A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat manusia tampak mengalami kemajuan dalam hidup dan
kehidupan ekonomi yang serba canggih dan
modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail, sebenarnya bagian mana di
belahan dunia ini yang dan berubah dari suasana serba sederhana menjadi
berkecukupan dan modern ? Tampaknya, kemajuan yang selama ini di anggap maju
ternyata masih mengalami kemunduran. Hal
tersebut ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi yang tidak merata dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan
Amerika misalnya mendikte Negara Asia terutama
Timur Tengah untuk menerapkan ekonomi konvensional yang berbasis bunga. Hampir
semua hukum keperdataan diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga
termasuk penerapan asuransi konensional yang
telah menciptakan keresahan dan ketidakadilan kepada nasabahnya. Mudah-mudahan visi dan misi asuransi syariah
yang tidak berbasis pada bunga dan dapat mengubah rintangan-rintangan yang
selama ini membungkus umat manusia dalam hidup ketidakwajaran dan
kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis
akan memaparkan beberapa poin berkenaan asuransi syari’ah dan asuransi
konvensional sebagai suatu perbandingan,
terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah bila dibandingkan dengan
asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan hidup dalam hukum perasuransian di Indonesia.
Demikian pula penulis akan mambahas konsep, sumber hukum, akad perjanjian,
pengelolaan dana, dan keuntungan.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan pokok bahasan
ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional sehingga ada kejelasan yang tejadi dalam
masyarakat yang masih tidak paham tentang asuransi syariah.
BAB
II
LANDASAN
TEORY
1.
PENGERTIAN
Kata
“asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah[1]:
Ø Bahasa
Belanda ”assurantie”, yang berarti
pertangungan,
Ø Bahasa
Italia “insurensi”, yang berarti
jaminan
Ø Bahasa
Inggris “assurance”, yang berarti
jaminan
Ø Bahasa
Arab “At-ta’min”, yang berarti
perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Dari
segi bahasa menurut:
Ø Wirjono
berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena
akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.[2]
Ø Abbas
Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit)
yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
Ø Syeikh
Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.
Ø Ensiklopedi
Hukum Islam berarti transaksi perjanjian
antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak
lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
Ø UU
No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana
pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian,
kerusakan dan lain sebagainya.
Ø Faturrahman
Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap
pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang
mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal
yang mungkin akan terjadi.
Setelah
memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi bahasa ataupun
istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal
terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain
mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita sebagai
akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum di
tentukan saat akan terjadinya.
Adapun
uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik
pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam
Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak tertanggung
yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung secara sekaligus
atau secara angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang berjanji akan membayar
sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara sekaligus atau secara angsur
apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.
2. SEJARAH BERDIRINYA
ASURANSI SYARIAH
Munculnya
asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang menyatakan
bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak
mengandung unsur : gharar, maisir, riba[3].
ü
Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional,
dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia
tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan
meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa
untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan
asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial[4].
ü
Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena
adanya unsur gharar, terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis
asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah
membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang
tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara
perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini
dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil
resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika
perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya[5].
ü
Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional
menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan
diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta,
dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia.
Jawatan kuasa kecil malaysia
menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah Insurance secara
Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan dari
Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam[6].
Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari
ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam
atau di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan
asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan
terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada
tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic
Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal
al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam
Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di
Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah
berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi
Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan
untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia
sebenarnya telah muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada
saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
3. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan
asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam
kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama
adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi
tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana,
bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari
permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2 kelompok
besar [7]:
Kedua
kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan memberikan
alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau pendapat yang
disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang
bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial
(tijari) serta ada pula yang meragukannya (syubhat).
v Kelompok yang
mengharamkan asuransi syariah :
Ø Ibnu
Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena
uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan
sesuatu yang tidak lazim / wajib)
Ø Muhammad
Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin
atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau ta’addi
/ itlaf.
Ø Muhammad
al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba.
Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan
pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
Menurut
Warkum Sumitro pengharaman asuransi
berdasarkan atas 5 alasan[8]:
1.
Asuransi mengandung
unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2.
Asuransi mengandung
unsur riba yang dilarang dalam islam.
3.
Asuransi termasuk jual
beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara tunai.
4.
Asuransi objek
bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya seseorang,yang berarti mendahului
takdir Allah SWT.
5.
Asuransi mengandung
eksploitasi yang bersifat menekan.
Menurut
Mahdi Hasan pelarangan praktik
asuransi berdasarkan atas 4 alasan[9]:
1.
Asuransi tak lain
adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara kedua pihak
yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.
2.
Asuransi juga merupakan
perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.
3.
Asuransi adalah
pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik Negara, tetap
merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.
4.
Dalam asuransi jiwa
juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya adalah sesuatu yang
tidak dapat dinilai.
v Kelompok yang
membolehkan asuransi syariah :
Antara lain dikemukakan oleh Ibnu
Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh
Abdurrahman Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad
Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr.
Muhammad al-Bahi,
Pada
dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk muamalat yang
baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi ummat selama di
landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
Argumentasi
yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut[10]:
1.
Tidak terdapat nash
Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2.
Dalam asuransi terdapat
kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3.
Asuransi menguntungkan
kedua belah pihak
4.
Asuransi mengandung
kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan dalam
kegiatan pembangunan.
5.
Asuransi termasuk akad
mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
6.
Asuransi termasuk usaha
bersama yang di dasarkan pada prinsip tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan
kepada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
4.
MODEL
DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi
syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional,
yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Asuransi
syariah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada gilirannya bisa
membedakan dirinya dengan asuransi konvensional.
Di
antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama
: akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan
tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam
asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata mencari
keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong antarsesama. Pada
asuransi konvensional, akad perjanjian yang mendasarinya adalah akad jual-beli
(tabaduli).
Karnaen A Perwaatmadja
mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah[11]
:
1.
Dana asuransi diperoleh
dari pemodal dan peserta asuransi didasarkan atas niat dan persaudaraan untuk
saling membantu pada waktu yang diperlukan.
2.
Tata cara pengelolaan
tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat islam.
3.
Jenis asuransi Takaful
terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan perlindungan kepada peserta.
4.
Terdapat dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi operasional perusahaan agar tidak
menyimpang dari tuntunan syariat islam.
Model asuransi syariah[12]
:
1.
Non-Profit Model
biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara atau organisasi yang
dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang sesungguhnya paling
mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras dengan kaidah-kaidah
berikut : saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan saling melindungi
2.
Al-Mudharabah model,
secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara anggota (shahibul mal)
dan pihak pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).
3.
Wakalah, berbeda dengan
akad mudharabah, dibawah akad wakalah, Takaful berfungsi sebagai wakil peserta
dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan
biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.
Ciri-ciri asuransi
syariah dalam opersionalnya antara lain :
·
Menghindari Riba
·
Menghindari unsur judi
·
Menghindari unsur
penipuan (gharar)
Asuransi
syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada konsepnya (built
in concept), juga lebih berorientasi untuk :
·
Tolong-menolong dan
bekerja sama
·
Saling menjaga
keselamatan dan keamanan
·
Saling bertanggung
jawab
5.
LANDASAN
HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada
peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional). Baru
ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat
Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dengan Sistem Syariah.
6.
POLIS
ASURANSI
Dalam
setiap perjanjian, perlu dibuat bukti tertulis atau bermaterai tempel
sebagaimana diatur dalam aturan bea materai antara pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi tersebut disebut polis.
Di dalam polis memuat :
1.
Nomor polis,
2.
Nama dan alamat
tertanggung,
3.
Uraian risiko,
4.
Jumlah pertanggungan,
5.
Jangka waktu pertanggungan,
6.
Besar premi dan bea
materai,
7.
Bahaya-bahaya yang
dijaminkan,
8.
Khusus untuk polis
kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis, nomor rangka (chasis)
dan nomor mesin kendaraan.
Fungsi polis bagi
tertanggung adalah sebagai berikut :
a.
Sebagai bukti tertulis
atas jaminan yang diberikan penanggung jika terjadi peristiwa yang menyebabkan
kerugian yang mungkin diderita tertanggung.
b.
Sebagai bukti yang kuat
(otentik) untuk menuntut penanggung.
Fungsi
polis bagi penanggung, yaitu :
a.
Merupakan bukti atau tanda
terima premi asuransi dari tertanggung.
b.
Merupakan bukti
tertulis atas jaminan yang diberika oleh penangung kepada tertanggung jika terjadi suatu
peristiwa yang merugikan tertanggung.
c.
Merupakan bukti yang
kuat (otentik) untuk menolak klaim atau tuntutan bila terjadi suatu peristiwa
yang menyebabkan kerugian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang tercantum di
dalam polis.
7.
PENGELOLAAN
PREMI ASURANSI
Premi
asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada penanggung, di
mana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggung belum terikat dalam
transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul risiko.
Pengelolaan
dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang dibayar peserta
dimasukkan ke dalam rekening “derma”, yaitu rekening yang digunakan untuk
membayar klaim kepada peserta.
Mekanisme
pengelolaan dana peserta (premi) dalam asuransi syariah terbagi menjadi 2
sistem, yaitu sistem yang mengandung unsur tabungan dan yang tidak mengandung
unsur tabungan, perbedaannya terletak pada alokasi dana peserta.
Pada
sistem yang mengandung unsur tabungan, premi yang diterima setelah dikurangi
biaya pengelolaan sebagian akan dialokasikan ke rekening tabungan dan sebagian
lagi akan masuk ke rekening khusus / premi risiko.
Sementara
itu, pada sistem yang tidak mengandung unsur tabungan, premi yang diterima dari
peserta dikurangi biaya pengelolaan seluruhnya dimasukkan ke dalam rekening
khusus.
BAB
III
PEMBAHASAN
1.
PERBEDAAN
ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI KONVENSIONAL
Setidaknya
ada 6 (enam) perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional[13],
yaitu :
NO
|
KETERANGAN
|
ASURANSI SYARIAH
|
ASURANSI
KONVENSIONAL
|
1.
|
Dewan Pengawas
|
Adanya Dewan Pengawas Syari’ah. Fungsinya
mengawasi produk yang dipasarkan dan investasi dana
|
Tidak ada
|
2.
|
Akad/Prinsip
|
Prinsip tolong-menolong (takaful)
|
Prinsip jual beli
(tabaduli)
|
3.
|
Investasi Dana
|
Investasi dana berdasarkan syariah dengan system
bagi hasil (mudharabah)
|
Investasi dana berdasarkan bunga
|
4.
|
Kepemilikan
dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan
milik peserta. Perusahaan haya sebagai pemegang amanah untuk mengelola
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan
milik perusahaan. Perusahaan bebas menentukan investasinya
|
5.
|
Pembayaran
Klaim
|
Dari rekening tabarru’ seluruh peserta, sejak awal
sudah di
ikhlaskan oleh peserta untuk keperluan
tolong-menolong bila terjadi musibah
|
Dari rekening dana perusahaan
|
6.
|
Keuntungan
|
Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai
prinsip bagi hasil
|
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
|
1. Perbedaan Mengenai
Konsep[14]
A. Pengertian Asuransi
Syari’ah
Pengertian
asuransi syariah telah diungkapkan pada
awal tulisan ini, namun tidak ada salahnya untuk mengemukakan sepintas dalam
hal membandingkan dengan asuransi komvensional. Asuransi syariah, mempunyai 3
pengertian seperti yang telah dikemukakan, diantaranya at-ta’min. Mu’ammin
adalah penangung dan mun-ta’min
diartikan tertanggung. Di dalam Al-Qur’an dikatakan dalam Surat
Quraisy ayat :4
üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_
NßgoYtB#uäur ô`ÏiB
¤$öqyz ÇÍÈ
Artinya:
“Yang
Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan”.
Ada
kata aman dari rasa takut, memberi rasa aman. Jadi istilah at-ta’min, yaitu antara menta’minkan sesuatu yang berarti seseorang
membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan
sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti
terhadap hartanya yang hilang, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang mempertanggungkan
atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau kendaraannya.
Dewan
Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengeluarkan fatwa tentang
pedoman umum asuransi syariah. Menurutnya, asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk asset atau tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
yang sesuai dengan syariah.
B. Pengertian Asuransi konvensional
Pengertian
asuransi konvensional secara bahasa adalah
“pertanggungan”. Istilah pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut
verzekering. Hal dimaksud melahirkan istilah assuradeur , assurantie bagi
penaggung dan geassureeder bagi tertanggung.
Selain itu, ada definisi yang mengungkapkan
bahwa sebenarnya assuransi itu merupakan alat atau institusi belaka yang
bertujuan untuk mengurangi resiko dengan mengabungkan sejumlah unit-unit yang
beresiko agar kerugian individu secara olektif dapat diprediksi. Kerugian yang
dapat diprediksi terebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara
proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.
Di dalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian meupakan petanggungan yang di dalamnya ada perjanjian antara 2
pihak atau lebih, yaiut pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tettanggung, dengan menerima premi
asuransi,untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karenakerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
2. Pebedaan Mengenai
Sumber Hukum
A. Sumber Hukum Asuransi
Syariah
Sumber hukum asuransi syariah adalah
Al-Qur’an, sunnah, ijma, qiyas, dan fatwa DSN MUI. Karena itu modus operandi
asuransi syariah selalu sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam
menetapkan prinsip-prinsip, praktik, dan operasional dari asuransi
syariah,parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam
yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits,
dan fiqh islam. Karena itu, asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip
kejelasan dan kepastian, sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta
asuransi dengan akad secara syariah antara perusahaan dengan peserta asuransi ,
baik yang akadnya jual beli ataupun tolong-menolong.
B. Sumber Hukum Asuransi
Konvensional
Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum
yang di dasari oleh pikiran manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara modus
operandinya didasarkan atas hukum positif . Karena itu tidak memiliki sumber hukum
yang jelas,maka cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan
kejelasan kedepan. Seperti halnya dalam akadnya sesuatu yang di akadkan terjadi
cacat secara syariah karena tidak jelas berapa yang akan dibayar oleh peserta
asuransi yang meliputi berapa sesuatu yang akan diperoleh. Tidak diketahui
berapa lama seseorang peserta asuransi harus membayar premi.
3. Perbedaan Mengenai
Dewan Pengawas Syariah
A. Dewan Pengawas Asuransi
Syariah
Asuransi
syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi jalannya oprasional
sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya,
menghindari adanya penyimpangan secara hukum islam yang dapat merugikan orang
lain. Karena itu, DPS berfungsi untuk:
ü Melakukan
pengawasan secara periodic pada Lembaga
Keuangan Syariah yang berada dibawah pengawasannya.
ü Berkewajiban mengajukan unsure-unsur
pengembangan Lembaga Keuangan Syariah kepada
pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan Syariah Nasional.
ü Melaporkan
Perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang mengawasinya
kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun anggaran.
ü Merumuskan
permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
B. Asuransi Konvensional
Asuransi
konvensional tidak mempunyai dewan pengawaas dalam melaksanakan perencanaan,
proses, dan praktiknya. Asuransi
konvensional tidak memiliki sebuah wadah control yang independen yang tugasnya mengawasi perjalanan asuransi teersebut sehingga mudah timbul
penyimpangan-penyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun penyimpangan
hukum secara syari’.
4. Perbedaan Mengenai Akad
Perjanjian
A. Asuransi
Syariah
Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah tabarru’yang
bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesame manusia, bukan semata-mata
untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya akad
mudharabah, wadiah,wakalah, dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’ mutabari
mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini di anjurkan oleh syariat
islam, penderma yang ikhlas akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar.
Selain
itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan kejelasan
sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa yang
dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah dengan dana tabarru’ dari
setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap peserta asuransi yang mendapat
musibah atau kerugian akan menerima
bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah yang dihadapinya. Bantuan
dimaksud bersumber dari dana akad tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Akad
pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak
peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing dari kedua
belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penaggung dan di pihak lainnya
sebagai tertanggung. Pihak penaggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai
pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya.
Sedangkan tertangung ,memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau
bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya.
Sistem kontrak dimaksud, mengandung unsure
untung-untungan, yaitu keuntunganyang diperoleh tergantung bila terjadi musibah
dan si penaggung mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah da dipandang
sebagai hasil dari mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerja yang nihil.
5. Perbedaan Mengenai Kepemilikan
dan Pengelolaan Dana
A. Asuransi syariah
Asuransi
syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana yang
terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi
merupakan milik peserta ( Shohibul Mal). Pihak perusahaan asuransi syariah
hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali
tabarru’dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Di sinilah letak
pebedaan mendasar pada life insurance apabila seorang peserta karenakebutuhan
yang sangat mendesak boleh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada.
Selain itu, perlu diungkapkan bahwa pengelolaannaya untuk produk-produk yang
mengandung unsure saving (tabungan), dana yag dibayarkan oleh peserta langsung
dibagi dalam 2 rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Kepemilikan harta dalam asuransi
konvensional adalah milik perusahaan, bebas mengunakan dan menginvestasikan
pengelolaanya, bersifat tidak ada pemisahan dana peserta dengan dana tabarru’
sehingga semua dana bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana
dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan
yanpa ada pembatasan halal dan haram dalam melakukan pemindahan, bahkan ada
kecendrungan yang selalu di praktikkan dalam asuransi konvensional untuk
menginvstasikan dananya ke system bunga. Selain itu, dana yang terkumpul pada
system asuransi konvensional dikelola oleh badan pengelola dan keuntungannya
hanya untuk kepentingan badan pengelola dan membayar polis peserta, pengelola
menganngap mempunyai pertambahan keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya.
6. Perbedaan Mengenai
Premi dan Sumber Pembiayaan Klaim
Unsur-unsur premipada asuransi syariah
terdiri dari unsure tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu,
sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu rekening dana
tolong-menolong bagi seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan
ikhlas oleh setiap peserta untuk keperluan saudara-saudaranya yang meninggal
dunia atau tertimpa musibah materi seperti, kebakaran, gempa, banjir dan
lain-lain. Selain itu, sumber pembiayaan kalim dalam asuransi syariah adalah
dari rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan sebagai dana
tolong-menolong.
B. Asuransi Konvensional
Dalam
asuransi konvensional unsure-unsur preminya terdiri atas:
· Mortality
table yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui besarnya klaim yang
kemungkinan timbul kerugian yang di karenakan kematian, serta meramalkan berapa
lama batas umur seseorang bisa hidup.
· Penerimaan
Bunga untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus dikalkulasi di dalamnya.
· Biaya-biaya
asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya reklame, sale
promotion, biaya pembuatan polis, dan biaya pemeliharaan
7. Perbedaan Mengenai
Investasi Dana dan Keuntungan
A. Asuransi Syariah
Asuransi dalam menginvestasikan
dananyanhanya kepada bank syariah, BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah),
Obligasi syariah, dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Sementara profit (laba) untukasuransi kerugian yang di peroleh dari surplus underwriting bukan menjadi milik
perusahaan sebagaimana mekanisme dalam asuransi konvensional.
Berinvestasi
pada industry perusahaan asuransi syariah, memiliki keunggulan yang member
semangat pada pesertanya. Sebab, system dimaksud tidak mengenal system dana
hangus. Peserta yang baru masuk pun yang karena sesuatudan lan hal sehingga
mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil
kembali kecuali sebagian kecil saja dana yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ sehingga tidak dapat ditarik
kembali. Begitu juga dengan asuransi takaful umum (asuransi kerugian), jika
habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka takaful membagikan sebagian
dana premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan
ketika terjadi di akad.
B. Asuransi Konvensional.
Menurut
peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan oleh asuransi konvensional pada
jenis investasi yang akan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai
dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Selain itu, harus
memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam keputusan Menteri
Keuangan RI No. 424/KMK.6/2003. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari
surplus underwriting menjadi milik perusahaan yang telah terdahulu.
Didalam
system asuransi konvensional memiliki system dana hangus, yaitu peserta
asuransi yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan
diri sebelum akhir periode, maka dana peserta itu hangus. Begitu juga untuk
asuransi non saving jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi
yang dibayar oleh pihak peserta asuransi kepada pihak perusahaan akan hangus
atau menjadi milik perusahaan asuransi.
2. PERKEMBANGAN ASURANSI SYARI’AH
Menurut
penulis asuransi syariah kini, banyak di buru masyrakat dan telah semakin di nikmati , ini bisa dilihat
dari respons masyarakat yang berbondong-bondong menjadi nasabah asuransi
syariah. Kini nyaris semua perusahaan asuransi membentuk unit syariah. Bahkan
asuransi asing juga ikut membuka unit syariah. Ini dikarenakan asuransi syariah
mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan asuransi konvensional. Perbedaan
dan keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasional dana
asuransi,dan akadnya. Asuransi syariah sudah didirikan sejak 10 tahun yang
lalu, dan hampir setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. PT. Asuransi
Syariah Takaful menunjukan perkembangan yang
cukup pesat, termasuk di wilayah Indonesia Timur, dari segi premi nasabah
yang masuk di asuransi, menunjukan peningkatan 50% di Makassar tahun 2006[15].
Bahkan tahun 2006 juga di targetkan harus meningkat menjadi dua kali lipat.
Disini penulis akan melampirkan beberapa
perusahaan asuransi syariah yang sudah berkembang didalam maupun di luar negri,
baik Negara muslim ataupun non-muslim.
Asuransi Syariah di
Beberapa Negara[16]
Negara-Negara
Arab
No.
|
Nama
Perusahaaan
|
Tahun
|
Negara
|
1.
|
As-Salam
Islamic Takaful
|
1992
|
Bahrain
|
2.
|
Islamic
Insurance and Re-Insurance
|
1985
|
Bahrain
|
3.
|
Sarikat
Takaful Al-Islamiyah
|
1983
|
Bahrain
|
4.
|
Takaful
International
|
1989
|
Bahrain
|
5.
|
Islamic
Insurance
|
1989
|
Jordan
|
6.
|
International
Company for Cooperative Insurance
|
1989
|
Kwait
|
7.
|
Qatar
Islamic Insurance
|
1994
|
Qatar
|
8.
|
Al-Aman
Cooperative Insurance
|
1985
|
Saudi Arabia
|
9.
|
Global
Islamic Insurance
|
1985
|
Saudi Arabia
|
10.
|
International
Islamic Insurance
|
1985
|
Saudi Arabia
|
11.
|
Islamic
Arab Insurance
|
1979
|
Saudi Arabia
|
12.
|
Islamic
International Insurance (Salamat)
|
1985
|
Saudi Arabia
|
13.
|
Islamic
Takaful and Re-Takaful
|
1986
|
Saudi Arabia
|
14.
|
Islamic
Takaful and Re-Takaful (Bahamas)
|
1983
|
Bahamas
|
15.
|
Islamic
Universal Insurance
|
1983
|
Saudi Arabia
|
16.
|
National
Cooperative Insurance (NCCI)
|
1986
|
Saudi Arabia
|
17.
|
Al-Baraka
Insurance
|
1984
|
Sudan
|
18.
|
Islamic
Insurance
|
1979
|
Sudan
|
19.
|
Sheikan
Insurance
|
1979
|
Sudan
|
20..
|
The
National Re-Insurance Company
|
1979
|
Sudan
|
21.
|
The
United Insurance Company
|
1968
|
Sudan
|
22.
|
Watania
Cooperative Insurance
|
1989
|
Sudan
|
23.
|
BEIT ladat Ettamine Tounsi Saudi
|
1985
|
Tunisia
|
24.
|
Oman
Insurance
|
1985
|
UAE
|
25.
|
Allience
Insurance
|
1985
|
UAE
|
Negara-negara
Muslim Non-Arab[17]
1.
|
Insurance
Islam TAIB Sendirian Barhand
|
1993
|
Brunei
Darussalam
|
2.
|
Tabung
Amanah Islam
|
1993
|
Brunei
Darussalam
|
3.
|
Takaful
and Re-Takaful
|
1993
|
Brunei
Darussalam
|
4.
|
Takaful
Al-Birhad
|
1993
|
Brunei
Darussalam
|
5.
|
Life
Takaful
|
1999
|
Bahamas
|
6.
|
General
Takaful
|
1999
|
Bahamas
|
7.
|
Syarikat
Takaful Indonesia
|
1999
|
Indonesia
|
8.
|
PT.
Asuransi Takaful Keluarga
|
1994
|
Indonesia
|
9.
|
PT.
Asuransi Takaful Umum
|
1994
|
Indonesia
|
10.
|
PT.
Syarikat Takaful
|
1994
|
Indonesia
|
11.
|
Takaful
Asuransi
|
1994
|
Indonesia
|
12.
|
Asian
Re-Takaful International
|
1997
|
Malaysia
|
13.
|
Asean
Takaful Group
|
1996
|
Malaysia
|
14.
|
Syarikat
Takaful Malaysia
|
1984
|
Malaysia
|
15.
|
Takaful
National Bhd
|
1993
|
Malaysia
|
16.
|
Ihlas
Sigorta Asuransi
|
1993
|
Tunisia
|
Negara-Negara
Non-Muslim
1.
|
Takaful
Australia
|
1993
|
Australia
|
2.
|
Metropolitan
Insurance
|
1993
|
Ghana
|
3.
|
International
Takaful
|
1993
|
Luxembrug
|
4.
|
Takaful
S.A (formerly Islamic Takaful)
|
1982
|
Luxembrug
|
5.
|
Sosar
Al-Amane (al- Baraka Group)
|
1982
|
Senegal
|
6.
|
Ampro
Holding Singapore
Pte
|
1982
|
Singapura
|
7.
|
Keppel
Insurance
|
1982
|
Singapura
|
8.
|
Syarikat
Takaful Singapura
|
1995
|
Singapura
|
9.
|
Armana
Srilangka
|
1999
|
Srilangka
|
10.
|
Takaful
T&T
|
1999
|
Trinidan
|
11.
|
Takaful
UKLtd.
|
1982
|
UK
|
12.
|
UBK
@ IIBU Manzil Programmes
|
1998
|
UK
|
13.
|
Failaka
Investments, Inc
|
1996
|
USA
|
14.
|
Takaful
USA
Management Service, LLC
|
1996
|
USA
|
Dalam perkembangan pasar asuransi yang sangat
besar di Indonesia,
asuransi syariah baru mencapai sekitar 1,5% dari total asuransi yang ada.
Padahal berdasarkan data di BKKN, jumlah penduduk di Indonesia telah mencapai 220 juta
dengan tingkat pertumbuhannya sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran
sebesar 2,6. Pertumbuhan penduduk tersebut, tentu akan menjadi peluang untuk
membuka usaha asuransi syariah dengan jumlah penduduk yang amat besar, ditambah
dengan persentase umat islam yang mencapai 88% dari jumlah penduduk yang ada
sehingga akan menjadi pangsa pasar yang besar bagi asuransi syariah.
Kini telah banyak masyarakat yang menjadi
peserta asuransi syariah, karena menurut mereka system asuransi syariah
menjanjikan system yang lebih adil, transparan dan terhindar dari unsure
perjudian. Oleh karena itu masyarakat merasa lebih aman dengan asuransi
syariah.
KESIMPULAN
Asuransi syariah disebut juga dengan
asuransi ta’awaun atau tolong-menolong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran
terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana
yang di alami oleh peserta. Asuransi syariah takaful ada sejak tahun1994,
walaupun sekitar 16 tahun yang lalu berdiri, tetapi perusahaan asuransi tidak
kalah dengan asuransi konvensional yang telah berdiri lebih dahulu. Bisa
dilihat perkembangan asuransi syariah dari banyaknya perusahaan asuransi
konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan banyaknya dana premi yang
dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar. Kini masyarakat telah banyak yang
beralih ke asuransi syariah, bukan karena syariah saat ini sedang naik daun,
tetapi karena mereka sudah mengetahui bahwa yang berdasarkan prinsip syariahlah
yang lebih baik. Mengapa syariah dikatakan lebih baik?? Karena perasuransian
yang ada selama ini mengandung unshur gharar, maisir dan riba, yang mana ketiga
unsure itu diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi syariah telihat dari segi
konsep, sumber hokum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan, bila dibandingkan dengan asuransi konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qura’an
Rodoni,
Ahmad dan Abdul Hamid.2008. Lembaga
Keuangan Syariah.Jakarta:Zikrul Hakim.
Sudarsono,Heri,2008.
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.Yogyakarta:Ekonisia
www.pojokasuransi.com
www.asuransisyariah.com
www.wikimu.com
Zainuddin
Ali,Prof.2008.Hukum Asuransi Syariah.Jakarta:Sinar
Grafika
Takaful.com/atu/pro06.html
0 Response to "CONTOH MAKALAH ASURANSI SYARIAH TERBARU"
Posting Komentar