1.1 Latar Belakang
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW,
pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang
pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah
berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi
historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama
tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada
perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa
Islam masuk ke Indonesia
abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia
pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua
ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki
Islam adalah daerah Aceh.(Taufik Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai,
dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan
tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses
cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa
kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran
ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan
Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa
halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam
konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada
masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan
batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di
Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.
1.2. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana proses masuknya islam
pada masa kerjaan di aceh ?
2.
factor-faktor apa yang
mempermudah masuknya islam pada masa kerajaan di aceh ?
3.
Bagaimana pendidikan islam pada
masa kerajaan di Aceh ?
4.
Dimanakah tempat-temat pusat
pengkajian islam pada masa kerajaan di Aceh
?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui proses
masuknya islam pada masa kerjaan di aceh
2.
Untuk mengetahui Factor-faktor yang mempermudah masuknya islam
di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui Perkembagan pendidikan islam di daerah aceh
pada masa kerajaan.
4.
Untuk mengetahui tempat-temat
pusat pengkajian islam pada masa kerajaan di Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan Islam
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
“Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik,
memelihara.(Zakiyah Drajat, 1996: 25) Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara
pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya
pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Hasbullah,2001: 4)
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan
anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
(Ngalim Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis
mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga
mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan
kemampuan dasar manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang
lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam
amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang
bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah Drajat,1996: 25) Dengan
demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap
perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya
pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).
2.1.1. Pusat Pengkajian
Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia
yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4).
Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan
pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
- Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
- Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
- Daerah yang pertama kali didatangi oleh
Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di
Pasai.
- Dalam proses pengislaman selanjutnya,
orang-orang Islam Indonesia
ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
- Keterangan Islam di Indonesia, ikut
mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk
kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a. Perdagangan, yang mempergunakan
sarana pelayaran
b. Dakwah, yang
dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh
itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia,
yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
d. Pendidikan.
Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran
Islam.
e. Kesenian. Jalur
yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran
Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke
daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh
kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di
daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak
hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)
Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud
Yunus, memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di
seluruh Indonesia
(Hasbullah, 2001: 19-20), antara lain:
a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja
a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja
b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara
berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang
mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam
pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21),
yaitu:
1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
2. Asosiasi Islam
dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi
dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya
raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan
penting dalam bidang politik dan diplomatik.
3. Kejayaan
militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4. Memperkenalkan
tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara
yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan
penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru,
khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam
penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan
kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja
Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh
dari Pasai.
7. Pengajaran
tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan
kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut,
Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti,
menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini.
2.1.2. Pusat Keunggulan
Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra
Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim
bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama
Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54)
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan
Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam
ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat
Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.
(Zuhairini,et.al, 2000: 135). Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat
ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai
berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
b. Sistem pendidikannya secara informal berupa
majlis ta’lim dan halaqoh
c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
d. Biaya pendidikan bersumber dari
negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad
ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip
keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang
berpendidikan”.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M,
sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul
ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan
Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan.
Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama,
setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama,
antara lain: Amir Abdullah dari Delhi,
dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis
Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi
melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi
seluruh wajah murid menghadap guru.
2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh.
Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai
dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah
dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat
strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.(Hasbullah,
2001: 29)
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3. Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil
peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai
di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan
Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
-
Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
- Sebagai Sekolah
Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu
agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
- Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca
Al-Qur’an di bulan puasa.
- Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
- Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari
menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
- Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi
sengketa antara anggota kampung.
- Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
- Letak meunasah
harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana
yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991:
76)
Selanjutnya sistem pendidikan di
Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab
Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri
adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di
dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat
pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu
tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak
jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut
Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap
rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan
yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga
diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32). Bidang pendidikan di
kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat
lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia
Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama,
ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia
Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah
pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah
Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul
untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan
dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga
banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota
Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan
dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa
itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang
datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini
mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan
serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran
agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat
di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan
Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul
Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani
ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang
mengajar logika. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di
kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru
agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara
karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat
Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si
burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani
atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri
yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul
al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan
Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis
banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab
yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi
tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan
Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat
beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman,
yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang
datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa
kerajaan Aceh menjadi pusat
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil)
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh,
tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta
pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah
Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan
karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik.
Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6
0 Response to "DOWNLOAD MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM"
Posting Komentar