelektual yang
telah menjadi milik pribadi seseorang yang memungkinkan orang itu melakukan
sesuatu atau memberikan prestasi tertentu.
MenurutBloom dalam Nana Sudjana (1989: 22) mengemukakan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Howard Kingslay membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a)
keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan
cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang
telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi tiga kategori hasil
belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) Strategi
kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris.
Berdasarkan
pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan
intelektual yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya atau
menberikan prestasi tertentu.
3. Aktivitas
Belajar Matematika
Dari
beberapa temuan dan pendapat mengenai aktivitas belajar menyebutkan bahwa
pengajaran efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar
sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam pengajaran tradisional asas aktivitas juga
dilaksanakan namun aktivitas tersebut bersifat semu. Pengajaran modern tidak
menolak seluruhnya pendapat tersebut namun lebih menitik beratkan pada asas
aktivitas sejati. Siswa belajar sambil bekerja dan memperoleh pengetahuan,
perubahan dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan
keterampilan yang bermakna untuk hidup dimasyarakat.
Aktivitas
belajar diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, dimana siswa berkerja atau berperan aktif
dalam pembelajaran, sehingga dengan demikian siswa tersebut memperoleh
pengetahuan, pengalaman, pemahaman dan aspek-aspek lain tentang apa yang ia
lakukan Hamalik(2003 : 172).
Menurut
Paul D. Dierich dalam Hamalik (2003: 174) membagi aktivitas atau kegiatan
belajar kelompok menjadi 8 yaitu :
1. Kegiatan visual, seperti membaca, melihat
gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain
bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti
mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan
interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti
mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok,
mendengarkan suau\tu permainan, mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan
menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan,
bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan
menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan
metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,
membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan
mental, seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis,
melihat, hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional,
seperti minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya
bagi pengajar, karena siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami
sendiri, berbuat sendiri, memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa,
siswa bekerja sesuai dengan minat dan kemampuan siswa, memupuk disiplin keras,
mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua
dengan guru.
Asas
aktivitas digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik metode dalam kelas
maupun metode mengajar diluar kelas. Hanya saja penggunaannya dilaksanakan
dalam bentuk berlainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Hamalik (2003:
175-176).
Peneliti
berkesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan
dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan
adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar
aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas, 2005:
31, belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh
hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotor”.
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Kata
“ pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”,
yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini
banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi Kognitif-Wholistik, yang menempatkan
siswa sebagai sumber dari kegiatan selain itu istilah ini juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari
segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan cetak, program
televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya, sehingga semua itu mendorong
terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari
guru sebagai sumber belajar menjadi guru menjadi sebagai fasilitator dalam
belajar mengajar (Sanjaya, 1991:78). Pembelajaran adalah upaya logis yang
didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan belajar anak. Pembelajaran akan sangat
bergantung pada pemahaman guru tentang hakekat anak sebagai peserta atau
sasaran belajar (Mariyana, 2005:4).
Slavin
dalam Yasa (2008:1) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas
dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk
memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan
memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan
memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya,
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik
pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain. Jadi
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif, (2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah, (3) jika siswa dalam kelas terdapat siswa yang
terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yangberbeda, maka
diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri ras, suku, budaya, jenis kelamin
yang berbeda pula, dan (4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok
dari pada perorangan.
Ibrahim
(2005:6-7) mengemukakan bahwa pada umumnya pembelajaran yang menggunakan model
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) siswa bekerja dalam kelompok
secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya; 2) kelompok dibentuk
dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) bilamana
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
berbeda-beda; dan 4)penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Ibrahim
(2007:7-9) mengemukakan bahwa peran aktif siswa sangat diperlukan melalui kerja
sama yang kompleks dalam suatu kelompok belajar, dimana dari aktifitas tersebut
terdapat tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif yaitu : 1). Berkaitan dengan
hasil belajar akademik pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan
kenerja siswa dalam akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa pendekatan
pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami
konsep-konsep yang sulit, termasuk konsep-konsep matematika, 2). Penerimaan
terhadap keragaman dimana penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda
menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidak mampuan ; dan 3).
Pengembangan keterampilan sosial yaitu untuk mengajarkan kepada siswa
keterampilan kerja sama dan kolaborasi..
Ibrahim
(2000:10) mengemukakan bahwa tujuan utama pembelajaran kooperatif dalam
kegiatan mengajar adalah: 1). Hasil belajar; 2). Penerimaan terhadap keragaman
dan 3). Pengembangan keterampilan sosial.
Berdasarkan
pendapat para ahli pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar di mana
siswa berada dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu
pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya
dengan tujuan mencapai hasil belajar tertinggi.
5. Prinsip,
Karateristik, Unsur dan Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Faiq (2009:1)
mengemukakan bahwa prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut
:
a)
Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b)
Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c)
Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama diantara anggota kelompoknya.
d) Setiap anggota kelompok
(siswa) akan dikenai evaluasi.
e)
Setiap anggota kelompok (siswa) berbagai kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f)
Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Ibrahim (2000:6) mengemukakkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki karakteristik sebagai
berikut : 1). Siswa berkerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya; 2). Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah; 3). Bila mana mungkin anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda; dan 4). Penghargaan lebih
berorientasi pada kelompok ketimbang individu.
Lie dalam Awaliyah (2008:10) mengemukakan bahwa model pembelajaran Cooperative
Learning dimunculkan dalam 5 unsur dimana setiap siswa harus: 1) Adanya saling ketergantungan positif antara
anggota kelompok, 2) Adanya tanggung jawab perseorangan. Artinya, setiap
anggota kelompok harus melaksanakan tugasnya dengan baik untuk keberhasilan
tugas kelompok, 3) Adanya tatap muka, setiap kelompok harus diberikan
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi, 4) Harus ada komunikasi antar
anggota. Dalam hal ini siswa tentu harus dibekali dengan teknik berkomunikasi,
5) Adanya evaluasi proses kelompok, yang dijadwalkan dan dilaksanakan oleh
guru.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif (Ibrahim,
2000:10) sebagai berikut:
Langkah
|
Tingkah
laku guru
|
1) Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
2) Menyajikan informasi
3) Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar
4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5) Evaluasi
6) Memberikan penghargaan
|
1) Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa dalam belajar
2) Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3) Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
4) Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengajarkan tugas-tugas
mereka.
5) Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasekan
hasil kerjanya.
6) Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar indifidu dan kelompok
|
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Model pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang memprioritaskan pada kerjasama antar siswa dalam kelompok
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebenarnya, pembelajaran kooperatif
merupakan ide lama. Sejak awal abad pertama, seorang filosof berpendapat bahwa
dalam mengajar seseorang harus memiliki pasangan/teman dalam Ibrahim (2000:12).
Nurhadi dalam Awaliyah (2008:12-14) mengemukakan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai pengganti
pertanyaan seluruh kelas. langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan
menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, enam langkah
tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Persiapan
Dalam langkah ini guru mempersiapkan Rencana Pelaksanaan
Pengajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2: Pembentukan Kelompok
Dalam pembentukan kelompok, disesuaikan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok atau tim yang beranggotakan 4 orang dan memberi mereka nomor sehingga
tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor berbeda. Kelompok-kelompok
ini terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selain itu, dipertimbangkan kriteria
heterogenitas lainnya seperti jenis kelamin dan ras. Dalam penelitian ini
menggunakan nilai tes awal untuk dijadikan dasar dalam menentukan masing-masing
kelompok. Sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai, guru memperkenalkan
keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga urutan keterampilan dasar
pembelajaran kooperatif, yaitu: 1)tetap berada dalam kelas; 2) mengajukan
pertanyaan dalam kelompok sebelum mengajukan pertanyaan pada guru; dan 3)
memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling mengkritik
sesama siswa dalam kelompok.
Langkah 3: Diskusi Masalah
Pada langkah diskusi masalah, Guru
membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam
kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk mengembangkan dan
meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam
LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi
dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 4: Memanggil Nomor Anggota
Dalam langkah ini, guru menyebut satu
nomor para siswa dari tiap pihak kelompok dengan nomor yang sama mengangkat
tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Kemudian mempresentasikan di
depan kelas, siswa dari kelompok lain menanggapi.
Langkah 5: Memberi Kesimpulan
Dalam langkah ini, guru memberikan
kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang disajikan.
Langkah 6: Memberikan Penghargaan
Pada langkah ini, guru memberikan penghargaan
berupa kata-kata pujian, tepuk tangan dan nilai yang lebih tinggi kepada
kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.
7. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian
Tindakan Kelas yang biasa disingkat dengan PTK sudah dikenal dan banyak
dibicarakan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa
Inggris, PTK diartikan dengan Classroom
Action Research, disingkat CAR. Penelitian tindakan kelas merupakan
penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat guru tersebut mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan
atau peningkatan proses pembelajaran dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Ditinjau dari karakteristiknya, Aqib (2009:16) menjelaskan PTK
memiliki beberapa karakteristik, antara lain : (a) didasarkan pada masalah yang
dihadapi guru dalam pembelajaran, b)
adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya, (c) peneliti sekaligus sebagai praktisi
yang melakukan refleksi, (d) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan
kualitas pembelajaran, dan (e) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan
beberapa siklus.
Penelitian tindakan kelas merupakan
suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan
tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh
siswa (Arikunto, 2006:3). Siklus adalah suatu proses pengkajian berdaur yang
menurut Wardhani (2007:2.3) terdiri dari 4 tahap, yaitu merencanakan perbaikan,
melaksanakan tindakan, mengamati dan
mengevaluasi, dan melakukan refleksi. Aqib (2009:30) menjelaskan secara lebih
rinci tentang tahap-tahap PTK di atas yaitu merencanakan perbaikan dilakukan
dengan cara : (a) membuat skenario pembelajaran, (b) mempersiapkan fasilitas
dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, (c) mempersiapkan instrument
untuk merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan, dan (d)
melaksanakan uji coba pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan
rancangan.
Tahap melaksanakan tindakan,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain adalah guru melaksanakan tindakan
perbaikan yang telah direncanakan sesuai dengan skenario pembelajaran sementara
siswa mengikuti proses pembelajaran secara aktif. Pada tahap ini, keterampilan
guru dalam mengajar dan keaktifan siswa dalam belajar diamati.
Berdasarkan pendapat para ahli
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh
guru di kelas yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, mempunyai
beberapa karateristik tertentu yang membedakannya dengan penelitian yang lain
serta terdiri dari 4 tahap yaitu merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan,
mengamati atau observasi dan evaluasi, dan refleksi.
8. Konsep Pembelajaran Persamaan Linear Satu
Variabel (PLSV)
1. Sistem Persamaan
Linear
a) Persamaan Linear
Persamaan linear dengan n
variable dapat dinyatakan dalam bentuk :
….(1)
Dimana dan b
merupakan konstanta real. Variable-variabel dalam persamaan linear seringkali
disebut sebagai faktor-faktor yang tidak diketahui.
Solusi dari persamaan linear (1) adalah suatu urutan dari n bilangan sedemikian rupa sehingga persamaan tersebut
akan terpenuhi jika menggantikan . Kumpulan semua solusi dari persamaan itu disebut
himpunan solusi (Anton dan Rorres, 2004: 2).
Dari Persamaan (1) maka persamaan linear satu variabel dapat
ditulis dalam bentuk:
ax = b…..(2) dengan a dan b adalah konstanta real.
Berdasarkan
GBPP, matematika Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas VII semester
I, indikator pencapaian hasil belajar dari materi Persamaan Linear Satu
Variabel (PLSV) yaitu :
a. Mengenal Persamaan Linear Satu
Variabel dalam berbagai bentuk dan
variabel.
b. Menentukan bentuk setara dari persamaan
linear satu variabel dengan cara kedua ruas ditambah, sikurangi, dikalikan, dan
dibagi dengan bilangan yang sama.
c. Menentukan penyelesaian persamaan linear
satu variabel
d. Memecahkan masalah sehari-hari yang
berkaitan dengan persamaan linear satu variabel.
Persamaan adalah kalimat terbuka yang
menggunakan tanda hubung ” = ” (sama dengan). Dan peubah atau variabel adalah
lambang/simbol yang dapat diganti oleh sebarang bilangan yang ditentukan,
pengganti dari variabel (peubah) yang membuat satu kalimat terbuka menjadi
benar disebut penyelesaian. Kalimat terbuka yang mempunyai variabel berpangkat
satu disebut persamaan linear. Lebih lanjut Sudirman dalam Saliana (2009: 19)
menyatakan bahwa persamaan linear satu variabel adalah kalimat terbuka yang
memiliki hubungan sama dengan ” = ” dan variabelnya berpangkat satu, sedangkan
Tampomas dalam Saliana (2009: 20) menyatakan bahwa persamaan linear satu
variabel adalah persamaan aljabar yang mencakup hanya satu variabel (tidak
diketahui) dengan pangkat pada variabelnya satu.
Soal
cerita adalah suatu soal yang penyelesaiannya memerlukan suatu kaidah-kaidah
atau aturan-aturan tertentu yang telah disepakati bersama. Soal cerita ini
merupakan masalah matematika yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan
dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Hudoyo, 1988: 15).
Depdiknas
(2003: 14) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan persamaan linear satu variabel
dapat diselesaikan dengan cara yaitu:
a. Menambah kedua ruas dengan bilangan yang
sama
b. Mengurangkan kedua ruas dengan bilangan
yang sama
c. Membagi atau mengalikan kedua ruas dengan
bilangan yang sama
B. Hasil –
Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh
Haslia (2007: 37) menyimpulkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika siswa kelas VIII-9 SMP Negeri 9 Kendari pada pokok bahasan
Fungsi.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Awaliyah (2008: 37) menyimpulkan bahwa
efektifitas pendekatan pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 8 Kendari pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel.
C. Kerangka Pemikiran
Rendahnya
hasil belajar siswa merupakan salah satu permasalahan umum yang terjadi dalam
dunia pendidikan. Kaitannya dengan mata pelajaran, bidang studi matematika
dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang menarik, sukar dan membosankan
sehingga hasil belajar matematika cenderung rendah dari mata pelajaran lain
Salah
satu materi yang dirasakan masih sangat sulit dipahami serta dirasakan sulit
pula diajarkan oleh guru dalam pembelajaran yaitu mengenai materi persamaan
linear satu variabel. Cara untuk
membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti
cara/model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti
pembelajaran yang dilakukan dengan ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran
ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif.
Model pembelajaran yang diperlukan untuk
membantu siswa menguasai konsep pembelajaran yang diajarkan yaitu dengan
menggunakan konsep pembelajaran yang membuat siswa mampu menyelesaikan
permasalahannya sendiri, antara lain adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran
yang membagi jumlah siswa dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4–5 orang
siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok
yang berbeda. Kelompok yang di bentuk mempunyai tingkat kemampuan beragam ada
yang pandai, sedang dan ada pula tingkat kemampuannya kurang. Setiap anggota
kelompok diberi tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal yang telah
diberi sesuai dengan nomor-nomor yang telah ada. Anggota kelompok saling menjelaskan
kepada sesama teman anggota kelompoknya, sehingga semua anggota kelompok
mengetahui jawaban dari semua soal yang diberikan. Selanjutnya, guru menyebut
satu nomor para siswa dari tiap kelompok dan yang telah disebut nomornya harus
menyiapkan jawabannya untuk seluruh kelas dan mempresentasikan di depan kelas.
Dengan demikian, setiap siswa akan mempunyai tingkat kemampuan yang relatif
sama terhadap pelajaran matematika yang dipelajarinya dan pada gilirannya hasil
yang diperoleh akan lebih baik.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam
penelitian tindakan kelas, yang ditandai dengan adanya suatu tindakan (aksi)
tertentu dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar di kelas, refleksi
diri merupakan salah satu ciri dari PTK
yang paling esensial.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
semester ganjil tahun ajaran 2010/2011, pada tanggal 5 November s/d 25 November
2010 dikelas VII6 SMP Negeri 10 Kendari dengan jumlah siswa 28
orang terdiri dari 12 siswa laki-laki
dan 16 siswa perempuan, serta guru
sebagai pengajar.
C. Faktor yang Diselidiki
Faktor-faktor
yang diselidiki dalam penelitian ini adalah:
1.
Faktor guru, mengamati
aktivitas guru dalam menyajikan materi pelajaran sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT
serta bagaimana cara guru dan peneliti merancang atau merencanakan tindakan
perbaikan pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.
2.
Faktor siswa, mengamati
aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan untuk mengetahui
kemampuan siswa memahami materi pelajaran setelah selesai proses pembelajaran
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus selama 4
kali pertemuan, dengan tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
ingin dicapai pada faktor-faktor yang diselidiki. Dari hasil observasi awal
berupa wawancara langsung dengan guru bidang studi matematika, ditetapkan bahwa
tindakan yang akan dipergunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika
pada materi persamaan linear satu variabel adalah model pembelajaran kooperatif
tipe NHT.
Secara rinci pembagian materi
persamaan linear satu variabel berdasarkan kompetensi dasar sebagai berikut :
1. Siklus
1
a. Menyelesaikan persamaan linear
satu variabel
adapun indikatornya adalah sebagai
berikut :
- Mengenal PLSV dalam berbagai bentuk dan
variabel
- Menentukan bentuk setara dari PLSV dengan
cara kedua ruas ditambah, dikurangi dengan bilangan yang sama
-
Menentukan penyelesaian PLSV
2. Siklus
II
b. Membuat model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel.
Adapaun
indikatornya adalah sebagai berikut :
- Mengubah masalah kedalam model matematika
berbentuk persamaan linear satu variabel
- Menyelesaikan model matematika suatu masalah yang
berkaitan dengan persamaan linear satu variabel.
Secara rinci, prosedur tindakan kelas ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1). Perencanaan, adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap
ini meliputi:
a)
Membuat
skenario pembelajaran yang tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.
Setiap skenario digunakan dalam satu kali pertemuan di kelas. Pada penelitian
ini, peneliti melaksanakan prosedur penelitian sebanyak dua
siklus dengan siklus pertama terdiri dari dua kali pertemuan, siklus kedua terdiri dari dua kali pertemuan.
b)
Membuat
lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas
ketika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
c)
Membuat
alat evaluasi untuk melihat apakah hasil belajar matematika siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
ditingkatkan.
d)
Membuat jurnal refleksi
diri.
e)
Peneliti mengadakan
evaluasi awal untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan untuk pembentukan
kelompok.
2). Pelaksanaan tindakan, kegiatan yang
dilakukan adalah:
a)
Guru
mengkondisikan siswa (orientasi siswa untuk belajar), lalu menuliskan topik
pembelajaran yang hendak dipelajari.
b)
Guru
memberitahu kepada siswa tentang model pembelajaran yang akan digunakan.
c)
Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator yang hendak dicapai.
d) Sebagai motivasi guru menjelaskan manfaat
belajar persamaan linear satu
variabel
e)
Sebagai
Apersepsi (mengfokuskan perhatian siswa) dengan cara Tanya jawab yang berkaitan
dengan materi Persamaan linear satu
variabel.
f) Guru memastikan bahwa siswa telah
bergabung dengan kelompok yang telah ditetapkan.
g) Guru menginformasikan materi yang akan
dibahas.
h) Guru memberikan LKS kepada masing-masing
kelompok, dengan jumlah soal pada LKS sebanyak 4 nomor dan soal tiap
kelompok sama.
i)
Guru
menjelaskan cara kerja LKS kepada siswa.
j)
Guru
mengarahkan setiap kelompok untuk menyelesaikan soal-soal yang terdapat pada
LKS dengan cara berdiskusi dengan anggota kelompoknya.
k)
Guru
memantau kegiatan belajar siswa selama diskusi berlangsung dan membantu
kelompok siswa yang menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan soal LKS.
l)
Guru
memanggil satu nomor dari salah satu kelompok secara acak, siswa yang dipanggil
mengacungkan tangan, dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
m) Siswa yang bernomor sama pada kelompok
lain menanggapi.
n)
Guru
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi hasil kerja kelompok.
o)
Guru
memberikan penghargaan kepada kelompok (individu) yang menjawab betul.
p)
Memberi
kesempatan kepada siswa mencatat jawaban yang betul
q) Guru membimbing siswa untuk merangkum
materi yang telah dibahas.
r)
Guru memberikan soal-soal
pekerjaan rumah.
3). Observasi, kegiatannya adalah
melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar
observasi yang telah dibuat. Proses observasi dilakukan sejak awal hingga akhir
penelitian.
4). Evaluasi, dilakukan pada setiap
akhir siklus pembelajaran. Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah pemahaman
siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT meningkat atau tidak. Alat evaluasi untuk siswa adalah tes hasil
belajar. Adapun kriteria untuk mengukur keberhasilan siswa dalam peningkatan
hasil belajar pada materi ajar persamaan linear satu variabel yaitu apabila
siswa secara perorangan memperoleh nilai 62 ke atas. Penelitian ini dikatakan
berhasil apabila 75 % siswa telah mendapat nilai 62 ke atas.
5). Refleksi,
hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis, dalam
hal ini termasuk hasil evaluasinya. Dari hasil yang didapatkan guru, baru akan
merefleksikan diri dengan melihat data observasi, bila hasil yang diperoleh
belum memenuhi target yang telah ditetapkan pada indikator kinerja, maka
penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus berikutnya dalam memperbaiki
tindakan yang dilakukan sebelumnya.
E.
Data dan Cara Pengumpulan Data
1.
Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru
dan siswa, yaitu data tentang keterampilan guru dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran serta data tentang nilai evaluasi hasil belajar matematika pada
evaluasi awal, evaluasi siklus I,
dan evaluasi siklus II.
2.
Jenis data
Jenis data yang
diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari evaluasi hasil belajar siswa, sedang data kualitatif
diperoleh dari lembar observasi dan hasil refleksi diri.
3.
Cara pengambilan data
a)
Data kuantitatif
tentang hasil belajar matematika diambil melalui evaluasi hasil belajar.
b)
Data kualitatif tentang
pelaksanaan pembelajaran serta perubahan-perubahan yang terjadi di kelas
diambil dengan lembar observasi untuk hasil observasi dan dengan jurnal untuk
hasil refleksi diri.
F.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a.
Indikator
keberhasilan proses pelaksanaan tindakan pada setiap siklus yaitu apabila aktivitas siswa berada pada kategori minimal
baik dengan cara Mengklasifikasikan rata-rata aktivitas siswa sebagai berikut.
1 ≤ Xi < 2 : Kategori kurang Xi = skor total
2 ≤ Xi < 3 : Kategori cukup
3 ≤ Xi < 4 : Kategori baik
Xi = 4 : Kategori sangat baik (Ramly, 2006:
10)
Penjelasan kategori rata-rata aktivitas siswa adalah sebagai berikut:
- Kategori baik sekali jika
dalam satu kelompok terdapat empat sampai
lima siswa atau semua siswa mampu
menerapkan semua satuan aktivitas yang dinilai.
- Kategori baik jika dalam satu
kelompok terdapat satu sampai dua siswa yang kurang mampu menerapkan semua
satuan aktivitas yang dinilai.
- Kategori kurang baik jika
dalam satu kelompok terdapat tiga sampai empat siswa yang kurang mampu
menerapkan semua satuan aktivitas yang dinilai.
- Kategori tidak baik jika dalam
satu kelompok terdapat empat sampai
lima siswa yang kurang
mampu menerapkan semua satuan aktivitas yang dinilai.
Penjelasan rata-rata aktivitas
guru :
- Tidak baik = 1
- Kurang baik = 2
- Cukup baik = 3
- Baik = 4
- Hasil belajar siswa dikatakan meningkat secara klasikal bilamana minimal 75% siswa telah memperoleh nilai ³ 62 (KKM di Sekolah) dan tindakan dikategorikan berhasil bilamana minimal 85% proses pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan skenario pembelajaran.
0 Response to "KUMPULAN SKRIPSI MATEMATIKA OBSERVASI AWAL DAN WAWANCARA DENGAN GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VII6 SMP NEGERI 10 KENDARI "
Posting Komentar