I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang
pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang
dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. Mereka itu ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat,
atau di propinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang
berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau
cerai. Ada anak jalan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal
terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali
tak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal
keluarganya.
Dari hasil penelitian yayasan Nanda (1996 : 112) ada beberapa ciri
secara umum anak jalanan antara lain : a. Berada di tempat umum (jalanan,
pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 24 jam. b. Berpendidikan rendah
(kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang lulus SD). c. Berasal dari
keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa diantaranya
tidak jelas keluarganya). d. Melakukan aktifitas ekonomi (melakukan pekerjaan
pada sektor informal).
Kehadiran anak jalanan merupakan sesuatu yang
sangat dilematis. Di satu sisi mereka dapat mencari nafkah dan mendapatkan
pendapatan(income) yang dapat membuatnya bertahan hidup dan menopang kehidupan
keluarganya. Namun di sisi lain kadang mereka juga berbuat hal-hal yang
merugikan orang lain, misalnya berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan,
merusak body mobil dengan goresan dan lain-lain. Selain itu permasalahan anak
jalan juga adalah sebagai objek kekerasan. Mereka merupakan kelompok sosial
yang sangat rentan dari berbagai tindakan kekerasan baik fisik, emosi,
seksual maupun kekerasan sosial.
Self esteem adalah gabungan dari kepercayaan atau perasaan yang kita
miliki terhadap diri kita sendiri dengan kata lain persepsi kita terhadap diri
kita sendiri. Bagaimana seseorang memandang dirinya mempengaruhi motivasi,
sikap (attitude) dan tingkah laku (behaviour), serta mempengaruhi pengendalian
emosinya. Self esteem dibangun mulai dari awal kehidupan. Sebagai contoh, bayi
yang belajar berguling yang setelah lusinan kali gagal dan akhirnya berhasil,
ia belajar sikap “saya bisa”.
Ketika seorang anak mencoba sesuatu, dan kemudian gagal, coba lagi,
gagal lagi dan akhirnya berhasil, ia sedang membangun ide mengenai kemampuannya
sendiri. Secara bersamaan, ia menciptakan konsep diri berdasarkan hasil
interaksi dengan orang-orang lain. Inilah mengapa keterlibatan orang tua
merupakan kunci untuk menolong anak membentuk persepsi diri yang sehat dan akurat
mengenai dirinya.
Self esteem dapat juga didefinisikan sebagai pandangan terhadap
kemampuan diri dikombinasikan dengan perasaan bahwa diri dicintai. Seorang anak
yang bahagia karena suatu pencapaian tetapi tidak merasa dicintai dapat saja
memiliki self esteem yang rendah. Self esteem dapat berfluktuasi sepanjang
pertumbuhan dan perkembangan anak. Seringkali berubah karena dipengaruhi
pengalaman-pengalaman hidup yang dialami anak dan persepsi-persepsi baru
mengenai dirinya. Oleh karenanya, anda perlu mengetahui tanda-tanda self esteem
yang baik dan buruk.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Jawa Barat, kota Bandung pada
tahun 2009 memiliki anak jalanan sejumlah 573 orang. Ini bukanlah jumlah yang
sedikit mengingat jumlah keseluruhan anak jalanan di Jawa Barat berjumlah 6.776
orang. Banyaknya anak jalanan menjadikan suramnya kondisi kesejahteraan suatu
kota, apalagi penanganan anak jalanan yang sudah dilakukan sejak tahun akhir
80-an hingga saat ini masih saja tidak ada habisnya.
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui betapa
pentingnya self esteem pada anak. Dan kaitannya dengan anak jalanan, maka
peneliti tertarik dan memilih penelitian dengan judul “Tingkat Self Esteem pada
Anak Jalanan di Area Simpang Dago Bandung”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah self esteem anak jalanan, antara lain
:
a. Anak jalanan sulit keluar dari kebiasaan dan kehidupan di jalanan
meskipun sudah banyak sekali program yang dicanangkan untuk mengentaskan anak
jalanan.
b. Mengamen menjadi penghasilan utama anak jalanan dan tidak ada usaha
lain selain mengamen.
C.
Batasan Masalah
Penelitian ini adalah terbatas pada anak jalanan yang berada di
lingkungan area Simpang Dago Bandung dengan tema khusus self esteem
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
timbul beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah dari penelitian ini yang
antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik anak jalanan di area simpang dago?
2. Bagaimana self esteem anak jalanan di area simpang dago?
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik anak jalanan di area Simpang Dago
2. Mengetahui self esteem anak jalanan di area Simpang Dago
F.
Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan penelitian ini bias ditinjau dari sisi kegunaan praktis dan
kegunaan bidang keilmuan.
1. Kegunaan praktis. Dapat mengetahui dan memahami karakteristik dan
self esteem yang melekat pada anak jalanan sehingga memudahkan pekerja sosial
dan pemerintah dalam menganalisis kebutuhan dan upaya pengentasan anak jalanan
di Kota Bandung
2. Keguanaan bidang keilmuan. Dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi khasanah bidang keilmuan pekerjaan sosial terutama pada
pelayanan anak jalanan berdasarkan analisis self esteem
II.
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
Deskripsi Teori
1. Self Esteem
Self esteem adalah
perasaan tentang worth/berharga dan confidence, didasarkan pada reputasi atau
prestige artinya mempunyai kekuatan untuk berprestasi, for adequacy, untuk
mastery dan competence, confidence, independence dan freedom. Self esteem
adalah didasarkan pada kompetensi riil, tidak semata-mata pendapat orang lain.
Dengan harga diri individu merasa dapat aktualisasi diri (Feist & Feist,
2002).
Self-esteem berhubungan
dengan bagaimana seseorang merasakan sesuatu hal, bagaimana mereka berpikir,
dan bagaimana mereka bertindak. Meskipun
global self-esteem terlihat penting dalam konteks akademik, namun self-concept
pada bidang akademik telah ditemukan menjadi penaksir yang baik untuk prestasi
akademik siswa (Byrne, 1996; Marsh, 1992).
Self-esteem yang tinggi ditandai dengan kepercayaan diri yang
tinggi, rasa puas, memiliki tujuan yang jelas, selalu berpikir positif, mampu
untuk berinteraksi sosial, solving problem yang tinggi, serta mampu menghargai
diri sendiri (Robson, 1988; Maria, 2007). sedangkan self-esteem yang rendah
ditandai dengan rasa takut, cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson,
1988; Maria, 2007).
Self-esteem memiliki pandangan yang berbeda antara laki-laki dan
wanita mengenai penilaian diri. Crain (dalam Respati dkk, 2006) mengemukakan
bahwa laki-laki akan memiliki self-esteem lebih tinggi bila memiliki fisik yang
diinginkan, sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi
akan meningkatkan nilai harga diri. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa self-esteem (harga diri) merupakan gambaran yang mengenai
individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, baik dari pengalaman
yang dialaminya maupun pengalaman yang dipelajari dari orang lain.
Aspek-aspek Self Esteem
Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut
Brown (dalam Christia, 2007) terdapat 3 aspek, yakni :
a. Global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri
individu secara keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan
situasi
b. Self-evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam
mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada
seseorang yang kurang yakin kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa
ia memiliki self-esteem yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan seseorang
yang berpikir bahwa dia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bias
dikatakan memiliki self-esteem sosial yang tinggi.
c. Emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul
sebagai konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang
menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan self-esteem
atau menurunkan self-esteem mereka. Misalnya, seseorang memiliki self-esteem
yang tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki
self-esteem yang rendah setelah mengalami perceraian
2. Anak Jalanan
Dari hasil penelitian yayasan Nanda (1996 : 112) ada beberapa ciri
secara umum anak jalanan antara lain : a. Berada di tempat umum (jalanan,
pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 24 jam. b. Berpendidikan rendah
(kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang lulus SD). c. Berasal dari
keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa diantaranya
tidak jelas keluarganya). d. Melakukan aktifitas ekonomi (melakukan pekerjaan
pada sektor informal).
Anak
jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya
lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan
akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga
memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Mereka
itu ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat, atau di propinsi
lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat
tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang
masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang
ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama keluarganya
atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.
Kegiatan Anak Jalanan
Menurut
M. Ishaq (2000), ada tiga ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) mencari
kepuasan; (2) mengais nafkah; dan (3) tindakan asusila. Kegiatan anak jalanan
itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di
alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal,
pasar, pertokoan, dan mall.
Faktor-faktor
yang Menyebabkan Anak Menjadi Anak Jalanan
Keadaan
kota mengundang maraknya anak jalanan. Kota yang padat penduduknya dan banyak
keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang
pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk
bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan
mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga,
teman, orang lain lebih dewasa.
Di
antara anak-anak jalanan, sebagian ada yang sering berpindah antar kota. Mereka
tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan
kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa
dan membuatnya berperilaku negatif.
Seorang
anak yang terhempas dari keluarganya, lantas menjadi anak jalanan disebabkan
oleh banyak hal. Penganiayaan kepada anak merupakan penyebab utama anak menjadi
anak jalanan. Penganiayaan itu meliputi mental dan fisik mereka. Lain daripada
itu, pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat
dan ekonominya lemah.
Fenomena sosial
anak jalanan terutama terlihat nyata di kota-kota besar terutama setelah dipicu
krisis ekonomi di Indonesia sejak lima tahun terakhir. Departemen Sosial tahun
1998 di 12 kota besar melaporkan bahwa jumlah anak jalanan sebanyak 39.861
orang dan sekitar 48% merupakan anak-anak yang baru turun ke jalan sejak tahun
1998. Secara nasional diperkirakan terdapat sebanyak 60.000 sampai 75.000 anak
jalanan. Depsos mencatat bahwa 60% anak jalanan telah putus sekolah (drop
out) dan 80% masih ada hubungan dengan keluarganya, serta sebanyak 18%
adalah anak jalanan perempuan yang beresiko tinggi terhadap kekerasan seksual,
perkosaan, kehamilan di luar nikah dan terinfeksi Penyakit Menular Seksual
(PMS) serta HIV/AIDS.
Umumnya anak jalanan hampir tidak mempunyai akses terhadap
pelayanan pendidikan, kesehatan dan perlindungan. Keberadaan mereka cenderung
ditolak oleh masyarakat dan sering mengalami penggarukan (sweeping) oleh
pemerintah kota setempat.
B.
Kerangka Berpikir
Self
esteem adalah salah satu modal dasar untuk pengembangan diri seseorang. Dan
juga self esteem ini berperan vital terhadap pengentasan perasaan dari keadaan
keterpurukan. Anak jalanan yang sudah berada di jalanan sejak lahir kemungkinan
memiliki self esteem yang rendah, dan dengan self esteem yang rendah maka
seseorang akan susah untuk bangkit dari ketidakberdayaan. Maka, sejalan dengan
kerangka berpikir tersebut di atas, dapat diduga bahwa terdapat hubungan
positif antara self esteem dengan perilaku dan pemikiran anak jalanan.
C.
Hipotesis
Berdasarkan
kerangka berpikir yang telah disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis berikut ini : terdapat hubungan korelasi positif antara self esteem
terhadap sikap dan perilaku anak jalanan.
III.
PROSEDUR PENELITIAN
A.
Metode
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena
serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan
dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang
berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral
dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang
fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari
hubungan-hubungan kuantitatif.
B.
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua anak jalanan di area
Simpang Dago Bandung. Serta sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 10
anak jalanan yang berada di area Simpang Dago
C.
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian ini digunakan untuk mengukur self esteem pada anak jalanan. Dan
untuk mengukur tingkat self esteem, peneliti menggunakan Rossenberg Self Esteem
Scale (1965) dengan tingkat reliabilitas yang cukup baik (α=0.92). Serta
menggunakan bantuan angket/kuesioner skala Likert.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Angket, yaitu dengan cara pengumpulan data dengan menyerahkan daftar
pertanyaan kepada responden yang dipilih dan diambil kembali setelah dijawab
oleh responden.
2. Observasi, yaitu dengan kunjungan ke lapangan secara langsung dengan
mengumpulkan data melalui wawancara
3. Studi Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan berbagi macam
literature mengenai self esteem dan kaitannya dengan anak jalanan
E.
Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis data
kuantitatif yang sebagian besar diolah menggunakan ilmu statistik dibantu
dengan software SPSS.
IV.
ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN
A.
Organisasi Penelitian
Organisasi
pelaksana penelitian ini adalah dari Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial (STKS) Bandung Jurusan Rehabilitasi Sosial.
B. Jadwal Penelitian
Jadwal
penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yang dimulai dari Bulan Nopember
2010 – Januari 2010
V.
BIAYA YANG DIPERLUKAN
(Terlampir)
0 Response to "PROPOSAL PENELITIAN TINGKAT SELF ESTEEM PADA ANAK JALANAN DI AREA SIMPANG DAGO BANDUNG"
Posting Komentar