1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pembagian dividenuntuk memaksimumkan pemegang saham atau harga saham dan menunjukan likuiditas
perusahaan. Dari sisi investor dividen merupakan salah satu motivator untuk
menanamkan dana dipasar modal. Investor lebih memilih dividen yang berupa kas
dibandingkan dengan capital gain. Perilaku ini diakui oleh Gordon-Litner
sebagai “The bird in the hand theory” bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu
burung di udara. Selain itu investor juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan
dengan menilai besarnya dividen yang dibagikan.
Dari sisi emiten kebijakan dividen
sangat penting bagi mereka, apakah sebagai keuntungan perusahaan akan lebih
banyak digunakan untuk membayar dividen dibanding retain earning atau
sebaliknya. Dalam penetapan kebijaksanaan mengenai pembagian dividen, faktor
yang menjadi perhatian manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan
perusahaan. Ada dua ukuran kinerja
akuntansi perusahaan yaitu laba akuntansi dan total arus kas. Penelitian ini
menggunakan laba akuntansi sebagai pengukur kinerja akuntansi perusahaan.
Menurut
pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa laba akuntansi adalah
perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari
transaksi dalam suatu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepadanya. Bila dilihat secara mendalam, laba akuntansi bukanlah definisi yang sesungguhnya
dari laba melainkan hanya merupakan penjelasan mengenai cara untuk menghitung
laba (Muqodim, 2005:114).
Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau kesatuan usaha
karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif dan terandalkan.
Laba akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba yang didapat
dari selisih hasil penjualan dikurangi harga pokok penjualan dan biaya-biaya
operasi perusahaan (laba bersih). Selain menggunakan
nilai laba akuntansi dalam menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan,
seringkali perusahaan juga
mempertimbangkan laba tunai yang pada dasarnya merupakan laba akuntansi setelah
diperhitungkan dengan beban-beban non kas dalam hal ini; beban penyusutan dan
amortisasi.
Depresiasi dan amortisasi
merupakan biaya non kas, artinya biaya tersebut tidak lagi memerlukan
pengeluaran kas sekarang ataupun di masa depan. Menurut Standar Akuntansi
Keuangan, penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan
sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Suatu aktiva dapat dipandang sebagai kuantitas
jasa ekonomi potensial yang dikonsumsi selama menghasilkan pendapatan. Penyusutan aktiva dibebankan ke pendapatan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Efendri (1993) dalam Murtanto dan Febby
(2004) tesisnya meneliti tentang faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
kebijakan pembagian dividen kas. Penelitian dilakukan terhadap 84 perusahaan
yang mengembalikan questionnaires,
seluruhnya merupakan perusahaan go publicsampai akhir tahun 1991. Hasilnya menyatakan bahwa faktor peningkatan dan
penurunan laba termasuk faktor yang sangat penting dipertimbangkan manajemen
dalam kebijakan pembagian dividen kas.
Elizabeth (2000) dalam
penelitiannya yang menganalisis hubungan laba akuntansi dan laba tunai dengan
dividen kas, dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank, ia
menganalisa 25 perusahaan yang go publik
di BEJ pada tahun 1992, 1993 dan 1994. Berdasarkan penelitiannya itu
disimpulkan bahwa ada konsistensi hubungan yang signifikan antara laba
akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas. Pada umumnya laba akuntansi lebih
mempengaruhi besarnya dividen kas yang dibagikan dari laba tunai.
Murtanto dan Febby (2004)
dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan antara laba akuntansi dan laba
tunai dengan dividen kas. Mereka menganalisis perusahaan industri barang
konsumsi pada tahun 1999, 2000 dan 2001. Berdasarkan penelitiannya itu
disimpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara laba akuntansi terhadap
dividen kas.
Penelitian ini
merupakan replikasi penelitian Murtanto dan Febby (2004) dengan judul “Analisis
Hubungan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Tunai Dengan Dividen Kas Pada IndustriBarang Konsumsi Di Indonesia”.
1.2 Paparan Masalah
Dari latar belakang
masalah seperti telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan dividen kas?
2. Apakah terdapat hubungan antara laba tunai dengan dividen kas?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
- Laba Akuntansi, yaitu laba yang didapat dari penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dan biaya-biaya operasi perusahaan. Laba akuntansi dalam penelitian ini menggunakan laba bersih (net earnings) sebagai variabel laba akuntansi. Alasan penggunaan laba bersih sebagai variabel laba akuntansi dikarenakan laba bersih adalah laba yang menunjukan bagian laba yang akan ditahan di dalam perusahaan dan yang akan dibagikan sebagai dividen.
- Laba tunai, yaitu laba yang didapat dari laba akuntansi ditambah dengan beban penyusutan dan amortisasi.
- Nilai dividen kas pada penelitian ini didapat dari laporan keuangan tahunan pada bagian laporan perubahan ekuitas tahun berikutnya. Apabila penulis meneliti laporan keuangan tahun 2003, maka nilai dividen kas diperoleh dari laporan perubahan ekuitas yang disajikan pada laporan keuangan tahun 2004. Hal ini dikarenakan bahwa penelitian ini menganalisis adakah hubungan besarnya laba akuntansi dan laba tunai mempengaruhi dividen kas yang dibagikan perusahaan.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan paparan masalah
diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara laba
akuntansi, laba tunai dan dividen kas perusahaan yang telah go public di BEJ untuk periode tahun 2002, 2003, 2004.
Sedangkan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada :
1.
Investor maupun calon investor,
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk membeli, menjual atau
menahan saham bedasarkan harapan atas dividen kas yang dibagikan menggunakan
informasi laba akuntansi dan laba tunai yang dilaporkan perusahaan.
2.
Emiten maupun calon emiten,
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dividen agar
memaksimumkan nilai perusahaan.
3.
Akademisi, untuk menambah
wawasan tentang prilaku pasar modal khususnya mengenai kebijakan dividen.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Informasi akuntansi keuangan
menunjukkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan yang digunakan
oleh para pemakainya sesuai dengan kepentingan masing-masing. Pengertian laporan
keuangan menurut PSAK No1 (2004) merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan yang lengkap dari laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, laporan
perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya,
sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan serta
materi penjelasan yang merupakan bagian intergral dalam laporan keuangan
(Muhammad Yusuf dan Soraya, 2004: 100).
Laporan keuangan yang sebenarnya merupakan produk akhir
dari proses atau kegiatan akuntansi dalam satu kesatuan. Proses akuntansi
dimulai dari pengumpulan bukti-bukti transaksi yang terjadi sampai pada
penyusunan laporan keuangan. Proses akuntansi tersebut harus dilaksanakan
menurut cara tertentu yang lazim dan berterima umum serta sesuai dengan standar
akuntansi keuangan.
2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Menurut
PSAK (2004) tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi serta menunjukkan kinerja
yang telah dilakukan manajemen (stewardship),
atau pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang
dipercayakan kepadanya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan
keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan meliputi:
1)
Aktiva
2)
Kewajiban
3)
Ekuitas
4)
Pendapatan dan beban termasuk
keuntungan
5)
Arus kas
Informasi tersebut di atas beserta informasi lainnya
yang terdapat dalam catatan laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam
memprediksi arus kas masa depan, khususnya dalam hal waktu dan kepastian
diperolehnya kas dan setara kas.
2.3 Manfaat Laporan
Keuangan
Laporan
keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk mendapatkan informasi
sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan.
Data keuangan tersebut akan lebih berarti jika diperbandingkan dan dianalisis
lebih lanjut sehingga dapat diperoleh data yang dapat mendukung keputusan yang
diambil. Menurut Statement of FinancialAccounting Concept No. 1, tujuan dan manfaat laporan keuangan adalah:
1)
Pelaporan keuangan harus
menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor dan pengguna
lainnya yang potensial dalam membuat keputusan lain yang sejenis secara
rasional.
2)
Pelaporan keuangan harus
menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor, dan pengguna lain
yang potensial dalam memperkirakan jumlah waktu dan ketidakpastian penerimaan
kas di masa yang akan datang yang berasal dari pembagian deviden ataupun
pembayaran bunga dan pendapatan dari penjualan.
3)
Pelaporan keuangan harus
menyajikan informasi tentang sumber daya ekonomi perusahaan. Klaim atas sumber
daya kepada perusahaan atau pemilik modal.
4)
Pelaporan keuangan harus
menyajikan informasi tentang prestasi perusahaan selama satu periode. Investor
dan kreditor sering menggunakan informasi masa lalu untuk membantu menaksir
prospek perusahaan.
Menurut PSAK (2004) pihak-pihak yang
memanfaatkan laporan keuangan adalah (IAI,2004) :
1)
Investor. Penanam modal
berisiko dan penasehat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta
hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan
informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual
investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
2)
Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok
yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan
profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas
jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
3)
Pemberi pinjaman. Pemberi
pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
4)
Pemasok dan kreditor usaha
lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar
pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam
tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman kecuali kalau
sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.
5)
Pelanggan. Para
pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup
perusahaan terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan,
atau tergantung pada perusahaan.
6)
Pemerintah. Pemerintah dan
berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaanya berkepentingan dengan alokasi
sumber daya dan karena ini berkepentingan dengan aktivitas perusahaan, mereka
menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik
pendapatan nasional dan statistik lainnya.
7)
Masyarakat. Perusahaan
mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, perusahaan dapat
memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang
yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan
keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir
kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.4 Studi Kandungan Informasi Atas Laba
Laporan keuangan merupakan
bahasa bisnis sebagai alat komunikasi oleh pihak internal yaitu manajemen
dengan pihak eksternal seperti kreditor, investor dan pemerintah. Seluruh
bagian laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas atau perubahan laba ditahan, laporan arus kas dan catatan laporan
keuangan perusahaan merupakan bagian penting dari laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan tidak dirancang untuk mengukur nilai suatu perusahaan secara langsung
tetapi informasi yang disediakan dimaksudkan untuk mengestimasi nilai
perusahaan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
Laporan keuangan juga merupakan produk dari
akuntansi yang menyajikan data-data kuantitatif keuangan atas semua transaksi-transaksi
yang telah dilaksanakan oleh suatu perusahaan untuk suatu peride tertentu.
Laporan keuangan dibuat untuk mempertanggungjawabkan atas aktifitas perusahaan
terhadap pemilik dan juga membebankan informasi mengenai posisi perusahaan
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan (Muhammad Yusuf dan Soraya, 2004).
Laporan keuangan ini disusun oleh manajemen, sehingga dapat disimpulkan bahwa
laporan keuangan juga menunjukkan kinerja manajemen dan merupakan sumber dalam
mengevaluasi performance kinerja
manajemen. Salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur kinerja tersebut adalah laba.
Informasi
laba merupakan komponen laporan keuangan perusahan yang bertujuan selain untuk
menilai kinerja manajemen, juga untuk membantu mengestimasi kemempuan laba yang
representatif dalam jangka panjang, meramalkan laba, menaksir resiko dalam
berinvestasi atau kredit, memprediksi arus kas masa depan serta memiliki
pengaruh besar bagi penggunanya dalam pengambilan suatu keputusan. Sebagaimana
disebutkan dalam Statement of Finansial Accounting Consept (SFAC) nomor 1 bahwa
informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja
atau pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba membantu pemilik atau
pihak lain melakukan penaksiran atas earning power perusahaan dimasa yang akan
datang (Januar dan Sri, 2002).
Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Consepts (SFAC) nomor
2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi
pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB, 1980).
Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi
sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan
arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang
efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI,
2004). Bagi pemilik saham dan atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis
(wealth) yang akan diterima, melalui pembagian dividen.
2.4.1 Konsep Laba
Laba merupakan suatu pos dasar dan
penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki berbagai kegunaan dalam berbagai
konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan,
determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan
pengambilan keputusan, dan unsur prediksi (Belkaoui,1993) Dalam SFAC no. 1
menyebutkan bahwa informasi laba merupakan komponen laporan keuangan yang disediakan
dengan tujuan membantu menyediakan informasi untuk menilai kinerja manajemen,
mengestimasi kemampuan laba yang representative dalam jangka panjang dan
menaksir resiko dalam investasi atau kredit. Pengertian laba secara
konvensional adalah nilai maksimum yang dapat dibagi atau di konsumsi selama
satu periode akuntansi dimana keadaan pada akhir periode masih sama seperti pada awal periode.
Laba dipandang sebagai suatu peralatan
prediktif yang membantu dalam peramalan laba mendatang dan peristiwa ekonomi yang
akan datang. Laba terdiri dari hasil operasional, atau luar biasa, dan
hasil-hasil non-operasional, atau keuntungan dan kerugian luar biasa, dimana
jumlah keseluruhannya sama dengan laba bersih. Laba biasa dianggap bersifat
masa kini (current) dan berulang,
sedangkan keuntungan dan kerugian luar biasa tidak demikian (Rahmat, 2006 : 9).
Ditinjau dari ruang lingkupnya terdapat
3 konsep laba sebagaimana dikemukakan FASB dalam SFAC nomor 5 (1984) yaitu: earning, net income dan comprehensive income. Earning merupakan laba selama satu
periode akuntansi tanpa ada pengaruh kumulatif perubahan prinsip akuntansi.
Perbedaan income dengan net income terletak pada perhitungan
pengaruh kumulatif perubahan prinsip akuntansi (Muqodim, 2005:113).
Menurut Suwardjono (2005:455) makna income
dalam konteks perpajakan dapat berbeda atau bahkan berbeda dengan makna income
dalam akuntansi atau pelaporan keuangan. Dalam perpajakan, income dimaknai
sebagai jumlah kotor sehingga diterjemahkan sebagai penghasilan sebagaimana digunakan
dalam Standar Akuntansi Keuangan. Dalam
buku-buku teks akuntansi (khususnya teori akuntansi, istilah income pada
umumnya dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga istilah laba lebih menggambarkan apa
yang dimaksud income dalam buku-buku tersebut.
Muqodim
(2005:111) menyatakan bahwa banyak literatur akuntansi sebagian penulis
mengutip pendapat tentang tujuan penghitungan laba dan pengertian laba
sebagaimana dikemukakan oleh ekonom John Hiks (1949) yang dapat dikemukakan
bahwa laba pribadi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi selama
periode (misalnya satu minggu atau satu bulan) dengan harapan keadaannya pada
akhir periode tetap sama (as well off) seperti keadaan awal periode.
Setelah ekonom John Hick (1949)
mengemukakan konsep laba, banyak literatur yang mengadaptasikan pengertian laba
yang bersumber dari John Hick. Menurut FASB dalam SFAC nomor 6 menyatakan bahwa
Comprehensive Income atau laba komprehensip adalah perubahan modal
(aktiva bersih) perusahaan selama satu periode, dari transaksi, peristiwa lain
dan keadaan dari sumber selain pemilik. Sedangkan Vemon Kam mengemukakan bahwa Income
atau laba merupakan perubahan modal suatu kesatuan usaha di antara dua
titik waktu tidak termasuk perubahan-perubahan akibat investasi oleh pemilik
dan distribusi kepada pemilik, dimana modal dinyatakan dengan ukuran nilai dan didasarkan
pada skala tertentu. Dalam KDPPLK-SAK income diterjemahkan menjadi penghasilan
yang didefinisikan sebagai berikut:
Penghasilan (income) adalah
kenaikan menfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan
atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Laba dalam teori akuntansi
biasanya lebih menunjuk pada konsep yang oleh FASB disebut dengan laba
komprehensif. Laba komprehensif dimaknai sebagai kenaikan aset bersih selain
yang berasal dari transaksi dengan pemilik. Sedangkan earning adalah laba yang diakumulasikan selama beberapa periode
atau kenaikan ekuitas atau aktiva neto suatu perusahaan yang disebabkan karena
aktivitas operasi maupun aktivitas di luar usaha selama periode tertentu. Earning
merupakan konsep yang paling sempit sedang comprehensive income merupakan
konsep paling luas (Muqodim, 2005:110).
2.4.2 Kualitas Informasi Laba
M. Yusuf, dkk (2002) menyebutkan bahwa
informasi laba harus dilihat dalam kaitannya dengan persepsi pengambilan
keputusan. Karena kualitas informasi laba ditentukan oleh kemampuannya
memotivasi tindakan individu dan membantu pengambilan keputusan yang efektif.
Hal ini didukung oleh FASB yang menerbitkan SFAC No. 1 yang menganggap bahwa
laba akuntansi merupakan pengukuran yang baik atas prestasi perusahaan dan oleh
karena itu laba akuntansi hendaknya dapat digunakan dalam prediksi arus kas dan
laba di masa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Hendriksen dalam
bukunya Accounting Theory edisi
kelima (1992:338) menetapkan tiga konsep dalam usaha mendefinisikan dan
mengukur laba menuju tingkatan bahasa. Adapun konsep-konsep tersebut meliputi:
a.
Konsep Laba pada Tingkat
Sintaksis (Struktural)
Pada tingkat sintaksis konsep income dihubungkan dengan konvensi
(kebiasaan) dan aturan logis serta konsisten dengan mendasarkan pada premis dan
konsep yang telah berkembang dari praktik akuntansi yang ada. Terdapat dua
pendekatan pengukuran laba (income
measurement) pada tingkat sintaksis, yaitu: Pendekatan Transaksi dan
Pendekatan Aktiva.
b.
Konsep Laba pada Tingkat
Sematik (Interpretatif)
Pada konsep ini income ditelaah hubungannya dengan realita ekonomi. Dalam usahanya
memberikan makna interpretatif dari konsep laba akuntansi (accounting income), para akuntan seringkali merujuk pada dua
konsep ekonomi. Kedua konsep ekonomi tersebut adalah Konsep Pemeliharaan Modal
dan Laba sebagai Alat Ukur Efisiensi.
c.
Konsep Laba pada Tingkat
Pragmatis (Perilaku)
Pada tinmgkat pragmatis (perilaku)
konsep income dikaitkan dengan
pengguna laporan keuangan terhadap informasi yang tersirat dari laba
perusahaan. Beberapa reaksi usaha users dapat ditunjukkan dengan proses
pengambilan keputusan dari investor dan kreditor, reaksi harga surat terhadap pelaporan income atau reaksi
umpan balik (feedback) dari manajemen
dan akuntan terhadap income yang
dilaporkan.
Konsep income ini paling tidak harus memberikan implikasi income sebagai bahan pengambilan
keputusan manajemen.
Secara ringkas, laba bersih (net income) disajikan untuk
masing-masing kelompok penerima dengan menggunakan konsep-konsep sebagai
berikut :
Tabel 2.1
Konsep Laba, Perhitungan
dan Penerima Laba
Konsep Laba
|
Perhitungan Laba
|
Pihak Penerima Laba
|
Nilai Tambah
(Value Added)
|
Harga jual produksi dari jasa dikurangi harga pokok barang dan
jasa yang dijual.
|
Pegawai, pemilik, kreditor dan pemerintah
|
Laba Bersih Perusahaan
(Enterprise Net Income)
|
Kelebihan hasil (revenue)
dari biaya, seluruh pendapatan (gain)
dan rugi. Biaya tidak termasuk bunga, pajak dan bagi hasil.
|
Pemegang saham, pemegang obligasi dan pemerintah.
|
Laba Bersih bagi investor
(Net Income to Investor)
|
Sama seperti enterprise net
income tetapi setelah dikurangi pajak penghasilan.
|
Pemegang saham, pemegang obligai dan kreditor jangka panjang.
|
Laba bersih bagi pemegang saham residual
(Residual Equity Holders)
|
Laba bersih kepada pemegang saham dikurangi dividen saham preferen
|
Pemegang saham biasa (sekarang dan yang potensial) terkecuali
prioritas pembayaran tidak terpenuhi.
|
2.4.3 Laba Akuntansi
Ada dua
ukuran kinerja akuntansi perusahaan yaitu laba akuntansi dan total arus kas.
Ahmed Belkaoui (2000:332) menyatakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan
sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari
transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis. Dalam metode historical cost (biaya historis) laba
diukur berdasarkan selisih aktiva bersih awal dan akhir periode yang
masing-masing diukur dengan biaya historis, sehingga hasilnya akan sama dengan
laba yang dihitung sebagai selisih pendapatan dan biaya.
Menurut
pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa laba akuntansi adalah
perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari
transaksi dalam suatu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepadanya
(Muqodim, 2005:111). Suwardjono (2005:455) mendefinisian
laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian secara struktural
atau sintaktik karena laba tidak didefinisi secara terpisah dari pengertian
pendapatan dan biaya. Pengertian laba yang
dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba yang merupakan selisih
pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual.
SFAC
No. 1 dalam Ataina (1999) menyatakan bahwa laporan laba rugi yang disusun
berdasar basis akrual lebih akurat untuk menaksir prospek aliran kas dari pada
laporan laba rugi yang disusun berdasar basis kas. Pengertian semacam ini akan
memudahkan pengukuran dan pelaporan laba secara objektif. Perekayasa akuntansi
mengharapkan bahwa laba semacam itu bermanfaat bagi para pemakai statemen
keuangan khususnya investor dan kreditor. Pendefinisian laba seperti ini jelas
akan lebih bermakna sebagai pengukur kembalian atas investasi (return on investment) daripada sekadar perubahan kas.
Di dalam laba akuntansi
terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi beberapa komponen pokok seperti laba
kotor , laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah pajak (Muqodim,
2005:131). Sehingga dalam menentukan besarnya laba akuntansi investor dapat
melihat dari perhitungan laba setelah pajak. SFAC No. 1 dalam Belkaoui (2000:332) mengasumsikan bahwa laba akuntansi merupakan
ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba akuntansi dapat
digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan. Penulis lain mengasumsikan
bahwa laba akuntansi adalah relevan dengan cara yang biasa untuk model-model
keputusan dari investor dan kreditor.
Laba akuntansi dengan
berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai
(Suwardjono, 2005: 456) :
a) Indikator efisiensi penggunaan dana yang
tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas
investasi (rate of retun on inuested capital).
b) Pengukur prestasi atau kinerja badan
usaha dan manajemcn.
c) Dasar penentuan besarnya pengenaan
pajak.
d) Alat pengendalian alokasi sumber daya
ekonomik suatu negara.
e) Dasar penentuan dan penilaian kelayakan
tarif dalam perusahaan public.
f) Alat pengendalian terhadap debitor dalam
kontrak utang.
g) Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h) Alat motivasi manajemen dalam
pengendalian perusahaan.
i)
Dasar
pembagian dividen.
Bila dilihat secara
mendalam, laba akuntansi bukanlah
definisi yang sesungguhnya dari laba melainkan hanya merupakan penjelasan
mengenai cara untuk menghitung laba. Karakteristik dari pengertian laba
akuntansi semacam itu mengandung beberapa keunggulan. Beberapa keunggulan laba
akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim (2005 : 114) adalah:
1) Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa
laba akuntansi bermanfaat bagi para pemakainya dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
2) Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan
secara obyektif dapat diuj kebenarannya sebab didasarkan pada transaksi nyata
yang didukung oleh bukti.
3) Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui
pendapatan laba akuntansi memenuhi dasar konservatisme.
4) Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan
pengendalian terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen.
2.5 Konsep Penyusutan di Dalam Laba Tunai.
Fasilitas fisis atau biasa disebut dengan aktiva operasional menghasilkan
pendapatan lebih banyak melalui penggunaannya daripada melalui penjualan
kembali aktiva tersebut. Aktiva ini dapat dipandang sebagai kuantitas jasa
ekonomi potensial yang dikonsumsi selama menghasilkan pendapatan (Dyckman dkk, 1996: 590). Fasilitas fisis memberi kontribusi
jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya. Sehingga kos daya atau kapsitas
fasilitas fisis tersebut harus diserap menjadi bagian kos produksi dan akhirnya
menjadi beban pendapatan (Suwardjono, 2005: 437). Prinsip-prinsip akuntansi
menghendaki adanya penandingan biaya dari semua jenis aktiva operasional dengan
pendapatan selama umur manfaatnya. Terminologi akuntansi untuk proses ini
berbeda-beda tergantung pada kategori aktiva tersebut :
1. Penyusutan adalah alokasi periodik biaya aktiva tetap terhadap
pendapatan periodik yang dihasilkan.
2. Deplesi adalah alokasi periodik dari biaya sumber daya alam, seperti
cadangan mineral dan kayu, terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan.
3. Amortisasi adalah alokasi periodik dari aktiva tak
berwujud terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Istilah amortisasi juga digunakan pada
aktiva keuangan dan kewajiban.
Depresiasi
merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematik dan rasional dan jumlah
rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap telah
dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak
berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Depresiasi merupakan biaya yang
benar-benar terjadi dan dikeluarkan seperti biaya lainnya. Memang benar biaya
depresiasi untuk periode tertentu tidak menunjukan pengeluaran pada periode
tersebut. Biaya depresiasi mengukur bagian pengeluaran masa lalu yang dipandang
layak dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan periode berjalan. Jadi dapat
dikatakan bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk ekstrem biaya
dibayar di muka. Akuntansi depresiasi merupakan sarana untuk membebankan biaya
dibayar di muka tersebut ke produksi atau periode berjalan (Suwardjono, 2005:
437-438).
Pengertian depresiasi dan amortisasi
sebagai proses akumulasi dana didasari bahwa untuk dapat mempertahankan
kelangsungan hidup, perusahaan harus dapat mengganti fasilitas fisik yang habis
umurnya. Akibatnya perusahaan harus menyisihkan dana dari pendapatan yang
diperoleh. Dengan mengurangi pendapatan, laba akan berkurang sebesar depresiasi
dan amortisasi yang dibebankan. Depresiasi dan amortisasi adalah biaya tidak
tunai karena depresiasi dan amortisasi tidak memerlukan pengeluaran kas.
dianggap sebagai sumber dana untuk menghitung sumber dana atau aliran kas masuk
(proceeds) dengan cara menambahkan
kembali nilai depresiasi dan amortisasi ke laba akuntansi (Suwardjono, 1989:
439).
Cara menghitung
semacam ini hanyalah salah satu teknik penghitungan sumber dana dimana
depresiasi dan amortisasi sebagai beban non kas yang artinya
biaya tersebut tidak lagi memerlukan pengeluaran kas sekarang ataupun di masa
depan. Sehingga pembebanan depresiasi ke dalam pendapatan serta menambahkan kembali nilai depresiasi
dan amortisasi ke laba akuntansi dapat dikatakan sebagai teknik dalam
menghitung sumber dana.
2.6 Konsep Dividen
Dividen adalah proporsi laba atau
keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang
sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya (Baridwan, 2000:434).
Semua keuntungan ataupun kerugian yang diperoleh perusahaan selama berusaha
dalam satu periode tersebut dilaporkan oleh direksi kepada para pemegang saham
dalam suatu rapat pemegang saham.
Kebijakan pembagian dividen adalah
suatu keputusan untuk menentukan berapa besar bagian laba akan dibagikan kepada
para pemegang saham dan akan ditahan dalam perusahaan selanjutnya
diinvestasikan kembali (Husnan,1994).
Kebijakan pembagian dividen tergantung pada keputusan rapat umum pemegang saham
(RUPS).
Kebijakan dividen penting bagi
perusahaan dengan dua alasan, yaitu:
- Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham perusahaan tersebut.
- Laba ditahan biasanya merupakan sumber dana internal yang terbesar dan terpenting bagi pertumbuhan perusahaan.
Dividen yang
dibagikan oleh perusahaan bisa tetap (tidak mengalami perubahan) dan bisa
mengalami perubahan (ada kenaikan atau penurunan) dari dividen yang dibagikan
sebelumnya. Dividen dapat berupa uang, skrip (script), barang atau saham (modal
saham).
Menurut Arief Suaidi (1994 : 230) ada
tiga macam tanggal yang relevan dengan pembagian dividen yaitu: (1) tanggal
pengumuman yaitu tanggal direksi mengumumkan akan membayar dividen, (2) tanggal
pencatatan dividen, (3) tanggal pembayaran dividen. Tanggal pencatatan adalah
batas tanggal untuk mendaftarkan nama pemilik saham. Dividen dibayarkan kepada
orang yang tercatat sebagai pemilik saham pada
tanggal pencatatan. Kalau jual beli saham terjadi setelah tanggal
pencatatan, maka saham tersebut namanya dijual ex-taripa dividen; artinya dividen
tidak diterima oleh pembeli saham. Sedangkan yang dimaksud dengan tanggal
pembayaran adalah tanggal saat dividen dibayar.
2.6.1 Jenis-jenis
Dividen
a.
Cash Dividen ialah dividen yang
diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai
(cash). Pada waktu rapat pemegang saham, perusahaan memutuskan bahwa sejumlah
tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen (M.
Munandar, 1983: 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah
perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan
kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham.
Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak
lain, umpamanya bank. Cara yang kedua biasanya yang dipilih perusahaan karena
bank mempunyai banyak cabang, sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin
sekali tersebar luas di seluruh Indonesia
(Arief Suaidi, 1994: 230). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan
sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada
mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.
b.
Script Dividen adalah suatu surat tanda kesediaan membayar
sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham
sebagai dividen. Surat
ini berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut kepada yang berhak.
Script dividen seperti ini biasanya dibuat apabila pada waktu para pemegang
saham mengambil keputusan tentang pembagian laba, dimana perusahaan belum
(tidak) mempunyai persediaan uang cash yang cukup untuk membayar dividen cash
(Arief Suaidi, 1994: 231).
c.
Property Dividen adalah dividen
yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (tidak
berupa uang tunai ataupun (modal) saham perusahaan). Contoh dividen barang
adalah dividen berupa persediaan atau saham yang merupakan investasi
perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen berupa barang sudah barang tentu
lebih sulit dibanding pembagian dividen uang. Perusahaan melakukannya karena
uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan
dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila jumlahnya cukup banyak akan
menyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun, sehingga merugikan
perusahaan dan pemegang saham sendiri (Arief Suaidi, 1994 : 233).
d.
Liquidating Dividen adalah
dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham, dimana sebagian dari jumlah
tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividen), sedangkan
sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan
(diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (M.
Munandar, 1983: 314).
e.
Stock Dividen adalah dividen
yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang
dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M. Munandar, 1983: 314). Di Indonesia
saham yang dibagikan sebagai dividen
tersebut disebut saham bonus. Dengan
demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak
setelah menerima Stock Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yang
jenisnya sama maupun yang jenisnya berbeda.
2.7 Penelitian Terdahulu
Pariwati
dan Baridwan (1998) dalam Meythi (2006) menguji hubungan laba dan arus kas
dalam memprediksi laba dan arus kas masa mendatang. Populasi yang diteliti
adalah laporan keuangan perusahaan go publik selama enam periode mulai tahun
1989-1994. Pengujian menggunakan model regresi dimana menguji variabel tanpa
factor deflator dan menguji variabel setelah dilakukan penyesuaian dengan
factor deflator. Berdasarkan penelitiannya disimpulkan bahwa laba merupakan
predictor yang lebih baik dari pada arus kas dalam memprediksi laba dan arus
kas.
Elizabeth (2000) dalam
penelitiannya yang menganalisis hubungan laba akuntansi dan laba tunai dengan
dividen kas, dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank, ia
menganalisa 25 perusahaan yang go publik
di BEJ pada tahun 1992, 1993 dan 1994. Berdasarkan penelitiannya itu disimpulkan
bahwa ada konsistensi hubungan yang signifikan dan positif antara laba
akuntansi dengan dividen kas.
Nahibaho (2000)
menyimpulkan bahwa laba perusahaan saat ini merupakan predictor bagi dividen
yang akan datang. Dengan demikian laba saat ini mempengaruhi kebijakan dividen
yang akan datang. Baik laba saat ini ataupun arus kas saat ini bukan merupakan
predictor bagi dividen saat ini dan tidak mempengaruhi kebijakan dividen saat
ini.
Barth et al. (2001) dan Kim
dan Kross (2002) dalam Yolanda (2006) menyatakan bahwa laba memiliki kemampuan
dalam memprediksi arus kas operasi mendatang perusahaan, dan memiliki kemampuan
yang lebih dibanding arus kas jika laba dipecah ke dalam beberapa komponen
akrual. Bahkan Kim dan Kross (2002) menegaskan kemampuan laba dalam memprediksi
arus kas meningkat sepanjang tahun. Kim dan Kross (2002) juga membedakan antara
perusahaan yang melaporkan laba positif dan laba negative, hasilnya menyatakan
bahwa hubungan antara arus kas tahun berjalan dengan arus kas masa depan tidak
meningkat maupun menurun.
Hermi (2004) dalam
penelitiannya yang menganalisis hubungan laba bersih dan arus kas operasi
terhadap dividen kas pada perusahaan perdagangan besar barang produksi di BEJ
pada periode 1999-2002. Hermi (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara laba bersih dengan dividen kas pada perusahaan perdagangan
besar barang produksi tahun 1999-2002.
Watson dan Wells (2005)
dalam Yolanda dan Rahmat (2006) menyatakan bahwa untuk perusahaan yang berlaba,
ukuran berbasis laba lebih baik dalam menangkap kinerja perusahaan dibandingkan
arus kas, sedangkan untuk perusahaan yang merugi baik laba maupun arus kas
tidak dapat menangkap kinerja perusahaan dengan baik. Murtanto dan Febby (2004)
dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan antara laba akuntansi dan laba
tunai dengan dividen kas dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank,
mereka menganalisis 19 perusahaan industri barang konsumsi pada tahun 1999, 15
perusahaan industri barang konsumsi pada tahun 2000 dan 16 perusahaan industri
barang konsumsi pada tahun 2001. Berdasarkan penelitiannya itu disimpulkan
bahwa adanya hubungan yang positif dan kuat antara laba akuntansi terhadap
dividen kas.
2.8 Hipotesis
Penelitian
Ahmed Belkaoui (2000:332) menyatakan
bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara
pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan
berhubungan dengan biaya histories. Tujuan laba secara umum didasari sebagai
dasar perpajakan, petunjuk bagi kebijaksanaan perusahaan dan pengambilan
keputusan, kebijaksanaan dividen serta sebagai ukuran efesiensi. Laba diakui
sebagai suatu indikator dari jumlah maksimum yang harus dibagikan sebagai dividen
dan ditahan untuk perluasan atau di investasikan kembali di dalam perusahaan. Selain
laba akuntansi menurut Elizabeth
(2000) kebanyakan perusahaan juga sering menggunakan laba tunai yang pada
dasarnya merupakan laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan beban-beban non
kas dalam hal ini adalah penyusutan dan amortisasi, dalam menentukan besarnya
dividen yang akan dibagikan.
Efendri (1993) dalam Febby dan Murtanto
(2004) meneliti persepsi manajemen tentang faktor-faktor yang dipertimbangkan
faktor-faktor yang dapat dikembalikan) dalam kebijakan pembagian dividen kas.
Penelitian dilakukan terhadap 84 perusahaan yang mengembalikan questionnaires, seluruhnya merupakan
perusahaan go public sampai akhir
tahun 1991. Hasilnya menyatakan bahwa faktor peningkatan dan penurunan laba
termasuk faktor yang sangat penting dipertimbangkan manajemen dalam kebijakan
pembagian dividen kas.
Sehingga dirumuskan hipotesa sebagai berikut :
1.H01 = Tidak terdapat
hubungan antara laba akuntansi dengan dividen kas
HA1 =
Terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan dividen kas
2.H02 = Tidak terdapat hubungan antara laba tunai
dengan dividen kas
HA2 =
Terdapat hubungan antara laba tunai dengan dividen kas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan
yang tergolong dalam perusahaan yang bergerak dalam sektor industri barang
konsumsi dan terdaftar di BEJ sejak tahun 2002 sampai dangan tahun 2004. Teknik
penarikan sample penelitian ini adalah dengan menggunakan menggunakan metode Purposive Non random Sampling, yaitu
pengambilan sample penelitian secara non
random (tidak acak) sehingga setiap anggota populasi memiliki peluang yang
sama akan terpilih menjadi sample penelitian (Supardi, 2005:114).
Berdasarkan IndonesianCapital Market Directory di dapat 19 perusahaan yang bergerak dalam sector
industri barang konsumsi hingga tahun 2004. Tabel 3.1 menyajikan daftar Emiten
yang bergerak di sektor industri barang konsumsi hingga tahun 2004.
Tabel 3.1
Nama Perusahaan Populasi
Nama
Perusahaan
|
|
1
|
PT.
Delta Djakarta
|
2
|
PT.
Ultra Jaya Milk Industri and Trading Company Tbk
|
3
|
PT.
Bentoel
|
4
|
PT.
Multi Bintang Indonesia
|
5
|
PT.
Gudang Garam
|
6
|
PT.
Merck
|
7
|
PT.
Unilever Indonesia
|
8
|
PT.
Sari Husada
|
9
|
PT.
Aqua Golden Mississippi
|
10
|
PT.
Mustika Ratu
|
11
|
PT.
Indofood Sukses Makmur
|
12
|
PT.
BAT Indonesia
|
13
|
PT.
H.M. Sampoerna
|
14
|
PT.
Dankos Laboratories
|
15
|
PT.
Mandom Indonesia
|
16
|
PT.
Indofarma
|
17
|
PT.
Kedaung Indah Can
|
18
|
PT.
Siantar TOP
|
19
|
PT.
Tempo Scan Pacific
|
Penyeleksian sample penelitian menggunakan teknik
purposive sampling dimana terdapat kriteria-kriteria tertentu. Kriteria dalam
penentuan sample berdasarkan teknik purposive
sampling antara lain:
- Perusahaan yang telah terdaftar di BEJ dari tahun 2002-2004.
- Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan pada tahun terakhir, yaitu tahun 2002, 2003, 2004.
- Perusahaan tersebut mendapatkan laba bersih pada pada tahun 2002 sampai 2004.
- Perusahaan tersebut membayar dividen kas pada tahun 2002 sampai 2005.
Di bawah ini tabel
3.2 menampilkan seleksi sample dengan menggunakan teknik Purposive Non-Random Sampling.
Tabel 3.2
Seleksi Sampel
Keterangan Jumlah
Jumlah Populasi Awal 19
Pelanggaran kriteria
I :
Perusahaan yang tidak terdaftar di BEJ dari tahun 2002-2004 0
Pelanggaran kriteria II :
Perusahaan tersebut tidak
menerbitkan laporan keuangan
pada tahun terakhir, yaitu tahun 2002, 2003, 2004. 0
Pelanggaran kriteria III :
Perusahaan yang laporan
keuangannya
dari tahun 2002-2004
berturut-turut rugi. 3
Pelanggaran kriteria IV :
Perusahaan yang tidak
membagikan dividen kas
pada tahun 2003 2
Perusahaan yang tidak
membagikan dividen kas
pada tahun 2004 2
Perusahaan yang tidak
membagikan dividen kas
pada tahun 2005 3
Selama periode
tahun 2002-2004, emiten yang bergerak disektor industri barang konsumsi yang
memenuhi kriteria penelitian ada 19 perusahaan. Namun pada tahun 2002 hanya 15 perusahaan barang konsumsi yang memenuhi kriteria, pada
tahun 2003 terdapat 13 perusahaan barang konsumsi yang memenuhi kriteria dan
tahun 2004 terdapat 12 perusahaan barang konsumsi yang memenuhi kriteria.
3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk pengujian hipotesis terdapat variabel laba
akuntansi, laba tunai dan dividen kas. Operasionalisasi dari ketiga variabel
tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1 Variabel Laba Akuntansi dan Laba Tunai
Dalam penetapan
kebijaksanaan mengenai pembagian dividen, faktor yang menjadi perhatian
manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Namun, kebanyakan
perusahaan juga sering mempertimbangkan laba tunai yang pada dasarnya merupakan
laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan beban-baban non kas (Murtanto dan
Febby, 2004).
Laba akuntansi yang
digunakan dalam penellitian ini adalah laba bersih yang didapat dari selisih antara
pendapatan yang operatif maupun tidak dan seluruh biaya operatif maupun tidak.
Ukuran laba bersih sebagai variabel laba akuntansi mendasar pada penelitian Elizabeth (2000) dan
Murtanto dan Febby (2004). Alasan penggunaan laba bersih sebagai variabel laba
akuntansi dikarenakan laba bersih adalah laba yang menunjukan kinerja dan
pertanggungjawaban manajemen. Laba tunai yang digunakan dalam penelitian ini
adalah laba akuntansi setelah ditambahkan dengan beban-beban non kas dalam hal
ini adalah beban penyusutan dan beban amortisasi.
3.2.2 Variabel
Dividen Kas
Dividen yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dividen kas. Besarnya dividen kas dapat dilihat pada
laporan keuangan tahunan pada bagian laporan perubahan ekuitas tahun
berikutnya. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mencari keeratan
hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai periode ini dengan nilai dividen
kas yang dibagikan perusahaan. Misalnya penulis akan meneliti laporan keuangan
tahun 2003, maka nilai dividen kas diperoleh dari laporan perubahan ekuitas
yang disajikan pada laporan keuangan tahun 2004.
3.3 Metode Analisis Data
Secara garis besar, metode statistik yang akan digunakan
dalam pengujian hipotesis penelitian adalah stastistik inferensi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dari data
yang telah dicatat dan diringkas tersebut (Singgih Santoso, 2005: 3). Dalam
praktek, satatistik inferensi dapat dilakukan dengan metode parametrik ataupun metode non parametrik. Penelitian ini
menggunakan metode statistik inferensi
non parametrik dimana variabel (data) yang diuji bertipe data nominal dan
ordinal dimana distribusi data populasinya tidak diketahui kenormalannya
(Singgih Santoso, 2005: 4).
Penelitian ini menggunakan model Korelasi Spearman yang digunakan
untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila
masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar
variabel tidak harus sama (Wahid Sulaiman, 2003: 136). Menurut Kuncoro
(1986:15) inti dari analisis korelasi adalah mengukur kekuatan hubungan antar
variabel, tanpa menunjukan adanya sebab-akibat.
Pada dasarnya Korelasi Spearman ini adalah mencari
korelasi antar jenjang atau posisi urutan data, bukan nilai data (Syamsul Hadi,
2006: 138).
Rumus untuk menghitung korelasi Spearman secara manual
adalah:
Dimana:
r = Koefisien Korelasi Spearman (Rank Order)
d = Merupakan perbedaan peringkat untuk setiap pasangan
n = Jumlah pasangan pengamatan
Untuk mandapatkan
basarnya nilai korelasi spearman penelitian ini dapat menggunakan perhitungan
dengan menggunakan software SPSS.
3.3.1 Tahapan Analisis Data
Tahapan sebagai berikut :
1.
Perusahaan yang go public di
BEJ dipilih secara Purposive Non random
Sampling sesuai kriteria.
2.
Menghitung laba akuntansi
dengan dividen kas
3.
Menghitung laba tunai tiap-tiap
periode
4.
Melakukan uji analisis
deskriptif.
5.
Menghitung koefisien peringkat
Spearman (r) menggunakan program Statistical
Package for the Social (SPSS).
6.
Melakukan uji signifikansi.
Pengujian Hipotesis
Nilai korelasi yang didapatkan dari penelitian merupakan
nilai korelasi sampel, yang merupakan harga estimasi dari koefisien korelasi
populasi yang dilambangkan dengan r. Untuk selanjutnya kita akan mengadakan uji
hipotesis mengenai koefisien korelasi populasi yang tidak diketahui berdasarkan
pada estimasi nilai koefisien korelasi sampel, yaitu r (Wahid Sulaiman, 2005:
136).
Pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Ho1 = Tidak terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan dividen kas
Ha1 = Terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan dividen kas
2. Ho2
= Tidak terdapat hubungan antara laba
tunai dengan dividen kas
Ha2
= Terdapat hubungan antara laba tunai
dengan dividen kas
Hipotesa ini sama
sekali tidak mempermasalhkan arah hubungan jenjang nilai, sehingga untuk tes
hipotesa digunakan uji dua sisi (Syamsul Hadi, 2006: 140).
Kaidah Pengambilan Keputusan
Kaidah pengambilan keputusan untuk menentukan penerimaan
atau penolakan Ho adalah sebagai berikut:
- Apabila sig. (2-tailed) maka tolak Ho
- Apabila sig. (2-tailed) > maka gagal menolak Ho
3.4 Data Penelitian
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder perusahaan konsumsi yang terdaftar di BEJ. Data tersebut berupa
laporan keuangan tahunan yang didapat dari Indonesian Capital Market Directory dan
Pusat Referensi Pasar Modal BEJ. Data laporan keuangan atau yang disebut juga
data akuntansi yang dipakai adalah net
earning (Laba bersih), biaya penyusutan dan nilai dividen kas perusahaan konsumsi.
Adapun data tersebut diambil dari :
- Laporan Laba-Rugi
- Neraca
- Laporan arus kas
- Laporan perubahan ekuitas
Periodisasi data
penelitian ini meliputi data tahun 2002, 2003, dan 2004. Penggunaan data beberapa periode akan mengungkap seberapa besar
pengaruh laba yang dihasilkan perusahaan terhadap besarnya nilai dividen kas
suatu perusahaan. Tabel 3.3 di bawah ini merupakan data laba akuntansi dan
dividen kas tahun 2002
Tabel
3.3
Data
Laba Akuntansi dan Dividen Kas
Tahun
2002
(dalam
Rp)
No.
|
Nama Emiten
|
Laba Akuntansi
|
Dividen Kas
|
1
|
PT.
Delta Djakarta
|
44,839,000,000
|
6,405,272,000
|
2
|
PT.
Ultra Jaya Milk
|
18,906,000,000
|
9,627,940,000
|
3
|
PT.
Bentoel International
|
100,780,000,000
|
13,466,250,000
|
4
|
PT.
Multi Bintang Indonesia
|
85,050,000,000
|
104,866,000,000
|
5
|
PT.
Gudang Garam
|
2,086,893,000,000
|
577,227,000,000
|
6
|
PT.
Merck
|
37,429,000,000
|
40,320,000,000
|
7
|
PT.
Unilever Indonesia
|
978,249,000,000
|
1,220,800,000,000
|
8
|
PT.
Sari Husada
|
177,300,000,000
|
70,632,000,000
|
9
|
PT.
Aqua Golden Mississipi
|
66,110,000,000
|
11,319,726,780
|
10
|
PT.
Mustika Ratu
|
20,452,000,000
|
1,663,973,872
|
11
|
PT.
Indofood Sukses Makmur
|
802,633,000,000
|
238,774,746,000
|
12
|
PT.
BAT Indonesia
|
118,180,000,000
|
36,300,000,000
|
13
|
PT.
H.M. Sampoerna
|
1,671,084,000,000
|
834,008,000,000
|
14
|
PT.
Dankos Laboratories
|
93,174,000,000
|
17,860,500,000
|
15
|
PT.
Mandom Indonesia
|
82,492,058,369
|
23,400,000,000
|
Tabel 3.4 di bawah ini merupakan data laba akuntansi dan dividen kas
tahun 2003.
Tabel
3.4
Data
Laba Akuntansi dan Dividen Kas
Tahun
2003
(dalam
Rp)
No
|
Nama Emiten
|
Laba Akuntansi
|
Dividen Kas
|
1
|
PT. Delta Djakarta
|
37,662,965,000
|
5,604,615,000
|
2
|
PT. Multi Bintang Indonesia
|
90,222,000,000
|
90,222,000,000
|
3
|
PT. Gudang Garam
|
1,838,673,000,000
|
577,227,000,000
|
4
|
PT. Merck
|
50,580,140,000
|
62,720,000,000
|
5
|
PT. Unilever Indonesia
|
1,296,711,000,000
|
1,526,000,000,000
|
6
|
PT. Sari Husada
|
220,617,000,000
|
214,425,000,000
|
7
|
PT. Aqua Golden Mississipi
|
63,246,000,000
|
10,529,978,400
|
8
|
PT. Tempo Scan Pacific
|
322,697,954,673
|
180,000,000,000
|
9
|
PT. Siantar TOP
|
31,182,287,799
|
11,135,000,000
|
10
|
PT. Indofood Sukses Makmur
|
603,481,302,847
|
238,800,492,000
|
11
|
PT. H.M. Sampoerna
|
1,406,844,000,000
|
2,935,033,000,000
|
12
|
PT. Dankos Laboratories
|
125,546,692,204
|
17,860,500,000
|
13
|
PT. Mandom Indonesia
|
61,852,532,260
|
25,740,000,000
|
Tabel 3.5 di bawah ini merupakan data laba akuntansi dan dividen kas
tahun 2004.
Tabel
3.5
Data
Laba Akuntansi dan Dividen Kas
Tahun
2004
(dalam
Rp)
No.
|
Nama Emiten
|
Laba Akuntansi
|
Dividen Kas
|
1
|
PT.
Delta Djakarta
|
38,696,202,000
|
5,604,615,000
|
2
|
PT.
Bentoel International
|
80,938,123,594
|
15,644,062,500
|
3
|
PT.
Multi Bintang Indonesia
|
86,297,000,000
|
108,637,000,000
|
4
|
PT.
Gudang Garam
|
1,790,209,000,000
|
962,044,000,000
|
5
|
PT.
Merck
|
57,238,518,000
|
31,360,000,000
|
6
|
PT.
Unilever Indonesia
|
1,468,445,000,000
|
1,526,000,000,000
|
7
|
PT.
Sari Husada
|
181,878,000,000
|
280,770,000,000
|
8
|
PT.
Mandom Indonesia
|
82,492,000,000
|
31,200,000,000
|
9
|
PT.
Aqua Golden Mississipi
|
91,582,035,931
|
15,531,718,140
|
10
|
PT.
Tempo Scan Pacific
|
324,469,792,119
|
180,000,000,000
|
11
|
PT.
Indofood Sukses Makmur
|
378,056,338,230
|
149,250,307,500
|
12
|
PT.
H.M. Sampoerna
|
1,991,852,000,000
|
2,695,545,000,000
|
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Analisa Data
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keeratan hubungan
antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas yang dibagikan
perusahaan. Obyek yang diteliti adalah perusahaan konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta dengan beberapa kriteria yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya
sehingga didapatkan sampel akhir penelitian sebanyak 15 perusahaan untuk tahun
2002, 13 perusahaan untuk tahun 2003 dan 12 perusahaan untuk tahun 2004. Jumlah
sampel penelitian mempresentasikan 78,18 % dari populasi tahun 2002, 68,8 %
untuk tahun 2003 dan 63,31 % untuk tahun 2004. Dengan populasi sebanyak itu
maka dibutuhkan 171 laporan keuangan yang dijadikan sub sampel penelitian.
Analisa Laba Akuntansi dengan Dividen Kas
Data laba akuntansi dan
dividen kas untuk tahun 2002, 2003, 2004 dapat di lihat pada bab sebelumnya. Pada
tahun 2002 dapat dilihat bahwa PT. Gudang Garam memperoleh laba akuntansi
terbesar, sedangkan untuk nilai dividen kas PT. Uniliver memperoleh dividen kas
terbesar. Jumlah laba akuntansi terkecil didapat oleh PT. Ultrajaya dan nilai
dividen kas terkecil didapat oleh PT. Mustika Ratu.
Pada tahun 2003
dapat dilihat bahwa PT. Gudang Garam memperoleh laba akuntansi terbesar,
sedangkan untuk nilai dividen kas PT. H.M. Sampoerna memperoleh dividen kas
terbesar. Jumlah laba akuntansi terkecil didapat oleh PT. Siantar Top dan nilai
dividen kas terkecil didapat oleh PT. Delta Djakarta.
Pada tahun 2004
dapat dilihat bahwa PT. H.M. Sampoerna memperoleh laba akuntansi dan dividen
kas terbesar. Jumlah laba akuntansi dan dividen kas terkecil didapat oleh PT. Delta
Djakarta
4.3
Perhitungan Laba Tunai
Laba tunai dalam penelitian ini diperoleh dari
menambahkan nilai laba akuntansi dengan beban penyusutan dan amortisasi. Adapun
nilai penyusutan dan amortisasi didapat dari neraca perusahan yang bersangkutan
atau dari laporan arus kas yang menggunakan metode tidak langsung.
Di bawah ini
disajikan perhitungan laba tunai perusahaan industri barang konsumsi yang
terdaftar di Bursa
Efek Jakarta.
Rumus laba tunai = Laba akuntansi + biaya penyusutan dan amortisasi.
Tabel 4.1
Perhitungan Laba Tunai Tahun 2002
(dalam Rp)
Nama
Emiten
|
Laba
Akuntansi (a)
|
Penyusutan
& Amortisasi (b)
|
Laba
Tunai (c) = (a+b)
|
PT.
Delta Djakarta
|
62,596,000,000
|
16,965,373,000
|
61,804,373,000
|
PT.
Ultra Jaya Milk
|
23,727,000,000
|
11,126,401,540
|
30,032,401,540
|
PT.
Bentoel International
|
109,970,000,000
|
2,287,116,010
|
103,067,116,010
|
PT.
Multi Bintang Indonesia
|
123,380,000,000
|
6,228,609,000
|
91,278,609,000
|
PT.
Gudang Garam
|
3,006,712,000,000
|
50,112,000,000
|
2,137,005,000,000
|
PT.
Merck
|
54,455,000,000
|
405,766,000
|
37,834,766,000
|
PT.
Unilever Indonesia
|
1,384,504,000,000
|
7,847,000,000
|
986,096,000,000
|
PT.
Sari Husada
|
252,859,000,000
|
8,899,000,000
|
186,199,000,000
|
PT.
Aqua Golden Mississipi
|
969,943,000,000
|
18,025,621,880
|
84,135,621,880
|
PT.
Mustika Ratu
|
29,053,000,000
|
214,743,540
|
20,666,743,540
|
PT.
Indofood Sukses Makmur
|
1,718,084,000,000
|
34,484,094,800
|
837,117,094,800
|
PT.
BAT Indonesia
|
172,125,000,000
|
252,000,000
|
118,432,000,000
|
PT.
H.M. Sampoerna
|
2,566,802,000,000
|
71,000,000
|
1,671,155,000,000
|
PT.
Dankos Laboratories
|
127,848,000,000
|
5,123,348,200
|
98,297,348,200
|
PT.
Mandom Indonesia
|
81,760,000,000
|
2,550,359,830
|
85,042,418,199
|
Pada tahun 2002 dapat dilihat
bahwa PT. Gudang Garam memperoleh laba tunai terbesar, sedangkan untuk nilai
laba tunai terkecil didapat oleh PT. Mustika Ratu. Tabel 4.2 di bawah ini
merupakan perhitungan nilai laba tunai tahun 2003.
Tabel 4.2
Perhitungan Laba Tunai Tahun 2003
(dalam Rp)
Nama Emiten
|
Laba Akuntansi (a)
|
Penyusutan & Amortisasi (b)
|
Laba Tunai (c) = (a+b)
|
PT. Delta Djakarta
|
54,788,000,000
|
19,408,890,000
|
57,071,855,000
|
PT. Multi Bintang Indonesia
|
131,848,000,000
|
2,209,000,000
|
92,431,000,000
|
PT. Gudang Garam
|
3,006,712,000,000
|
87,029,000,000
|
1,925,702,000,000
|
PT. Merck
|
72,137,000,000
|
624,889,000
|
51,205,029,000
|
PT. Unilever Indonesia
|
1,819,766,000,000
|
597,000,000
|
1,297,308,000,000
|
PT. Sari Husada
|
313,243,000,000
|
6,463,000,000
|
227,080,000,000
|
PT. Aqua Golden Mississipi
|
93,328,000,000
|
9,958,090,150
|
73,204,090,150
|
PT. Tempo Scan Pacific
|
434,560,000,000
|
9,853,431,940
|
332,551,386,613
|
PT. Siantar TOP
|
45,943,000,000
|
3,202,166,730
|
34,384,454,529
|
PT. Indofood Sukses Makmur
|
1,031,135,000,000
|
44,599,140,500
|
648,080,443,347
|
PT. H.M. Sampoerna
|
2,199,497,000,000
|
7,148,000,000
|
1,413,992,000,000
|
PT. Dankos Laboratories
|
176,681,000,000
|
9,805,372,450
|
135,352,064,654
|
PT. Mandom Indonesia
|
89,850,000,000
|
1,810,331,750
|
63,662,864,010
|
Pada tahun 2003
dapat dilihat bahwa PT. Gudang Garam memperoleh laba tunai terbesar, sedangkan
untuk nilai laba tunai terkecil didapat oleh PT. Siantar Top.
Tabel 4.3 di bawah ini merupakan perhitungan nilai laba tunai tahun
2004.
Tabel
4.3
Perhitungan Laba Tunai Tahun 2004
(dalam Rp)
Nama
Emiten
|
Laba
Akuntansi (a)
|
Penyusutan
& Amortisasi (b)
|
Laba
Tunai (c) = (a+b)
|
PT.
Delta Djakarta
|
57,390,000,000
|
19,306,642,000
|
58,002,844,000
|
PT.
Bentoel International Inv
|
90,246,000,000
|
17,777,538,760
|
98,715,662,354
|
PT.
Multi Bintang Indonesia
|
128,867,000,000
|
5,747,000,000
|
92,044,000,000
|
PT.
Gudang Garam
|
2,570,280,000,000
|
25,145,000,000
|
1,815,354,000,000
|
PT.
Merck
|
82,436,000,000
|
4,418,993,000
|
61,657,511,000
|
PT.
Unilever Indonesia
|
2,102,323,000,000
|
7,189,000,000
|
1,475,634,000,000
|
PT.
Sari Husada
|
293,509,000,000
|
1,513,000,000
|
183,391,000,000
|
PT.
Mandom Indonesia
|
119,561,000,000
|
5,250,501,180
|
87,742,501,180
|
PT.
Aqua Golden Mississipi
|
133,477,000,000
|
4,980,890,600
|
96,562,926,531
|
PT.
Tempo Scan Pacific
|
435,763,000,000
|
9,746,709,680
|
334,216,501,799
|
PT.
Indofood Sukses Makmur
|
852,380,000,000
|
46,184,938,148
|
424,241,276,378
|
PT.
H.M. Sampoerna
|
3,059,104,000,000
|
42,008,000,000
|
2,033,860,000,000
|
Pada tahun 2004 dapat dilihat bahwa PT. H.M. Sampoerna
memperoleh laba tunai terbesar, sedangkan untuk nilai laba tunai terkecil
didapat oleh PT. Delta Djakarta.
4.4
Analisis Deskriptif
Uji statistik deskriptif dilakukan untuk
mengidentifikasi bahwa data yang digunakan dalam penelitian adalah data normal
dan homogen (Syamsul Hadi, 2004: 102). Suatu data dikatakan homogen dan normal
berdasarkan nilai kurtosis dan Skewnessnya. Diharapkan hasil uji statistik
secara umum dapat melegitimasi validitas dan reliabilitas variabel yang
digunakan dalam uji statistik setiap hipotesis penelitian.
Hasil analisis statistik deskriptif dengan bantuan
komputer program Microsoft Excel disajikan
dalam lampiran 1. Adapun tabel dibawah ini hanya menampilkan nilai Kurtosis, Skewness
dan standar deviasi sebagai acuan untuk mentukan normal dan homogennya suatu
data serta untuk menunjukan ada tidaknya data ekstrim (Syamsul Hadi, 2004:113).
Data yang sempurna adalah data yang memiliki nilai kurtosis tinggi, skewness
dan standar deviasi rendah.
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif
Perusahaan Populasi
Keterangan Variabel
|
Nilai Kurtosis
|
Nilai Skewness
|
Standar Deviasi
|
Laba Akuntansi
|
0,906597641
|
1,546086205
|
637,196,355,566
|
Laba Tunai
|
4
|
2,197378851
|
551,274,338,796
|
Dividen Kas
|
8,084053858
|
2,828892771
|
1,001,191,320,822
|
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa data penelitian
ini dapat dikatakan normal dan homogen. Suatu data dapat dikatakan homogen
apabila memiliki nilai kurtosis >3. Sedangkan suatu data dikatakan homogen
apabila memiliki nilai skewness = 0, tetapi hal ini sangat sulit dijumpai.
Sehingga apabila data memiliki nilai skewness yang kecil, maka data tersebut bisa
‘dianggap’ normal (tidak miring) (Syamsul Hadi, 2004: 111-112).
Menurut tabel 4.4 data laba akuntansi dapat dikatakan
normal dan berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai kurtosis dan
skewness untuk laba akuntansi sebesar 0,9065 dan nilai skewness sebesar
1,54608. Nilai kurtosis sebesar 0,9065 termasuk berdistribusi datar (platikurtis)
dimana distribusi data itu menyebar. Meskipun distribusi datanya menyebar,
tetapi data laba akuntansi tidak memiliki data ekstrim. Berdasarkan nilai
kurtosis, nilai skewness dan standar deviasi dapat disimpulkan bahwa data untuk
laba akuntansi dapat dikatakan berdistribusi normal dan tidak memiliki data
ekstrim.
Nilai laba tunai dapat dikatakan normal dan homogen
dengan melihat dari nilai kurtosis yang > 3, yaitu sebesar 4, nilai skewness
yang kecil sebesar 2,197378851 dan nilai standar deviasi yang tidak terlalu
besar yaitu sebesar 551,274,338,796. Sehingga dapat disimpulkan data
laba tunai memiliki distribusi normal dan
tidak memiliki titik ekstrim. Begitupun dengan nilai dividen kas dapat
dikatakan normal dan homogen dengan melihat dari nilai kurtosis yang > 3,
yaitu sebesar 8,084053858, nilai skewness yang kecil sebesar 2,828892771.
4.5
Perhitungan Koefisien Korelasi Spearman
Korelasi Spearman Rank digunakan mencari keeratan
hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing
variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel
tidak harus sama (Sugiyono, 1999: 282). Perhitungan koefisien korelasi spearman
dapat menggunakan software SPSS.
Menurut Young dalam Wahid Sulaiman (2003:135),
ukuran korelasi adalah sebagai berikut :
·
0,70 – 1,00 (baik plus atau
minus) menunjukan adanya derajat asosiasi yang tinggi.
·
0,40 - < 0,70 (baik plus
atau minus) menunjukan hubungan yang substansial.
·
0,20 - < 0,40 (baik plus
atau minus) menunjukan adanya korelasi yang rendah.
·
< 0,20 (baik plus atau
minus) berarti dapat diabaikan.
4.5.1
Perhitungan Korelasi Tahun 2002
Berdasarkan data laba akuntansi, laba
tunai dan dividen kas untuk tahun 2002 maka di dapat nilai dari Korelasi
Spearman adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisa
koefisien Korelasi Spearman rank antara laba akuntansi dan dividen kas tahun
2002 menunjukan nilai rs sebesar 0,829. Nilai tersebut dapat menjelaskan ada
korelasi yang kuat dan searah antara laba akuntansi dengan dividen kas untuk
tahun 2002. Nilai korelasi antara laba tunai dan dividen kas sebesar 0,836. Nilai
ini menunjukan ada korelasi yang kuat dan searah antara laba tunai dengan
dividen kas untuk tahun 2002.
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang memiliki hubungan
korelasi paling kuat dalam menentukan nilai dividen kas adalah nilai korelasi
antara laba tunai dan dividen kas. Sehingga dapat dikatakan bahwa tahun 2002
laba tunai lebih mempengaruhi besarnya dividen kas di bandingkan dengan laba
akuntansi.
4.5.2
Perhitungan Korelasi Tahun 2003
Berdasarkan data laba akuntansi, laba
tunai dan dividen kas untuk tahun 2003 maka di dapat nilai dari Korelasi
Spearman adalah sebagai berikut:
Hasil analisa koefisien Korelasi Spearman
rank antara laba akuntansi dan dividen kas tahun 2003 menunjukan nilai rs
sebesar 0,885. Nilai tersebut dapat menjelaskan ada korelasi yang kuat dan searah
antara laba akuntansi dengan dividen kas untuk tahun 2003. Nilai korelasi
antara laba tunai dan dividen kas sebesar 0,857. Nilai ini menunjukan ada
korelasi yang kuat dan searah antara laba tunai dengan dividen kas untuk tahun
2003.
Menurut
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang memiliki hubungan
korelasi paling kuat dalam menentukan nilai dividen kas adalah nilai korelasi
antara laba akuntansi dan dividen kas. Sehingga dapat dikatakan bahwa tahun
2003 laba akuntansi lebih mempengaruhi besarnya dividen kas di bandingkan
dengan laba tunai.
4.5.3
Perhitungan Korelasi Tahun 2004
Berdasarkan data laba akuntansi, laba
tunai dan dividen kas untuk tahun 2004 maka di dapat nilai dari Korelasi
Spearman adalah sebagai berikut:
Hasil
analisa koefisien Korelasi Spearman rank antara laba akuntansi dan dividen kas
tahun 2004 menunjukan nilai rs sebesar 0,874. Nilai tersebut dapat menjelaskan
ada korelasi yang kuat dan searah. Dengan kata lain apabila jumlah laba
akuntansi besar maka jumlah dividen kas juga besar. Nilai korelasi antara laba
tunai dan dividen kas sebesar 0,853. Nilai ini dapat menunjukan adanya korelasi
yang kuat dan searah antara laba tunai dengan dividen kas untuk tahun 2004.
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang memiliki hubungan
korelasi paling kuat dalam menentukan nilai dividen kas adalah nilai korelasi
antara laba tunai dan dividen kas. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada tahun
2004 laba akuntansi lebih mempengaruhi besarnya dividen kas di bandingkan
dengan laba tunai.
4.6 Uji
Signifikansi
Hasil
korelasi belum bisa digunakan untuk membuktikan bahwa hubungan antara laba akuntansi
dengan dividen kas maupun antara laba tunai dengan dividen kas signifikan atau
tidak. Oleh karena itu dilakukan uji signifikansi antara variabel-variabel
tersebut. Tabel 4.8 dibawah ini merupakan perhitungan uji signifikansi antara
laba akuntansi terhadap dividen kas dan antara laba tunai terhadap dividen kas.
Tabel 4.8
Uji
Signifikansi Tahun 2002
Variabel
|
ρ-value
|
Keterangan
|
H0
|
Laba akuntansi terhadap dividen kas
|
0,000
|
α/2
|
Ditolak
|
Laba tunai terhadap dividen kas
|
0,000
|
α/2
|
Ditolak
|
Berdasarkan
tabel 4.8 di dapat tingkat signifikansi antara laba akuntansi dan laba tunai
terhadap dividen kas sebesar (=0,000) < (α/2), sehingga dapat di simpulkan
bahwa Ho ditolak dan menerima Ha yang artinya terdapat hubungan yang signifikan
dengan menggunakan taraf nyata 0,01 antara laba akuntansi dengan dividen kas
dan antara laba tunai dengan dividen kas pada tahun 2002.
Tabel
4.9 dibawah ini merupakan perhitungan uji signifikansi antara laba akuntansi
terhadap dividen kas dan antara laba tunai terhadap dividen kas.
Tabel 4.9
Uji
Signifikansi Tahun 2003
Variabel
|
ρ-value
|
Keterangan
|
H0
|
Laba akuntansi terhadap dividen kas
|
0,000
|
α/2
|
Ditolak
|
Laba tunai terhadap dividen kas
|
0,000
|
α/2
|
Ditolak
|
Berdasarkan
tabel 4.9 di dapat tingkat signifikansi antara laba akuntansi dan laba tunai
terhadap dividen kas sebesar (=0,000) < (α/2), sehingga dapat di simpulkan
bahwa Ho ditolak dan menerima Ha yang artinya terdapat hubungan yang signifikan
dengan menggunakan taraf nyata 0,01 antara laba akuntansi dengan dividen kas
dan antara laba tunai dengan dividen kas pada tahun 2003. Tabel 4.10 dibawah
ini merupakan perhitungan uji signifikansi antara laba akuntansi terhadap
dividen kas dan laba tunai terhadap dividen kas
Tabel 4.10
Uji
Signifikansi Tahun 2004
Variabel
|
ρ-value
|
Keterangan
|
H0
|
Laba akuntansi terhadap dividen kas
|
0,000
|
α/2
|
Ditolak
|
Laba tunai terhadap dividen kas
|
0,000
|
α/2
|
Ditolak
|
Berdasarkan
tabel 4.10 di dapat tingkat signifikansi antara laba akuntansi dan laba tunai
terhadap dividen kas sebesar (=0,000) < (α/2), sehingga dapat di simpulkan
bahwa Ho ditolak dan menerima Ha yang artinya terdapat hubungan yang signifikan
dengan taraf nyata 0,01 antara laba akuntansi dengan dividen kas dan antara
laba tunai dengan dividen kas pada tahun 2004.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini
bertujuan untuk melihat hubungan antara laba akuntansi, laba tunai dan dividen
kas pada perusahaan yang go public, dalam hal ini perusahaan konsumsi di Bursa Efek Jakarta. Untuk
membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai
terhadap dividen kas dipakai pengujian Korelasi Spearman. Berdasarkan analisa statistic non parametrik dalam hal ini
menggunakan Korelasi Spearman yang mengukur asosiasi (hubungan) variabel dan
uji signifikannya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Laba Akuntansi terhadap Dividen Kas
Perhitungan stastistik menujukan bahwa variabel laba
akuntansi terhadap dividen kas memiliki hubungan yang kuat terhadap dividen
kas. Terbukti dari hasil uji signifikansi dengan nilai probabilitas (ρ-value)
sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,01. Dengan demikian Ho1 yang berbunyi “tidak terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan
dividen kas” tidak dapat diterima. Artinya kita menerima Ha1 yang berbunyi “terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan
dividen kas”.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Elizabeth
(2000); Hermi (2002); Murtanto dan Febby (2004) yang berhasil membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara laba akuntansi dan dividen kas. Dengan
demikian pula halnya dengan penelitian ini juga berhasil membuktikan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara laba akuntansi dan dividen kas.
2.
Laba Tunai terhadap Dividen Kas
Perhitungan stastistik menujukan bahwa variabel laba
tunai terhadap dividen kas memiliki hubungan yang kuat terhadap dividen kas.
Terbukti dari hasil uji signifikansi dengan nilai probabilitas (ρ-value)
sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,01. Dengan demikian Ho2 yang berbunyi “tidak terdapat hubungan antara laba tunai dengan dividen
kas” tidak dapat diterima. Artinya kita menerima Ha2 yang berbunyi “terdapat hubungan antara laba tunai dengan dividen
kas”.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Elizabeth
(2000); Hermi (2002); Murtanto dan Febby (2004) yang berhasil membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara laba akuntansi dan dividen kas. Dengan
demikian pula halnya dengan penelitian ini juga berhasil membuktikan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara laba akuntansi dan dividen kas.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Meskipun hipotesa yang diajukan penelitian ini telah
teruji secara signifikan, namun sebagai dasar pengambilan keputusan bagi para
akademisi maupun para praktisi, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih
mengandung beberapa keterbatasan. Untuk itu bagi para akademisi yang akan
menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar kajian ilmiah maupun bagi para
praktisi yang akan menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar pengambilan
keputusan investasi dan ekonomik lainnya diharapkan memperhatikan beberapa
keterbatasan penelitian ini.
1.
Penelitian ini hanya membahas
hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas. Padahal
faktor yang berhubungan dengan dividen kas cukup banyak, seperti: arus kas
operasi, penjualan, posisi likuiditas perusahaan, dll.
2.
Penelitian ini hanya pada
perusahaan konsumsi yang terdaftar di BEJ untuk tahun 2002 sampai 2004 yang
dipilih berdasarkan purposive non random sampling.
3.
Rentang waktu yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu selama tiga tahun, masih terlalu singkat.
5.3 Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran-saran yang dapat diajukan adalah
sebagai berikut :
- Perusahaan sebaiknya dalam pembagian dividen kas berdasarkan pada laba akuntansi, karena menurut penelitian yang telah dilakukan nilai koefisien korelasi laba akuntansi terhadap dividen kas lebih besar dari koefisien korelasi laba tunai terhadap dividen kas. Walaupun pada tahun 2002 nilai koefisien laba tunai terhadap dividen kas lebih besar daripada koefisien anatara laba akuntansi terhadap dividen kas tetapi untuk tahun 2003 dan 2004 nilai koefisien laba akuntansi terhadap dividen kas lebih besar daripada koefisien anatara laba tunai terhadap dividen kas
- Sebaiknya penelitian dilakukan terhadap lebih dari satu jenis perusahaan sehingga hasilnya dapat dibandingkan antara perusahaan yang satu dengan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Suaidi, Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi ke-1, Sekolah Tinggi Ilmu YKPN, Yogyakarta, April 1994.
Ataina Hudayati, Comprehensive Income: Upaya Meningkatkan
Relevensi Pelaporan Laba, JAAI, Vol.3, No.1, Juni 1999, Hal 52.
Belkoui, Ahmed Riahi, Accounting Theory, Edisi keempat,
terjemahan, Jakarta:
Salemba Empat, 2000.
Dahler, Yolanda dan Rahmat
Febrianto, Kemampuan Prediktif Earning
Dan Arus Kas Dalam Memprediksi Arus Kas Masa Depan, Simposium Nasional
Akuntansi IX, 2006, hal. 3.
Dermawan,
Elizabeth Sugiarto, Laba Akuntansi dan
Laba Tunai dengan dividen Kas, Jurnal
Akuntansi Universitas Tarumanegara.
Dyckman,
Dukes dan Davis,
Akuntansi Intermediate, Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta,
1996.
Financial Accounting Standard Board
(FASB), Statement of Financial Accounting
Concept, IL: FASB, 1991.
Harahap, Sofyan Syafri, Teori Akuntansi, Edisi Revisi, Raja
Grafindo, Jakarta,
2001.
Hendriksen, Eldon S dan F. Van
Breda, Teori Akunting, Edisi ke-5,
Interaksara, 2000.
Hendriksen, Eldon S dan F. Van
Breda, Accounting Theory, Fifth Ed.
Homewood Illinois: Richard D. Irwin, Inc, 1992.
Hermi, Hubungan Laba Bersih Dan Arus Kas Operasi Terhadap Dividen Kas Pada
Perusahaan Perdagangan Besar Barang Produksi Di BEJ Pada Periode 1999-2002,
Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.4, No.3, Desember
2004, Hal 247-257.
Husnan, Suad, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, UUP-AMP, YKPN, Yogyakarta,
1994.
Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), Standar Akauntansi Keuangan, Jakarta, 2004.
Indriantoro, Supomo,
Metodeologi Penelitian Bisnis, Edisi pertama, BPFE – Yogyakarta, 1999.
Januar, Sri Astuti dan Agung
Wirawan, Praktik Perataan Laba dan
Kinerja Saham Perusahaan Publik Di Indonesia, JAAI, Vol.6, No.2,
Desember 2004, Hal 45.
Meythi, Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Harga Saham Dengan Persisitensi Laba
Sebagai Variabel Intervening, Simposium Nasional Akuntansi IX, 2006,
hal. 4.
Mudrajat Kuncoro, Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk
Bisnis dan Ekonomi, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Juni 2001.
Murtanto dan Feby Feiruza Yuridya, Analisis Hubungan Antara Laba Akuntansi dan
Laba Tunai Dengan Dividen Kas, Jurnal Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.4, No.1,
April, 2004, hal. 85-105.
Munandar, M, Pokok-Pokok Intermediate Accounting, Edisi ke-5, Liberty, Yogyakarta,
1983.
Muqodim, Teori Akuntansi, Edisi ke-1, Ekonisia, Yogyakarta,
Mei 2005.
Nahibaho, Pengaruh Laba dan Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Pada Perusahaan
yang GO Publik di Indonesia, Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Pasca
Sarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2000.
Puspitasari, Dian Agustin dan Banu
Witono, Pengaruh Pengumuman Dividen Tunai
Terhadap Reaksi Pasar, JAK,
Vol.3, No.2, Septembar 2004, Hal 108.
Rahmat, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di
BEJ, Skripsi Sarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 1999.
Singgih Santoso, Menggunakan SPSS Untuk Statistik
Non-Parametrik, Elexmedia Komputindo, Jakarta,
2005.
Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Pertama, UII
Press, Januari 2005.
Supranto, J, Metode Riset Aplikasi Dalam Pemasaran,
Edisi Revisi ke-7, Sineka Cipta, Jakarta,
September 2002.
Suwardjono, Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan
Keuangan, Edisi ke-3, BPFE, Yogyakarta,
Maret 2005.
Syamsul Hadi, Metodeologi Penelitian Kuantitatif untuk Akuntansi & Keuangan,
Ekonisia, Yogyakarta, 2006.
Wahid Sulaiman, Statistik Non Parametrik Contoh Kasus Dan
Pemecahannya Dengan SPSS,
Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2003
Yusuf, Muhammad dan Soraya, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Praktik
Perataan Laba Pada Perusahaan Asing
dan Non Asing Di Indonesia, JAI, Vol.8, No.1, Juni 2004, Hal
100-103.
0 Response to "SKRIPSI EKONOMI AKUNTANSI ANALISIS HUBUNGAN ANTARA LABA AKUNTANSI DAN LABA TUNAI DENGAN DIVIDEN KAS PADA INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI INDONESIA"
Posting Komentar