BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jawa
adalah bagian dari kepulauan NKRI yang paling padat penduduknya. Pulau Jawa itu
sendiri terbagi menjadi provinsi Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain padat penduduknya, Jawa juga kaya akan
khasanah budaya, karena dari masing-masing provinsi tersebut memiliki budaya,
tradisi, dan latar belakang yang berbeda-beda.
Dewasa ini kelangsungan budaya di pulau Jawa semakin terancam keberadannya,
terlebih lagi dengan adanya modernisasi, globalisasi, dan kemajuan teknologi
maka mengakibatkan semakin mudah pula merasuknya budaya asing yang sangat
berpeluang merusak budaya tersebut.
Kini
semakin terlihat dengan jelas bahwa tidak dapat dipungkiri budaya kita kini
semakin tersingkir. Pemuda lebih condong kepada budaya Barat dan semakin
jarang masyarakat yang peduli dengan
budaya leluhur mereka.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang dan permasalahan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dicari
jawab atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut
(1) Apakah budaya Jawa itu?
(2)
Bagaimanakah eksistensinya sekarang ini?
(3)
Apakah yang menyebabkan terancamnya eksistensi budaya Jawa?
(4)
Langkah apa sajakah yang harus kita lakukan untuk tetap menjaga eksistensi
budaya Jawa?
C.
Tujuan
Penulisan makalah
ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
masyarakat tentang budaya dan untuk membangkitkan semangat mereka untuk
mencintai budayanya.
D.
Luaran yang Diharapkan
Makalah ini disusun
supaya masyarakat lebih faham akan budaya Jawa “Tengah” yang menjadi budaya
leluhur mereka, selain itu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap budaya
mereka adalah tujuan yang paling utama. Dengan adanya kesadaran dari
masing-masing pribadi masyarakat akan dapat sangat membantu tetap bertahannya
budaya kita, karena kesadaran akan menggerakkan hati mereka untuk mencintai
budaya mereka. Dengan demikian, hal tersebut akan mendorong mereka untuk selalu
berusaha menjaga keberadaannya, sehingga
eksistensi budaya ini akan terus tetap terjaga.
E.
Tinjauan Pustaka
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya
didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan pengalamannya dan
menjadi landasan bagi tingkah lakunya.
Sebuah
kebudayaan adalah milik bersama anggota masyarakat atau suatu golongan sosial,
yang penyebaran dan pewarisan kepada anggota-anggotanya yakni kepada generasi berikutnya dilakukan
melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam
bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang
dibuat oleh mereka).
Kejawen
adalah peradaban yang terbentuk di Jawa merupakan aturan moral yang terapi
unsur-unsur religius. Bagi masyarakat Jawa, mitos adalah sebuah sistem ide yang
digunakan sebagai “cara untuk menjelaskan dunia”.
Digelar
dua buah kongres untuk mengembalikan kejayan budaya Jawa. Kongres yang pertama,
kongres sastra Jawa (KSJ) diadakan di Solo (6-7 Juli 2009) . Kongres kedua ,
Kongres Bahasa Jawa (KBJ) digelar di jantung peradaban Jawa, Yogyakarta (15-21 Juli 2009).
F.
Metode Pendekatan
Untuk
mencari penyelesaian dari rumusan masalah yang telah ada, maka kami melakukan
pengamatan terhadap problematika yang terjadi di masyarakat melalui fenomena-fenomena
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan dari internet. Dan
untuk memberikan keluaran maka kami mencari solusi yang tepat untuk mengatasi
masalah yang ada.
G. Budaya Jawa dan Eksistensinya
1. Asal-Usul
Budaya Jawa
“Dalam
catatan Yunani, yang ditulis Claucius Ptolomeus (tahun 165 M) istilah labadiou (jawadwipa) digunakan untuk
menyebut pulau Jawa, yang mana kurang lebih artinya adalah sebuah pulau yang
jauh terletak di tenggara yang kaya akan beras .
Njowo digunakan sebagai sebuah ungkapan untuk mendefinisikan tingkah laku
seseorang, atau dengan kata lain njowo
itu adalah mengerti; paham; beretika sesuai dengan (budaya) Jawa .
Peradaban
tertua di Indonesia yang tercatat dalam perjalan pelancong-pelancong (dari Cina
maupun pedagang India ) masa lalu adalah Sakanagara (abad 1 M) sendiri terletak
di pesisir barat Pulau Jawa, di sekitar daerah Pandeglang. Dari komunitas ini
kemudian lahirlah Taramarajuk (abad 4 M). Sedangkan di bagian tengah Pulau
Jawa, peradaban tertua di awali dengan kerajaan Kalingga (abad 6 M). Kemudian
untuk Pulau Jawa bagian timur , peradaban pertama yang dicatat adalah kerajaan
Kanjuruhan dengan ditemukannya prasasti Dinoyo (tahun 760) yang ditulis dengan
huruf Jawa Kuno (Kawi). Kemudian dilanjutkan dengan kerajaan yang didirikan
oleh Mpu Sendok, raja terakhir dari Wangsa Sanjaya yang berkuasa di Mataram
pada abad 9 M, yang memindahkan ibukota kerajaan lebih ke timur di tepi Sungai
Brantas. Diduga karena bencana alam meletusnya gunung Merapi.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan “peradaban
tertua yang pernah tercatat di Pulau Jawa dimulai dari barat ke timur”. Juga
terdapat bentuk sinkritisme yang paling pas dan harmonis antara ajaran teologi
Islam-Hindu-Buddha-dan Jawa”.
2. Macam
–Macam Kesenian dalam Budaya Jawa
Budaya
yang terdapat di pulau Jawa sangatlah beragam, namun di sini kita akan membahas
tentang budaya Jawa Tengah yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan budaya Jawa. Jawa tengah
adalah salah satu provinsi di pulau Jawa yang memiliki budaya daerah yang
sangat beragam.
Jawa Tengah yang
merupakan salah satu dari sepuluh daerah tujuan wisata di Indonesia dapat
dengan mudah dijangkau dari segala penjuru
baik darat, laut, maupun udara. Provinsi ini juga telah melewati sejarah
yang panjang dari jaman purba hingga sekarang.
Di
Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal
ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
3. Seni Arsitektur Bangunan Jawa Tengah
Pembagunan
Jawa Tengah pada umumnya bangunan induk serta bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks
perumahan yang dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, seni bangunan dari jaman
Sanjayawangsa dan Syailendrawangsa. Jawa Tengah juga dikenal dengan sebutan “
The Island of Temples “ karena memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi.
Pendopo
Agung yang berbentuk “Joglo Trajumas”, atapnya yang luas ditopang 4 Soko Guru (tiang pokok), 12 Soko Goco, dan
20 Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan “momot”, artinya
berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu.
Pendopo Agung dihubungkan dengan ruang “pringgitan”, yang aslinya sebagai
tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur
limas. Bangunan lain adalah bentuk rumah adat “ Joglo Tajuk Mangkurat”, “Joglo
Pangrawit”, dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
4. Tarian Daerah
Jawa Tengah
Tari
Jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain sebagai
hiburan, beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu
disajikan dalam pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud
seni tari yang adiluhung , sakral , dan religius.Tari Jawa tersebut banyak
jenisnya. Tarian tersebut di antaranya
sebagai berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang, (3) wireng,
(4)prawirayudha, (5) dan (6) tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut
tari Langendriyan , yang mengambil kisah Damarwulan .
Tari
yang terkenal di Kraton Solo di
antaranya adalah Srimpi dan Bedaya Ketawang. Menurut kitab Wredhapradhangga
yang dianggap sebagai pencipta dari tari Bedaya Ketawang adalah Sultan Agung (1613-1645)
yakni yang menjabat sebagai raja pertama kerajaan Mataram. Tari ini tidak hanya
ditampilkan saat pelantikan raja namun juga ditampilkan setahun sekali ketika
hari-hari besar dan upacara kraton.
Rangakaian tari Bedaya Ketawang dan nama penarinya dengan urutan sebagai
berikut: Batak, Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit ngarep, Apit mburi, Gulu,
Dhada, dan Boncit.
Sementara
Kraton Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan tarian, yaitu tari Srimpi. Tarian
ini menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di antaranya:
Srimpi Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo,
Dempel, Gambir Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain itu juga
terdapat tarian Jawa modern yang
biasanya disajikan saat hajatan, di antaranya : (1) tari Gambyong, (2) tari
Merak, (3) tari Golek, (4) tari Gambiranom, (5) tari Minak Jingggo, (6) tari
Karonsih, (7) tari Gatotkaca Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga merupakan
salah satu tarian Jawa yang biasa ditampilkan dalam hajatan.
5. Seni Peran Ketoprak
Ketoprak
adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana kesenian ini
diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan karakter dari
tokoh-tokoh dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering
diangkat dalam ketoprak adalah Ramayana
dan Mahabarata, yang kesemuanya bercerita tentang kebaikan akan selalu menang
melawan keangkaramurkaan.
Karena itulah
sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki sikap “andap asor”, lemah-lembut,
ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
6. Wayang
Wayang
adalah salah satu tradisi bercerita di Jawa Tengah yang masih berlanjut hingga
saat ini yang paling berkembang dan terkenal hingga ke penjuru dunia.Wayang
merupakan salah satu kesenian Jawa yang hingga sekarang ini masih eksis.
Kesenian wayang sering disajikan dalam
hajatan. Wayang tidak jauh berbeda dengan ketoprak. Jika ketoprak diperankan
oleh manusia, sementara tokoh-tokoh cerita dalam wayang diperankan dengan
properti yang disebut wayang itu sendiri yakni sejenis miniatur dengan bentuk
sosok manusia yang digambarkan sesuai dengan sifatnya dan berbahan dari kulit .
Wayang dijalankan oleh seorang dhalang.
Beberapa
alat yang digunakan dalam pewayangan di antaranya adalah: “kelir” (background
dalam bentuk layar yang berupa kain
berwarna putih), “blencong” (sejenis lampu yng digunakan untuk menambah kesan
untuk menguatkan suasana dari jalan ceritanya), “debog” (batang pisang yang
digunakan sebagai tempat untuk menancapkan wayang-wayang yang hendak dimainkan),
“cempala” dan “kepyak” (sejenis alat untuk menciptakan suara pengiring saat
wayang dijalankan).
7.
Lagu Daerah Jawa Tengah
Budaya
Intelektual di tanah Jawa pada masa lalu ternyata sudah dapat dikatakan tinggi,
hal ini terbukti banyak karya-karya sastra yang ditulis, meskipun berbentuk
tembang (sastra sekar) macapat yang juga ternyata memiliki aturan-aturan baku ,
yang kalau kita pelajari akan tampak nilai-nilai intelektualitas yang tinggi.
Ciri
lain yang menonjol dari karya-karya itu adalah nilai mistiknya, sehingga
membaca karya mereka seakan kita hanya akan mengungkap khasanah mitos yang
tidak rasional. Padahal jika diperhatikan secara seksama banyak dari karya
mereka yang mengandung informasi yang meyakinkan.
Jawa
Tengah memiliki lagu daerah, yang dibagi atas : (1) tembang dolanan(Ilir-Ilir,
Cublak-Cublak Suweng, Gundhul Pacul, dan lain-lain), (2) tembang macapat
(Maskumambang, Pocung, Gambuh, Megatruh, Mijil, Kinanthi, Durma, Pangkur,
Asmaradana, Sinom, dan Dhandanggula), dan (3) gendhing Jawa kreasi (modern).
8.
Kesenian Musik Jawa Tengah
Musik
Jawa yang disebut gamelan sering digunakan untuk mengiringi gendhing-gendhing dan
tari , terdiri atas gender,demung, bonang, bonang penerus, gambang, gong,
kempul, kethuk, kenong, saron, peking, siter, rebab, suling, dan kendhang. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang menuntun suara adalah rebab sementara
yang menuntun “sampak” (Tempo) adalah kendhang.
Gamelan
Jawa itu adalah salah satu corak gamelan
yang eksis di Jawa Tengah dan Yoyakarta dan sebagian Jawa Timur. Musik
gamelan Jawa berbeda dengan gamelan dari daerah lainnya. Jika gamelan Jawa pada
umumnya mempunyai nada lembut dan menggunakan tempo lebih lambat, berbeda
dengan gamelan Bali yang mempunyai tempo lebih cepat dan gamelan Sundha yang
mana musiknya mendayu-dayu serta didominasi dengan suara seruling.
Gamelan
Jawa juga mempunyai aturan-aturan yang sudah baku di antaranya terdiri atas beberapa “puteran dan pathet” (tinggi
rendahnya nada). Juga ada aturan “sampak” (tempo) dan “gongan” (melodi) yang
kesemuanya terdiri atas empat nada. Sementara yang memainkan gamelan disebut
“Panayagan” atau “nayaga” dan yang menyanyi disebut “pesinden” (wiraswara atau
swarawati).
9. Bahasa
Daerah Jawa Tengah
Kebudayaan
Jawa yang paling melekat dalam pribadi setiap masyarakatnya adalah bahasa Jawa.
Setiap hari di mana saja dan kapan saja mereka selalu menerapkannya. Dari anak
kecil hingga orang dewasa dapat menggunakannya dengan fasih, meskipun hanya
sebagian kecil dari mereka yang benar-benar menguasai bahasa Jawa tersebut,
karena bahasa jawa memiliki tingkatan-tingkatan dalam penggunaanya. Tingkatan-tingkatan
tersebut menyebabkan tidak semua dari mereka dapat menguasai dengan baik.
Bahasa Jawa terdiri atas bahasa krama inggil, krama alus , krama lugu, krama
madya, dan ngoko.
Krama
inggil biasanya digunakan sebagai bahasa para MC hajatan, krama alus digunakan saat berbicara dengan orang yang
dihormati, sedangkan ngoko digunakan dalam perbincangan antara orang-orang
dekat atau biasa digunakan oleh para orang tua untuk berbicara dengan anak-anak
mereka, atau oleh orang dewasa kepada
orang-orang usia di bawah mereka dan dialog antara teman sebaya. Keanekaragaman
ini menambah kekayaan budaya Jawa, namun hal ini juga justru menjadikan
masyarakatnya enggan untuk menerapkannya.
10. Eksistensi
Budaya Jawa
Di
balik kekayaan dan keagungan budaya Jawa, kelangsungan budaya Jawa kini semakin
terancam punah. Semakin sedikit pula masyarakatnya yang sadar akan kebudayaan
itu sendiri. Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan baik budayanya tersebut, hal ini mengakibatkan
semakin rendahnya kesadaran mereka akan budaya serta keinginan untuk menjaganya
juga semakin rendah.
Hal
ini terbukti, karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu
akan budayanya sendiri, lebih senang dengan budaya asing yang dianggap
“keren”.Banyak dari kalangan masyarakat yang lebih suka mengenakan produk
asing, mengembangkan pemikiran asing yang dianggap modern, dan hal ini juga melanda
pada bahasa yang mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan yang terjadi
sekarang ini adalah, banyak dari pemuda daerah yang lupa akan budaya mereka.
Banyak dari remaja yang tidak lagi menguasai bahasa Jawa dengan baik.
Semakin
lama Budaya Jawa semakin tergerus oleh jaman , terlihat dari sebuah fakta bahkan
atau mungkin kita mengalami sendiri saat guru mengajari tembang Jawa justru
ditertawakan oleh murid-muridnya.Sebagian orang menganggap menguasai budaya
bukanlah hal yang penting, mereka menganggap ini adalah hal yang usang dan kuno
, dan menghambat kemajuan.
11.
Yang Menyebabkan Lunturnya Budaya Jawa
Globalisasi
berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di samping membawa
kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen masyarakat, globalisasi juga
memberikan dampak buruk pada budaya. Eksistensi budaya menjadi terancam, karena
masyarakat yang merasakan kemajuan jaman selalu beranggapan bahwa budaya daerah
tidaklah penting karena yang ada dalam otak mereka adalah bagaimana caranya
dapat terus mengikuti kemajuan iptek yang terjadi.
Ironinya
bukan hanya sekedar memberi dampak buruk terhadap sikap masyarakat, namun juga
merasuk ke dalam jiwa mereka kemudian tertanam kukuh dan kemudian menguasai mereka.
Sehingga mengalahkan kesadaran mereka dalam berbudaya.
Salah
satu penyebab utama yang lainnya adalah karena pemerintah tidak lagi memasukkan
pendidikan bahasa Jawa ke dalam kurikulum pendidikan 1975. Barulah sepuluh
tahun kemudian terasa mengapa pemuda tidak dapat menguasai budaya Jawa dan tata
krama Jawa.Namun, di sisi lain tidak sedikit warga negara asing yang kagum akan
budaya Jawa dan sangat antosias serta berlomba-lomba untuk bisa dan belajar
budaya Jawa.
Memang
sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Namun hal tersebut tidak boleh
dibiarkan begitu saja. Rasa bangga tidak cukup hanya diucapakan di bibir saja,
namun harus dibuktikan dengan tindakan nyata, yaitu kita wajib menjaga dan
melestarikan budaya kita.
Rupanya
karena eksistensi budaya Jawa yang semakin menhawatirkan keadannya ini, digelar
dua buah kongres untuk mengembalikan kejayannya. Kongres yang pertama, kongres
sastra Jawa (KSJ) diadakan di Solo (6-7 Juli 2009) .
Meskipun belum dapat
menghasilkan hasil-hasil yang lebik kongkrit, delapan puluh sastrawan Jawa yang
hadir nampak cukup puas. Kongres kedua , Kongres Bahasa Jawa (KBJ) digelar di
jantung peradaban Jawa, Yogyakarta
(15-21 Juli 2009).
Budaya
adalah sebuah identitas yang akan membuat kita bertahan. Bertahan bukan dengan
melawan tetapi dengan menerima. Menerima beragam berbedaan yang akan selalu
hadir dalam perputaran jaman. Dan masih ada harapan , karena masih banyak
anak-anak yang belajar tentang budaya mereka.Dan mereka akan belajar banyak
melalui kisah-kisah heroic yang akan mempengaruhi keputusan mereka kelak.
Banyak
cara yang dapat kita tempuh.Memang tidak sedikit dana yang dibutuhkan dalam hal
ini, tetapi jika harus dibayar mahal dengan musnahnya sebuah budaya itu
tidaklah akan sepadan.
Dengan
mendirikan sanggar-sanggar akan sangat membantu dalam menjaga kelangsun gan
budaya ini. Menumbuhkan minat masyarakat adalah langkah awal yang harus kita
kerjakan. Selanjutnya akan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, yakni turut
ambil bagian di dalamnya.
Bagi
yang memiliki kemampuan lebih dapat menyumbangkan tenaganya sebagai pelatih
dalam sanggar tari misalnya. Sebagai guru vokal, kita juga dapat melestarikan
budaya dengan cara mengajarkan tembang-tembang Jawa dalam kelas.
Di
dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melestarikan budaya ini dengan cara
menerapkan bahasa Jawa dengan baik dan benar.Di dalam lingkungan sekolah dengan
cara menyisipkan mata pelajaran Bahasa Jawa adalah sebuah langkah yang tepat.
Karena mau tidak mau seorang siswa akan dituntut untuk belajar budaya Jawa ini.
Kita
jangan mau kalah dengan orang-orang asing yang antosias mempelajari budaya
kita, karena kalau kita sampai terlena maka hal ini justru akan menjadi
bumerang bagi kita semua. Sebuah fakta Reog Ponorogo kebudayaan asli Jawa Timur
dihak patenkan oleh Malaysia, dan masih banyak hal-hal kecil lainnya yang
seharusnya ini menjadi suatu kebanggaan bagi kita.
Dulu
kita harus kehilangan yaitu tempe yang diakui oleh Jepang, Reog oleh Malaysia,
dan masih banyak identitas kita yang terampas.
Ini adalah suatu hinaan dan pukulan keras bagi kita. Oleh karena itu
kita harus menjaga jangan sampai hal ini terulang lagi untuk kedua kalinya.
Ada
peribahasa “ Tak ada gading yang tak
retak “, ini adalah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan keadaan budaya
kita sekarang ini. Namun jika dirawat gading yang retakpun dapat dipakai
sebagai hiasan, Begitu pula dengan budaya, jika kita penuh kesadaran dan keikhlasan
menjaga kelangsungannya maka budaya ini akan tetap terjaga kelestariannya,
keindahan, serta kekhasanahannya sehingga
dapat kita nikmati hingga akhir nanti.
Jadikan
budaya ini untuk terus dan tetap eksis, sehingga generasi penerus kita akan
tetap dapat menikmati budaya yang elok, agung, dan mempesona ini. Kita harus
bangga memiliki budaya ini, karena
budaya tidak hanya tersohor hingga ke penjuru dunia, tetapi juga merupakan aset
yang begitu luar biasa.
Setiap
kebudayaan tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tidak akan bertahan.
Sebaliknya kekuasaan politik membutuhkan identas. Dengan memanfaatkan
kebudayaan tertentu , sebuah rezim kekuasaan memiliki identitas . Di sini kebudayaan
menjadi alat kekuasaan.Sehingga campur tangan dari pemerintah sangat dibutuhkan
dalam hal ini.
H. Kesimpulan
Dengan
mengetahui dan memahami budayanya, maka masyarakat akan tergerak hatinya untuk
mencintai dan menjaga budaya mereka. Jika rasa memiliki telah tumbuh, maka
mereka tidak akan pernah mau kehilangan budayanya. Sehingga mereka akan
berusaha dengan keras untuk menjaga budayanya tersebut dari segala hal yang
mengancam keberadaan budaya tersebut dan mereka akan selalu berusaha untuk
melestarikannya.
Kita
harus berupaya keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini, sehingga kita semua dapat
terus menjaga kelestariannya. Dengan demikian generasi penerus kita masih dapat
menikmati budaya yang elok ini.
Sehingga
kekhasanahan budaya bangsa ini juga akan tetap terjaga hingga akhir nanti.
Karena menjaga budaya daerah sama halnya dengan nenjaga budaya negeri ini. Dan
hal ini adalah salah satu perwujudan kecintaan kita kepada tanah air.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan.
Jakarta : Balai Pustaka
Maruti,Retno.2009. Asal-Usul Budaya Jawa.http://www.tokohindonesia.com[ 8
Mei 2009]
Nasukha, Yaqub, dkk. 2009. Bahasa Indonesia untuk Penulisan
Ilmiah.
Surakarta : Penerbit Media
Perkasa
Yudiono, K.S. 1984. Bahasa Indonesia untuk
Penulisan Ilmiah.
Semarang : Universitas
DiponegorO
0 Response to "CONTOH MAKALAH ANTROPOLOGY BUDAYA JAWA DAN EKSISTENSINYA"
Posting Komentar