KARYA TULIS ILMIAH PENDIDIKAN MODEL-MODEL DALAM PENGAJARAN UNTUK MEMBUAT PELAJAR BELAJAR MANDIRI Di SMK Negeri Y Samarinda



A. Pendahuluan

 Sudah 14 tahun sayamenjadi guru SMK Negeri Y Samarinda, sebuah sekolah kejuruan yang banyak diminati, disegani, difavoriti warga Samarinda. Selain itu sebagai sekolah kejuruan  yang dianggap senior maka sekolah ini juga merupakan rujukan bagi sekolah kejuruan swasta  yang serumpun bidang keahlian nya diSamarinda dan sekitarnya. Kepala sekolah, guru-guru dari luar sering berkonsultasi ke sekolah ini hanya untuk mengembangkan sekolahnya dan menyamakan persepsi dalam pendidikan dan pengajaran.

Sebagai sekolah kejuruan, sekolah ini tergolong telah mampu mengeluarkan lulusan yang banyak di serap di dunia kerja maupun kuliah di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Secara persisnya data ini belum terkaver mengingat sekolah ini tidak memiliki data tentang keadaan lulusan untuk lima tahun terakhir ini. Namun sebagai guru di sini, penulis sering bertemu para alumni ini bekerja di berbagai instansi, perusahaan, dan kantor-kantor juga sering menemui para siswa yang kuliah di Unmul maupun perguruan tinggi swasta lainnya, serta beberapa alumni yang berwiraswasta.

Dalam soal belajar mengajar saya tidak menemukan hal yang istimewa, sekolah ini tetap menggunakan kegiatan belajar mengajar  model Ceramah/kuliah. Selanjutnya diskusi kelompok, latihan (praktikum), dan terakhir penugasan oleh guru. Jika siswa mempunyai prestasi baik dalam belajar itu disebabkan dasarnya memang sudah baik, misalnya  NEM  yang digunakan syarat untuk masuk ke sekolah ini rata-rata baik, selain itu mereka punya kemauan dan motivasi untuk belajar. Di sini guru dalam mengajar tidak terlalu repot, tidak terbeban, tidak merasa kesulitan, walau dengan persiapan seadanya dan dengan metode yang paling sederhana sekalipun.

Di sekolah ini dalam pembagian kelas telah dikelompokkan atas rangking prestasi belajar, pada siswa yang prestasi belajarnya baik maka dikelompokkan pada kelas unggulan, rangking berikutnya di kelompok kelas berikutnya dan seterusnya.

Kelas unggulan merupakan siswa yang mampu mandiri dalam belajar daripada kelas yang lain di bawahnya, hal ini disebabkan kesadaran siswa yang tinggi disertai motivasi belajar yang tinggi serta karena kemampuan mereka yang baik disertai dengan mereka yang dikumpulkan dengan teman-teman yang baik sehingga punya daya saing yang hebat. Namun secara umum para siswa belum mampu mandiri dalam belajar mereka masih bergantung pada guru untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Dengan mengingat rasa keadilan dalam memberikan pelayanan pada siswa serta berdasar pada salah satu kebijakan  strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM dengan konsep menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan, maka tulisan ini difokuskan untuk membantu guru-guru dalam membenahi pengajaran agar membuat siswa menjadi mandiri dalam belajar.

 

B. Hasil Pengamatan

Dalam pengamatan penulis pola umum mengajar guru-guru di SMK Negeri Y Samarinda adalah : 1) Ceramah; 2) Diskusi kelompok; 3) penugasan, 4) latihan (demonstrasi).

    1. Metode Ceramah
Pengajaran menggunakan metode ceramah telah mendominasi dalam kegiatan pengajaran di SMK Negeri Y Samarinda. Metode ceramah /kuliah/penuturan merupakan metode mengajar yang konvensional, karena metode ini sudah sejak dulu digunakan sebagai alat komunikasi pengajaran antara guru dengan siswa. Meskipun metode ini banyak menuntut keaktifan guru daripada siswa, namun metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran. Apalagi pada sekolah-sekolah yang fasilitasnya kurang dan sekolah-sekolah di daerah terpencil (pedalaman).

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1996:109-110), “Metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.

Kelebihan metode ceramah
        -         Guru mudah menguasai kelas.
        -         Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas.
        -         Dapat diikuti oleh jumlah siswa besar.
        -         Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
        -         Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.
a.   Kelemahan metode ceramah
        -         Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)
    -         Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih besar menerimanya.
       -         Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.
       -         Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar sekali.
       -         Menyebabkan siswa menjadi pasif.

Dalam praktiknya, guru dalam mengajar tidak bisa hanya mengguna­kan metode ceramah saja, tapi dikombinasikan dengan metode-metode mengajar lainnya. Misalnya metode ceramah biasanya dikombinasikan dengan tanya jawab dan penugasan, sedang untuk metode latihan dikombinasi dengan ceramah dan demonstrasi.

    2.      Metode Latihan
Metode latihan digunakan di SMK Negeri Y Samarinda terutama untuk pelajaran-pelajaran yang memerlukan ketrampilan (skill) seperti pelajaran akuntansi, komputer, stenografi, penjualan barang, korespondensi, mengetik dan sebagainya. Untuk pelajaran Matematika, Bahasa Inggris sering pula menggunakan metode ini. Metode latihan atau disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.

Sebagai suatu metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga tidak dapat disangkal bahwa metode latihan mempunyai beberapa kelemahan. Maka dari itu, guru yang ingin mempergunakan metode latihan ini kiranya tidak salah bila memahami karakteristik metode ini.
Syaiful Bahri Djamarah (1996:108-109), merinci kelebihan dan kelemahan metode latihan sebagai berikut:
Kelebihan metode latihan
      a. Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat
          - alat, menggunakan alat-alat (mesin permanen dan elektrik), dan terampil menggunakan peralatan olah raga.
      b. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam per­kalian, menjumlah, pengurangan, pembagian, tanda
         -tanda (simbol), dan sebagainya.
      c.Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan,
         pengguna­an simbol, membaca peta dan sebagainya.
      d.Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
    e. Pemanfaatan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
     f. Pembentukan kebiasaan-kebiasaan membuat gerakan-ge­rakan yang kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.
  
b.   Kelemahan metode latihan
       a. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan
           jauh dari pengertian.
      b.  Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
      c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton, mudah
 m      membosankan.
      d.  Membentuk kebiasaan yang kaku, karena bersifat otomatis.
      e.  Dapat menimbulkan verbalisme.

Dalam praktiknya, metode latihan tidak bisa berdiri sendiri namun divariasikan dengan metode ceramah, sebagaimana dijelaskan Syaiful Bahri Djamarah :
“Metode latihan umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari bahan yang dipelajarinya. Karena itu, metode ceramah dapat digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah untuk memberi­kan penjelasan kepada siswa mengenai bentuk keterampilan tertentu yang akan dilakukannya.”

3.  Metode Diskusi

Metode diskusi digunakan oleh guru SMK Negeri Y Samarinda, umumnya oleh guru mata pelajaran Sejarah, PPKn, Agama dan Etika, serta guru Bahasa Indonesia  untuk materi praktik diskusi, dan guru kesekretarisan untuk materi praktik pertemuan dan rapat (meeting).
Metode diskusi bermanfat untuk melatih kemampuan memecahkan masalah secara verbal, dan memupuk sikap demokratis. Diskusi dilakukan bertolak dari adanya masalah. Menurut Winarno Surachmad dalam Muhammad Ali (2000:80-81), pertanyaan yang layak didiskusikan mempunyai ciri sebagai berikut :
       1.  Menarik minat siswa yang sesuai dengan tarafnya
       2.  Mempunyai kemungkinan jawaban yang lebih dari sebuah yang dapat dipertahankan kebenarannya
       3.  Pada umumnya tidak menyatakan mana jawaban yang benar, tetapi lebih Banyak mengutamakan hal
            mempertimbangkan dan membandingkan.

Metode diskusi mempunyai kadar CBSA cukup tinggi. Namun demikian, diskusi dapat berjalan dengan baik dan efektif bila siswa sudah mampu berfikir dan  menggunakan penalaran.
Pelaksanaan sebuah diskusi dapat dipimpin oleh guru yang bersangkutan, atau dapat pula meminta salah seorang siswa untuk memimpinnya. Pemimpin diskusi dikenal dengan nama moderator biasanya secara formal moderator dibantu oleh sekretaris, untuk mencatat pokok-pokok fikiran penting yang dikemukakan peserta diskusi.
Sayangnya karena kurikulum di SMK Negeri Y Samarinda yang padat, dan guru harus menghabiskan materi sesuai program pengajaran maka beberapa guru  tidak mau menjalankan, alasan repot, makan waktu dan memerlukan kerja keras untuk memperhatikan tiap-tiap kelompok diskusi. Biasanya guru hanya membagi kelompok pelajar untuk berdiskusi tentang suatu topik, tanpa ada bimbingan, sehingga masing-masing kelompok berdiskusi, hasil diskusi ditulis di kertas, hasilnya dikumpulkan. 

4. Penugasan
Penugasan kepada siswa sering dilakukan oleh guru SMK Negeri Y Samarinda. Tugas-tugas tersebut diantaranya adalah mengisi LKS (Lembar Kegiatan Siswa), PR (Pekerjaan Rumah), membuat klippping, membuat makalah/karya tulis, mengadakan studi banding.
Tugas ini sebenarnya baik bagi perkembangan siswa dalam belajar, namun guru kurang mengadakan bimbingan sehingga seolah-olah, siswa hanya mengerjakan kewajiban saja, tanpa tahu apa maknanya tugas tersebut. Misalnya dalam membuat kliping siswa hanya menggunting lalu menempel dan menjilid, tidak tahu apa maksud isi yang diklipping tersebut. Misalnya siswa membuat makalah, tanpa pernah dipresentasikan di depan guru/kelas. Misalnya siswa telah mengerjakan LKS lalu dikumpulkan kepada guru tanpa ada koreksi atau pembahasan.
Rupanya ada keengganan bagi guru untuk mengoreksi, untuk menindak lanjuti tugas-tugas yang ia berikan kepada siswa, dan ini bisa berdampak pada siswa yaitu siswa menjadi kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas atau siswa mengerjakan tugas sekedarnya saja (yang penting telah mengerjakan).

 

C. Permasalahan

Beberapa  pola umum mengajar guru-guru SMK Negeri Y Samarinda yang telah diuraikan di atas dengan kelebihan dan kekurangannya masih menimbulkan ganjalan dalam peningkatan mutu pendidikan dan masih menyisakan masalah-masalah sebagai berikut :
1.    Guru belum mampu membuat pelajar menjadi Learner autonomy  
2.    Guru belum menerapkan konsep belajar tuntas  sebagai perwujudan dari learner autonomy
3.     Guru belum menggunakan perpustakaan sebagai sarana bagi terlaksananya learner autonomy
4.    Guru belum menggunakan metode mengajar yang mengarah pada learner autonomy

D. Analisis Masalah dan Pemecahannya


Pembelajar mandiri (learner autonomy) adalah suatu masalah yang eksplisit atau perhatian yang serius atau sadar: kita tidak dapat menerima tanggung jawab pembelajaran kita meskipun kita mempunyai ide apa, bagaimana, kenapa kita berusaha untuk belajar. Pembelajar harus berinisiatif  untuk memberi bentuk arahan untuk proses belajar dan harus berbagi dalam kemajuan dan evaluasi untuk mengembangkan sasaran pembelajar yang dicapai (David Little)

Otonomi secara semantik berarti kompleks, Pembelajar mandiri harus menginterpretasikan kebebasan dari kontrol guru, kebebasan dari tekanan kurikulum bahkan kebebasan untuk memilih tidak belajar. Masing-masing kebebasan ini harus dihadapkan dan didiskusikan secara bijaksana, tetapi untuk kita yang terpenting adalah kebebasan belajar yang tersirat di dalam diri sendiri. Yang berarti kapasitas tersebut dibatasi dengan tujuan yang ingin dicapai.

Pembelajar mandiri secara umum adalah salah satu hasil perkembangan dan eksperimen belajar, sebagai contoh penguasaan bahasa Ibu berhasil hanya bila dikembangkan oleh murid sebagai pengguna bahasa tersebut, sebagai bahasa Ibu. Sama dengan belajar melalui pengalaman membantu mendefinisikan apa itu pelayanan masyarakat dalam memperkembangkan kapasitasnya sebagai tingkah laku pembelajar mandiri. Kebanyakan guru tergantung latihan-latihan pembelajar dalam jangkauan yang lebar dari kelakuan pembelajar di luar kelas yang tergambar dalam prinsip semua pembelajar seharusnya mampu di dalam kelas.

Beberapa kritik diajukan terhadap pembelajar mandiri ini dengan ide-ide yang bermacam-macam, seperti bagian dari tradisi budaya barat atau pembelajar bukan barat/aneh. (Jones, 1995). Argumen ini dibantah bahwa metode ini digunakan untuk mengembangkan pengetahuan pembelajar mandiri sebagai tradisi pengajaran barat contoh budaya pendidikan Denmark, Inggris dan Irlandia.  Perkembangan Pembelajar mandiri di Jepang dielaborasikan secara spesifik dengan tradisi budaya Jepang baik di dalam maupun di luar kelas, diharapkan pengalaman terhadap tantangan  dan pengayaan belajar adalah didapatkan rasa percaya diri untuk dibawa pulang dengan pengertian yang besar mengenai teori dan implikasi praktik pendidikan.

Belajar mandiri membuat para pelajar terbebas dari kelas reguler, membuat belajar sesuai dengan kemampuan pelajar, dan dapat melayani diri sendiri dalam hal kebutuhan belajarnya. Untuk itu perlu diupayakan agar belajar mandiri ini dapat berkembang dengan mendorong para pelajar untuk belajar  dengan tekun yang datang dari keinginannya sendiri. Dengan demikian akan diperoleh generasi yang proaktif, mampu  memecahkan masalahnya sendiri dan  kritis. Dengan pembelajar mandiri maka akan tercipta generasi bisa bertoleransi, bisa berdemokrasi, dan berbudi pekerti, serta menghargai hak-hak orang lain. Maka untuk selanjutnya kita tidak lagi menyebut siswa, student atau pupil tapi learner atau pelajar bagi anak didik kita.

Permasalahan pertama, Guru belum mampu membuat pelajar menjadi Learner autonomy atau pelajar  menjadi mandiri dalam belajar ini disebabkan oleh adanya pengkotak-kotakan siswa dalam kelas unggulan, dan bukan unggulan. Pada kelas unggulan yang berisi siswa dengan prestasi diatas rata-rata telah terjadi persaingan yang ketat antar mereka, pada kelas ini guru senang dan bersemangat dalam mengajar karena siswa mudah mengerti dan mudah di atur. Motivasi siswa untuk belajar dan berhasil dalam belajar tinggi, sehingga mereka mampu mandiri mamapu menjadi pelajar yang mandiri. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan mereka dalam mengambil inisiatif  jika terjadi kekosongan guru/jam kosong, mereka mulai belajar sendiri melalui kunjungan ke perpustakaan, membaca buku pelajaran sendiri, atau membuat kelompok-kelompok diskusi. Lain halnya pada kelas yang dibawah unggulan mereka kurang termotivasi belajar, semakin kebawah kelasnya semakin tidak semangat untuk belajar. Pada kelas ini mereka merasa sebagai kelas afkiran, mereka kelas kedua dan bukan kelas utama, mereka anak-anak yang bodoh yang bermasalah.
Falah Yunus (1999), dalam penelitiannya tentang hubungan motivasi dengan prestasi belajar di SMK Negeri Y Samarinda ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1    Korelasi motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa (r=0,62)
2    Interpretasi r= 0,62 yaitu : tingkat  hubungan adalah “kuat”
3    Sumbangan relatif motivasi terhadap prestasi belajar (r2=0,39 atau 39%), sedang   sisanya 61% dipengaruhi oleh  faktor lain.
4.  Pada angket motivasi dibagi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, ternyata motivasi intrinsik lebih dominan daripada motivasi ekstrinsik, dengan perbandingan 6:4.
5. Di SMK Negeri Y ada kelas unggulan dan kelas biasa, ternyata kelas unggulan motivasinya lebih tinggi daripada kelas biasa. Dari pernyataan ke 5 simpulan penelitian tersebut, maka seyogyanya agar pelajar dapat mandiri, sekolah jangan membuat kelas unggulan. Jika mau membuat kelas unggulan buat saja sekolah unggulan tersendiri. Untuk itu sebaiknya kelas di campur saja sehingga dalam satu kelas terdapat siswa pandai, sedang dan kurang yang mereka akan berinteraksi dan saling menyadari akan kekurangan dan kelebihan, dan terjaminlah rasa keadilan.



Permasalahan ke dua, Guru belum menerapkan konsep belajar tuntas di SMK Negeri 1 Samarinda sebagai perwujudan dari learner autonomy. Dalam Garis-garis besar Program pendidikan dan Pelatihan (GBPP) Kurikulum SMK, menganut prinsip sebagai berikut :

1.   Berbasis luas, kuat dan mendasar (Broad Based Curriculum/BBC)
2.   Berbasis kompetensi (Competenci Based Curriculum)

Pengertian Broad Based Curriculum adalah pola penyajian kurikulum yang terstruktur mulai dari kemampuan dasar, kemampuan lanjutan, sampai kemampuan spesialisasi/keahlian 3 aspek dalam pengembangan BBC pertama, pendidikan harus selebar mungkin cakupannya, agar tamatan yang akan bekerja akan dapat menemukan tempat pada lapangan kerja lainnya yang berdekatan dengan kualifiaksi bidang kejuruannya. Kedua pendidikan harus sedalam mungkin agar tamatan yang akan bekerja memiliki kualifikasi yang memadai untuk pekerjaan yang menuntut spesialisai.

Pengertian Pendekatan Competency/kemampuan adalah seperangkat tindakan inteligensi dan penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai prasyarat melaksanakan bidang pekerjaan tertentu 

Sehubungan dengan hal tersebut di SMK ada istilah remedialdan pengayaan, maksudnya siswa diharapkan untuk menuntaskan pelajaran sebelum ia mempelajari pelajaran berikutnya atau dalam istilah SMK siswa harus menuntaskan kompetensi pertama sebelum mempelajari kompetensi kedua. Jika siswa belum ternyata belum tuntas maka guru perlu memberikan pengayaan dan remedial. Ini sebenarnya sebuah langkah bahwa siswa harus belajar dan belajar secara kontinyu. Ini adalah mengarah pada siswa menjadi pembelajar mandiri.
Bagaimana guru dapat membuat siswa menjadi pembelajar mandiri dalam menuntaskan pembelajaran  ketika dilaksanakan remedial atau pengayaan. Hal ini bisa dilakukan bermacam-macam cara, misalnya guru memberikan tugas kepada pelajar untuk membuat makalah, guru membuat modul yang harus dipelajari pelajar di rumah dan sebagainya.
Pengajaran remedial (remedial teaching ) adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat perbaikan, atau pengajaran yang membuat menjadi baik.
Dalam belajar mengajar guru melakukan pengajaran dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara optimal. Namun jika ternyata  terdapat siswa yang lamban dalam belajar dan prestasi belajarnya rendah maka diperlukan suatu proses belajar mengajar yang dapat membantu siswa agar tercapai hasil yang diharapkan (Moh Uzer Usman,2000).
Pengayaan adalah kegiatan tambahan yang diberikan kepada siswa yang telah mencapai ketentuan dalam belajar yang dimaksudkan untuk menambah wawasan atau memperluas pengetahuannya dalam materi pelajarn yang telah dipelajarinya (Moh Uzer Usman, 2000).

Permasalahan ke tiga, guru belum menggunakan perpustakaan sebagai sarana bagi terlaksananya learner autonomy. Perpustakaan merupakan pusat dan sumber belajar bagi pelajar dan ciri-ciri khas dari seorang pembelajar mandiri adalah kegemarannya dalam membaca. Jika guru mampu menggunakan perpustakaan semaksimal mungkin sebagai sumber belajar siswa, maka tujuan menjadikan siswa suka belajar akan tercapai.
Guru tidak bisa memberikan semua dan seluas-luasnya lmu kepada siswa, mengingat cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu perpustakaan di sekolah harus diberdayakan. Proses belajar mengajar harus melibatkan perpustakaan sekolah. Disamping itu siswa juga diberdayakan untuk menggunakan jaringan komputer (Internet) sebagai sumber pustaka Audio Visual Aids (AVA). Banyak informasi yang bisa diakses dari Internet untuk mengembangkan pengetahun siswa seperti jurnal ilmiah, berita, dan informasi lainnya yang  membantu penambahan ilmu pengetahuan siswa.
Menurut SWA-Markplus, dari lima kota (daerah) yang mereka survey yaitu Jabotabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Medan akses internet dari perguruan tinggi dan sekolah terbilang kecil rata-rata 6,7%. Bandingkan dengan akses dari warnet yang menunjukkan angka 45,8% atau dari rumah 19%.
Rupanya internet di kampus dan sekolah belum menjadi kebutuhan. Masih banyak kepala sekolah yang menganggap internet belum jelas manfaatnya di sekolah. Karena itulah mereka tak melengkapi sekolahnya dengan internet. Alasan lain karena faktor dana dan tidak tersedianya sumber daya yang paham internet. Demikian diungkapkan Amir Faisal, staf Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dimenjur) yang sering berkunjung ke sekolah-sekolah di Indonesia untuk melatih penggunaan internet. Dari 700 Sekolah Menengah  Kejuruan  Negeri di Indonesia, baru 300 sekolah yang membuka Internet, “tuturnya (Republika,17/10/2000).

Permasalahan keempat,  guru belum menggunakan metode mengajar yang mengarah pada learner autonomy. Perlu bagi guru untuk mengembangkan metode mengajarnya ke arah pelajar menjadi mandiri. Belajar Kelompok atau Diskusi kelompok yang diungkapkan di atas jika di kelola dengan serius oleh guru akan mengantarkan pelajar menjadi pembelajar mandiri.
Belajar Kelompok (Cooperativelearning) adalah sebuah strategi pengajaran yang sukses di dalam tim kecil, penggunaan sebuah variasi dari aktivitas belajar untuk memperbaiki pemahaman subyek. Setiap anggota tim tidak hanya bertanggung jawab pada belajar yang telah diajarkan tapi juga membantu kawan belajar se-tim, jadi membuat sebuah kondisi berprestasi (Stephen Balkcom). 

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahin (2000) adalah :
       1.Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
       2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
       3.Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda
       4.Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu

Belajar kelompok yang terdiri 4-6 anak per kelompok sangat bagus bagi perkembangan kepribadian anak dan perkembangan sosialisasi. Pada belajar ini siswa dapat saling berinteraksi sehingga akan timbul rasa persaudaraan, siswa belajar untuk mengeluarkan pendapat, ide. Siswa akan bangga terhadap penguasaan topik tertentu dan akan memberikan presentasi kepada teman-temannya, bahkan dalam salah satu strategi belajar kelompok siswa dapat memperoleh julukan ahli misalnya ahli empedu, ahli jantung dan sebagainya dalam belajar kelompok.

Linda luendgren (1994 dan Nur dkk, 1997) yang dikutip oleh Muslimin Ibrahim dkk, memberikan beberapa hasil penelitian yang menunjukan manfaat pembelajaran kooperatif  bagi siswa dengan hasil yang rendah antara lain :
·        Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
·        Rasa harga diri lebih tinggi
·        Memperbaiki sikap terhadap IPA dan segala
·        Memperbaiki kehadiran
·        Angka putus sekolah menjadi lebih rendah
·        Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
·        Perilaku menggangu menjadi lebih kecil
·        Konflik antar pribadi berkurang
·        Sikap apatis berkurang
·        Pemahaman yang lebih mendalam
·        Motivasi lebih besar
·        Hasil belajar lebih tinggi
·        Retensi lebih lama
·        Meningkatakan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Berdasarkan teknik pelaksanaan , diskusi kelompok dapat digolongkan dua macam, yang jika dilaksanakan akan mengarahkan siswa untuk menjadi pembelajar mandiri, yaitu :
   1.      Debate. Di dalam debate terdapat dua kelompok mempertahankan pendapatnya masing-masing yang bertentangan. Pendengar (Audience) dijadikan sebagai kelompok yang memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dalam keputusan akhir. Agar debate tidak bekrpanjangan harus dibatasi sesuai dengan waktu yang tersedia.
     2.      Diskusi. Diskusi pada dasarnya merupakan musyawarah untuk mencari titik temu pendapat tentang sesuatu masalah. Ditinjau dari pelaksanaannya dapat digolongkan ke dalam :
a.    Diskusi kelas. Diskusi kelas adalah semacam ‘brain storming’ (pertukaran pendapat). Dalam hal ini guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Jawaban dari siswa diajukan lagi kepada siswa lain atau dapat pula meminta pendapat siswa lain tentang hal itu. Sehingga terjadi pertukaran pendapat secara serius dan wajar.

b.    Diskusi kelompok. Guru mengemukakan suatu masalah. Masalah dipecah ke dalam sub masalah. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil mendiskusikan sub-sub masalah tersebut. Hasil diskusi kelompok dilaporkan di depan kelas dan ditanggapi. Kesimpulan akhir adalah kesimpulan hasil laporan kelompok yang sudah ditanggapi seluruh isiwa.

c.    Panel. Panel merupakan diskusi yang dilakukan oleh beberapa orang saja. Bisanya antara 3 sampai dengan 7 orang panelis. Siswa lain hanya bertindak sebagai pendengar (Audience). Dengan diskusi yang dilakukan oleh panelis tadi, audiens dapat memahami maksud yang terkandung pada masalah yang didiskusikan; merangsang berfikir untuk mendiskusikan lebih lanjut. Oleh karena itu panel dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar ahli memahami seluk beluk masalah yang didiskusikan. Panel tidak bertujuan memproleh kesimpulan, tapi merangsang berfikir agar siswa mendiskusikan lebih lanjut.

d.    Konferensi. Dalam konferensi anggota duduk saling menghadap, mendiskusikan sesuatu masalah. Setiap peserta/siswa harus memahami bahwa kehadirannya harus sudah mempersiapkan pendapat yang akan diajukan.

e.    Symposium. Pelaksanaan symposium dapat menempuh dua cara. Cara pertama, mengundang dua orang pembicara atau lebih. Setiap pembicara dimintakan untuk menyajikan prasaran yang sudah ditulis. Masalah yang dibahas oleh setiap pembicara adalah sama. Namun masing-masing menyoroti dari sudut pandangan yang berbeda-beda. Cara ke dua, membagi masalah ke dalam beberapa aspek. Setiap aspek di bahas oleh seorang pemrasaran, Selanjutnya disiapkan penyanggah umum yang akan menyoroti pemrasaran tersebut. Setelah selesai penyanggah umum memberikan sanggahan, baru diberikan kesempatan memberikan jawaban sanggahan.

f.     Seminar. Seminar merupakan pembahasan ilmiah yang dilaksankan dalam meletakkan dasar-dasr pembinaan tentang masalah yang dibahas. Pembahasan seminar bertolak dari kertas kerja yang disusun oleh pemrasaran, dan maksud yang terkandung dalam pokok seminar (tema). Pelaksanaanya seringkali diawali dengan pandangan umum atau pengarahan dari fihak tertentu yang berkepentingan.

                    Peranan guru sebagai pemimpin diskusi pada umumnya adalah sebagai  berikut :
      1. Pengatur jalannya diskusi, yakni :
   a. Menunjukkan pertanyaan kepada seorang siswa
   b. Menjaga ketertiban pembicaraan
   c. Memberi rangsangan kepada siswa untuk berpendapat
   d. Memperjelas suatu pendapat yang dikemukakan
 2. Sebagai dinding penangkis, yakni menerima dan menyebarkan pertanyaan
     /pendapat kepada seluruh peserta
3. Sebagai penunjuk jalan, yakni memberikan pengarahan tentang tatacara
    diskusi (muhamad Ali,1990:80)

Dalam pengajaran bahasa, terutama bahasa Inggris penggunaan belajar kelompok seperti diskusi kelompok dan seminar akan sangat menarik, dan mampu membuat siswa menjadi mahir dalam berbahasa Inggris, sebab siswa dengan metode ini mau tidak mau dipaksa untuk menggunakan bahasa Inggris dalam melakukan pembicaraan, menyanggah, berdebat dan berargumentasi.
Di SMK Negeri Y Samarinda, berhubung ada pelaksanaan Praktik Industri (On the Job Training) dimana siswa harus meninggalkan sekolah selama 3 (tiga) bulan untuk latihan kerja di dunia usaha/perusahaan maka akan mengakibatkan jam belajar siswa berkurang. Untuk itu perlu bagi sekolah untuk mampu membuat siswa menjadi pembelajar mandiri di rumah dengan cara belajar menggunakan Modul.

Menurut James D. Ruseel (1973) dalam Muhammad Ali, modul yaitu merupakan suatu paket belajar mengajar berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Dengan modul siswa dapat mencapai taraf mastery (tuntas) dengan belajar secara individual. Siswa tidak dapat melanjutkan ke suatu unit pelajaran berikutnya sebelum mencapai taraf tuntas. Biasanya modul menggunakan multi media. Dengan melalui modul siswa dapat mengontrol kemampuan dan intesitas belajarnya, modul dapat dipelajari dimana saja. Lama sebuah modul tidak tertentu. Dapat beberapa menit, dapat bebetapa jam, dapat dilakukan secara tersendiri atau dibuat variasi dengan metoda lain.

Jika dilihat dari segi interaksi belajar mengajar yang berorientasi pada siswa sebagai subyek maka, modul itu dapat membuat:
1.    Anak didik akan lebih aktif dalam belajar karena yang bersangkutan dituntut aktif berpartisipasi dalam setiap penyelesaian modul sesuai kemampuan anak dan guru hanya sebagai pembimbing, yang berusaha mengatur kelas sedemikian rupa sehingga anak belajar dengan baik.

2.    Anak belajar sesuai dengan pertumbuhan masing-masing. Anak yang cepat akan dapat menyelsaikan modul lebih dahulu, tetapi ada pula anak yang lambat dalam penyelesaian modulnya.

E. Simpulan dan Saran

Dari uraian di atas dapat di buat simpulan dan saran sebagai berikut :
1.    SMK Negeri Y Samarinda dalam proses belajar mengajar belum memberdayakan pelajar menjadi LearnerAutonomy, padahal ini perlu digalakkan dalam kerangka menjebatani salah satu kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM dengan konsep menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan
2.    SMK Negeri Y Samarinda perlu memberdayakan siswa menjadi leraner outonomy dengan menghapus kelas unggulan, memberdayakan perpustakaan dan jaringan komputer (internet), pelaksanaan belajar tuntas dengan mengadakan remedial dan pengayaan, metode belajar kelompok terutama diskusi kelompok dan seminar dan pengajaran modul





DAFTAR PUSTAKA

 Anonim,  Internet  Belum   Dianggap   Penting  Di  SMK,   berita  dalam   harian Republika, 17/10/00
                 Ali, Muhammad,  2000,  Guru   Dalam  Proses  Belajar  Mengajar,   Sinar Baru Algensindo,  Bandung
Astati, Sutriati,  1999,  Pendukung  Pelaksanaan  Buku II Kurikulum SMK Edisi 1999, PPPGK Sawangan, Depdikbud
                        Balkcom, Stephen, Cooperative Learning, diakses dari http://www.ed. gov/pubs/ OR/Consumen Guides/Index.html  diakses 2 Mei 2002

  arah, Syaiful Bakri, 1996, Starategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta
                           Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000, Pembelajaran Cooperative, Program Pascasarjana Unesa, University Press, Surabaya

                     Little, David, Learner Autonomy : What and Why ?, The Language Teacher Online 22.10, diakses dari   http://longue.hyoer.chubu.ac.jp/jalt/pub/t;t /98/nov/littledam.html diakses 2 Mei 2002
                       Usman, Moh. Uzer, 2000. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung

                      Yusuf, A. Muri, 1982, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta

0 Response to "KARYA TULIS ILMIAH PENDIDIKAN MODEL-MODEL DALAM PENGAJARAN UNTUK MEMBUAT PELAJAR BELAJAR MANDIRI Di SMK Negeri Y Samarinda"

Posting Komentar

wdcfawqafwef

BACKLINK OTOMATIS GRATIS JURAGAN.