KUMPULAN MAKALAH PENDIDIKAN MENJADI GURU MASA DEPAN

 Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar), cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif. Pengembangan wawasan dapat dilakukan melalui forum pertemuan profesi, pelatihan ataupun upaya pengembangan dan belajar secara mandiri.
Sejalan dengan hal di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk dapat hidup berdampingan dengan sesama secara harmonis (learning to live together).
            Pendidik (Guru) merupakan komponen vital dan fundamental dalam proses pendidikan, yang mengedepankan proses pematangan kejiwaan, pola pikir dan pembentukan serta pengembangan karakter (character building) bangsa untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Keberadaan dan peran pendidik dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan oleh siapapun dan apapun. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi, serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar  dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarakter, cerdas dan bermoral tinggi. Sumberdaya manusia yang demikianlah yang sebenarnya diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara – negara lain dan dapat berperan serta aktif dalam perkembangan dunia di era global dan bebas hampir tanpa batas ini.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mewujudkan pendidik yang memiliki karakter kuat dan cerdas? Dan bagaimanakah strategi untuk menciptakan pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas tersebut?





BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas: Apa dan mengapa perlu?
            Pendidik yang kuat dan cerdas bukan semata – mata pendidik yang secara fisik memiliki badan atau tubuh yang kuat dan pandai. Lebih dari itu, yang dimaksud dengan berkarakter kuat adalah di samping fisik yang kuat, pendidik harus memiliki kepribadian yang utuh, matang, dewasa, berwibawa, berbudi pekerti luhur, bermoral baik, penuh tanggung jawab dan memiliki jiwa keteladanan, dan memiliki keteguhan atau ketetapan hati untuk berjuang membangun dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia seutuhnya melalui tugas – tugas yang diembannya dan tidak mudah terpengaruh pada upaya – upaya atau kondisi yang dapat mengakibatkan mereka ke luar (out of track) dari “jalan dan perjuangan yang benar”. Sedangkan pendidik yang cerdas berarti memiliki kemampuan untuk melakukan terobosan dan pemikiran yang mampu menyelesaikan masalah dan melakukan pengembangan – pengembangan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan – membangun manusia seutuhnya – baik dari segi intelektual maupun moral.
             Mengapa pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas diperlukan? Dalam situasi dan kondisi bangsa yang masih dilanda krisis multi dimensi yang berkepanjangan dan masih diselimuti ketidakpastian berbagai aspek kehidupan, exsistensi pendidikan merupakan penyejuk dan sekaligus pemberi harapan terhadap kecerahan masa depan bangsa. Melalui pendidikan inilah semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan dapat berevolusi sesuai dengan peran dan fungsi masing – masing secara sinergis menuju tercapainya tujuan nasional. Oleh karena itu, keberadaan dan kehadiran pendidik, sebagai key actor in the lerning process, yang profesional serta memiliki karakter kuat dan cerdas merupakan suatu kebutuhan. Character building  di kalangan pendidik sejak beberapa dekade terakhir ini telah menjadi perhatian yang serius berbagai bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia. Karena melalui pendidik yang memiliki karakter kuat dan cerdas ini akan tercipta sumberdaya manusia yang merupakan pencerminan bangsa yang berkarakter kuat dan cerdas serta bermoral luhur. Hanya dengan sumberdaya manusia yang demikianlah tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat berlangsung dengan wajar dan natural, karena baik pemimpin maupun yang dipimpin memiliki komitmen maupun moral yang baik untuk bersama – sama membangun tatanan kebidupan yang harmonis dan sejahtera. Dengan sumberdaya manusia yang berkarakter kuat dan cerdas ini diharapkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) akan berangsur – angsur terkikis.
             Alasan dan pertimbangan inilah yang mendasari perlunya suatu character building tidak saja bagi Indonesia, tetapi negara – negara di dunia lainnya baik negara – negara maju maupun yang sedang berkembang. Peterson dan Martin (2004) mengemukakan pembentukan karakter merupakan bagian penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran bangsa. Lebih lanjut mereka menyatakan secara tegas bahwa ”Good characters are crucial for the country”.
Jika dicermati, character building pada umumnya dimulai atau dilakukan melalui sektor pendidikan, Stiles (1998) menyatakan bahwa pembangunan karakter tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa upaya sistematis dan terprogram sejah dini. Jika ingin berhasil, lakukanlah sejak dini (dari siswa), karena pada dasarnya siswa – siswa inilah yang akan menjadi penerus bangsa dan sumberdaya utama pembangunan suatu bangsa. Kalau pembangunan karakter dilakukan melalui pendidikan dan siswa menjadi salah satu sasaran utama, bagaimanakah dengan kesiapan pendidiknya? Apakah mereka sudah memiliki karakter kuat dan cerdas dalam membentuk siswa sebagai anggota masyarakat dan penerus bangsa yang juga diharapkan memiliki karakter yang kuat dan cerdas tersebut? Pada bagian berikut akan dipaparkan bagaimana kondisi karakter pendidik kita yang sekarang tersedia.
B.       Peran guru dalam pembelajaran
            Bahkan kualitas pendidikan bangsa ini banyak ditentukan oleh kualitas para gurunya. Guru adalah ‘bos in the class’. Guru adalah orang yang bertatap muka langsung dengan peserta didik. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan hasil optimal. Artinya roda komunitas yang bernama sekolah sangat diwarnai oleh kinerja dan mutu para gurunya.
     Pentingnya peranan dan kualitas seorang guru berdampingan dengan banyaknya problematika yang dihadapi oleh para guru. Hal yang mendasar pada problem tersebut adalah ‘KEMAUAN’ untuk maju. Apabila kita percaya tidak ada siswa yang bodoh dengan multiple intelligences-nya masing-masing, maka kita juga harus percaya bahwa ‘tidak ada guru yang tidak becus mengajar’. Hanya saja kenyataan yang terjadi adalah keengganan guru untuk terus belajar dan bekerja dengan baik disebabkan oleh tidak adanya ‘KEMAUAN’ untuk belajar dan maju.
Ditegaskan UNESCO dalam laporan TheInternational Commission on Education for Twenty-first Century, yang menyatakan bahwa "memperbaiki mutu pendidikan pertama-tama tergantung perbaikan perekrutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi kerja para guru; mereka membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, karakter personal, prospek profesional, dan motivasi yang tepat jika ingin memenuhi harapan stakeholder pendidikan" (Delors, 1996). Hal yang sama juga ditegaskan oleh Harris (1990: 13) ”Without substantial continuing growth in competence in personnel (teacher) serving in our elementary and secondary schools, the entire concept of accountability has little meaning”. Harris lebih lanjut menegaskan bahwa guru (pendidik) memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam mewujudkan accountability penyelenggaraan dan pemberian layanan pendidikan yang bermutu; tanpa guru yang memiliki kompetensi tinggi, upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan dicapai dengan maksimal. Oleh karena itu, guru juga dikenal dengan istilah the key actor in the learning.
             Guru memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik siswa dalam proses pembelajaran (Davies dan Ellison, 1992). Karena peran mereka yang sangat penting itu, keberadaan guru bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana, multimedia dan teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai teachers’companion (sahabat – mitra guru).
             Guru  memiliki peran yang amat penting, terutama sebagai agent of change melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, dengan adanya sertifikasi diharapkan guru agar dapat lebih berperan secara aktif, efektif dan profesional. Hal tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan, ketika guru tidak memiliki beberapa persyaratan, antara lain keterampilan mengajar (teaching skills), berpengetahuan (knowledgeable), memiliki sikap profesional (good professional attitude), memilih, menciptakan dan menggunakan media (utilizing learning media), memilih metode mengajar yang sesuai, memanfaatkan teknologi (utilizing technology), mengembangakan dynamic curriculum, dan bisa memberikan contoh dan teladan yang baik (good practices) (Hartoyo dan Baedhowi, 2005).
1)    Teaching Skills
Guru yang profesional dapat dilihat dari keterampilan mengajar (teaching skills) yang mereka miliki. keterampilan mengajar yang dimiliki guru dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain:
a.    Guru sebagai pembimbing dan fasilitator yang mampu menumbuhkan self learning pada diri siswa;
b.    Memiliki interaksi yang tinggi dengan seluruh siswa di kelas;
c.    Memberikan contoh, pekerjaan yang menantang (challenging work) dengan tujuan yang jelas (clear objectives);
d.    Mengembangkan pembelajaran berbasis kegiatan dan tujuan;
e.    melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka dan memiliki sense of ownership dan mandiri dalam pembelajaran;
f.     Mengembangkan pembelajaran individu;
g.    Melibatkan siswa dalam pembelajaran maupun penyelesaian tugas – tugas melalui enquiry – based learning, misalnya dengan memberikan pertanyaan yang baik dan analitis;
h.    Menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif dan kondusif;
i.      Memberikan motivasi dan kebanggaan yang tinggi;
j.    Pengelolaan waktu yang baik.


2)   Knowledgeable
Guru harus memiliki pengetahuan dan menguasai materi yang diampu secara memadai, karena pengetahuan merupakan faktor utama dalam membentuk profesionalisme seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh melalui: (1) academic – proses pendidikan formal, (2) practical session – pelatihan praktis, dan (3) life skills – kecakapan hidup yang diperoleh melalui berbagai cara dan kegiatan.
3)    Professional attitude
Sikap sangat berpengaruh terhadap profesionalisme sesorang guru. Sikap tersebut antara lain: (1) independence – mandiri dan tidak selalu tergantung pada orang lain, dan (2) continuous self-improvement.
4)    Learning equipment/media
Guru dituntut mampu memilih, menggunakan dan bahkan menciptakan media pembelajaran. Media sedapat mungkin disediakan secara memadai dan lengkap (sufficient and complete), baik media/alat peraga sederhana maupun modern. Tanpa perlengkapan dan media yang memadai, pembelajaran tak mampu memberikan hasil yang optimal.
5)    Technology
Guru diharapkan mampu memanfaatkan TIK, karena teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan memiliki peran sangat penting, karena dapat membuat pembelajaran lebih bervariasi dan hidup (teaching more colourfull), apalagi jika diintegrasikan dengan multimedia. 
6)    Curriculum
Guru harus menguasai dan mampu mengembangkan kurikulum yang responsive, yang mampu menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat, dynamic (berkembang sejalan dengan perkembangan jaman), dan flexible yang dapat diadaptasikan dalam berbagai situasi dan kondisi, serta sesuai dengan kebutuhan siswa (students needs) merupakan suatu kebutuhan. Kurikulum yang dinamis memiliki ciri: (1) disusun dengan baik (well – organised), (2) memiliki nilai tambah (addedd value), bukan hanya berisi materi yang harus dipelajari siswa, dan (3) terintegrasi (integrated) dan bukan terkotak – kotak. Dengan kurikulum yang demikian ini, guru akan lebih mudah dan terarah dalam mengembangkan dirinya menjadi guru yang profesional tanpa harus terbebani karena kurikulum yang kaku, kurang fleksibel, dan mengambang tidak jelas.
7)    Good examples/practices
Pendidikan akan efektif apabila dibarengi dengan contoh atau teladan yang baik pula. Pemberian teladan yang baik oleh guru menuntut guru untuk senantiasa melakukan yang terbaik dan bertindak secara professional. Contoh atau teladan yang baik dapat membangun karakter (character building) seperti kepemimpinan, sikap menghormati, membantu orang lain, menjadi pendengar yang baik, bersikap demokratis, dan lain – lain.
Memperhatikan fakta yang ada bahwa guru di tanah air belum semuanya memiliki  persyaratan akademik minimal sesuai dengan Undang – Undang No. 14 Tahun 2005,  apakah kebijakan dan upaya – upaya  kongret yang dilakukan oleh pemerintah?.
C.     Upaya peningkatan mutu guru
             Dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, pendidik merupakan pemegang peran yang amat sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan hasil optimal. Artinya, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan tergantung pada kondisi mutu guru. Beberapa upaya untuk meningkatkan mutu guru adalah sebagai berikut.
Tiga tahun yang lalu pemerintah memulai melaksanakan program sertifikasi guru. Program ini sebenarnya diawali dari sebuah hipotesa, bahwa guru yang professional dan berkualitas akan terwujud apabila kesejahteraannya mencukupi. Sebaliknya jangan harap seorang guru akan professional, jika kesejahteraannya tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari.
Lalu kemudian, ternyata hipotesa itu terjawab. Dari data statistik  menyebutkan bahwa para guru penerima tunjangan profesi yang cukup besar, ternyata belum menunjukkan kemajuan kualitas dalam proses mengajarnya. Mereka tidak berubah, mengajar biasa-biasa saja. Meskipun mereka sudah menerima tunjangan profesi sebagaimana yang diharapkan pemerintah untuk menjadi guru yang professional dengan berbagai kriteria yang sudah ditentukan dalam proses sertifikasi guru.
Jadi menurut penulis ada hipotesa baru, yaitu ‘besarnya penghasilan guru belum tentu menjadi penyebab berkembangnya kualitas guru dalam bekerja’.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Hingga saat ini sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan pelaksanaan sertifikasi dilakukan dalam bentuk portofolio sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007.
Sertifikasi guru dalam jabatan merupakan kebijakan pemerintah untuk memenuhi standar guru yang dipersyaratkan, yaitu memiliki kualitas akademik minimal S-1/D-IV yang relevan dan memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran (agent of learning) dan key person in the classroom (Davies dan Ellison, 1992). Sertifikasi guru merupakan upaya peningkatan mutu guru yang disertai peningkatan kesejahteraan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di tanah air secara berkesinambungan. Bentuk kesejahteraan guru adalah tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji dan diberikan apabila seorang guru telah memperoleh sertifikat pendidik.
Sertifikasi guru memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik kepada guru, dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas guru. Namun demikian, dalam pelaksanaan sertifikasi guru perlu adanya pengawasan. Jika tidak dikhawatirkan akan terjadi praktik – praktik yang tidak seharusnya dilakukan seperti KKN yang dilakukan antara institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan uji sertifikasi dengan para guru yang berkeinginan sekali untuk lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Oleh karena itu, baik pemerintah, masyarakat, dan organisasi profesi pendidik terutama PGRI serta organisasi sejenis harus saling bersinergi dan bekerja keras untuk mengawasi dan memantau pelaksanaan sertifikasi sehingga benar – benar dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan. Jika diperlukan, bisa dibentuk lembaga pemantau dan pengawas independen  pelaksanaan sertifikasi guru.
Hal tersebut sesuai dengan hasil Kajian Implementasi Sertifikasi Melalui Penilaian Portofolio dan PLPG (2008), yang menyatakan bahwa secara umum, kompetensi guru yang lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio tidak banyak mengalami peningkatan, dan bahkan ada kecenderungan menurun. Sebagian guru yang telah lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio seringkali tidak masuk dan mengajar dengan semaunya saja karena merasa sudah punya sertifikat dan telah mendapat tunjangan profesi. Sebaliknya, kompetensi guru yang lulus melalui PLPG pada umumnya meningkat, meskipun belum signifikan. Hal ini terjadi karena metode, pendekatan, dan karakteristik sertifikasi melalui penilaian portofolio dan PLPG sangat berbeda. Penilaian portofolio menekankan pada dokumen sedangkan PLPG menekankan pada proses pembelajaran. Di samping itu, kurangnya pemahaman pihak – pihak yang terlibat dalam penetapan kuota dan penetapan peserta sertifikasi guru pada tingkat Kabupaten/Kota tentang aturan yang digunakan sebagai dasar penetapan kuota dan peserta juga menjadikan permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan sertifikasi.


2)    Continuing Professional Development (CPD)
Upaya lain yang dilakukan dalam rangka peningkatan mutu dan profesionalisme guru  juga telah dilakukan oleh pemerintah. Peningkatan profesionalisme dilakukan melalui pendidikan, pelatihan – pelatihan singkat maupun berkesinambungan, dengan pembiayaan dari pemerintah, yang dikenal dengan Continuous Professional Development (CPD). Walau kenyataan bahwa tidak semua guru  mau diberikan pelatihan. Jika seperti itu maka sebagus apapun materi dan kemasan dalam pelatihan itu, biasanya guru tidak akan berhasil mengambil manfaat dari pelatihan itu. Beberapa upaya yang dilakukan dengan pendekatan CPD ini adalah dengan memberdayakan unsur-unsur sebagai berikut.
(1)      KKG (Kelompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
KKG merupakan kelompok atau forum musyawarah kerja guru di tingkat pendidikan dasar, sedangkan MGMP yaitu forum musyawarah kerja guru di tingkat pendidikan menengah, yang tercatat dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan.
Kelompok ini berdiri atau didirikan dengan tujuan untuk lebih mengaktifkan komunikasi antar guru, baik yang sebidang (dalam kelompok mata pelajaran) atau dalam suatu klaster tertentu, sehingga dalam proses selanjutnya akan menjadi grup-grup dinamis (dynamic groups) yang aktif untuk berkembang dengan berbagai kegiatan inovatif.
Kaitannya dengan kualifikasi dan sertifikasi guru maka KKG/MGMP dapat menjadi tempat para guru untuk saling membantu dalam meningkatkan kemampuannya guna mencapai kualifikasi standar guru yang disyaratkan (S1/D4) dan sertifikasi profesi sebagai guru. Dalam KKG/MGMP para guru dapat saling belajar dan saling memberikan semangat untuk maju bersama meningkatkan kualifikasi dan profesionalitasnya secara terus menerus.
(2)      KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala   Sekolah)
Kepala sekolah dapat beperan positif terhadap perkembangan para guru,  yaitu para kepala sekolah mampu
meningkatkan potensi guru-guru sekaligus memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk maju bagi para guru guna meningkatkan komitmen tanggung jawab tugasnya.
Para guru perlu mendapatkan dorongan kuat dari para kepala sekolah untuk berani keluar dari dunia rutinitas hariannya masuk kedalam dunia dinamis yang merupakan syarat dari sutau perkembangan profesionalisme para guru itu sendiri dalam rangka meningkatkan kompetensi untuk mendukung tugas luhurnya sebagai guru yang profesional.
Sebaliknya kepala sekolah dapat menjadi penghambat perkembangan para guru, jika para guru tidak mendapat dukungan untuk secara dinamis mengembangkan potensinya dengan berinteraksi dengan jaringan guru-guru dari satuan pendidikan lainnya dan lembaga-lembaga lainnya. Dengan interaksi keluar yang terarah maka para guru akan mendapatkan berbagai best practices dari jaringannya sehingga individualnya akan terbangkitkan untuk maju bersama rekan guru lainnya.
(3)      LPMP dan P4TK
Dalam upaya menumbuhkembangkan KKG dan MGMP, perlu mendapatkan pasokan informasi, material dan juga finansial secara sistematis sampai mereka menjadi grup-grup dinamis yang dapat mengembangkan dan membiayai kelompoknya sendiri. Lembaga yang dapat memberikan masukan diantaranya Lembaga Penjaminan Mutu Pendidik (LPMP) dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK). Fungsi LPMP dan P4TK terkait dengan pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan adalah antara lain:
a.    LPMP dan P4TK dapat berperan dalam mengembangkan profesionalisme guru melalui berbagai kegaiatan dengan bekerjasama dengan KKG/MGMP.
b.    LPMP dan P4TK dapat membuat jaringan kerja dinamis dengan seluruh KKG/MGMP di daerahnya masing-masing.
c.    Pembuatan jaringan dapat dimulai dengan pendataan profil dan pemetaan KKG/MGMP, membuat perencanaan pengembangan jaringan kerja yang menghubungakan antara KKG/MGMP dan LPMP dan P4TK. 
d.    Selanjutnya LPMP/P4TK dapat mendorong para vocal point  (wakil aktif) tiap-tiap KKG/MGMP untuk selalu saling berinteraksi melalui berbagai media baik Email, SMS, telepon, pertemuan langsung dll. Semakin intensif  interaksi antar mereka semakin cepat perkembangan KKG/MGMP dan juga perkembangan LPTK dan P4TK. 
e.    Kegiatan-kegiatan riil perlu dilakukan secara reguler baik diselenggarakan oleh LPMP/P4TK ataupun diselenggarakan oleh KKG/MGMP. 
Di samping itu, LPMP/P4TK juga mempunyai peran dalam pengembangan profesionalime guru berkelanjutan sebagai berikut.
a.     Pendataan dan mapping profil guru dan KKG/MGMP
b.    Pembuatan usulan program untuk pengaktifkan KKG/MGMP bersama KKG/MGMP yang ada.
c.     Sebagai penjaga kualitas (quality assurance) bagi profesionalitas guru
d.    Bersama KKG/MGMP memberkan rekomendasi pengembangan KKG/MGMP kepada PMPTK.
(4)      Perguruan Tinggi (PT/LPTK)
Lembaga Perguruan Tinggi baik LPTK maupun Perguruan Tinggi umum lainnya mempunyai peranan signifikan dalam peningkatan profesionalisme guru:
a.    Perguruan Tinggi dapat menyumbangkan andilnya dalam menjalin kerjasama dan akses networking dengan para guru atau KKG/MGMP.
b.    Perguruan Tinggi dapat menjadi acuan kemajuan dalam bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan para guru dalam mengaktualisasikan pengetahuannya.
c.    Perguruan Tinggi dapat melakukan kegiatan-kegiatan di satuan-satuan pendidikan guna ikut mengaktifkan guru-guru dan menjalin hubungan kerjasama pengembangan pedidikan. Dengan semakin banyak persinggungan antara para guru dalam KKG/MGMP maka semangat peningkatan kualifikasi guru akan semakin meningkat.
d.    Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Perguruan Tinggi dapat diarahkan guna ikut membina satuan-satuan pendidikan beserta tenaga gurunya, sehingga secara reguler mendapatkan suntikan motivasi, tenaga dan informasi dari mahasiswa dan dosen-dosen perguruan tinggi.
e.    Perguruan tinggi dapat melakukan networking ke satuan-satuan pendidikan dan KKG/MGMP atau sebaliknya guna saling memahami permasalahan yang ada dan selanjutnya mejalin kerjasama.
(5)          Assosiasi profesi
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru berkelanjutan, peranan assosiasi profesi guru yang ada sangat signifikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut.
a.    LPMP/P4TK dan KKG/MGMP dapat menjalin kerjasama dengan assosiasi guna lebih mengembangkan sayap kerjanya untuk meningkatkan mutu guru.
b.    Assosiasi dapat bekerjasama dalam menggerakkan dinamika guru dengan berbagai macam kegaiatan yang mengarah pada pemberdayaan individu dan kelompok guru. Bagi assosiasi hal ini sangat penting karena asosiasi akan semakin mendapat legitimasi luas sebagai organisisi yang benar-benar memperjuangkan kemajuan guru.
c.     Asosiasi dapat mengembangkan hubungan kerja LPMP/P4TK, KKG/MGMP dan guru secara networking, dimana  ”saling tergantung” diubah menjadi  ”saling mendukung”, dari ”saling berebut”  menjadi ”saling berbagi” dan dari ”saling berusaha merugikan” menjadi ”saling berusaha menguntungkan”, dari “saling menyembunyikan informasi” menjadi “saling sharing informasi”, dan sebagainya.
(6)   Upaya-Upaya Lain
(1)    Beasiswa
Beasiswa ini merupakan salah satu rangsangan bagi guru (pendidik), sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikan dan memperluas wawasan. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang - Undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 15, bahwa guru akan memperoleh hak maslahat tambahan. Dengan demikian, pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pasal tersebut.
(2)    Penghargaan
Penghargaan tersebut diperuntukkan kepada guru (pendidik) yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. Demikian juga guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Penghargaan kepada guru (pendidik) diberikan baik dalam dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain sesuai dengan UU. Nomor 15 tahun 2005 bagian keenam pasal 36 dan 37.
(3)    Peningkatan kesejahteraan
Menyikapi tuntutan profesionalisme guru yang sarat dengan tuntutan akademis dan non – akademis, membuat kita semakin prihatin apabila tuntutan tersebut tak dapat dipenuhi; dan apabila persyaratan sudah ‘dipenuhi’ apakah kesejahteraan mereka juga ‘terpenuhi’.
Menyikapi hal ini, pemerintah tidak tinggal diam. Upaya – upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru telah dan terus dilakukan sejalan dengan UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dalam Undang – Undang tersebut dinyatakan adanya tunjangan guru sebagai profesi yang merupakan angin segar bagi masyarakat guru, meskipun harus melalui uji sertifikasi terlebih dahulu. Secara praktis, undang – undang mendudukkan hak dan kewajiban secara seimbang.
Secara umum, ‘kesejahteraan’ yang diterima guru (PNS) sama seperti kesejahteraan yang diterima oleh PNS lain (meskipun tidak persis sama). Kenyataan menunjukkan bahwa kesejahteraan yang diterima oleh guru memang secara umum masih ‘belum dapat mencukupi’ guru. Tidak seperti di negara – negara maju yang kondisi ekonomi dan keuangannya sudah sangat mapan seperti Amerika, Inggris, dan Australia di mana kesejahteraan guru sudah tergolong memadai dan tidak berbeda dengan kesejahteraan yang diterima oleh orang  yang berprofesi selain guru. Bahkan di Australia, hampir semua guru (mulai dari TK sampai sekolah menengah) memiliki mobil dan rumah. Boleh dikatakan profesi guru di Jepang adalah profesi yang bergengsi. Penghormatan kepada guru pun cukup tinggi. Seorang guru muda akan memperoleh 156,500 yen per bulan, dengan kurs hari ini (setara dengan 156,500xRp75.295=Rp 11,783,667). Rata-rata guru di Jepang mulai bekerja pada usia 22-23 tahun, setamat Universitas. Hasil survey MEXT (Kementerian Pendidikan Jepang) menunjukkan bahwa rata-rata guru di Jepang berumur 42 tahun, dengan kata lain mereka telah bekerja selama 20 tahun. Selama 20 tahun bekerja seorang guru sekolah publik akan memperoleh gaji sebesar 362,900 yen atau setara dengan Rp 27,324,555 per bulan.
Selain medapatkan gaji bulanan, para guru juga memperoleh extra salary (adjusment allowance) sebesar 4% gaji bulanan, dan juga akan mendapatkan bonus 2 kali dalam setahun yaitu bulan Juni dan Desember sebesar 4.65% gaji bulanan. Memang tidak mudah untuk meningkatkan kesejahteraan guru karena perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan keuangan negara.
Masalah kesejahteraan guru sebenarnya bukan hanya masalah Indonesia saja; hampir sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami hal serupa. Learning Round-table on Advanced Teacher Professionalism  yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand, 13 – 14 Juni 2005 memunculkan beberapa isu terkait dengan Teachers’ motivation and Incentives antara lain sebagai berikut.
a.    Tuntutan agar guru lebih profesional perlu diimbangi dengan insentif yang memadai; apalah artinya guru berjuang sepenuh hati untuk menjadi profesioanl, apabila insentif yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, apalagi untuk penngembangan profesionalisme mereka. Oleh karena itu, perlu ada standar insentif sebagai penyeimbang tuntutan profesionalisme bagi guru. Dengan insentif yang memadai, guru akan dapat mencurahkan perhatiannya dan lebih termotivasi untuk menjadi guru yang profesional. Di samping itu, dengan insentif yang memadai, guru merasa aman secara ekonomi dalam hidupnya, sehingga dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap profesi mereka.
b.    Pemberian insentif sesuai dengan standar, perlu didasari oleh hasil evaluasi terhadap kapasitas, profesionalisme dan kinerja guru. Oleh karena itu diperlukan standar evaluasi guru yang dapat digunakan sebagai dasar pemberian reward and punishment. Salah satu negara yan telah menerapkan reward system adalah Brunei Darussalam. Hasil evaluasi guru, sangat menentukan dinaikkan atau tidaknya insentif mereka, dan besar atau kecilnya insentif yang mereka terima.
c.    Dari seluruh negara yang hadir dalam 2005 Learning Round – table on Advanced Teacher Professional Development, pemerintah yang memberikan insentif guru atau dosen paling rendah adalah Indonesia. Dengan demikian, pemerintah Indonesia perlu memikirkan upaya penyesuaian insentif bagi guru dan dosen, meskipun harus menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan keuangan negara.
d.    Perlunya collaborative research untuk memperoleh data aktual yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan pemberian incentives bagi guru, sekolah dan stakeholders pendidikan lainnya untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja masing – masing.

Menyikapi permasalahan peningkatan kesejahteraan guru, nampaknya pemerintah Indonesia sudah secara serius bertekat bulat untuk melaksanakannya, melalui sertifikasi guru. Namun yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius adalah implementasi sertifikasi yang cenderung menyisakan berbagai permasalahan yang harus segera dicarikan solusinya, sehingga sertifikasi sebagai salah satu upaya peningkatan kualifikasi dan profesionalisme guru dapat diberlakukan secara profesional, proporsional, dan adil. Namun demikian, yang terpenting adalah bagaimana kita guru secara individual memiliki kemauan untuk berubah. Dilihat dari faktor ‘KEMAUAN’ untuk maju, maka ada 3 jenis guru.
Pertama, ‘GURU ROBOT’, yaitu guru yang bekerja persis seperti robot. Mereka hanya masuk, mengajar, lalu pulang. Mereka yang peduli kepada beban materi yang harus disampaikan kepada siswa. Mereka tidak mempunyai kepedulian terhadap kesulitan siswa dalam menerima materi. Apalagi kepedulian terhadap masalah sesame guru dan sekolah pada umumnya. Mereka tidak peduli dan mirip robot yang selalu menjalankan peritnah berdasarkan apa saja yang sudah di programkan. Guru jenis ini banyak sekali menggunakan ungkapan seperti ini.
“Wah …itu bukan masalahku…itu masalah kamu. Jadi selesaikan sendiri ….” Atau
“Maaf aku tidak dapat membantu … sebab hal ini bukan tugas saya…”.
Kedua, ‘GURU MATERIALIS’, yaitu guru yang selalu melakukan hitung-hitungan, mirip dengan aktivitas bisnis jual beli atau yang lainnya. Parahnya yang dijadikan patokannya adalah ‘HAK’ yang mereka terima. Barulah ‘KEWAJIBAN’ mereka akan dilaksanakan sebesar tergantung dari HAK yang mereka terima. Guru ini pada awalnya merasa professional, namun akhirnya akan terjebak dalam ‘KESOMBONGAN’ dalam bekerja. Sehingga tidak terlihat ‘benefiditasnya’ dalam bekerja. Ungkapan-ungkapan yang banyak kita dengan dari guru jenis ini antara lain:
“Cuma digaji sekian saja … kok mengharapkan saya total dalam mengajar… jangan harap ya …”.
“Percuma mau kreatif, orang penghasilan yang diberikan kepada saya hanya cukup untuk biaya transport…”.
“Kalau mengharapkan saya bekerja baik, ya turuti dong permintaan gaji saya sebesar …..”.
Dan seterusnya …
Ketiga, ‘GURUNYA MANUSIA’, yaitu guru yang mempunyai keikhlasan dalam hal mengajar dan belajar. Guru yang mempunyai keyakinan bahwa target pekerjaannya adalah membuat para siswanya berhasil memahami materi-materi yang diajarkan. Guru yang ikhlas untuk introspeksi apabila ada siswanya yang tidak bisa memahami materi ajar. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar. Sebab mereka sadar, profesi guru adalah makhluk yang tidak boleh berhenti untuk belajar. Guru yang keinginannya kuat dan serius ketika mengikuti pelatihan dan mengembangan.
GURUNYA MANUSIA , juga manusia yang membutuhkan ‘penghasilan’ untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bedanya dengan GURU MATERIALIS, GURUNYA MANUSIA menempatkan penghasilan sebagai AKIBAT yang akan didapat dengan menjalankan kewajibannya. Yaitu Keikhlasan mengajar dan belajar.




BAB III
PENUTUP
Dalam situasi dan kondisi bangsa yang masih dilanda krisis multi dimensi yang berkepanjangan dan masih diselimuti ketidakpastian berbagai aspek kehidupan, exsistensi pendidikan merupakan penyejuk dan sekaligus pemberi harapan terhadap kecerahan masa depan bangsa. Melalui pendidikan inilah semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan dapat berevolusi sesuai dengan peran dan fungsi masing – masing secara sinergis menuju tercapainya tujuan nasional. Oleh karena itu, keberadaan dan kehadiran pendidik, sebagai key actor in thelerning process, yang profesional serta memiliki karakter kuat dan cerdas merupakan suatu kebutuhan.
Kita semua sepakat bahwa peningkatan kualitas guru melalui sertifikasi guru merupakan tantangan yang  harus diimbangi dengan kualitas mengajar, profesionalisme, dan kinerja yang lebih baik. Agar upaya ini dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya dukungan dan kerjasama sinergis antar berbagai pemangku kepentingan terkait, termasuk kepala sekolah sebagai motor penggerak di sekolah serta organisasi profesi guru Indonesia. Pada kesempatan yang sama pemerintah juga mengagendakan peningkatan kesejahteraan, antara lain melalui sertifikasi pendidik, sebagai wujud keseimbangan antara kewajiban dan hak yang berimplikasi terhadap peningkatan mutu dan kesejahteraan.
Pada kesempatan ini, kami  berharap agar lembaga – lembaga terkait dengan pendidikan, termasuk pendidik dan tenaga kependidikan, seperti Klub Guru dan organisasi sejenis dapat berperan lebih aktif dan maju di garis depan, dengan memberikan masukan, pemikiran, dan melakukan terobosan – terobosan baru yang dapat meningkatkan mutu dan mensejahterakan pendidik dan tenaga kependidikan, dan tidak selalu bergantung kepada pemerintah. Untuk mewujudkan ini semua, diperlukan kerjasama, komunikasi, koordinasi, political will dan good will dan sinergi seluruh komponen bangsa.




Daftar Pustaka

Baedhowi dan Hartoyo (2005). Laporan 2005 Learning Round-table on Advanced Teacher Professionalism. Bangkok, Thailand 13 – 14 uni 2005
Csikszentmihalyi, M dan McCormack, J. The Influence of Teachers. Dalam Kevin Ryan dan James M. Cooper (Eds). (2004) Kaleidoscope: readings in Education. New York: Houghton Miffin Company
Davies, B. dan Ellison, L. (1992) School Development Planning. Harlow: Longman Group U.K. Ltd.
Depdiknas. 2007. Pembangunan Pendidikan Nasional 2005 – 2007. Departemen Pendidikan Nasional
--------- (2008) Deklarasi E-9 Untuk Mutu dan Kesejahteraan Guru. Bali 10 – 12 Maret 2008
Harris, B.M. 1990. Improving Staff Performance Through In-Service Education. Massachusetts: Allyn and Bacon Inc.
http://www.jakartateachers.com/section/1117.html
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/10/05/brk,20041005-47,id.html
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0412/02/opi01.html
Peterson, C and Martin E.P. (2004) Character Strength and Virtues, Seligman, Oxford University Press.
Sara E. Thomas, S.E. (2006) Character Building from Inside Out. http://www.yale.edu/ynhti/curriculum/units/2006/6/06.06.07.x.html
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.
Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Professional Learning Experiences

UU. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Related Posts :

0 Response to "KUMPULAN MAKALAH PENDIDIKAN MENJADI GURU MASA DEPAN"

Posting Komentar

wdcfawqafwef

BACKLINK OTOMATIS GRATIS JURAGAN.