Morfologi disebut juga ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata. Verhaar (1984:52) berpendapat bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian kata secara gramatikal.
Begitu pula Kridalaksana (1984:129) yang mengemukakan bahwa morfologi, yaitu (1) bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; (2) bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yaitu morfem.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah kata.
A. Kedudukan
Morfologi
dalam
Linguistik
Di dalam hierarki linguistik, kajian morfologi beada diantara kajian fonologi dan sintaksis seperti tampak pada bagan berikut :
Wacana
|
Sintaksis
|
Morfologi
|
Fonologi
|
Sebagai kajian yang terletak dianatara kajian fonologi dan sintaksis, maka kajian morfologi itu, mempunyai kaitan, baik dengan fonologi, maupun dengan sintaksis. Keterkaitannya dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut morfonologi atau morfofonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem akibat adanya proses morfologi, seperti munculnya fonem/y/ pada dasar hari bila diberi sufiks –an.
Hari + an à hariyan
Atau pindahnya konsonan /b/ pada jawab apabila diberi sufiks –an.
Jawab + à ja.wa.ban
Keterkaitan antara morfologi dan sintaksis tampak dengan adanya kajian yang disebut morfosintaksis (dari gabungan kata morfologi dan sintaksis). Keterkaitan ini karena adanya masalah morfologi yang perlu dibicarakann bersama dengan masalah sintaksis misalnya, satuan bahasa yang disebut kata, dalam kajian morfologi merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksis merupkan satuan terkecil dalam pembentukkan kalimat atau satuan sintaksis lainnya. Jadi, satuan bahasa yang disebut kata itu, menjadi objek dalam kajian morfologi dan kajian sintaksis.
B. Klasifikasi
Morfologi
Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian bagian yang lebih kecil, misalnya, kata putus jika dibagi menjadi pu dan tus, bagian-bagian itu tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak mempunyai makna, baik makna leksikal ataupun makna gramatikal. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat kita bagi menjadi bagian yang lebih kecil (Badudu,1985:66). Jadi, morfem adalah satuan bahasa yang paling kecil yang tidak dapat dibagi lagi dan mempunyai makna gramatikal dan makna leksikal.
Klasifikasi morfem didasarkan pada kebebasannya, keutuhannya, dan maknanya.
1.
Morfem bebas
dan
Morfem
terikat
Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam
pertuturan. Sedangkan yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang
tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
Berkenaan
dengan morfem terikat ada beberapa hal yang perlu dikemu kakan. Pertama bentuk-bentuk seperti : juang, henti, gaul, dan
, baur termasuk morfem terikat. Sebab meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul
dalam petuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Bentuk lazim
tersebut disebut prakategorial. Kedua, bentuk seperti baca, tulis, dan tendang
juga termasuk prakategorial karena bentuk tersebut merupakan pangkal kata,
sehingga baru muncul dalam petuturan sesudah mengalami proses morfologi. Ketiga
bentuk seperti : tua (tua renta), kerontang (kering kerontang), hanya dapat
muncul dalam pasangan tertentu juga, termasuk morfem terikat. Keempat, bentuk
seperti ke, daripada, dan kalau secara morfologis termasuk morfem bebas. Tetapi
secara sintaksis merupakan bentuk terikat. Kelima disebut klitika. Klitka
adalah bentuk singkat, biasanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat
tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat tetapi tidak dipisahkan
.
2.
Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Morfem
utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh. Morfem terbagi adalah sebuah
morfem yang terdiri dari dua bagian terpisah, catatan perlu diperhatikan dalam
morfem terbagi. Pertama, semua afiks disebut konfiks termasuk morfem
terbagi. Untuk menentukan konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna
gramatikal yang disandang. Kedua, ada afiks yang disebut sufiks yakni yang
disisipkan di tengah morfem dasar.
3.
Morfem Segmental dan
Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem
segmental. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur
suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi.
Perbedaan
antara morfem segmental dan suprasegmental terletak pada jenis fonem yang
membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber-}. Jadi, semua
morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental,
seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngabaka
di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk
kata (tense) yang berupa nada
4.
Morfem beralomorf zero
Morfem
beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi
segmental maupun berupa prosodi melainkan kekosongan.
Misal :
Bentuk tunggal:
I have a book
Bentuk tunggal:
I have a book
I have a sheep
Bentuk jamak:
I have two books
I have two sheep
Bentuk jamak:
I have two books
I have two sheep
Kita
lihat, bentuk tunggal untuk book adalah book dan bentuk jamaknya adalah books;
bentuk tunggal untuk sheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga.
Karena bentuk jamak books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan
{-s}, maka dapat dipastikan bentuk jamak unutk sheep adalah morfem {sheep} dan
morfem {0}.
5.
Morfem bermakna Leksikal dan Morfem
tidak bermakna Leksikal
Morfem
bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren memiliki makna pada dirinya
sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Sedangkan morfem yang tidak
bermakna leksikal adalah tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Misalnya,
dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda}, {pergi}, {lari}, dan
{merah} adalah morfem bermakna leksikal. Sedangkan morfem tak bermakna leksikal
tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai
makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.
Misalnya, morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
6.
Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal
(stem), dan Akar(root)
Morfem dasar,
bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi bisa diulang dalam suatu
reduplikasi, bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Pangkal
digunakan untuk menyebut bentuk dasar dari proses infleksi. Akar digunakan
untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh.
C. Proses Morfologis
Kata terbentuk dari morfem atau morfem-morfem. Terbentuknya kata dari morfem-morfem itu melalui suatu proses yang disebut proses morfologik atau morfemik. Jadi, proses morfologi adalah proses terbentuknya kata dari morfem-morfem. Pada umumnya dikenal delapan proses morfologik, yaitu:
1.
Derivasi
zero
Dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal tanpa perubahan apapun. Umpamanya kata drink dalam bahasa Inggris adalah nomina seperti dalam have a drink!; tetapi dapat diubah menjadi sebuah verba, drink, tanpa perubahan apa-apa, seperti dalam kaimat I want to drink.
2.
Afiksasi
Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. Dengan kata lain, afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula derivatif. Dilihat pada posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan sirkumfiks.
3.
Reduplikasi
Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan beberapa macam proses pengulangan terhadap bentuk dasar , baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan buyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian, seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Selain itu, ada juga yang dinamakan dengan reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.
4.
Komposisi
Dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat morfologi atau kata majemuk dalam tingkat sintaksis. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
5.
Perubahan
vokal
Dalam proses ini terjadi perubahan vokal-vokal pada kata, seperti kata dalam bahasa Inggris foot---feet dan mouse---mice.
6.
Suplisi
Dalam proses ini terdapat perubahan ekstrem yang terjadi pada kata, seperti kata dalam bahasa Inggris go---went dan be---am atau was.
7.
Pengurangan
atau
Substraksi
Dalam proses ini terjadi pengurangan pada kata, seperti pada kata dalam bahasa Prancis blanc sebagi kata ajektif maskulin yang berasal dari ajektif feminin blanch.
8.
Klitisasi
Dalam proses ini terdapat pembubuhan klitik pada bentuk dasar, seperti dalam bahasa Toraja Saqdan di samping kata aku ’saya’ terdapat akumo ’sayalah’.
Proses morfologi di atas merupakan proses morfologi secara umum, sedangkan proses morfologis menurut Samsuri (1985:190) adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain.
Menurut Samsuri proses morfologis meliputi (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4) suplisi, dan (3) modifikasi kosong (Samsuri, 190—193).
Namun, di dalam bahasa Indonesia yang bersifat aglutinasi ini tidak ditemukan data proses morfologis yang berupa perubahan intern, suplisi, dan modifikasi kosong. Jadi, proses morfologis dalam bahasa Indonesia hanya melalui afiksasi dan reduplikasi.
1. Afiksasi
Afiksasi menurut Samsuri (1985: 190), adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks. Afiks ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Karena letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks disebut awalan atau prefiks. Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam kata, sedangkan akhiran (sufiks) terletak di akhir kata. Dalam bahasa Indonesia, dengan bantuan afiks kita akan mengetahui kategori kata, diatesis aktif atau pasif, tetapi tidak diketahui bentuk tunggal atau jamak dan waktu kini serta lampau seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris.
a. Prefiks (Awalan)
1) Prefiks
be(R)-
Prefiks be(R)- memiliki beberapa variasi. Be(R)- bisa berubah menjadi be- dan bel-.
Be(R)- berubah menjadi be- jika (a) kata yang dilekatinya diawali dengan huruf r dan (b) suku kata pertama diakhiri dengan er yang di depannya konsonan.
be(R)- + renang → berenang .
be(R)+ ternak — beternak
be(R)+kerja – bekerja
2)
Prefiks
me (N)-
Prefiks me(N)- mempunyai beberapa variasi, yaitu me(N)- yaitu mem-, men-, meny-,meng-, menge-, dan me-. Prefiks me(N)- berubah menjadi mem- jika bergabung dengan kata yang diawali huruf /b/, /f/, /p/, dan /v/, misalnya,
me(N)- + baca →membaca
me(N)- + pukul → memukul.
Prefiks me(N)- berubah menjadi men- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /d/, /t/, /j/, dan /c/, misalnya, me(N)- + data → mendata, me(N)- + tulis → menulis, me(N)- + jadi → menjadi, dan me(N)- + cuci →mencuci.
Prefiks me(N)- berubah menjadi meny- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /s/, misalnya, me(N)- + sapu → menyapu.
Prefiks me(N)- berubah menjadi meng- jika bergabung dengan kata yang diawali dengan huruf /k/ dan /g/, misalnya, me(N)- + kupas →mengupas dan me(N)- + goreng menggoreng.
Prefiks me(N)- berubah menjadi menge- jika bergabung dengan kata yang terdiri dari satu suku kata, misalnya, me(N)- + lap → mengelap, me(N)- + bom→ mengebom, dan me(N)- + bor → mengebor.
3) Prefiks
pe (R)-
Prefiks pe(R)- merupakan nominalisasi dari prefiks be(R). Perhatikan contoh berikut!
Berawat→ perawat
Bekerja → pekerja.
Prefiks pe(R)- mempunyai variasi pe- dan pel-. Prefiks pe(R)- berubah menjadi pe jika bergabung dengan kata yang diawali huruf r dan kata yang suku katanya berakhiran er, misalnya, pe(R)- + rawat →perawat dan pe(R)- + kerja→ pekerja.
Prefiks pe(R)- berubah menjadi pel- jika bergabung dengan kata ajar, misalnya, pe(R)- + ajar→ pelajar.
4) Prefiks
pe(N)-
Prefiks pe(N)- mempunyai beberapa variasi. Prefiks pe-(N)- sejajar dengan prefiks me(N)-. Variasi pe(N)- memiliki variasi pem-, pen-, peny-, peng-, pe-, dan penge-.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /t/, /d/, /c/, dan /j/, misalnya, penuduh, pendorong, pencuci, dan
penjudi. Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /b/ dan /p/, misalnya, pebaca dan pemukul. Prefiks pe(N)- berubah menjadi peny- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /s/, misalnya, penyaji. Prefiks pe(N)- berubah menjadi peng- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /g/ dan /k/, misalnya, penggaris dan pengupas.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi penge- jika bergabung dengan kata yang terdiri atas satu suku kata, misalnya, pengebom, pengepel, dan pengecor. Prefiks pe(N)- berubah menjadi pe- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /m/, /l/, dan /r/, misalnya, pemarah, pelupa, dan perasa.
5)
Prefiks
te(R)-
Prefiks te(R)- mempunyai beberapa variasi, yaitu ter- dan tel-, misalnya, terbaca, ternilai, tertinggi, dan telanjur.
b.
Infiks (Sisipan)
Infiks termasuk afiks yang penggunaannya kurang produktif. Infiks dalam bahasa Indonesia terdiri dari tiga macam: -el-, -em-, dan –er-.
1)
Infiks -el-, misalnya, geletar;
2)
Infiks -er-, misalnya, gerigi, seruling; dan
3)
Infiks -em-, misalnya, gemuruh, gemetar
c.
Sufiks (Akhiran)
Sufiks dalam bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, man. Adapun akhiran yang asli terdiri dari –an, -kan, dan –i.
1)
sufiks -an, misalnya, dalam ayunan, pegangan, makanan;
2)
sufiks -i, misalnya, dalam memagari memukuli, meninjui;
3)
sufiks -kan, misalnya, dalam memerikan, melemparkan; dan
4)
sufiks -nya, misalnya, dalam susahnya, berdirinya.
d.
Konfiks
Konfiks adalah “gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Artinya, afiks gabungan itu muncul secara serempak pada morfem dasar dan bersama-sama membentuk satu makna gramatikal pada kata bentukan itu” (Keraf, 1984: 115).
Berikut ini konfiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
1) Konfiks pe(R)-an misalnya, dalam perbaikan, perkembangan,
2) Konfiks pe(N)-an misalnya, dalam penjagaan, pencurian,
3) Konfiks ke-an misalnya, kedutaan, kesatuan,
4) Konfiks be(R)-an misalnya, berciuman.
b. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun sebagian. Reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat dibagi sebagai berikut:
1) Pengulangan
seluruh
Dalam bahasa Indonesia perulangan seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks.
Misalnya:
orang → orang-orang
cantik → cantik-cantik
2) Pengulangan
sebagian
Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik bagian awal maupun bagian akhir morfem.
Misalnya:
tamu → tetamu
berapa → beberapa
3) Pengulangan
dengan
perubahan
fonem
Pengulangan dengan perubahan fonem adalah morfem dasar yang diulang mengalami perubahan fonem.
Misalnya:
lauk → lauk-pauk
gerak → gerak-gerik
4) Pengulangan
berimbuhan.
Pengulangan berimbuhan adalah pengulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan dan mengalami proses pembubuhan afiks. Afiks yang dibubuhkan bisa berupa prefiks, sufiks, atau konfiks.
Misalnya :
batu → batu-batuan
hijau → kehijau-hijauan
tolong → tolong-menolong
D. Konstruksi
Morfologis
Konstruksi
morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana,
1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem
tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan
yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan
bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi
rumit (Samsuri, 1982:195).
Selanjutnya,
Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam
yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang
sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri
sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem
lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata
morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik
dan enklitik.
Konstruksi
rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi
rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber-
+ juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya
dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada makanan;
antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat
juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak
tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja
makan.
1.
Derivasi dan Infleksi
Derivasi ialah
konstruksi yang berbeda distribusinya dari pada dasarnya, sedangkan infleksi
ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk dasarnya
(Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting,
makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada
kalimat-kalimat berikut.
a. 1) Anak itu menggunting
kain.
2) Anak itu gunting rambut. *)
b. 1). Makanan itu sudah
basi.
2). Makan
itu sudah basi. *)
c 1). Kami mendengar suara
itu.
2). Kami dengar
suara itu.
d 1). Saya membaca buku itu.
2). Saya baca
buku itu.
Berdasarkan
empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting
dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan.
Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak,
konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar
dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b
dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan
contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca
contoh infleksi.
2.
Endosentris dan Eksosentris
Endosentris
ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai
distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi eksosentris
ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200;
Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi
terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan sintaksis terdapat
pada frase. Agar pengertian endosentris dan eksosentris lebih terpahami
perhatikan contoh berikut !
a. 1). Rumah
sakit itu baru dibangun.
2). Rumah itu baru dibangun.
b.
1). Mereka
mengadakan jual beli.
2). Mereka
mengadakan jual. *)
c). Mereka
mengadakan beli. *)
Dengan
mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa
konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan
salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual
beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki
distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan
kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu.
Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan
konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.
6. Komposisi dalam Morfologis
Komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa
akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum
tertampung dalam sebuah kata. Proses komposisi ini dalam bahasa Indonesia
merupakan satu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan
kosakata yang kita ketahui sangat terbatas. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia
kita sudah punya kata merah, yaitu salah satu jenis warna. Namun, dalam
kehidupan kita warna merah itu tidak semacam, ada warna merah seperti warna
darah; warna merah seperti warna jambu; warna merah seperti warna delima, dan
sebagainya. Maka untuk membedakan semuanya kita buatlah gabungan kata merah
darah, merah jambu, merah delima, dan sebegainya.
a. Komposisi Verbal
Komposisi
verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori verbal. Komposisi
verbal dapat dibentuk dari dasar:
1)
Verba + verba, seperti menyanyi menari, duduk
termenung, makan minum.
2)
Verba + nomina, seperti gigit jari, membanting
tulang, lompat galah.
3)
Verba + ajektifa, seperti lompat tinggi, lari
cepat, terbaring gelisah.
4)
Adverbia + verba, seperti sudah makan, belum
ketemu, masih tidur.
b. Komposisi Nomina
Komposisi
nomina adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori nomina. Komposisi
nomina dapat dibentuk dari dasar
1)
Nomina + nomina, seperti kakek nenek, meja kayu,
sate kambing
2)
Nomina + verba, seperti meja makan,, buku ajar,
ruang tunggu.
3)
Nomina + ajektifa, seperti guru muda, mobil kecil,
meja hijau.
4)
Adverbial + nomina, seperti bukan uang, banyak
serigala, beberapa guru.
c. Komposisi Ajektiva
Komposisi
ajektiva adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori ajektiva.
Komposisi ajektiva dapat dibentuk dari dasar:
1)
Ajektiva + ajektiva, seperti tua muda, besar kecil,
putih abu-abu.
2)
Ajektiva + nomina, seperti merah darah, keras hati,
biru laut.
3)
Ajektiva + verba, seperti takut pulang, malu
bertanya, berani pulang.
4)
Adverbia + ajektiva, seperti, tidak takut, agak
malu, sangat menyenangkan.
7. Morfofonemik
Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi yang diakibatkan oleh adanya pengelompokkan morfem. Nelson Francis (1958) mengatakan bahwa morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada struktur fonemik alomorf-alomorf sebagai akibat pengelompokkan menjadi kata (Ahmadslamet, 1982:69). Pengertian lain dilontarkan oleh Samsuri (1982:201) bahwa morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya.
Morfofonernis bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu: (1) penghilangan bunyi; (2) penambahan bunyi; (3) perubahan bunyi; (4) perubahan dan pe nambahan bunyi; (5) perubahan dan penghilangan bunyi; dan (6) peloncatan bunyi.
a.
Penghilangan Bunyi
Proses
penghilangan bunyi dapat terjadi atas:
1)
Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena
pertemuan kedua morfem tersebut dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem
awal /r, l, y, w/ dan nasal.
Misalnya:
meN- +
ramu
meN- + lucu
meN- + yakini (?)
meN- + wangi
meN- + nyanyi
meN- + minyak
meN- + ngeong
meN- + nanti
|
→
→
→
→
→
→
→
→
|
meramu
melucu
meyakini
mewangi
menyanyi
meminyak
mengeong
menanti
|
2)
Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang
bila yang berbunyi atau berfonem awal /r/ atau yang suku pertamanya
berakhir dengan bunyi /r/.
misalnya:
ber- +
rambut
ber- + serta
ber- + kerja
ter- + rasa
ter- + pedaya
ter- +
rayu
|
→
→
→
→
→
→
|
Berambut
beserta
bekerja
terasa
terpedaya
terayu
|
b.
Penambahan Bunyi
Proses
penambahan bunyi terjadi pada:
1) Pertemuan
antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya fonem atau bunyi bila
bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/.
Misalnya:
-an + sapa
ke-an + sama
per-an +
kata
|
→
→
→
|
Sapaan
kesamaan
perkataan
|
Catatan
Jika peN-an
dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan
diakhiri oleh vocal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan,
penghilangan dan penambahan bunyi.
Contoh:
peN-an +
tanda
peN-an + padu
peN-an + kaji
peN-an +
sampai
|
→
→
→
→
|
Penandaan
pemaduan
pengajian
penyampaian
|
2) Pertemuan
antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi
/i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/.
Misalnya:
-an + hari
ke-an + serasi
per-an +
api
|
→
→
→
|
Harian
keserasian
perapian
|
3)
Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk
dasar yang berkhir dengan fonem /u, o/
akan menyebabkan timbulnya fonem /w/.
Misalnya:
-an + jamu
ke-an + lucu
per-an + sekutu
-an + kilo
ke-an + loyo
per-an +
toko
|
→
→
→
→
→
→
|
Jamuan
kelucuan
persekutuan
kiloan
keloyoan
pertokoan
|
c.
Perubahan Bunyi
Perubahan
bunyi akan terjadi pada:
1) Pertemuan
morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai oleh fonem atau bunyi /d/
dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing akan
terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.
Misalnya :
meN- +
datang
meN- + survai
peN- + damar
peN- + supply
|
→
→
→
→
|
Mendatang
mensurvei
pedamar
pensupply
|
2) Pertemuan
morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal dengan bunyi atau fonem /b,
f/ akan terjadi perubahan bunyi /N menjadi /m/.
Misalnya:
meN- +
buru
meN- + fitnah
peN- + buang
peN- +
fitnah
|
→
→
→
→
|
Memburu
memfitnah
pembuang
pemfitnah
|
3)
Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar
yang berawal dengan fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubah menjadi /n/
Misalnya:
meN- +
cakar
meN- + jajal
peN- +
ceramah
|
→
→
→
|
Mencakar
menjajal
penceramah
|
4)
Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar
yang berbunyi awal /g, h, x/ dan voka1 , maka fonem /N/ akan berubah menjadi
/η/.
Misalnya:
meN- +
garap
meN- + hasut
meN- + khayal
meN- + ambil
meN- + intip
meN- + ukur
meN- + ekor
meN- + orbit
peN- + garis
peN- + harum
peN- + khianat
peN- + angkat
peN- + isap
peN- + umpat
peN- +
olah
|
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
→
|
Menggarap
menghasut
mengkhayal
mengambil
mengintip
mengukur
mengekor
mengorbit
penggaris
pengharum
pengkhianat
pengangkat
pengisap
pengumpat
pengolah
|
5)
Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar
mengakibatkan perubahan bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini sebenarnya
merupakan peristiwa unik, sebab hanyac terjadi pada bentuk dasar ajar sehingga
ada yang mengatakan suatu “kekecualian”.
Perhatikanlah:
ber- +
ajar
per- + ajar
|
→
→
|
Belajar
Pelajar
|
6)
Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar
berfonem akhir /?/ menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/.
Misalnya:
duduk
/dudu?/ + ke-an
bedak
/beda?/ + -i
|
→
→
|
kedudukan
bedaki
|
d.
Perubahan dan Penambahan Bunyi
Proses
perubahan dan penambahan fonem dapat terjadi pada:
1) Pertemuan
morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang terdiri atau satu
suku kata
menyebabkan perubahan bunyi /N/ menjadi /η/ dan penambahan bunyi /∂/.
Misalnya:
meN- + bel
meN- + cat
meN- + tik
|
→
→
→
|
Mengebel
mengecat
mengetik
|
2)
Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar berfonem
awal /d, c, j/ dan berfonem akhir /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/
menjadi /n/ dan bertambahnya /?, y, w/.
Contonnya:
peN-an +
data
peN-an + dahulu
peN-an + cahaya
peN-an + cari
peN-an + calo
peN-an + jaga
peN-an +
juri
|
→
→
→
→
→
→
→
|
Pendataan
pendahuluan
pencahayaan
pencarian
pencaloan
penjagaan
penjurian
|
3) Pertemuan
morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /b, f/ dan berfonem akhir
vokal /a, i, u, dan o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m/ dan bertambahnya
bunyi /?, y, w/.
Contohnya:
peN-an +
buka
peN-an + beri
peN-an + buku
peN-an + blangko
peN-an + fakta
peN-an +
foto
|
→
→
→
→
→
→
|
Pembukaan
pemberian
pembukuan
pemblangkoan
fakta
foto
|
4) Pertemuan
morfem peN-an pada bentuk dasar yang berfonem awal /g, h, kh/ dan berfonem
akhir vocal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi /m / dan
bertaoibahnya bunyi /?, Y, w/.
Contohnya:
peN-an +
guna
peN-an + gali
peN-an + gadai
peN-an + ganggu
peN-an + harga
peN-an +
hijau
|
→
→
→
→
→
→
|
Penggunaan
penggalian
penggadaian
penggangguan
penghargaan
penghijauan
|
5) Pertemuan morfem peN-an pada bentuk dasar yang dimulai oleh vokal dan
diakhiri oleh vokal /a, i, u, o/ menyebabkan perubahan /N/ menjadi / / dan
bertambahnya bunyi /?, y, w/.
Contohnya:
peN-an +
ada
peN-an + adu
peN-an + andai
peN-an + utama
peN-an + urai
peN-an + intai
peN-an +
operasi
|
→
→
→
→
→
→
→
|
Pengadaan
pengaduan
pengandaian
pengutamaan
penguraian
pengintaian
pengoprasian
|
e.
Perubahan dan
Penghilangan Bunyi
Proses perubahan dan penghilangan bunyi
terjadi pada:
1) Pertemuan peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem /p/
akan perubahan /N/ menjadi /m/ dan fonem awal bentuk dasar hilang.
Contohnya:
peN- +
peras
meN- +
paksa
|
→
→
|
Pemeras
Memaksa
|
2) Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang dimulai oleh fonem
/t/ akan mengakibatkan perubahan /N/ menjadi /n/ dan hilangnya fonem awal
bentuk dasar.
Contohnya:
peN- +
tari
meN- +
tendang
|
→
→
|
Penari
Menendang
|
3)
Pertemuan morfem peN- dan meN- pada bentuk dasar yang
diawali fonem /k/ akan mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan
hilangnya fonem awal bentuk dasar.
Contohnya:
peN- +
karang
meN- +
kurung
|
→
→
|
Pengarang
Mengurung
|
4) Pertemuan morfem peN— dan meN— pada bentuk dasar yang diawali fonem /s/
akan mengakibatkan perubahan fonem /N/ menjadi /η/ dan hilangnya fonem awal bentuk
dasar yang bersangkutan.
Contohnya:
peN- +
sayang
meN- +
saring
|
→
→
|
Penyayang
Menyaring
|
f.
Peloncatan Bunyi
Prawirasumantri(1986:40) menambahkan satu lagi bentuk morfofonemik bahasa Indonesia yaitu
peloncatan burnyi. Peloncatan fonem ini terjadi apabi1a dua atau 1ebih bertukar
tempat akibat petemuan morfem-morfem dalam bahasa Indonesia ditemukan sebuah
gejala ini, yakni peloncatan fonem /a/ dan /m/ pada kata padma dalam merah
padam.
Nb : Ingin versi lengkap dari skripsi bahasa indonesia ini ? silahkan klik Download
0 Response to "KUMPULAN SKRIPSI BAHASA INDONESIA MORFOLOGI"
Posting Komentar