I.1. Latar Belakang
Fenomena perekonomian dunia telah
berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman dan perubahan
teknologi informasi yang berkembang pesat. Banyak nilai-nilai baru yang
dibentuk namun sulit untuk menentukan mana yang benar dan mana salah, sehingga
terkadang membawa kebaikan namun adakalanya menyesatkan. Globalisasi ekonomi
yang diwarnai dengan bebasnya arus barang modal dan jasa, serta perdagangan
antar negara, telah mengubah suasana kehidupan menjadi individualistis dan
persaingan yang amat ketat.
Dalam tataran perekonomian dunia,
telah terjadi pula kesenjangan ekonomi yang dialami oleh negara miskin dan
negara kaya, serta munculnya jurang kesenjangan antara masyarakat miskin dan
masyarakat kaya yang semakin besar. Bangsa Indonesia saat ini berada dalam
krisis ekonomi yang ditandai dengan beban utang luar negeri yang besar, sampai
dengan akhir tahun 2001 utang luar negeri mencapai 138 milyar dollar AS yang
terdiri dari utang pemerintah 74,56 milyar dollar (53,9%) dan 63,44 milyar
dollar (46,1%) adalah utang swasta. Sistem ekonomi kapitalis membuat bangsa Indonesia
terseret dalam putaran keuangan kapitalis yang dahsyat, ibarat badai tornado yang memporakporandakan semua benda dan bangunan yang dilaluinya.
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia,
demikian pula dunia Islam lainnya menginginkan sistem perekonomian yang
berbasis nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat
diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Keinginan
ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total
seperti yang ditegaskan Allah SWT.
Sangat disayangkan dewasa ini masih
banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar
uang, karena yang pertama adalah dunia putih, sedangkan yang kedua adalah dunia
hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena banyak kalangan melihat Islam
dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat
pembangunan. Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai
bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila
dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Syafi’I Antonio,
2001).
Ketidakseimbangan ekonomi global, dan
krisis ekonomi yang melanda Asia khususnya Indonesia
adalah suatu bukti bahwa asumsi diatas salah total bahkan ada sesuatu yang tidak
beres dengan sistem yang kita anut selama ini. Adanya kenyataan sejumlah besar
bank ditutup, di-take-over, dan sebagian besar lainnya harus
direkapitulasi dengan biaya ratusan trilliun rupiah dari uang negara yaitu
sekitar 635 triliun rupiah, maka rasanya amatlah besar dosa kita bila tetap
berdiam diri dan berpangku tangan tidak melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.
Sekarang saatnya kita menunjukkan
bahwa muamalah syariah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing) dalam profit dan risk dapat
mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Sekaligus pula
membuktikan bahwa dengan sistem perbankan syariah, kita dapat menghilangkan
wabah penyakit negative spread (keuntungan minus) dari dunia
perbankan.
I.2. Rumusan Permasalahan
Dari latar belakang diatas menyangkut
perkembangan perekonomian di Indonesia
khususnya perbankan nasional, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Bagaimana model ekonomi Islam dapat
diterapkan di Indonesia ?
2.
Bagaimanakah bank syariah bertindak
sebagai lembaga perantara dalam perekonomian Indonesia?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Tulisan
- Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana model
ekonomi Islam diterapkan di Indonesia.
2.
Bagaimana bank syariah bekerja sebagai
lembaga perantara.
- Kegunaan :
1.
Untuk memenuhi tugas kelompok V mata
kuliah Falsafah Sains di IPB Bogor sm.2 tahun 2002 dibawah bimbingan dosen
Prof.Rudy C. Tarumingkeng Ph.D
2.
Untuk pengembangan model ekonomi Islam
sebagai model ekonomi alternatif di Indonesia.
BAB II. SISTEM PERBANKAN SYARIAH
2.1. Perkembangan Bank Syariah
Sejak awal kelahirannya bank syariah
dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam Modern: neorevivalis
dan modernis, tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika
ini, tiada lain sebagai upaya kaum
muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing
tercatat di Pakistan
dan Malaysia
sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara
non-konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di
desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.
Berdirinya Islamic Development Bank
(IDB) pada tahun 1975 di Jeddah telah memotivasi banyak negara Islam untuk
mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada awal periode 1980-an bank-bank
syariah bermunculan di Mesir,
Sudan, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh,
serta Turki. Secara garis besar lembaga tersebut dapat dibagi dua kategori:
bank Islam komersial, dan lembaga investasi dalam bentuk international holding
companies.
Perkembangan bank syariah dipelopori
oleh Pakistan,
pada tahun 1979 sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi:
National Investment, House Building Finance Co, dan Mutual Funds of the
Investment Corporation of Pakistan.
Pada tahun 1985 seluruh sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan sistem
yang baru, yaitu sistem perbankan syariah. Sedangkan di Mesir bank syariah
pertama yang didirikan adalah Faisal Islamic Bank pada tahun 1978, kemudian
diikuti Islamic International Bank for Investment and Development Bank ini
beroperasi sebagai bank investasi, bank perdagangan, maupun bank komersial.
Sementara di Malaysia, Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) yang didirikan tahun
1983 merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara.
Di Indonesia bank syariah didirikan
pertama kali pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Pada awal berdirinya keberadaan bank syariah belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri
perbankan nasional. Kemudian setelah UU No.7/1992 diganti dengan UU No.10 tahun
1998 yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang
dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, maka bank syariah
mulai menunjukkan perkembangannya. Undang-undang ini pula memberikan arahan bagi bank konvensional
untuk membuka cabang syariah atau mengkonversikan diri menjadi bank syariah.
2.2. Perbedaan Antara Bank Syariah dan
Bank Konvensional
Disamping adanya beberapa persamaan antara
bank konvensional dan bank syariah, terdapat pula perbedaan yang cukup mendasar
antara lain: aspek legal, dan usaha yang dibiayai. Dalam aspek legal di bank
syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena
akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sedangkan aspek bisnis dan usaha
yang dibiayai, dalam bank syariah tidak dimungkinkan membiayai usaha yang
terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Hal yang yang harus dipastikan:
Apakah
obyek pembiayaan halal atau haram?
Apakah
proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
Apakah
proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?
Apakah
proyek berkaitan dengan perjudian?
Secara
umum perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional, serta perbedaan
antara bunga dan bagi hasil disajikan dalam tabel berikut:
Tabel1. Perbandingan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
|||
1
|
Investasi
yang halal
|
1
|
Investasi
halal & haram
|
|
2
|
Prinsip
bagi hasil, jual beli, atau sewa
|
2
|
Memakai
perangkat bunga
|
|
3
|
Profit
dan falah oriented
|
3
|
Profit
oriented
|
|
4
|
Hubungan
kemitraan
|
4
|
Hubungan
debitor-kreditor
|
|
5
|
Penghimpunan
dan penya-luran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
|
5
|
Tidak
terdapat dewan sejenis
|
Tabel 2. Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil
Bunga
|
Bagi Hasil
|
||
1
|
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung
|
1
|
Penentuan
besarnya rasio bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman pada kemungkinan
untung & rugi
|
2
|
Besarnya persentase untung berdasarkan modal yang dipinjamkan
|
2
|
Besarnya
rasio bagi hasil berdasarkan jumlah untung yang diperoleh
|
3
|
Pembayaran
bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan lainnya
|
3
|
Bagi
hasil bergantung pada keuntungan atau kerugian proyek yang dijalankan
|
4
|
Jumlah
pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat
|
4
|
Jumlah
pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pen-dapatan.
|
5
|
Eksistensi bunga diragukan
|
5
|
Tidak
ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
|
2.3. Bunga dan
Riba
Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang
merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah. Namun yang dimaksud riba yaitu setiap penambahan yang
diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan
syariah, dan yang dimaksud dengan transaksi pengganti yaitu transaksi bisnis
atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil,
seperti: transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil.
Teori bunga dapat digolongkan ke dalam dua kelompok
yaitu : (i) teori bunga murni, dan (ii) teori bunga moneter. Teori bunga
murni, terdiri dari : teori bunga klasik, teori bunga tahan nafsu, teori bunga
produktivitas, dan teori bunga Austria. Sedangkan teori bunga moneter terdiri
dari : teori bunga tentang dana yang dapat dipinjamkan, dan teori bunga Keynes.
Menurut Smith, bunga merupakan
kompensasi yang dibayarkan oleh debitor kepada kreditor sebagai balas jasa atas
keuntungan yang diperoleh dari uang pinjaman tersebut. Ekonom ini percaya bahwa
akumulasi kapital uang sebagai akibat dari penghematan, dimana penghematan ini
tidak dapat dilaksanakan tanpa mengharapkan balas jasa atas pengorbanannya.
Karena itulah bunga sebagai balas jasa atau perangsang tabungan.
Sedangkan
pendekatan Keynes terhadap teori bunga sering dikenal sebagai pendekatan
persediaan (stock), Keynes berpendapat bahwa bukan tingkat bunga, tapi tingkat
pendapatan yang menjamin untuk menyamakan tingkat tabungan dengan tingkat
investasi. Dengan kata lain bunga merupakan balas jasa untuk tidak
membelanjakan uang atau untuk tidak menyimpan uang dalam bentuk uang kas.
2.4. Riba Dalam
Perspektif Agama dan Ekonomi
Kita akan menganalisis bunga dengan beberapa
implikasinya. Banyak pendapat mengenai bunga, pertama alasan menahan diri
(abstinence) yang menegaskan ketika kreditor menahan diri, ia menangguhkan
keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan
orang lain. Namun dalam kenyataannya kreditor hanya akan meminjamkan uang yang
tidak ia gunakan sendiri atau uang yang berlebih dari yang ia perlukan dengan
demikian sebenarnya ia tidak menahan diri atas apapun.
Ada
anggapan bunga sebagai imbalan sewa yang didasarkan dari rumusan yang
menempatkan posisi rent, wage, dan interest. Rumus ini menunjukkan bahwa
padanan rent (sewa) adalah aset tetap dan aset bergerak, sedangkan interest
(bunga) padanannya uang. Hal ini tentu tidak tepat karena uang bukan aset
tetap, karena itu menuntut sewa uang tidak beralasan.
Modal sering juga dipandang mempunyai
daya untuk menghasilkan nilai tambah, dengan semikian kriditor layak untuk
mendapatkan imbalan bunga. Dalam kenyataanya modal menjadi produktif bila digunakan
untuk bisnis yang mendatangkan
keuntungan, sedang bila digunakan untuk konsumsi modal sama sekali tidak
produktif.
Anggapan lain bunga sebagai agio atau selisih nilai yang
diperoleh dari barang-barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau
penukaran barang di waktu yang akan datang. Benarkah demikian? Mengapa banyak
oarng tidak membelanjakan seluruh
pendapatannya sekarang tetapi menyimpannya untuk keperluan pada masa yang akan
datang? Secara prinsip Islam mengakui
adanya nilai dan berharganya waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan
dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap, hal ini karena hasil nyata
dari optimalisasi waktu itu adalah variabel.
Inflasi dipahami sebagai meningkatnya
harga barang secara keseluruhan, dengan demikian terjadi penurunan daya beli
uang atau decreasing purchasing power of money. Karena itu menurut penganut
paham ini pengambil bunga uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunan
daya beli uang selama dipinjamkan. Argumentasi ini sangat tepat bila dalam perekonomian yang terjadi hanya
inflasi saja tanpa deflasi atau stabil.
2.5. Prinsip Dasar Perbankan Syariah
2.5.1. Prinsip Titipan atau Simpanan
(Al-Wadi’ah)
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Pada
dasarnya penerima simpanan adalah yad al-amanah (tangan amanah) artinya tidak
bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama
hal ini bukan karena kalalaian penerima dalam memelihara barang titipan. Akan
tetapi dalam aktivitas perekonomian modern penerima simpanan tidak mungkin akan
meng-idle-kan aset tersebut tetapi mempergunakannya dalam aktivitas
perekonomian tertentu. Karenanya harus memenita izin dari penitip untuk
kemudian mempergunakan asetnya dengan menjamin akan mengembalikannya secara
utuh. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai
biaya penitipan.
Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan
titipan atau simpanan tersebut untuk tujuan: giro dan tabungan berjangka.
Konsekuensi dari tangan penanggung ini (bank), semua keuntungan yang dihasilkan
dari dana titipan tersebut menjadi milik bank, demikian juga bank adalah
penanggung seluruh kumungkinan kerugian. Sebagai imbalan penyimpan memperoleh
jaminan keamanan terhadap asetnya juga fasilitas giro lainnya. Bank tidak
dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak
disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau
persentase secara advance, tetapi merupakan kebijakan dari manajemen bank.
2.5.2. Prinsip Bagi Hasil
(Profit-Sharing)
Secara prinsip dalam perbankan syariah
yang paling banyak dipakai adalah akad utama: al-musyarakah dan al-mudharabah,
sedangkan al-muzara’ah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.
Al-musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan Al-mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100%
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak sedangkan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola. Seandainya kerugian tersebut akibat kecurangan atau
kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian
tersebut.
style="margin-right: 2.0pt; text-align: justify;">
BAB III. MODEL
EKONOMI ISLAM, PERANAN BANK SYARIAH DAN PEMULIHAN EKONOMI INDONESIA
3.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi
lainnya seperti :
1.
Dalam ekonomi, berbagai jenis sumberdaya dipandang sebagai
pemberian tuhan atau titipan Tuhan kepada menusia guna memenuhi kesejahteraan
bersama di dunia dan di akhirat bukan seperti ekonomi kapitalis untuk kepentingan
diri sendiri (self interest principle).
2.
Islam mengakui hak pribadi namun harus
dibatasi oleh Pertama, kepentingan
masyarakat, Kedua Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh dari suap,
rampasan, kecurangan, pencurian, perampokan, penipuan dalam timbangan atau
ukuran, pelacuran, produksi dan penjualan alkohol, bunga, judi,
perdagangan gelap, usaha yang menghancurkan masyarakat.
3.
Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam
adalah kerjasama, suka sama suka. Jiwa kerjasama ini adalah mencari keuntungan
yang wajar, tanpa perubahan ongkos maka
harga barang hanya sebagai akibat prinsip kelangkaannya.
4.
Al-qur’an : Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
makan harta sesamamu dengan jalan batil,
kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara
kamu …. “ (Q4 : 29). Arti ayat ini
adalah bahwa kepemilikan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang
akan meningkatkan besaran produksi nasional supaya harta itu jangan berputar di
sekitar orang-orang kaya saja.
5.
Dalam ekonomi
penganut pasar bebas, pemilikan industri didominasi oleh monopoli dan
oligopoli. Islam
menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya drencanakan untuk kepentingan
orang banyak. Rasulullah bersabda
“Masyarakat punya hak sama untuk air, padang
rumput dan api, bahan tambang bahkan
bahan makanan harus dikelola oleh perusahaan negara”.
6.
Seorang muslim harus takut kepada Allah
dan hari penentuan seperti dalam Al-qur’an :
“Dan takutilah hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diberi balasan dengan
sempurna usahanya (amal ibadahnya). Dan
mereka tidak teraniaya. “ (Q2:281).
3.2.
Prinsip Distribusi dalam Ekonomi Islam
Setiap muslim yang kekayaannya
melebihi tingkat tertentu (nisbah) diwajibkan membayar sebagian hartanya untuk
orang miskin dan orang yang memerlukan.
Pengeluaran tersebut pajak keagamaan yang disebut zakat. Ketentuan pendistribusian zakat tersebut tidak dapat
diubah. Pihak-pihak penerima zakat
tersebut dapat diuraikan secara detil kepada :
1.
Orang Miskin
orang
tua atau orang cacat yang tidak memperoleh pendapatan untuk keperluan
sehari-hari.
2.
penganggur yang belum memperoleh
pendapatan, pengungsi yang menghindari penindasan di negara asalnya.
3.
Orang yang membutuhkan.
4.
Seseorang yang tidak cukup pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
5.
Petugas Pengumpul Zakat
termasuk
didalamnya pengumpul, pesuruh, pencatat,
pembagi, penyimpan dan pemegang buku yang terlibat dengan pengumpulan zakat.
6.
Golongan Muallaf
orang
yang baru masuk Islam yang memerlukan bantuan dan dorongan kehilangan kekayaan.
7. Memerdekakan budak
8. Orang yang berhutang
Zakat
digunakan untuk membantu orang yang berhutang bila pengutang tidak mempunyai
kekayaan untuk melunasinya.
9. Orang yang Menempuh Bekerja karena Allah
termasuk
kedalamnya anak sekolah, buku, tempat
tinggal dan pakaian.
10. Orang dalam Perjalanan
3.3. Model Ekonomi Islam
1.
Fungsi Daya Guna seorang Konsumen Muslim
U
= f (x1, x2,…xn; y1, y2, ym ; G)
Dimana
G
adalah pengeluaran untuk sedekah.
Konsumen
non muslim dapat mengkonsumsi jenis barang yang tersedia x1,x2,….,xn, namun konsumen muslim dibatasi mengkonsumsi
alkohol, daging babi dan berjudi x1,x2,…,xk;
dimana k<n.
2. Seorang muslim dilarang menerima atau membayar bunga dari
berbagai pinjaman untuk barang tahan lama,
bunga yang terkandung didalamnya harus dikeluarkan bunga diganti dengan
ongkos yang disebut dengan bagi keuntungan (profit shering) seperti mobil
mewah, rumah mewah, barang-barang elektronik dan sebagainya, karena bahaya akan
dililit hutang yang berlipat ganda (contoh : sebuah mobil baru dibeli kontan Rp
100 juta, namun dengan kredit 4 tahun,
d/p Rp 10 juta dengan sistem cicilan, hutang menjadi Rp 150 juta, sedangkan mobil yang dibeli setelah 4 tahun dijual hanya laku
Rp 70 juta berarti sipembeli harus
bersedia dililit hutang Rp 80 juta karena ingin membeli mobil dengan sistem
kredit, hitungannya (sistem kredit Rp 150 – kontan Rp 100) + (harga baru Rp 100
– harga 4 tahun Rp 70), setelah itu
model terbaru dipromosikan dengan sangat menggoda dengan harga Rp 200 juta
(harus bersedia menambah hutang Rp 130 untuk beli mobil baru lagi). Begitulah
seterusnya sehingga hutang menjadi sangat besar.
3.
Keseimbangan
Konsumen Muslim
U
= f (x1, x2,…xn; y1, y2, ym ; G)
Dengan kendala
G + å (Pj x j) + å (liyi) < (1 - µ) M
Persoalan
tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan syarat Kuhn-Tucker.
4.
Aturan Main Sebuah Perusahaan Islam
Perusahaan
Islam harus dapat mencapai tingkat keuntungan
yang wajar guna mempertahankan
kegiatan usahanya. Fungsi daya guna
merupakan fungsi dari jumlah keuntungan dan jumlah pengeluaran untuk
sedekah, dengan kendala keuntungan
setelah pembayaran zakat.
Formulasi matematika pemikiran diatas adalah :
Y =
f (F, G)
Dimana :
F = tingkat keuntungan
G =
pengeluaran untuk sedekah.
Dengan
anggapan M adalah keuntungan maka fungsinya adalah :
M = R – C – G
R = pendapatan total
C = ongkos produksi
G =
sedekah
5.
Peranan Bursa
Efek dan Kelemahannya
a.
Non Islam
-
Memungkinkan penabung untuk
berpartisipasi pada kegiatan bisnis yang menguntungkan
-
Memungkinkan para pemegang saham untuk
memperoleh likuiditas dengan menjual saham dan obligasi pada perusahaan bisnis
di pasar modal.
-
Memungkinkan kegiatan bisnis untuk
mendapatkan dana dari pihak luar
-
Memungkinkan kegiatan bisnis untuk
memisahkan operasi bisnis dan ekonomi dari kegiatan keuangan.
b.
Bursa
efak Islam
-
Bursa
efek diorganisisr untuk menyediakan dua pasar yang berbeda dalam konsep yaitu :
1). Pasar
penerbitan efek baru (pasar perdana)
2). Pasar sekunder yang memungkinkan pemegang saham untuk
memperjualbelikan saham-saham yang telah ada.
Dengan demikian bursa efek dalam ekonomi Islam
harus melaksanakan fungsi-fungsi sebagai
berikut :
a. Memungkinkan para penabung
berpartisipasi penuh pada pemilikan kegiatan bisnis dengan meperoleh bagian
dari keuntungan dan resikonya.
b. Memungkinkan para pemegang saham
mendapatkan likuiditas dengan menjual saham sesuai dengan aturan bursa efek.
c.
Memungkinkan
kegiatan bisnis meningkatkan modal dari luar untuk mebangun dan mengembangkan
lini produksinya.
d.
Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari
fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar
non Islam.
e.
Memungkinkan
investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana
tercermin pada harga saham.
3.4. Peranan Ekonomi
Islam dalam Mencegah Krisis Ekonomi
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat suatu
simulasi atau pemisalan jika model ekonomi Islam diterapkan semenjak 1980 di
Indonesia, maka ada hal-hal yang dapat
diatasi yaitu :
a. Sistem ekonomi Islam dapat
menjamin distribusi ekonomi yang lebih adil dan merata.
b.
Dapat
memperkecil hutang Indonesia terutama himpitan bunga dan tambahan pokok
pinjaman sebab sistem ekonomi Islam adalah bagi hasil
c. Dapat mencegah penyelewengan BLBI dan korupsi.
d. Dapat mencegah gejolak moneter dan melemahnya mata uang Rupiah
terhadap Dollar Amerika pada krisis moneter tahun 1998 sebab dalam Islam uang
tidak boleh diperjualbelikan.
e. Dapat mencegah spekulasi yang menguntungkan pihak tertentu.
f. Dapat mencegah penumpukan hutang yang amat besar pada tahun 2001
mencapai sekitar Rp 1400 triliun.
Untuk melihat skenario bagaimana model ekonomi Islam
dapat mengatasi krisis ekonomi di Indonesia dapat dilihat data dan
grafiknya pada lampiran tulisan ini.
3.5. Peran Bank Syariah
Dalam Melaksanakan Fungsi Intermediasi
Perbankan.
Secara
umum tujuan utama bank Islam adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi
suatu masyarakat dengan melakukan semua kegiatan perbankan, finansial, komersial dan investasi sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam. Jadi
kegiatan bank-bank Islam haruslah didasarkan atas :
1. Larangan bunga pada semua bentuk transaksi
2. Pelaksanaan aktivitas bisnis dan perdagangan atas
dasar kejujuran dan keuntungan yang sah.
3. Pemupukan dana serta menggunakannya di negara-negara
Islam
4.
Pembinaan kebiasaan menabung di
kalangan umat Islam
5.
Penataan aktivitas bisnis yang dapat
diterima oleh umat Islam sesuai dengan syari’ah. Jadi dalam situasi bagaimanapun bank Islam
langsung atau tidak langsung tidak
berhubungan dengan bunga misalnya produksi, konsumsi atau distribusi
minuman keras, perjudian, produksi daging babi dan kegiatan non Islam lainnya,
spekulasi yang merugikan ekonomi masyarakat.
6.
Mengembangkan kompetisi
7.
Pembayaran Zakat
8.
Kerja sama dengan
bank-bank Islam lainnya di luar
negeri untuk mendorong pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial
masyarakat muslim.
-
Instrumen Finasial dalam Perbankan Islam
1.
Kemitraan (Musyarakah)
Yaitu
adanya kesepakatan untuk mengerjakan proyek secara bersama-sama lalu berbagi
keuntungan sesuai kesepakatan
2.
Pinjaman tanpa keikutsertaan dalam
manajemen (Qirad)
Bank
menyediakan modal sementara nasabah bertanggung jawab dalam manajemen. Sebagai imbalannya nasabah menerima proporsi
yang disepakati dari keuntungan bersih.
3.
Kontrak Jual Ulang (Murabahah)
Bank
membelikan sebuah barang lalu dijual kepada nasabah dengan keuntungan yang
disepakati kedua belah pihak.
4.
Pinjaman Kebajikan (Qard Hasan)
Yaitu
sutau pinjaman yang diberikan oleh Bank lalu nasabah mengembalikan sejumlah
pinjamannya ditambah dengan hasil sekedar tambahan. Biasanya instrumen ini dalam transaksi antara negara dengan warganya
yang kurang mampu.
5.
Leasing atau sewa peralatannya
Bank
membelikan peralatan dan menyewakannya kepada nasabah.
6.
Takaful
Bank
Islam bertindak sebagai perusahaan manajemen,
menginvestasikan dana pada proyek-proyek yang halal.
7.
Penjualan Penyerahan Kemudian
Bank
membeli barang tetentu yang diserahkan belakangan, tetapi membayar harganya segera, menjual barang yang akan disertakan
belakangan.
-
Permasalahan Bank Islam
1. Bank Islam cenderung mempertahankan rasio
yang lebih tinggi antara uang tunai dengan simpanan dibandingkan bank non Islam
2. Persentase modal
sendiri (equity) terhadap total aset lebih tinggi pada bank Islam dibandingkan
bank non-Islam
3. Bank Islam
menunjukkan rasio keuntungan yang lebih tinggi dari pada bank non-Islam
4. Bank Islam lebih
efisien daripada bank non-Islam
Untuk melihat
peran bank Syariah dalam fungsinya sebagai intermediasi Perbankan dapat dilihat
pada skema dibawah ini :
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Secara filosofis, model ekonomi Islam memiliki prinsip pemerataan yang adil
dalam distribusi hasil ekononi.
2. Model ekonomi
Islam secara konsep sangat baik namun memerlukan penelitian dan kajian lebih
lanjut dalam penerapannya.
3. Keuntungan yang ditarima Bank Islam lebih
besar daripada Bank non Islam.
4. Model ekonomi Kapitalis dapat memberikan pertumbuhan
ekonomi yang baik bagi pemilik modal (bagi sikaya) namun dapat membuat
kesenjangan ekonomi yang sangat tajam bagi yang miskin (memilukan).
B. Saran
1.
Bagi pemerintah dan masyarakat
Indonesia sebaiknya dapat menerapkan model ekonomi Islam sebagai model
alternatif pembangunan ekonomi rakyat terutama untuk masyarakat miskin, jangan hanya memakai sistem ekonomi kapitalis
karena telah terbukti secara empiris
nmenguntungkan pihak yang kaya (kaum kapitalis).
DAFTAR PUSTAKA
Antonio
Safii Muhammad, M.Sc. Bank Syariah dari
Teori ke Praktik, Bank Indonesia, Jakarta,
2000.
Keynes,
J.M. The General Theory of Employment,
Interest and Money, Harcourt Brace, New York, 1963.
METWALLY.
M.M, Prof. DR., Teori dan Model Ekonomi Islam,
PT. Bankit Daya Insana, Jakarta, 1995
------------,Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta. Tahun 1995 s/d Desember 2001.
Siddiqi,
M.N., “Rational of Islamic Bank”, International for Islamic Economic,
Jeddah, 1981.
0 Response to "DOWNLOAD MAKALAH EKONOMI BANK SYARIAH EKONOMI ISLAM SEBAGAI MODEL ALTERNATIF PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA "
Posting Komentar