MAKALAH KESEHATAN GIZI ANAK SEKOLAH PENGARUH PEER GROUP SUPPORT TERHADAP PERILAKU JAJANAN SEHAT SISWA KELAS 5 SDN AJUNG 2 KALISAT JEMBER


PENDAHULUAN
Budaya jajan menjadi bagian dari keseharian hampir semua kelompok usia dan kelas sosial, termasuk anak usia sekolah dan golongan remaja (Titi S, 2004 dalam Qonita, 2010). Hampir semua anak usia sekolah suka jajan (91,1%), selain nilai gizi makanan jajanan yang relatif rendah, keamanan pangan makanan jajanan juga menjadi masalah. Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyimpulkan bahwa persentase makanan jajanan anak Sekolah Dasar (SD) yang dicampur dengan berbagai zat berbahaya masih sangat tinggi. Sebagai salah satu alternatif makanan bagi anak sekolah, nilai gizi dan nilai keamanan maka makanan jajanan masih perlu mendapat perhatian (Muhilal dkk, 2006 dalam Qonita, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada tanggal 12 Maret 2012 dengan guru penjaskes Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ajung 2 Kalisat Jember, perilaku siswa belum mencerminkan perilaku jajanan yang sehat. Setiap istirahat anak-anak selalu membeli makanan yang dijual di depan sekolah, rata-rata makanan yang dijual belum sehat seperti cilok, permen, dan es sirop. Pada Februari 2012, 2 siswa yang setelah jajan di pagi hari perutnya sakit dan keesokan hari pihak sekolah mendapat surat dari orang tua yang menyatakan siswa tersebut terkena diare. Selama ini guru penjaskes di SD tersebut telah melakukan penyuluhan tentang bahaya jajan yang tidak sehat, namun siswa masih tetap saja jajan sembarangan. Menurut studi pendahuluan peneliti selama 2 hari pada tanggal 12 Maret 2012, 74% dari 240 siswa SDN Ajung 2 Kalisat Jember jajan jajanan yang tidak sehat. Siswa kelas 5 sebanyak 20% dari 74 % total siswa SDN Ajung 2 Kalisat Jember yang jajan jajanan tidak sehat, yaitu sebanyak 36 siswa dari 40 siswa kelas 5.
Peer group support (dukungan kelompok sebaya) diharapkan dapat meminimalkan perilaku jajanan yang tidak sehat. Dukungan kelompok sebaya dapat meningkatkan kemandirian dan memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam kelompok (Santoso, 1999). Hal ini ditujukan terutama pada para siswa kelas V SD, karena perkembangan sosial dan emosional pada anak yang duduk di kelas V dan VI sekolah dasar adalah mudah dibangkitkan semangatnya, suka pada kegiatan kelompok dan loyal terhadap kelompoknya (Budiman, 2007). Namun sampai saat ini peer group support belum pernah dilaksanakan di SDN Ajung 2 Kalisat Jember.
Pada tahun 2005, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia telah melakukan pengujian terhadap 861 jenis makanan jajanan anak di sekolah di 195 sekolah dasar di 18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% dari jajanan yang diperjualbelikan tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Data Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun oleh Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) BPOM, dari 26 BPOM di seluruh Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan 21,4% kasus terjadi di lingkungan sekolah dan 75,5% kelompok siswa anak SD paling sering mengalami keracunan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) (Andarwulan et al, 2009).
Penyakit yang diderita oleh anak SD terkait perilaku jajanan tidak sehat diantaranya cacingan 40-60%, anemia 23,2%, karies dan periodontal 74,4%. Akibat perilaku yang tidak sehat ini dapat pula menimbulkan persoalan yang lebih serius seperti ancaman penyakit menular pada anak usia sekolah karena sekolah merupakan lokasi sumber penularan penyakit infeksi pada anak (Depkes, 2005). Penelitian lain yang dilakukan oleh BPOM (2011) di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B. Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Kandungan gizi dari makanan jajanan diatas seperti cilok terdiri dari kadar karbohidrat yang tinggi sedangkan proteinnya rendah, mie bakso terdiri dari lemak (2.51%), protein (5,78%), karbohidrat (39,30%) dan kandungan tambahan lainnya seperti air (50,13%). Mengkonsumsi cilok dan mie bakso dapat menambah kebutuhan protein, lemak dan karbohidrat, tapi tanpa bahan tambahan pangan berbahaya yang tidak baik bagi tubuh  (Anita, 2006).
Akhir-akhir ini juga terungkap bahwa reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka pendek penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ini menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar (Judarwanto, 2006).
Keinginan anak untuk menjadi satu dengan manusia lain yang berbeda di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana di sekelilingnya, menyebabkan mereka membentuk kelompok teman sebaya (Soekanto, 1994). Kelompok teman sebaya memungkinkan individu untuk saling berinteraksi, bergaul dan memberikan semangat dan motivasi terhadap teman sebaya yang lain secara emosional. Ikatan secara emosional dalam kehidupan peer group akan mendatangkan berbagai manfaat dan pengaruh yang besar bagi individu yang berada dalam kelompok tersebut. Adapun salah satu manfaat kelompok teman sebaya yaitu dapat membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai orang tua yang cenderung diterima anak (Hurlock, 2010).
Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya) (Santrock, 2005). Dukungan teman sebaya dapat membantu anak dalam mengambil keputusan terutama dalam perilaku jajanan sehat. Penerapan metode ini sangat berguna bagi anak yang seumuran atau sebaya. Melaksanakan peer group support sangat berguna untuk membentuk perilaku yang sehat pada anak. Dalam satu kelompok akan saling mengingatkan demi berjalannya tujuan bersama yang disepakati diawal, yaitu berperilaku sehat dengan mengkonsumsi makanan jajanan sehat.

BAHAN DAN METODE
          Desain Penelitian ini menggunakan desain Quasy Experiment (Post Test Only Control Group Design). Desain penelitian ini berupaya mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental (Nursalam, 2008). Pada kelompok perlakuan diberikan peer group support sebagai upaya perubahan perilaku siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember. Pada kelompok kontrol diberikan kegiatan lain yaitu materi tentang UKS dan P3K. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 yang berjumlah 40 siswa di SDN Ajung 2 Kalisat Jember. Besar sampel pada penelitian ini didapatkan 38 responden menggunakan metode simple random sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu: bersedia menjadi responden, pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang jajanan sehat, dan pernah membeli jajanan di luar sekolah. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sakit dan tidak masuk sekolah pada waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Mei-4 Juni 2012. 
Variabel independen dalam penelitian ini adalah peer group support. Vareabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku jajanan sehat siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Intrumen pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner perilaku jajanan sehat dari Purtiantini (2010). Kuesioner pengetahuan terdiri dari 15 pertanyaan (11 positif dan 4 negatif), kuesioner sikap terdiri dari 15 pertanyaan (11 positif dan 4 negatif) dan lembar observasi tindakan terdiri dari 5 pertanyaan (2 positif dan 3 negatif).


HASIL PENELITIAN
Distribusi data demografi responden pada penelitian ini, dari 38 responden yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Jenis kelamin pada kelompok perlakuan laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Menurut Oktaviana (2008), jenis kelamin laki-laki pada tahap perkembangan industry vs inferioritas lebih memiliki rasa tanggung jawab dan kepemimpinan yang lebih baik daripada perempuan. usia responden diketahui mayoritas berusia 11 tahun, untuk perlakuan yang berusia 11 tahun 15 responden dan untuk kontrol 13 responden. Perkembangan anak pada usia 10 tahun lebih kepada transisi egosentris ke pemikiran objektif, sedangkan pada usia 11 tahun lebih mengarah ke tahap pemikiran objektif dan tindakan logis. Perkembangan anak usia 12 tahun lebih mengarah pada pemikiran konkret pada hal yang akan dilaksanakan. uang saku responden diketahui mayoritas yaitu Rp.2.000-Rp.5.000, pada kelompok perlakuan berjumlah 18 responden dan kelompok kontrol juga berjumlah 18 responden. Menurut Andarwulan (2009), tingkat uang saku yang relatif tinggi dapat membuat anak suka jajan yang berlebihan, sehingga meningkatkan resiko jajan jajanan yang tidak sehat. Responden yang membawa bekal lebih sedikit daripada yang tidak membawa. Pada kelompok perlakuan hanya 6 responden yang membawa bekal. Anak SD suka membeli jajanan karena tidak membawa bekal dari rumah serta kemasan jajanan yang berwarna mencolok dan lebih menarik.



Tabel 5. 1   Analisa hasil pre-test dan post-test perilaku jajanan sehat siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember .
Interpretasi Hasil
Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol
Pre-test
Post-test
Pre-test
Post-test
%
%
%
%
Pengetahuan
10
52,6
17
89,5
8
42,1%
8
42,1%
Sikap
12
63,1
13
68,4
16
84,2
17
89,5
Tindakan
7
33,9
10
52,6
9
47,4
7
33,9



PEMBAHASAN
Sebelum dilaksanakan peer group support pada kelompok perlakuan mayoritas pengetahuan responden sudah bagus yaitu 10 siswa dikatakan baik. Setelah pelaksanaan peer group support terjadi peningkatan pengetahuan sehingga 17 responden memiliki pengetahuan tentang jajanan sehat yang baik. Responden melakukan peer group support sesuai dengan kriteria sehingga responden tahu dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan dari intervensi. Pengolahan data menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank test, didapatkan nilai signifikasi p=0,001, artinya peer group support dapat meningkatkan pengetahuan siswa SDN Ajung 2 Kalisat Jember terhadap jajanan sehat. Menurut hasil uji lebih lanjut menggunakan mann whitney u test menunjukkan nilai p=0,000, yang artinya terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
            Pada saat intervensi dilakukan terhadap responden, proses belajar terjadi pada setiap responden. Belajar adalah proses perubahan perilaku atau kecakapan manusia karena adanya interaksi antar individu, dan individu dengan lingkungannya, sehingga mereka lebih mampu untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Roger, 2003 dalam Nursalam, 2008). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2007). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabungkan tanggapan dengan jalan berulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus, semakin banyak dan sering diberikan stimulus, maka semakin banyak tanggapan pada subjek belajar (Notoadmodjo, 2007). Peningkatan pengetahuan responden setelah diberikan peer group support dapat dipengaruhi oleh metode yang cocok digunakan dengan masa perkembangan sosial dan emosional anak. Selain itu pertanyaan untuk mengukur tingkat pengetahuan anak harus sesuai, dari pertanyaan sederhana sampai dengan pertanyaan kompleks perlu diberikan kepada responden secara tepat.
            Proses pembelajaran yang tidak optimal akan mempengaruhi persepsi seseorang sehingga perubahan untuk berperilaku hidup sehat akan sulit didapatkan. Perubahan pengetahuan yang diperoleh merupakan salah satu hasil dari peer group support yang diterapkan. Peer group support adalah suatu cara dimana setiap antar teman seusia atau sebaya saling menjaga dan mendukung setiap kegiatan positif dan mengingatkan jika melakukan kegiatan yang negatif. Pada penelitian yang dilaksanakan, usia responden sebagian besar berusia 11 tahun. Metode peer group support cukup menyenangkan dan sesuai dengan tahap perkembangan anak usia sekolah khususnya pada kelas 5 yang rata-rata usia responden 11 tahun berada dalam perkembangan sosial dan emosional yang mudah dibangkitkan semangatnya, menyukai kegiatan berkelompok dan loyal terhadap kelompoknya (Budiman, 2007).
Peer group support dapat meningkatkan pengetahuan anak diduga karena pada proses diskusi terjalin pertukaran informasi yang diketahui anak. Semua responden pada penelitian ini belum pernah mendapatkan peer group support terhadap jajanan sehat.
            Peer group support tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap perubahan sikap responden. Pengolahan data menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank test dan mann whitney u test. Pada uji wilcoxon didapatkan nilai signifikasi p=0,129 sehingga H1 ditolak, artinya peer group support tidak berpengaruh terhadap perubahan sikap tentang jajanan sehat pada siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember. Pada uji mann whitney didapatkan nilai p=0,209, yang artinya tidak terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Nilai sikap semua responden pada kelompok perlakuan terdapat peningkatan walaupun tidak signifikan. Salah satu hal yang mempengaruhi perubahan sikap diduga adalah stimulus yang belum tersampaikan. Roger dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sebelum seseorang menghadapi sikap baru maka dalam diri tersebut terjadi proses berbenturan yaitu mengetahui stimulus, tertarik dengan stimulus, mencoba bersikap baru kemudian mencoba menghadapi sikap baru. Selain itu, hasil sikap pada responden kemungkinan dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi  perubahan sikap.
Anak dalam penelitian ini diduga masih dalam tahap tertarik dengan stimulus, sehingga belum dapat diambil satu kesimpulan dalam perubahan sikap. Menurut hasil uji yang dilakukan tidak ada perubahan dalam sikap, namun secara nilai setiap individu sudah ada peningkatan sikap yang baik, ini ditunjukkan dengan peningkatan sikap yang baik pada responden 28. Kemampuan belajar antar individu tersebut berbeda-beda, namun perbedaan yang dimaksud belum dapat dijelaskan lebih lanjut.
Hasil temuan peneliti di lapangan melihat para responden tidak terlalu menerima terhadap perubahan sikap yang diharapkan peneliti. Hal ini kemungkinan siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember sudah mempunyai sikap yang baik tentang jajanan sehat, sebagai contoh yang dilakukan oleh peneliti saat pra penelitian (pra tes) terdapat responden yang mengetahui dalam memilih jajanan harus memilih makanan yang tertutup dan tidak dihinggapi lalat, namun dalam hal tindakan siswa tersebut tetap memilih makanan yang terbuka dan dihinggapi lalat.
Setelah diberikan intervensi berupa peer group support terjadi perubahan tindakan yang cukup signifikan pada anak dalam perilaku jajanan sehat. Pengolahan data menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank test dan mann whitney u test. Pada uji wilcoxon kelompok perlakuan didapatkan nilai signifikasi p=0,019, jadi p≤0,05 maka H1 diterima artinya ada pengaruh peer group support terhadap perubahan tindakan perilaku jajanan sehat pada siswa kelas 5, untuk uji mann whitney didapatkan nilai p=0,000, yang artinya terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Praktik merupakan domain perilaku yang ketiga setelah pengetahuan dan sikap (Notoadmodjo, 2007). Setelah mengetahui stimulus atau obyek, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, kemudian seseorang diharapkan mampu melaksanakan, mempraktikan atau memiliki kemampuan praktik terhadap apa yang diketahui dan disikapi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 2007). Penelitian Rogers (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni 1) Knowledge (pengetahuan) pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. 2) Persuasion (bujukan) tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. 3) Decision (keputusan) pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. 4) Implementation (penerapan) pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidak pastiannya akan terlibat dalam difusi. 5) Confirmation (pengesahan/penegasan) ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka klien akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers (2003) keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna menyatakan ketidak setujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut.
Peningkatan tindakan yang signifikan pada penelitian ini dapat disebabkan karena mereka menggunakan metode peer group support dalam hal berdiskusi mengenai jajanan yang sehat. Pada saat penelitian, peneliti yang dibantu dengan wali kelas mengobservasi responden. Tindakan yang responden lakukan menunjukkan perubahan yang signifikan yaitu yang berawal suka jajan sembarangan menjadi jajan di kantin sekolah dan responden juga membawa bekal untuk menghindari jajan sembarangan. Perubahan tindakan yang terjadi pada responden diduga terjadi karena adanya ajakan dari teman sebaya untuk membeli jajanan sehat atau membawa bekal dari rumah.
Responden dari kelompok perlakuan mayoritas berumur 11 tahun, usia ini berada pada tahap perkembangan sosial dan emosional yang mudah dibangkitkan semangatnya, menyukai kegiatan kelompok dan loyal terhadap kelompoknya (Budiman, 2007). Umur sangat mempengaruhi perilaku seseorang sehingga bisa mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmojo, 2007). Pada peer group support menurut Santoso (1999) memiliki fungsi memberikan bimbingan dan mengatasi masalah kehidupan yang mengganggu yang terkait dengan diagnose dan pengobatan. Kelompok pendukung ini berfungsi sebagai kelompok pengobatan sejawat (peer therapy/ peer group support). Pada penelitian ini lebih diarahkan untuk mengubah perilaku yang belum sehat menjadi sehat yaitu dengan perilaku jajanan sehat. Menurut responden, dengan membawa bekal dan gemar menabung dari uang saku dapat mencegah perilaku jajan jajanan yang tidak sehat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan :
Peer group support meningkatkan pengetahuan tentang perilaku jajanan sehat siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember, karena terjadi proses tukar-menukar informasi didalam kegiatan ini. Peer group support meningkatkan sikap tetapi tidak signifikan dalam perilaku jajanan sehat siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember, karena masih dalam tahap perubahan sikap yang belum sempurna. Peer group support meningkatkan tindakan dalam perilaku jajanan sehat siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember, karena dapat saling mengingatkan antar teman sebaya dalam melakukan tindakan. Peer group support meningkatkan perilaku jajanan sehat siswa siswa kelas 5 SDN Ajung 2 Kalisat Jember, karena terjadi peningkatan pada pengetahuan, sikap dan tindakan yang merupakan tahapan perubahan perilaku.

Saran :
Peer group support dapat dijadikan pendekatan oleh pihak sekolah kepada siswa untuk meningkatkan perilaku mengkonsumsi jajanan sehat. Petugas pelayanan kesehatan khususnya perawat komunitas yang bertanggung jawab di daerah Ajung diharapkan dapat menerapkan peer group support untuk meningkatkan perilaku jajanan sehat anak usia sekolah. Penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan sikap pada peer group support dalam perilaku jajanan sehat siswa perlu dilakukan.
   



KEPUSTAKAAN
Adams, M. 2003. Dasar-dasar Keamanan Makanan Untuk Petugas Kesehatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Andarwulan et all. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI. Bogor.

Anita. 2006. Analisis keamanan pangan jajanan dan upaya peningkatan mutunya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Arikunto, S. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta. Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta. Rineka Cipta.

Aziz A. 2007. Metode penelitian keperawatan dan tekanik analisis data. Jakarta. Salemba Medika.

Azwar, S. 2003. Sikap manusia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2008. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi 2. Yogyakarta. EGC.

BPOM. 2011. Upaya badan POM dalam upaya menghadapi tantangan keamanan pangan jajanan anak sekolah. Jakarta

Budiman, D. 2007. Bahan Ajar M.K Psikologi Anak Dalam Penjas PGSD. Jakarta. EGC.

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes RI. 2005. Aspek Gizi Makanan Jajanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.



Ekaputra E. 2004. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuam sikap dan tindakan mobilisasi dini pada pasien pasca operasi herniotomi di ruang B C dan di ruang IRNA Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi Tidak Dipublikasikan untuk Gelar S1

Fata, H.U. 2009. Pengaruh peer group support terhadap perubahan respons psikologis dan respons social pada masa persiapan pension (MPP) di RSD Mardiwaluyo Blitar. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Surabaya. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Haryati, M. 2010. Modal dan teknik penilaian pada tingkat satuan pendidikan. Jakarta. Gaung Persada Press.

Hurlock, E. 2010. Psikologi Perkembangan Anak, jilid 2. Jakarta. Erlangga.

Judarwanto, W. 2006. Perilaku Makan Anak Sekolah.    http://www.kesulitanmakan.bravehost.com. ( akses tanggal 24 Maret 2012 jam 11.14 )

Khomsan , A. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta. Raja Grafindo Persada

Muscari, 2005. Panduan BelajarKeperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta. EGC.

National Association of School Nurses. 2009. Role of The School Nurse. http://www.nasn.org

Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta. Salemba Medika.

Oktaviana. 2008, Analisis Faktor Pola Didik Orang Tua Dan Kebiasaan Anak. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Surabaya. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Peplau,et all. 1992. Social Psychology seventh edision. New Jersey. Prentice Hall

Purtiantini. 2010. Hubungan pengetahuan dan sikap mengenai pemilihan makanan jajanan dengan perilaku anak memilih makanan di SDIT Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura. http://www.scribd.com/purtiantini. ( akses tanggal 22 Maret 2012 jam 14.30 )

Qonita, N. 2010. Hubungan kontribusi energi dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak SDN 30 Labui Banda Aceh. www.scribd.com/nita_qonita. ( akses tanggal 28 Maret 2012 jam 12.56)

Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Randall, M.C. 2003. “Support Group:What They Are and What They Do”, (online), (www.genetichelath.com , diakses tanggal 20 Desember 2011 , jam 21.00)
Robles, Cellin J. 1999. School Health Nursing. Manila. Mehan Garden.
Rogers, E. M. 2003. Diffusion of Innovations: Fifth Edition. New York. Free Press.
Santoso, S. 1999. Dinamika kelompok. Jakarta. Bumi Aksara

Santoso, S. 2004. Dinamika kelompok. Jakarta. Bumi Aksara

Santrock. 2005. Psychology. Boston. McGraw-Hill.

Setiawati dan Dermawan, 2008. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta. Trans Info Media.

Sihadi. 2004. Makanan Jajanan Bagi Anak Sekolah. Jurnal Kedokteran YARSI. 12(2: 91-95)

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Soekanto, S. 1994. Kamus sosiologi. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta. Bumi Aksara.

Training in Human Rights and Citizenship education Council of Europe.1997. “Peer Group Support”, (online) (http://www.dadalos.org, diakses tanggal 20 Desember 2011, jam 20.00 WIB)
Walgito,Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Cet. Keempat. Yogyakarta. C.V Andi Offset.
WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta. EGC

Wong, D.L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC.

0 Response to "MAKALAH KESEHATAN GIZI ANAK SEKOLAH PENGARUH PEER GROUP SUPPORT TERHADAP PERILAKU JAJANAN SEHAT SISWA KELAS 5 SDN AJUNG 2 KALISAT JEMBER"

Posting Komentar

wdcfawqafwef

BACKLINK OTOMATIS GRATIS JURAGAN.