ABSTRAK
Metode
pembelajaran kooperatif berdampak bukan saja pada ranah akademik, tapi juga
pada keterampilan hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok. Penelitian ini
bertujuan menguji dampak salah satu metode pembelajaran kooperatif, yaitu
metode jigsaw, terhadap keterampilan
hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok pada mahasiswa Fakultas PsikologiUniversitas Gadjah Mada.
Metode penelitian
yang dipilih adalah eksperimen dengan menggunakan rancangan one group pre and posttest design.
Sebanyak 63 mahasiswa yang mengambil mata kuliah Psikologi Pendidikan (Kelas B)
pada semester genap Tahun Ajaran 2008/2009 menjadi responden penelitian. Pada
minggu terakhir sebelum dilaksanakan ujian tengah semester, mereka diukur
keterampilan hubungan interpersonal dan kerjasama kelompoknya dengan skala. Memasuki
masa perkuliahan setelah ujian tengah semester, selama tujuh minggu (tujuh kali
pertemuan), mereka diajar dengan metode pembelajaran jigsaw dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan (Kelas B). Pada
akhir semester mereka diukur lagi keterampilan hubungan interpersonal dan
kerjasama kelompoknya dengan skala yang sama.
Perangkat skor keterampilan hubungan interpersonal dan
kerja sama kelompok yang diperoleh responden sebelum dan setelah pembelajaran
dibandingkan, dan diuji perbedaannya dengan paired
samples t test. Hasilnya menunjukkan, dengan membandingkan skor pretes dan
postes variabel keterampilan hubungan interpersonal, diperoleh nilai t sebesar
-1,748 dengan p = 0,043 (p<0,05). Ini berarti bahwa metode pembelajaran Jigsaw secara signifikan
mampu meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal mahasiswa. Hasil
analisis terhadap variabel kerjasama kelompok dengan membandingkan skor pretes
dan postes, diperoleh nilai t sebesar -3,50 dengan p = 0,001 (p<0,01). Ini
berati bahwa metode
pembelajaran Jigsaw secara sangat
signifikan mampu meningkatkan keterampilan kerjasama kelompok mahasiswa.
(Key words: metode jigsaw,
keterampilan hubungan interpersonal, kerjasama kelompok)
Tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi siswa dalam domain kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Untuk mengembangkan level kompetensi yang berbeda
(baik dalam domain kognitif, afektif, maupun psikomotorik) diperlukan metode
pembelajaran yang berbeda; misalnya metode ceramah lebih pas untuk
mengembangkan knowledge, dan kurang
pas untuk mengembangkan kemampuan
analisis. Demikian juga untuk mengembangkan domain yang berbeda
diperlukan metode pembelajaran yang berbeda pula; metode diskusi kurang pas
untuk mengembangkan domain psikomotorik, tapi akan menjadi pas kalau dipakai
untuk mengembangkan domain kognitif. Metode role
play lebih cocok untuk mengembangkan
domain afektif daripada domain kognitif.
Universitas
Gadjah Mada mensosialisasikan dan selanjutnya menyelenggarakan pembelajaran
yang berpusat pada mahasiswa (studentcentered learning) sejak tahun 2006. Implementasinya di level fakultas,
termasuk di Fakultas Psikologi, masih variatif tergantung pada dosen pengampu
matakuliah dan karakteristik mata kuliah. Berdasar pengamatan, beberapa dosen
secara bertahap berusaha mengubah cara pembelajarannya yang dipakai selama ini,
menuju ke arah pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, paling tidak hal ini
tampak dalam hal pemberian kesempatan yang lebih luas kepada mahasiswa untuk
lebih berperan secara aktif dalam berbagai aktivitas belajar, misalnya diskusi
kelompok, pemberian tugas, survei lapangan, dan presentasi-presentasi yang
dilakukan oleh mahasiswa.
Pembelajaran
dengan pendekatan student centered
memiliki banyak metode. Salah satu yang sudah nampak diterapkan oleh dosen Fakultas
Psikologi UGM adalah metode jigsaw,
walaupun belum sepenuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji teori, yang
menyebutkan bahwa metode pembelajaran jigsaw
memiliki keunggulan dalam mengembangkan keterampilan hubungan interpersonal dan
kerjasama kelompok pada mahasiswa.
Istilah
instructional methods dan teaching methods memiliki arti yang sama
yaitu metode pembalajaran. Metode pembelajaran menguraikan tentang
aktivitas-aktivitas yang diorientasikan pada tujuan belajar dan cara penyampaian informasi dari guru ke
siswa. Salah satu pengelompokan metode
pembelajaran adalah pengelompokan berdasar pendekatan teacher-centered dan student- centered. Metode pembelajaran yang berpusat pada siswa (students center) antara lain metode
belajar kooperatif (cooperative learning).
Belajar kooperatif merupakan suatu metode
pembelajaran dalam bentuk
kelompok kecil. Siswa belajar
dalam kelompok yang masing-masing anggotanya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Jumlah anggota
kelompok antara empat sampai enam siswa yang bekerjasama antara yang satu
dengan yang lain dalam kegiatan belajar. Kelompok biasanya diberi rewards sesuai dengan seberapa banyak setiap
anggota kelompok telah belajar (Slavin, 1991).
Belajar kooperatif secara
teoretik dipandang mampu mengembangkan bukan saja capaian akademik, tapi juga
capaian non-akademik seperti hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok.
Menurut Arends (2007) belajar kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling
sedikit tiga tujuan penting; yaitu prestasi akademik, toleransi dan penerimaan
terhadap keanekaragaman, serta pengembangan keterampilan sosial. Marning dan
Lucking (1991) mengatakan bahwa belajar kooperatif selain memberikan kontribusi
secara positif terhadap prestasi akademik, juga meningkatkan keterampilan
sosial dan self-esteem siswa.
Salah satu bentuk belajar kooperatif
adalah metode jigsaw, yang dalam
penelitian ini, akan diuji dampaknya terhadap keterampilan hubungan
interpersonal dan kerjasama kelompok. Pada pembelajaran dengan metode jigsaw, siswa belajar dalam kelompok yang anggotanya berkemampuan heterogin dan
masing-masing siswa bertanggungjawab atas satu bagian dari materi (Arends, 2007).
Topik pembelajaran ditentukan oleh guru, sedangkan tugas siswa adalah mempelajari
dan mendiskusikan berbagai materi di kelompok ahli, selanjutnya saling berbagi
(sharing) berbagai materi di kelompok
asal.
Menurut Aronson (www.jigsaw.org),
langkah-langkah pembelajaran metode jigsaw adalah sebagai berikut: (1) Menempatkan
siswa dalam kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan antara 5 – 6 orang;
(2) Menugaskan seorang siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin; (3) Membagi
materi pelajaran menjadi 5 – 6 bagian; (4) Menugaskan setiap siswa untuk
mempelajari satu bagian materi; (5) Memberi waktu kepada siswa untuk
mempelajari materi yang menjadi bagiannya paling tidak dua kali agar ia menjadi
familier dengan materinya; (6) Membentuk “kelompok-kelompok ahli”, yang
anggotanya adalah seorang siswa dari masing-masing kelompok asal. Mereka
bergabung menjadi satu kelompok (ahli) untuk mempelajari satu bagian materi
yang sama. Guru memberikan waktu pada masing-masing kelompok ahli untuk
mendiskusikan poin-poin penting dari materi bagian mereka sebagai pedoman presentasi yang akan
mereka lakukan di kelompok asal; (7) Meminta masing-masing siswa untuk kembali
ke kelompok asal mereka; (8) Meminta masing-masing siswa untuk mempresentasikan
materi bagiannya di kelompok asal. Guru mendorong anggota kelompok yang lain
untuk mengajukan pertanyaan yang bertujuan untuk klarifikasi; (9) Guru mengobservasi
proses diskusi dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Jika kelompok
mengalami hambatan (misalnya ada yang mendominasi atau mengganggu) guru melakukan
intervensi; (10) Di akhir sesi berikan
kuis berkaitan materi sehingga siswa dengan segera dapat menyadari bahwa apa
yang mereka lakukan bukanlah aktivitas yang sia-sia.
Metode jigsaw
pertamakali dikenalkan pada guru-guru SD dan SMP pada akhir tahun 1970an
sebagai metode pembelajaran yang dapat menghasilkan capaian akademik dan social-emotional (Resor, 2008; Steiner,
Stromwall, Brzuzy, dan Gerdes, 1999). Pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw memberikan
kesempatan pada siswa mengembangkan banyak kemampuan-kemampuan kerjasama yang
dibutuhkan (Taylor, http://wikis.lib.ncsu.edu/index.
php/Jigsaw)
Penelitian Sharan (dikutip Arends, 2007) menunjukkan
bahwa belajar kooperatif menghasilkan lebih banyak perilaku kooperatif, verbal
maupun nonverbal, dibandingkan pembelajaran konvensional. Penelitian eksperimen
yang dilakukan Siregar (2009) pada mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling FKIP UAD
Yogyakarta semester ketiga Tahun Ajaran 2008/2009 menemukan bahwa metode
belajar Think-Pair-Share, salah satu
metode belajar kooperatif, mampu mengembangkan self-efficacy mahasiswa. Metode belajar Think-Pair-Share, seperti halnya metode jigsaw, merupakan metode belajar kelompok kecil terstruktur.
Aronson, dkk (Marning dan Lucking, 1991) dari
penelitiannya menyimpulkan bahwa siswa yang diajar dengan metode jigsaw menjadi lebih menyukai
teman-temannya dalam satu kelompok belajar dibanding dengan kesukaan mereka
terhadap teman-temannya satu kelas yang bukan anggota kelompok belajarnya.
Dengan belajar kooperatif mereka saling menghargai dan saling peduli satu sama
lain, sehingga mampu meningkatkan hubungan interpersonal di antara mereka.
Chun-Yen dan Song-Ling (1999) meneliti pengaruh
metode jigsaw terhadap kinerja akademik
dan non-akademik pada siswa sekolah menengah yang mengikuti matapelajaran Ilmu
Alam. Satu dari dua kelompok siswa yang penempatannya dilakukan secara random,
diajar dengan metode jigsaw (kelompok
eksperimen) dan kelompok lainnya diajar dengan metode tradisional (kelompok
kontrol). Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki kinerja akademik
yang lebih tinggi, berkurang prasangka dan prejudice
nya, dan meningkat hubungan sosialnya dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Gillies dan Ashman (1998) meneliti perilaku dan
interaksi sosial siswa saat belajar matapelajaran ilmu pengetahuan sosial.
Sebanyak 212 siswa kelas 1 SD dan 184 siswa kelas 3 SD berpartisipasi dalam
penelitian. Mereka dibagi menjadi kelompok-kelompok melalui stratified random assignment; setiap
kelompok terdiri dari empat siswa, yang masing-masing kelompok beranggotakan
satu siswa berkemampuan tinggi, dua siswa berkemampuan moderat, dan satu siswa
berkemampuan rendah. Kelompok-kelompok tersebut secara acak dimasukkan dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen selama enam minggu belajar
dalam kelompok kecil terstruktur, sedangkan kelompok kontrol selama periode
waktu yang sama belajar dalam kelompok kecil tidak terstruktur. Hasilnya
menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok kecil terstruktur secara konsiten lebih
kooperatif dan lebih banyak memberi atau menerima bantuan dari anggota
kelompoknya dibandingkan dengan siswa dalam kelompok kontrol.
Gillies (2003), meneliti siswa SMP yang belajar memecahkan problem, mengerjakan
tugas-tugas dalam pelajaran matematika, ilmu alam dan bahasa inggris dalam kelompok
kecil terstruktur dan tidak terstruktur. Sebanyak 220 siswa kelas 8
berpartisipasi dalam penelitian, yang
dilaksanakan dalam 3 termin. Siswa bekerja dalam kelompok yang masing-masing
terdiri dari empat siswa, laki-laki dan
perempuan dengan kemampuan yang heterogin di dalam kelompok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang belajar dalam kelompok terstruktur lebih
kooperatif dan lebih banyak saling memberikan bantuan antara yang satu dengan
yang lain ketika belajar bersama dalam kelompok dibandingkan dengan siswa dalam
kelompok yang tidak terstruktur. Selain itu, juga ditemukan bahwa siswa yang
belajar dalam kelompok terstruktur memiliki persepsi yang kuat bahwa belajar
dalam kelompok kecil sangat menyenangkan dan memungkinkan mereka memperoleh kesempatan
untuk belajar bersama secara berkualitas.
Penelitian Resor (2008) menemukan beberapa komentar
dari siswa yang diajar dengan metode jigsaw.
Sebagian besar komentar mereka adalah bahwa metode pembelajaran jigsaw membuat pelajaran menjadi lebih
menarik dan meningkatkan kemampuan berfikir secara mendalam dan kemampuan melakukan
analisis kritis. Seorang siswa mengatakan metode jigsaw menyenangkan (fun)
dan memberi pencerahan karena membawa pada hal-hal yang terang yang tak pernah
terfikirkan.
Berdasar hasil-hasil penelitian tentang dampak metode
belajar kooperatif, khususnya metode jigsaw
seperti diuraikan di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
adalah: Metode jigsaw yang dipakai
dalam pembelajaran Psikologi Pendidikan, mampu mengembangkan keterampilan
hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok pada mahasiswa Fakultas Psikologi
UGM.
METODE
Subjek
penelitian adalah 63 mahasiswa Fakultas Psikologi UGM yang mengikuti matakuliah
Psikologi Pendidikan (Kelas B) pada semester genap Tahun Ajaran 2008/2009.
Variabel dalam penelitian ini ada tiga, yaitu (1) metode pembelajaran, yaitu
metode pembelajaran jigsaw (2)
keterampilan hubungan interpersonal (interpersonal
skills), yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, dan
(3) kerjasama kelompok (working together),
yaitu belajar bersama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu
memahami materi pelajaran.
Metode
yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah Skala Keterampilan Hubungan
Interpersonal dan Skala Kerjasama Kelompok, yang keduanya disusun sendiri oleh
peneliti. Rancangan penelitiannya adalah eksperimen dengan menggunakan one group pretest and posttest design. Prosedur
penelitiannya adalah sebagai berikut: (1) Sebelum diberi perlakuan, yaitu
pembelajaran dengan metode jigsaw, 63
responden diukur keterampilan hubungan interpersonal dan kerjasama kelompoknya,
(2) menerapkan pembelajaran dengan metode jigsaw
sebanyak tujuh kali pertemuan, dan (3) mengukur kembali keterampilan hubungan interpersonal
dan kerjasama kelompok 63 responden dengan menggunakan skala yang sama, (4) skor
variabel keterampilan hubungan interpersonal dan variabel kerjasama kelompok yang
diperoleh dari dua kali pengukuran tersebut dibandingkan dan diuji
perbedaannya. Metode analisis data yang digunakan adalah paired samples t test.
Menyusun skala
Skala Hubungan Interpersonal disusun
berdasar aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan
kesetaraan; yang masing-masing aspek diwakili oleh lima aitem. Skala Kerjasama
Kelompok disusun berdasar aspek penerimaan orang lain terhadap diri, penerimaan
diri terhadap orang lain, kepedulian terhadap anggota kelompok, komunikasi, dan
koordinasi; yang masing-masing aspek diwakili oleh lima aitem.
Uji coba skala
Uji coba skala dilaksanakan pada
minggu terakhir perkuliahan sebelum pelaksanaan ujian tengah semester, dengan
responden sebanyak 49 mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan Tahun 2006/2007.
Hasil uji coba terhadap Skala Hubungan Interpersonal diperoleh empat aitem aspek
keterbukaan, dua aitem aspek empati, tiga aitem aspek sikap mendukung, tiga
aitem aspek sikap positif, dan dua aitem aspek kesetaraan, memiliki daya beda yang
memadai (kisaran koefisien korelasi aitem-total terkoreksi antara 0,227 sampai
dengan 0,549). Skala Hubungan Interpersonal dengan 14 aitem tersebut memiliki koefisien
reliabilitas sebesar 0,763, yang diestimasi melalui pendekatan Alpha Cronbach.
Hasil uji coba terhadap Skala Kerjasama Kelompok diperoleh tiga aitem
aspek penerimaan orang lain terhadap diri, empat aitem aspek penerimaan diri
terhadap orang lain, empat aitem aspek kepedulian terhadap anggota kelompok,
dua aitem aspek komunikasi, dan empat aitem aspek koordinasi, memiliki daya
beda memadai (kisaran koefisien korelasi aitem-total terkoreksi antara 0,214
sampai dengan 0,574). Skala Kerjasama Kelompok dengan 17 aitem tersebut
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,770, yang diestimasi melalui
pendekatan Alpha Cronbach.
Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah
penelitian adalah sebagai berikut: Langkah
pertama, mengukur keterampilan
hubungan
interpersonal dan kerjasama kelompok 63 responden sesaat sebelum mereka
menempuh ujian tengah semester matakuliah Psikologi Pendidikan. Langkah
kedua, pada pertemuan (kuliah) pertama setelah UTS, membagi 60 dari 63 responden
berdasar nomer urut daftar presensi menjadi enam kelompok (selanjutnya disebut
kelompok asal: kelompok A, B, C, D, E, dan F), yang masing-masing terdiri dari
10 mahasiswa (catatan: tiga mahasiswa sisanya diberi kebebasan untuk memilih
kelompok tetapi tidak diperkenankan pindah ke kelompok lainnya sampai
perkuliahan selesai pada akhir semester). Langkah ketiga, masing-masing dua anggota dari keenam kelompok
asal diberi tugas menjadi anggota kelompok ahli. Dua anggota dari masing-masing
kelompok asal (A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, D2, E1, E2, F1, dan F2) diberi handout materi Teori Belajar Classical Conditioning untuk dipelajari selama
seminggu (disebut anggota kelompok ahli ClassicalConditioning); dua anggota yang lain (A3, A4, C3, C4, D3, D4, E3, E4, F3,
dan F4) diberi handout materi Teori
Belajar Koneksionisme untuk dipelajari selama seminggu (disebut anggota
kelompok ahli Koneksionisme); dua anggota yang lain lagi (A5, A6, B5, B6, C5,
C6, D5, D6, E5, E6, F5, F6) diberi handout
materi Teori Belajar Operant Conditioning
untuk dipelajari selama seminggu (disebut anggota kelompok ahli Operant Conditioning); dua anggota yang
lain lagi diberi handout materi Teori
Belajar Social Learning untuk
dipelajari selama seminggu (disebut anggota kelompok ahli Social Learning); dua anggota yang lain lagi (A7, A8, B7, B8, C7,
C8, D7, D8, E7, E8, F7, dan F8) diberi handout
materi Teori Belajar Expository Teaching
untuk dipelajari selama seminggu (disebut anggota kelompok ahli Expository Teaching); dua anggota yang
lain lagi (A9, A10, B9, B10, C9, C10, D9, D10, E9, E10, F9, dan F10) diberi handout materi Teori Belajar Discovery Learning untuk dipelajari selama
seminggu (disebut anggota kelompok ahli Discovery
Learning). Jadi secara keseluruhan terdapat lima kelompok ahli yang
masing-masing kelompok ahli terdiri dari dua belas anggota yang berasal dari
enam kelompok asal. Selanjutnya, pada langkah keempat, masing-masing
dari enam kelompok ahli mendiskusikan
materi yang sudah ditetapkan sebelumnya pada langkah ketiga. Langkah kelima,
setelah selesai diskusi dalam kelompok ahli, masing-masing anggota kembali ke
kelompok asal. Langkah keenam,
secara bergantian masing-masing anggota kelompok ahli mempresentasikan
materi bagiannya yang sudah mereka diskusikan di kelompok ahli, di kelompok
asal. Langkah ketujuh, dosen
memberikan evaluasi dan masukan atas hasil belajar mahasiswa yang diperoleh
dari hasil diskusi dan sharing di antara
mereka.
Prosedur pembelajaran seperti diuraikan di atas
dilaksanakan selama tujuh kali pertemuan dengan materi yang berbeda. Pada hari
terakhir kuliah (pertemuan ketujuh) 63 responden diukur lagi keterampilan
hubungan interpersonal dan kerjasama kelompoknya dengan skala yang sama.
Selain
diukur keterampilan hubungan interpersonal dan kerjasama kelompoknya, setiap
responden juga diminta untuk memberikan penilaian dengan menyebutkan dua
keunggulan dan dua kelemahan penggunaan pembelajaran jigsaw yang sudah mereka alami selama tujuh kali pertemuan. Tujuannya
adalah untuk memperoleh data tambahan dalam rangka elaborasi kualitatif atas hasil
analisis data kuantitatif.
HASIL
Perangkat skor dari kedua variabel
yang diperoleh subjek sebelum dan setelah eksperimen dibandingkan dan diuji
perbedaannya. Metode analisis data yang digunakan adalah paired samples t test. Hasil analisis terhadap variabel
keterampilan hubungan interpersonal dengan membandingkan skor pretes dan
postes, diperoleh nilai t sebesar -1,748 dengan p = 0,043 (p<0,05; one-tailed). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa metode pembelajaran jigsaw secara signifikan mampu meningkatkan keterampilan hubungan
interpersonal. Hasil analisis terhadap variabel kerjasama kelompok
dengan membandingkan skor pretes dan postes, diperoleh nilai t sebesar -3,50
dengan p = 0,001 (p<0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran jigsaw secara sangat signifikan mampu
meningkatkan kerjasama kelompok.
Selain
temuan yang dikemukakan di atas, ditemukan juga hasil penilaian yang diberikan responden
tentang keunggulan dan kelemahan penggunaan metode pembelajaran jigsaw yang mereka rasakan setelah
mengikuti pembelajaran dengan metode tersebut selama tujuh kali pertemuan.
Keunggulan metode jigsaw menurut
penilaian responden disajikan pada tabel 1.
Tabel 1:
Keunggulan metode pembelajaran jigsaw
menurut responden
No
|
Keuntungan Metode Jigsaw berdasar persepsi mahasiswa
|
f
|
%
|
1
|
Mahasiswa tidak takut bertanya dan sharing dalam diskusi
|
25
|
23,36
|
2
|
Dapat memahami materi lebih cepat dan efektif
|
21
|
19,63
|
3
|
Mahasiswa lebih aktif
|
19
|
17,76
|
4
|
Materi yang diperoleh lebih banyak
|
12
|
11,21
|
5
|
Kelompok presenter lebih menguasai
topik yang didiskusikan
|
10
|
9,35
|
6
|
Tidak membosankan
|
9
|
8,41
|
7
|
Meningkatkan motivasi
|
3
|
2,80
|
8
|
Materi lebih banyak yang diingat
|
2
|
1,87
|
9
|
Mampu memahami kelebihan dan
kelemahan teman dalam kelompok
|
2
|
1,87
|
10
|
Memiliki persepsi yang sama dalam satu kelompok
|
1
|
0,935
|
11
|
Belajar secara mandiri
|
1
|
0,935
|
12
|
Belajar mengajari teman sebaya
|
1
|
0,935
|
13
|
Meningkatkan kemampuan berfikir kritis
|
1
|
0,935
|
J u m
l a h
j a w
a b a n
|
107
|
100
|
Kelemahan
metode jigsaw menurut penilaian
responden setelah mereka mengikuti pembelajaran dengan metode tersebut selama
tujuh kali pertemuan disajikan pada tabel 2.
Tabel 2: Kelemahan
metode pembelajaran jigsaw menurut
responden
No
|
Kelemahan Metode Jigsaw berdasar persepsi mahasiswa
|
f
|
%
|
1
|
Kurangnya pemahaman presenter dalam
menyampaikan materi
|
16
|
16,33
|
2
|
Banyak waktu terbuang karena mahasiswa ngobrol dalam
diskusi
|
16
|
16,33
|
3
|
Tidak semua mahasiswa aktif
|
15
|
15,31
|
4
|
Sering menimbulkan persepsi yang
salah terhadap suatu teori
|
9
|
9,18
|
5
|
Jika seorang anggota kelompok tidak datang akan
merugikan seluruh anggota kelompok
|
8
|
8,16
|
6
|
Waktu kurang untuk diskusi
|
7
|
7,14
|
7
|
Mudah lupa karena terlalu banyak
materi
|
6
|
6,12
|
8
|
Kurangnya
penjelasan dari dosen
|
6
|
6,12
|
9
|
Mahasiswa
kurang memperoleh penjelasan yang tuntas dari presenter
|
4
|
4,08
|
10
|
Materi yang disampaikan tidak
mencakup seluruh materi yang penting
|
4
|
4,08
|
11
|
Bosan
|
3
|
3,06
|
12
|
Perbedaan
pendapat diantara mahasiswa
|
2
|
2,04
|
13
|
Kurang menimbulkan rasa kompetisi
|
1
|
1,02
|
14
|
Tugas dosen jadi lebih mudah
|
1
|
1,02
|
J u
m l a
h j a
w a b
a n
|
98
|
100
|
KESIMPULAN DAN
SARAN
Berdasar
analisis data seperti diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran jigsaw dapat
meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UGM. Hasil ini memperkuat teori dan hasil
penelitian-penelitian terdahulu, bahwa metode pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan keterampilan
sosial. Temuan-temuan penelitian yang
dilakukan oleh banyak peneliti, antara lain oleh David Johnson, Roger Johnson,
dan Robert Slavin, menunjukkan bahwa
metode pembelajaran jigsaw meningkatkan
prestasi belajar siswa pada semua jenjang kelas, pada semua matapelajaran, dan
pada semua tipe pelajar. Banyak hasil yang telah didokumentasikan, meliputi
peningkatan self-esteem, hubungan
kelompok, komunikasi, hubungan interpersonal, sikap terhadap sekolah, dan
penerimaan serta kemampuan terhadap kerjasama dengan orang lain. Hasil yang
positif tersebut meliputi pembelajaran pada matapelajaran biologi, kimia,
geologi, statistika, sosiologi, dan psikologi (Resor, 2008; Steiner, Stromwall,
Brzuzy, dan Gerdes, 1999).
Hasil lain penelitian ini adalah yang berkaitan
dengan proses pembelajaran, yaitu bagaimana mahasiswa memberikan penilaian
terhadap pelaksanaan metode jigsaw.
Tiga keunggulan utama penggunaan metode jigsaw
menurut penilaian mahasiswa adalah: (1) mahasiswa tidak ragu-ragu untuk
menyatakan pendapat dan bertanya dalam diskusi (23,36%), (2) mahasiswa dapat memahami materi dengan lebih cepat (19,63%), dan (3) mahasiswa lebih aktif dalam belajar
(17,76%). Penilaian butir 1 dan butir
3 yang diberikan mahasiswa menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode jigsaw dapat melibatkan mahasiswa lebih
aktif dalam mengikuti pembelajaran dibandingkan sebelumnya. Keaktifan dalam
belajar, baik mental, emosi, dan sosial, akan membuat belajar menjadi lebih
efektif dan bermakna daripada belajar secara pasif menerima informasi.
Penilaian butir 2 menunjukkan bahwa dengan belajar bersama melalui diskusi dan
saling sharing secara aktif dengan
anggota kelompok, mahasiswa lebih cepat dapat memahami materi yang sedang
dipelajari. Ini merupakan proses yang masuk akal karena informasi atau konsep
yang belum dipahami oleh seorang mahasiswa, akan segera bisa memperoleh jawaban
atau klarifikasi dalam diskusi kelompok; berbeda kalau mahasiswa diceramahi
dalam pembelajaran yang belum tentu ia mengajukan pertanyaan spontan atau
bersikap kritis dalam menerima pelajaran.
Tiga kelemahan
utama metode jigsaw menurut
penilaian mahasiswa adalah: (1) presenter belum sepenuhnya memahami materi yang
disampaikan (16,33%), (2) banyak mahasiswa yang
saling ngobrol ketika proses diskusi berlangsung (16,33%), dan (3) tidak semua mahasiswa aktif (15,31%). Penilaian butir 1 yang diberikan mahasiswa,
menunjukkan bahwa mahasiswa belum menyadari atau belum sepenuhnya siap menerima
tanggungjawab, bahwa mereka semua pada materi tertentu akan berposisi sebagai
tim ahli dalam kelompok asalnya, yang banyak diharapkan oleh teman satu
kelompok asalnya untuk memberikan penjelasan yang lengkap tentang materi yang
menjadi “keahliannya”. Kemungkinan lain adalah bahwa dalam diskusi kelompok
ahli sebenarnya masih ada permasalahan-permasalahan atau konsep-konsep yang belum
dipahami sepenuhnya, tetapi belum terklarifikasi. Penilaian butir 2 dan butir 3
yang diberikan mahasiswa menunjukkan bahwa dosen perlu meningkatkan monitoring ke setiap kelompok, baik
kelompok ahli maupun kelompok asal, secara merata.
Kendala
yang dihadapi peneliti pada penelitian ini terletak pada proses pembelajaran.
Hal ini disebabkan oleh kelas yang besar, yaitu sebanyak 63 mahasiswa, padahal
idealnya maksimal 30 mahasiswa. Pembelajaran dengan metode jigsaw dengan kelas besar ini menyebabkan: (1) pemantauan tidak
dapat dilaksanakan secara optimal karena harus dilakukan secara simultan pada
kegiatan diskusi di lima kelompok ahli, dan selanjutnya di enam kelompok asal;
(2) Kapasitas ruangan yang kurang luas menyebabkan pelaksanakan diskusi menjadi
kurang kondusif. Suara diskusi di kelompok ahli A bisa mengganggu aktivitas
diskusi di kelompok ahli yang lain; (3)
Setiap kelompok ahli terdiri dari 12 mahasiswa (idealnya enam) dan setiap
kelompok asal terdiri dari 10 mahasiswa (idealnya lima) membuat diskusi
kelompok tidak efektif, karena ada “peluang” bagi mahasiswa yang duduk
berdekatan untuk ngobrol di luar
materi.
Kendala
lain yang dihadapi peneliti adalah dalam menyiapkan materi untuk tujuh kali
pertemuan, yang setiap materi harus dlakukan breakdown menjadi lima bagian untuk lima kelompok ahli sebagai
bahan diskusi. Ada materi yang terlalu “kecil” untuk dibagi menjadi lima
sub-materi. Pengatasan yang peneliti lakukan adalah dengan menambah sub-materi dari materi
(atau topik) yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. (2007). Learning to
Teach. Diterjemahkan oleh Helly Prayitno
Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto (2008). Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Chun-Yen Chang & Song-Ling Mao (1999). The Effects on
Students’Cognitive Achievement When Using the Cooperative
Learning Method in Earth Science Classroom. School
Science and Mathematics, Volume 99. (Diakses dari Questia Media America.
Inc. www.questia.com)
Gillies, R.M. & Ashman, A.F. (1998). Behavior and Interactions of
Children in
Cooperative Group in Lower and Middle Elementary Grades. Journal of Educational Psychology, Vol. 90,
No. 4, pp.746-757.
Gillies, R.M. (2003). The Behaviors, Interactions, and Participations of
Junior
High School Students During Small-Group Learning. Journal of Educational Psychology, Vol. 95,
No. 1, pp. 137-147.
Marning, M. L. & Lucking, R. (1991). The What, Why and How of
Cooperative
Learning. Social
Studies, Volume 82. (Diakses dari Questia
Media America. Inc. www.questia.com)
Resor, C. (2008). Encouraging Students to Read the Text: The Jigsaw
Method. Teaching History: A Journal of Methods, Volume 33. (Diakses dari Questia Media
America. Inc. www.questia.com)
Siregar, LYS. (2009). Pengaruh Metode Belajar Kooperatif Terhadap Efikasi
Diri. Skripsi
(Tidak diterbitkan). Program Magister Psikologi Fakultas Psikologi UGM.
Slavin, R.E. (1991). Educational
Psychology. Englewoods Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall International Limited.
Steiner, S., Stromwall, L.K., Brzuzy, S. & Gerdes, K. (1999). Using
Cooperative Learning Strategies in Social Work Education.
Journal of Social Work Education, Volume 35. (Diakses dari Questia Media
America. Inc. www.questia.com)
0 Response to "CONTOH SKRIPSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN PENGARUH METODE BELAJAR JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN HUBUNGAN INTERPERSONAL DAN KERJASAMA KELOMPOK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UGM"
Posting Komentar