Latar Belakang
Tujuan yang diniatkan dalam setiap kegiatan
belajar-mengajar baik yang bersifat instruksional maupun tujuan pengiring akan
dapat dicapai secara optimal apabila
dapat diciptakan dan dipertahankan kondisi yang menguntungkan bagi pesertadidik. Dalam setiap proses pengajaran kondisi ini harus direncanakan dan
diusahakan oleh guru secara sengaja agar dapat dihindarkan kondisi yang
merugikan ( usaha pencegahan ), dan mengembalikan kepada kondisi yang optimal
apabila terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah laku peserta
didik di dalam kelas ( usaha kuratif ). Usaha guru dalam menciptakan kondisi
yang diharapkan efektif apabila diketahui secara tepat faktor-faktor mana sajakah yang dapat
menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar, mengenali masalah-masalah apa sajakah yang diperkirakan dan
biasanya timbul serta dapat merusak iklim belajar-mengajar, penguasaan berbagai
pendekatan dalam pengelolaan kelas serta kapan penggunaan pendekatan yang
tepat.
B.
Rumusan Masalah
2. Apa saja komponen
Keterampilan Pengelolaan Kelas ?
3.
Apa masalah dalam Pengelolaan Kelas ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengidentifikasikan
pendekatan dalam Pengelolaan Kelas.
2.
Mengidentifikasikan
komponen keterampilan Pengelolaan Kelas.
3.
Mengkaji masalah
Pengelolaan Kelas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas berdasarkan pendekatannya
diklasifikasikan menjadi :[1]
1. Pendekatan Otoriter ( Autority Approach ), pengelolaan kelas
adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku sisiwa dengan penerapan
disiplin secara ketat. Dalam pendekatan ini mengandung unsure kekuasaan dan
ancaman.
2. Pendekatan Permisif ( Permisive Approach ), pengelolaan kelas
adalah upaya yang dilakukan oleh guru dengan member kebebasan kepada siswa
untuk melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan yang mereka inginkan.
3. Pendekatan Resep, pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan
dengan member satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan tidak
boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah / situasi kelas.
4. Pendekatan Pengajaran, pengelolaan kelas adalah upaya
merencanakan dan mengimplemantasikan pelajan yang baik.
5. Pendekatan Perubahan Perubahan Tingkah Laku ( Behavior
Modifikation Approach ), pengelolaan kelas adalah upaya untuk mengembangkan dan
memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari sisiwa dan berusaha
semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki perilaku negative siswa.
6. Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial ( Sosio
Emosional Climate Approach ), pengelolaan kelas adalah upaya untuk
menciptakan suasana hubungan interpersonal yang baik dan sehat antara guru
dengan siswa dan siswa dengan siswa.
7. Pendekatan Proses Kelompok ( Group Proses Approach ),
pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
8. Pendekatan Pluralistik ( Electis Approach ) adalah pandangan
yang mencakup tiga pendekatan ( perubahan tingkah laku, iklim sosio
emosional, dan proses kelompok).
B.
Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
1.
Keterampilan yang
Berhubungan dengan Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal (
Bersifat Preventif ).[2]
Preventif adalah upaya secini mungkin yang dilakukan
oleh guru untuk mencegah terjadinya gangguan dalam pembelajaran. Keterampilan
dalam hal ini berhungan dengan kompetensi guru dalam mengambil inisiatif dan
mengendalikan pelajaran serta aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan :
a. Sikap tanggap, perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan
ketidakterlibatan siswa dalam tugas-tugas di kelas. Siswa merasa bahwa guru
hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat. Kesan ini ditunjukkan
dengan cara :
·
Memandang secara
seksama, bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan
rasa persahabatan.
·
Gerak mendekati kelompok
kecil atau individu secara wajar menandakan kesiagaan, minat, dan perhatian
guru terhadap tugas serta aktivitas siswa. Memberikan pernyataan dengan tanggapan, komentar, ataupun yang
lainnyakepada siswa. Namun tanpa menunjukkan dominasi guru, seperti
memberi komentar atau
pertanyaan yang mengandung ancaman.
·
Memberikan reaksi terhadap
gangguan dan ketkacuhan siswa dengan bentuk teguran pada saat dan suasana yang
yang tepat agar penyimpangan tingkah laku tidak meluas.
b. Memberi perhatian mampu menumbuhkan pengelolaan kelas yang
efektif pada beberapa kegiatan yang berlangsung pada waktu yang sama. Membagi
perhatian dapat dibedakan menjadi dua :
·
Visual, mengalihkan
pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontakpandang
terhadap kelompok siswa atau individu
·
Verbal, guru dapat
memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan dan sebagainya terhadap aktivitas seorang siswa sementara
ia memimpin kegiatan siswa lain.
c. Memusatkan perhatian kelompok terhadap tugas-tugas yang
dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
·
Memberi tanda untuk
menciptakan suasana tenang ketika akan memperkenalkan
objek, pertanyaan, atau topik.
·
Menuntut tanggung jawab sisiwa.
d. Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan singkat dalam
pelajaran.
e. Menegur tingkah laku siswa yang mengganggu kelas atau kelompok
kelas secara verbal dengan cara :
·
Tegas dab jelas tertuju
kepada siswa yang mengganggu serta perbuatan menyimpang.
·
Menghindari peringatan yang
kasar, menyakitkan atau penghinaan
·
Menghindari ocehan atau
ejekan, apalagi berkepanjangan.
f. Memberi penguatan dengan cara :
·
Menangkap sisiwa saat
melakukan perbuatan mengganggu dan menegurnya
·
Menjadikan siswa yang
bertingkah laku wajar sebagai contoh atau teladan bagi siswa yang mengganggu.
g. Kelancaran atau kemajuan siswa sebagai indicator bahwa siswa
dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran yang diberikan di kelas dan jangan
diganggu dengan sesuatu yang bisa membuyarkan konsentrasi anak didi. Ada
sejumlah kesalahan yang harus dihindari, yaitu :
·
Campur tangan yang
berlebihan ( Teacher Instruction )
·
Kelenyapan ( Fade Away )
·
Penyimpangan ( Digression )
·
Ketidaktepatan
berhenti dan memulai kegiatan
·
Kecepatan ( Pacing )
·
Bertele-tele ( Overdwelling
)
·
Mengulangi penjelasan yang
tidak perlu.
2. Keterampilan yang Berhubungan dengan Pengembangan Kondisi
Belajar yang Optimal ( Bersifat Refresif dan Perubahan Tingkah Laku ).
Refresif adalah kemampuan guru mencari atau menemukan
solusi yang tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam lingkungan
pembelajaran. Strategi untuk tindak perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang
terus-menerus menimbulkan gangguan dan tidak mau terlibat dalam tugas di kelas,
yaitu :
a. Perubahan tingkah laku dengan mengaplikasikan pemberian
penguatan secara sistematis yang didahului dengan menganalisis tingkah laku
siswa tersebut.
b. Pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara :
·
Memperlancar tugas-tugas
·
Memelihara kegiatan
kelompok.
c. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
3.
Ketrampilan Yang Berhubungan Dengan Kondisi Belajar
Optimal Setelah Mendapat Gangguan.
Ketrampilan ini berhubungan dengan
tanggapan guru terhadap gangguan anak didik yang berkelanjutan dengan maksud
guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan tindakan optimal.
Apabila terdapat anak didik yang
menimbulkan gangguan yang berulang-ulang walaupun guru telah mencoba memadamkan
dengan tanggapan yang relevan tetap saja terjadi kembali, guru dapat meminta bantuan
:
1. Kepala Sekolah
2. Konselor/BP
3. Waka kesiswaan untuk membantu
mengatasinya.
Bukanlah
kesalahan professional guru apabila tidak dapat menangani permasalahan anak
didik dalam kelas berkenaan dengan itu guru dapat menggunakan seperangkat
strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah anak didik yang terus
menerus menimbulkan gangguan dan yang tidak mau terlibat dalam kegiatan di
kelas.[3]
·
Strategi Yang Dapat Digunakan
1. Modifikasi Tingkah Laku
Guru
hendaklah menganalisis tingkah anak didik yang mengalami masalah dan berusaha
memodifikasi tingkahlaku tersebut. Dengan mengaplikasikan pemberian penguatan
secara sistematis.
Ø Dapat kerjasama dengan rekan kerja
mengatasi masalah
Ø Merinci dengan tepat tingka yang
menimbulkan masalah
Ø Memilih dengan teliti tingkah yang
diperbaiki dengan mudah untuk diubah, tingkah yang paling menjengkelkan yang
sering muncul.
Ø Tepat memilih pemberian penguatan yang
dapat digunakan untuk mempertahankan tingkah yang telah menjadi baik.
2. Pendekatan Pemecahan Masalah Kelompok
Ø Memperlancar tugas, mengadakan
terjadinya kerjasama yang baik dalam pelaksanaan tugas.
Memelihara
kegiatan-kegiatan kelompok, memelihara dan memulihkan semangat anak didik dan
menangani konflik yang timbul.
3. Menemukan dan memecahkan tingkahlaku
yang menimbulkan masalah.
Guru
dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkahlaku keliru yang
muncul, guru harus mengetahui sebab dasar yang mengakibatkan ketidak patuhan
tingkah tersebut. Serta berusaha mencari pemecahanya.
· Hal-hal
yang harus di hindari
1.
Campur Tangan Yang Berlebihan
Seperti guru menyela kegiatan yang
asik berlangsung dengan komen atau petunjuk mendadak, maka kegiatan siswa akan
terganggu atau terputus. Kesan guru tidak memperhatikan kebutuhan siswa, hanya
memuaskan dirinya saja.
2. Kelenyapan
Terjadi jika guru gagal secara
tepat melengkapi suatu intruksi penjelasan atau petunjuk, komentar. Kemudian
menghentikan penjelasan atau sajian tanpa alas an yang jelas dan membiarkan
pikiran anak mengawang-awang.
3. Ketidak
tepatan memulai dan mengahiri kegiatan
Terjadi jika guru memulai suatu
aktivitas tanpa mengakhiri aktivitas sebelumnya.
4. Penyimpangan
Terjadi jika dalam kegiatan PBM
guru terlalu asik dengan kegiatan tertentu seperti sibuk dengan tempat duduk
yang tidak rapi atau cerita sesuatu yang tidak ada hubungan dengan materi
terlalu jauh, sehingga kelancaran kegiatan di kelas terganggu.
5. Bertele-tele
Terjadi jika pembicaraan guru
bersifat :
1. Mengulang-ulangi hal-hal tertentu
2. Memperpanjang pelajaran atau penjelasan
3. Mengubah teguran menjadi ocehan yang
panjang
Hal ini merupakan hambatan kemajuan
pelajaran atau aktivitas kelas. Siswa pada umumnya mencatat sebagai hal yang
membosankan dan tidak mau terlibat dalam kegiatan di kelas.
Terampil dalam mengelola kelas dapat pula diterapkan guru
dengan menggunakan prinsip :
·
Kehangatan dan keantusiasan
guru
·
Tantangan pada penggunaan
kata-kata, tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa
untuk belajar
·
Bervariasi dalam penggunaan
alat atau media, gaya, dan interaksi
·
Keluesan tingkah laku guru
untuk mengubah strategi mengajarnya
·
Penekanan pada hal-hal yang
positif
·
Penanaman disiplin diri.[4]
C.
Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas
Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran
sejalan dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator kegagalan itu adalah
prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuia dengan standar atau batas ukuran
yang ditentukan. Karena itu pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang
sangat penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses
belajar-mengajar.
Keanekaragaman masalah perilaku siswa yang
menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas menurut Made Pidarta adalah :
1). Kurang kesatuan dengan adanya kelompok-kelompok dan pertentangan jenis
kelamin.
2). Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok.
3). Reaksi negative terhadap anggota kelompok.
4). Reaksi mentoleransi kekeliruan-kekeliruan.
5). Mudah mereaksi perilaku negative / terganggu.
6). Moral rendah, permusuhan, dan agresif.
7). Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu
yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari
bahwa masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali
menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian,
pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru
ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya. Masalah pengelolaan kelas
tersebut, yaitu :[5]
1. Masalah
Individual :
Penggolongan masalah individual ini didasarkan
atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian
suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk
merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki
dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat
jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang
lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan.
Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang
anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang
mengejar kekuasaan.
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan
dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima
biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang
lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada
anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan
kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku
destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang
malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.
·
Power
seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan
kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan
perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif
suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau
melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh
secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat
menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan
ketidakpatuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi
yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan
jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar,
menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun
terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan
merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik
(misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya
lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang
aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif
dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
·
Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya
merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu
rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya;
bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang
terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya
diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang
memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak
dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan
merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah individu
seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.[6]
a. Jika guru
merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu
merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari
perhatian.
b. Jika guru
merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa
yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
c. Jika guru
merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan
mungkin mengalami masalah menuntut balas.
d. Jika guru merasa
tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang
bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru
hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah
laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke
mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan
ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
2.
Masalah Kelompok :
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan
kelas:
a. Kurangnya kekompakan
Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan
adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik
antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda
termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas
yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh
adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan
merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa
tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu
membantu.
b. Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa
tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang
kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.
Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal
pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau
mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat
duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria
dan lain-lain.
c. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi
apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok
yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari
aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok.
Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu
untuk mengikuti kemauan kelompok.
d.
Penerimaan
kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku
yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung
anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada
umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan
(memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika
hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang
dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
e.
Kegiatan
anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan,
berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota)
lainnya saja.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu
mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu
mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau
bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok
itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena
mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai
oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila
kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu
dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus
menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah
atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena
gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau
keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan
secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
g. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila
kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau
perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan,
pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan
lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok)
sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan
yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling
sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru
pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
Siswa merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan pendidikan, perlu diupayakan adanya pembenahan
terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan optimalisasi prestasi belajar
siswa. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1988: 62) berpendapat
bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.
1.
Faktor internal, merupakan
faktor di dalam diri siswa yang meliputi faktor fisik misalnya kesehatan dan
faktor psikologis, misalnya motivasi, kemampuan awal, kesiapan, bakat, minat
dan lain-lain.
2.
Faktor eksternal, merupakan faktor yang ada di luar
diri siswa, misalnya keluarga, masyarakat,
sekolah dan lain-lain.
Menurut
Muhibbin Syah (2002: 144) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi tiga macam.
a.
Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa),
yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
b.
Faktor eksternal (faktor dari
luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa.
c.
Faktor pendekatan belajar,
yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.[7]
D.
Pengorganisasian Siswa di Kelas
Siswa
merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam pembelajaran di kelas. Untuk
itu, guru harus mengkondisikan atau mengorganisasi siswa agar siswa nyaman
dalam pembelajaran. Pengkondisian atau pengorganisasian siswa haruslah memperhatikan
situasi, kondisi dan karakteristik siswa. siswa dilatih untuk belajar mandiri.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, siswa dilatih untuk dapat menemukan
informasi dari sumber-sumber lain. Jadi pada kelas tinggi, menerapkan
pendekatan student centered, yakni pembelajaran
berpusat pada siswa.
E.
Memusatkan Perhatian Kepada Perilaku Positif
Murid
merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses
belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khusus nya berupa sekolah.
Murid
sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya
bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki
perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam
kegiatan kelas.
Kelas merupakan unit tersendiri yang pengelolaannya secara
maksimal harus dilakukan dengan mengikutsertakan murid. Pengelolaan kelas yang
berhasil akan menumbuhkan kebanggaan kelas sehingga meningkatkan rasa
solidaritas dan keinginan untuk ikut berpartisipasi di kalangan murid di kelas
tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengelolaan kelas berdasarkan pendekatannya diklasifikasikan menjadi :
Pendekatan Otoriter ( Autority Approach ), Pendekatan Permisif ( PermisiveApproach ), Pendekatan Resep, Pendekatan
Pengajaran, Pendekatan
Perubahan Perubahan Tingkah Laku ( Behavior Modifikation Approach ), Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan
Sosial ( Sosio Emosional Climate Approach ), Pendekatan Proses Kelompok (
Group Proses Approach ), Pendekatan Pluralistik ( Electis Approach ).
Komponen-Komponen
Keterampilan Pengelolaan Kelas antara lain; Keterampilan
yang Berhubungan dengan Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang
Optimal (Bersifat Preventif), Keterampilan yang Berhubungan dengan Pengembangan
Kondisi Belajar yang Optimal ( Bersifat Refresif dan Perubahan Tingkah Laku ), Ketrampilan Yang Berhubungan Dengan Kondisi
Belajar Optimal Setelah Mendapat
Gangguan.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan
atau individual dan yang bersifat kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Ekosiswoyo, Rasdi. & Maman
Ranchman. 2000. Manajemen kelas. Semarang: cv. Ikip semarang press
http://missmelind.blogspot.com/2011_03_01_archive.html.
diakses tanggal 18 November 2013
http://my.opera.com/karuniayenisusilowaty/blog/2012/09/26/makalah-manajemen-kelas-pengaturan-kondisi-dan-penciptaan-iklim-belajar-yang-men. diakses tanggal 18 November 2013
Kosasi, Raflis.
2005. Efektifitas Pengelolaan Kelas.
Jakarta: Viva Pakarindo.
Missmelind, 2011. Pengaturan
kondisi dan penciptaan klim belajar yang menunjang.
0 Response to "KUMPULAN MAKALAH PENDIDIKAN MENGENAL KONDISI SISWA DIKELAS"
Posting Komentar