DOWNLOAD MAKALAH PENDIDIKAN GURU DAN TUNTUTAN MELAKUKAN INOVASI

Latar Belakang
Salah satu program kerja Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo yang telah dicanangkan beberapa waktu yang lalu adalah pencanangan dan pemantapan guru sebagai profesi. Melalui moto ”Guru sebagai Profesi” Depdiknas berencana untuk meningkatkan kualitas guru dan sekaligus mengembangkan profesi guru sejajar dengan profesi lain yang dianggap ”terhormat” di tengah masyarakat.
Selama ini dalam anggapan masyarakat - khususnya masyarakat perkotaan, atau daerah yang wilayahnya telah mengalami kemajuan ekonomi - pekerjaan guru dianggap tidak menjanjikan masa depan. Di daerah pedesaan yang tingkat kecerdasan rata-rata masyarakat masih ”rendah” guru dihormati, namun penghargaan tersebut terasa semu. Karena masyarakat akan jauh menghormati elite desa yang lebih kaya secara materi dan berkuasa dalam pemerintahan di desa.
Gagasan mendiknas Bambang Sudibyo untuk memantapkan ”guru sebagai profesi” merupakan gagasan yang konstruktif bagi peningkatan profesionalisme guru Indonesia yang selama ini sangat memprihatinkan. Para guru di Indonesia - yang merupakan komponen inti pembelajaran di sekolah - dalam dua dekade terakhir semakin dihanyuti kultur pragmatisme.
Kultur kemalasan untuk terus belajar mengembangkan ilmu dan wawasan sosial, kultur aji mumpung dengan terlibat praktik ”korupsi” kecil-kecilan di sekolah (memberi les privat dengan kompensasi ”uang” dan nilai, aktif sebagai makelar buku-buku pelajaran, hingga bisnis seragam siswa), serta kultur ”birokratis” yang begitu patuh kepada atasan dan birokrat pendidikan agar cepat naik pangkat. Serta banyak perilaku subjektif lain yang tidak mencerminkan karakter ”ideal” sebagai sosok pendidik dan pengajar yang seharusnya berintegritas tinggi.
Dengan predikat guru sebagai provesi tentuya seorang guru selayaknya merasa bersyukur atas pengakuan dari pemerintah tersebut. Akan tetapi di balik pengakuan guru sebagai profesi menuntut guru untuk melakukan perubahan-perubahan dalam sikap, kemampuan serta integritasnya sebagai seorang guru yang sudah mendapat pengakuan dari pemerintah.

Fokus Pembahasan
Dalam makalah ini fokus pembahasan kami meliputi:
  1. Pengertian Inovasi Pendidikan
  2. Kemampuan guru beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
  3. Proses Berpikir kreatif dalam inovasi
  4. Guru sebagai agen inovasi
  5. Model Inovasi Pendidikan di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1        Pengertian Inovasi Pendidikan
Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi  dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery.
Dalam  kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan  yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang  (masyarakat). Maka dapat ditarik kesimpulan Ibahwa Inovasi pendidikan adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi dunia pendidkan. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran. Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.

2.2    Kemampuan Guru Beradaptasi Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kualitas guru-guru di Indonesia - khususnya yang berstatus PNS dan guru sekolah swasta yang ”hidup segan mati tak mau” - juga saat ini berada dalam titik ”rendah”. Para guru tidak hanya gagap dalam beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan fenomena sosial kemasyarakatan, mereka juga terjebak dalam kebiasaan menjadi ”robot” kurikulum pendidikan. Prakarsa dan inisiatif para guru untuk belajar menggali metode, bahan ajar dan pola relasi belajar-mengajar yang baru sangat minimalis.
Rendahnya mutu atau kapabilitas guru di Indonesia, selama ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor struktural. Para guru selama tiga dekade Orde Baru dijadikan ”bemper” politik bagi kekuatan Partai Golkar. Guru dijadikan agen politik pembangunanisme dan juga agen pemenangan program politik Golkar. Melalui organisasi Korpri dan PGRI, mereka dijadikan proyek korporatisme negara. Akibatnya para guru tidak memiliki jiwa pembaruan dan inisiatif dalam menggali khazanah ilmu pengetahuan serta keberanian mengembangkan inovasi pembelajaran yang terlepas dari politik pendidikan.
Kedua, kuatnya politik pendidikan, yang mengontrol arah dan sistem pendidikan selama tiga dekade membuat para guru seperti ”robot” yang dipenjara melalui tugas-tugas kedinasan yang stagnan. Ketiga, rendahnya tingkat kesejahteraan guru Indonesia membuat mereka tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar karena selalu mengurusi persoalan ekonomi keluarga. Keempat, kuatnya kultur feodalistik dalam dunia pendidikan, sehingga tidak terjadi proses ”social clustering” dan regenerasi ekslusif komunitas guru muda.
Pola regenerasi bukan atas dasar kemampuan akademik dan kemampuan mengajar guru, namun level kepangkatan. Pemerintah selama ini tidak memiliki kerangka acuan untuk meningkatkan kualitas sosial dan intelektual para guru. Berbagai upaya internal di birokrasi pendidikan yang konon untuk meningkatkan kapabilitas profesi guru, justru lebih banyak pada kegiatan pembinaan dan pendisiplinan guru dalam optik pemahaman kekuasaan. Para guru dibina dan didisiplinkan pengetahuan, dan sikapnya selaras dengan kehendak penguasa, agar tidak mengajarkan sesuatu yang berbeda dengan doktrin negara.
margin-top: 3.75pt; text-align: justify; text-indent: 27.0pt;"> Keahlian profesi guru dalam hal penguasaan materi pengetahuan, penguasaan kemampuan ajar dan pengembangan bahan ajar, berinteraksi dengan anak didik-guru-masyarakat sesuai kapasitas yang dimiliki. Ketiga, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi profesi. Yakni dalam hal skill atau kemampuan sebagai pengajar dan pendidik yang cakap membimbing siswa dalam menyerap dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam dinamika kehidupan nyata.
Untuk mewujudkan guru sebagai profesi, pemerintah - khususnya pembuat kebijakan dan otoritas pendidikan – memiliki tanggung jawab yang berat, yakni berkewajiban meningkatkan kompetensi dengan melakukan inovasi-inovasi sesuai dengan tuntutan profesi guru.

2.4        Proses Berpikir Kreatif dalam Inovasi
Dalam melakukan inovasi seorang guru harus mampu berpikir kreatif dalam berbagai aspek yang berhubungan dengan profesi keguruannya. Guru profesional dapat dengan mudah diperoleh tanpa ada suatu proses berpikir kreatif. Diperlukan daya eksplorasi taktis akademis untuk melakukan sekedar eksploitasi konsep dalam berpikir kreatif.Tentu kita sadar bahwa dalam era global ini mengharuskan kita untuk memiliki daya analitik yang tajam atas sebuah persoalan. Pemahaman dengan landasan berpikir yang kuat dan utuh tentang suatu masalah merupakan langkah taktis untuk bisa lebih eksis.
Akan tetapi, perlu juga diketahui bahwa untuk memiliki ketajaman analisis yang tinggi dan pemahaman komprehensif diperlukan kreativitas berpikir yang tidak selalu bersifat linier. Kemampuan seperti itu hanya dimiliki oleh SMART PEOPLE yang dengan solusi-solusi terobosannya dapat cepat mengatasi persoalan.
Dengan demikian, Smart Solution yang dikembangkan oleh sebuah lembaga bimbingan belajar harus dipandang sebagai salah satu pengembangan wacana berpikir kreatif. Wacana itu harus diikuti dengan inovasi dan kreativitas baru. Tidak mustahil pula jika kemudian dapat ditemukan smart solution mutakhir sebagai hasil proses bepikir kreatif, produktif dan tidak emosional (subyektif). Cara sederhana diatas tidak dapat dengan mudah diperoleh tanpa ada suatu proses berpikir kreatif sebagai bagian dari inovasi.
2.4    Guru Sebagai Agen Inovasi
Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru tidak perlu lagi menjadi “pengkhutbah” yang terus berceramah dan menjejalkan bejibun teori kepada siswa didik. Sudah bukan zamannya lagi anak diperlakukan bagai “keranjang sampah” yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu. Peserta didik perlu diperlakukan secara utuh dan holistik sebagai manusia-manusia pembelajar yang akan menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya melalui proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu, kelas perlu didesain sebagai “masyarakat mini” yang mampu memberikan gambaran bagaimana sang murid berinteraksi dengan sesamanya. Dengan kata lain, kelas harus mampu menjadi “magnet” yang mampu menyedot minat dan perhatian siswa didik untuk terus belajar, bukan seperti penjara yang mengkrangkeng kebebasan mereka untuk berpikir, berbicara, berpendapat, mengambil inisiatif, atau berinteraksi.
Dalam hal ini guru memiliki peran yang amat vital dalam proses pembelajaran di kelas. Gurulah yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan melakukan tindak lanjut. Dalam konteks demikian, gurulah yang akan menjadi “aktor” penentu keberhasilan siswa didik dalam mengadopsi dan menumbuhkembangkan nilai-nilai kehidupan hakiki.
Melalui kegiatan pembelajaran yang inovatif, atmosfer kelas tidak terpasung dalam suasana yang kaku dan monoton. Para siswa didik perlu lebih banyak diajak untuk berdiskusi, berinteraksi, dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri, bukan dengan cara dicekoki atau diceramahi. Para murid juga perlu dibiasakan untuk berbeda pendapat sehingga mereka menjadi sosok yang cerdas dan kritis. Tentu saja, secara demokratis, tanpa melupakan kaidah-kaidah keilmuan, sang guru perlu memberikan penguatan-penguatan sehingga tidak terjadi salah konsep yang akan berbenturan dengan nilai-nilai kebenaran itu sendiri.
2.5    Model Inovasi Pendidikan di Indonesia
Perjalanan pendidikan nasional yang panjang mencapai suatu masa yang demokratis kalau tidak dapat disebut liberal-ketika pada saat ini otonomisasi pendidikan melalui berbagai instrument kebijakan, mulai UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, privatisasi perguruan tinggi negeri-dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampai UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah. Model Inovasi Pendidikan di Indonesia meliputi:
a.   Top Down Inovation  
Inovasi model Top Down ini sengaja diciptakan oleh atasan (pemerintah) sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya.
Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.Contoh adalah yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Seperti penerapan kurikulum, kebijakan desentralisasi pendidikan dan lain-lain.
b.   bottom up Inovation  
Yaitu model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya  untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Biasanya dilakukan oleh para  guru.


DAFTAR PUSTAKA
Sa’ud, Udin Saefudin. 2008.Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional
Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press.
Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press.
Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and Co
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999.
Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesinal Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Related Posts :

0 Response to "DOWNLOAD MAKALAH PENDIDIKAN GURU DAN TUNTUTAN MELAKUKAN INOVASI"

Posting Komentar

wdcfawqafwef

BACKLINK OTOMATIS GRATIS JURAGAN.