Assalamualaikum wr.wb..........selamat malam rekan-rekan guru dimanapun berada......
Moratorium pegawai negeri
sipil (PNS) telah membuat berbagai kalangan pusing. Termasuk dunia
pendidikan. Dinas Pendidikan Samarinda termasuk yang sedang berupaya
menambah jumlah tenaga pendidik, untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Upaya tersebut, setidaknya membalas hasil tak begitu gemilang pada ujian
nasional yang lalu untuk tingkat SD, SMP, dan SMA
HAILujian sekolah SD, Samarinda hanya duduk di peringkat lima. Hasil ujian nasional SMP kalah dari Kutai Timur, Samarinda bercokol di peringkat 7. Sementara itu, kategori SMA, sebenarnya ada wakil dari SMA 10 yang mampu menembus peringkat 11 peraih UN tertinggi di Indonesia. Namun, secara pengelolaan SMA 10 di bawah Dinas Pendidikan Kaltim. Padahal, dalam poster Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang yang kembali mencalonkan diri kembali sebagai orang nomor satu di Kota Tepian menyebut, pendidikan adalah penentu masa depan. Sepertinya, tekad sang wali kota berbanding terbalik dengan hasil akhir di dunia pendidikan Samarinda.
Peningkatan kebutuhan guru dipastikan tak akan dipenuhi, setelah pemerintah memastikan tidak ada tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun ini. Padahal, tak sedikit sekolah yang mengeluh kekurangan guru PNS (pegawai negeri sipil). Terlalu banyak guru honorer, tentu membebani sekolah negeri yang tak lagi boleh memungut bayaran. Belum lagi, dengan jumlah gaji guru honorer yang jauh berbeda dengan guru PNS.
“Memang katanya pemerintah begitu. Tapi, kami masih berharap lobi PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) bisa berhasil. Semoga moratorium ini tidak berlaku untuk tenaga pendidik,” terang Kepala Dinas Pendidikan Samarinda Asli Nuryadin.
Salah satu alasan moratorium tak berlaku bagi tenaga pendidik adalah Samarinda masih kekurangan tenaga pendidik. Berdasar data dari Dinas Pendidikan Samarinda, ada 6.544 guru PNS untuk 263 sekolah negeri di Samarinda. Dalam hitungan kasar, berarti satu sekolah seharusnya memiliki minimal 24 guru PNS. Jika dilihat, 24 guru PNS tampak banyak untuk jenjang sekolah menengah, yang memiliki tiga tingkatan kelas.
Namun, berbeda dengan sekolah dasar dengan enam tingkatan kelas dan harus dibagi lagi dengan jumlah rombongan belajar per tingkatan yang bisa mencapai 3, 4, 5, atau 6 kelas. Tetapi, tak lantas persoalan kekurangan guru dialami sekolah dasar, sekolah menengah pun mengeluh kekurangan “oemar bakrie”.
“Saya menyadari, pemerataan guru PNS di Samarinda masih kurang. Padahal, kunci pendidikan ini adalah guru. Maka dari itu, saya bersama tim tengah mencari formula yang pas mengatasi hal ini. Usai Lebaran, kami mulai gerak,” terang laki-laki asal Long Iram itu.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Samarinda pun menolak keras wacana pemerintah tidak mengangkat guru kategori dua (K-2) menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) selama belum mengantongi pendidikan minimal strata satu. Melalui ketuanya, Harimurti, hal tersebut dinilai hanya akan mengurung pertumbuhan jumlah angka guru produktif di Kota Tepian.
Asli meyakinkan, jika dia benar-benar serius dengan pemerataan guru di Samarinda. Dia mengimbau, guru-guru PNS yang semula berada di sekolah favorit atau di tengah kota yang kemudian dipindahkan ke sekolah pinggiran, tidak merasa dihukum. “Secara logika, berarti guru ini bagus. Dia pasti mampu memajukan sekolah di pinggiran yang tidak favorit. Dengan begitu, kualitas pendidikan kita merata. Tidak ada lagi kisah sekolah menolak begitu banyak pendaftar, namun ada sekolah kekurangan murid.
Persoalan jumlah guru PNS di satu sekolah memang kerap dilontarkan. Sekolah negeri yang kekurangan guru biasanya adalah sekolah baru dan terletak di kawasan pinggiran. Seperti SMA 17 Samarinda yang terletak di Jalan Pattimura, Samarinda Seberang. Sekolah yang resmi berdiri sejak 2009 tersebut hanya memiliki 6 guru PNS dari 14 tenaga pengajar. Hal tersebut dilontarkan kepala SMA 17 dalam kesempatan beberapa waktu lalu. “Itu sudah termasuk saya kepala sekolahnya. Pengorbanan guru-guru di sekolah yang baru dibuka itu rata-rata luar biasa,” ujar Wahyudi.
Bagi Harimurti, mestinya ada kebijakan khusus dari pemerintah agar hak mendapatkan pasokan guru, dan peningkatan status guru honorer menjadi PNS bisa terpenuhi. Apalagi di Samarinda jumlah guru honorer termasuk banyak.
Tingkatan pendidikan anak usia dini (PAUD) saja terdapat hampir dua ribu guru masih berstatus honorer. Jumlah tersebut bahkan belum termasuk yang mengajar di tingkat menengah pertama, atas, ataupun kejuruan. “Sedangkan jumlah tersebut masih kurang. Keberadaan mereka sangat penting terutama untuk yang mengenyam pendidikan dasar seperti di PAUD,” terangnya.
Fakta di lapangan, pertumbuhan jumlah sekolah di berbagai tingkatan masih belum sesuai dengan angka guru yang menopangnya. “Samarinda masih perlu tambahan guru produktif untuk bisa memberi pendidikan berkualitas,” ucapnya.
Soal larangan mengangkat guru K-2 tak berijazah menjadi CPNS disebutnya langkah yang kurang tepat jika diterapkan di daerah berkembang di Kaltim, khususnya Samarinda. “Mungkin di daerah Jawa hal tersebut bisa dilaksanakan. Tetapi, bagaimana dengan mereka yang berada di daerah berkembang? Di Kaltim masih banyak daerah seperti itu. Penerapan peraturan demikian tidak lepas dari generalisasi yang berasal dari cakupan sempit yang didapat pemerintah,” ucapnya.
(Sumber: http://www.kaltimpost.co.id)
Demikian berita dari saya,semoga bermanfaat untuk anda atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih......
0 Response to "MORATORIUM PNS TUTUP PELUANG GURU HONORER"
Posting Komentar