Pendahuluan
Kurikulum 2004 atau
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sudah dilaksanakan di SMA Negeri 1
Singaraja sejak tahun pelajaran 2002/2003. Kurikulum 2004 berbeda dengan
Kurikulum 1994. Perbedaannya terletak pada aspek filosofi, tujuan, materi
pelajaran, proses pembelajaran, dan aspek cara penilaian (Pusat Kurikulum,
2002a). Kurikulum 2004 merupakan perangkat rencana tentang kompetensi yang
harus dicapai siswa setelah proses belajar.
Menurut Pusat Kurikulum (2006), kegiatan belajar mengajar hendaknya (1)
memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri
pengetahuannya di bawah bimbingan guru atau orang dewasa, (2) merupakan pola
yang mencerminkan ciri khas dalam
pengembangan keterampilan dasar mata pelajaran yang bersangkutan, misalnya
observasi lingkungan sekitar, penyelidikan/eksperimen, pemecahan masalah,
simulasi, wawancara dengan narasumber, pengembangan teknologi, penggunaan peta
dan foto, pemanfaatan kliping, dan sumber belajar lainnya, (3) disesuaikan
dengan ragam sumber belajar dan sarana belajar yang tersedia, (4) bervariasi
dengan mengkombinasikan antara kegiatan belajar perseorangan, pasangan,
kelompok, dan klasikal, dan (5) memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan
individual siswa seperti bakat, kemampuan minat, latar belakang keluarga,
sosial ekonomi, dan budaya siswa yang bersangkutan.
Pendidikan Biologi SMAmenekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Karena itu, siswa perlu
dibantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses supaya mereka mampu
menjelajahi dan memahami alam sekitar. Keterampilan ini meliputi keterampilan
mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan
bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan
pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan data,
mengkomunikasikan hasil temuan, menggali, dan memilah informasi faktual
yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.
Pada dasarnya, pelajaran Biologi berupaya membekali siswa dengan berbagai
kemampuan tentang cara “mengetahui” dan cara “mengerjakan” yang dapat membantu
siswa untuk memahami alam sekitar secara mendalam (Pusat Kurikulum, 2002a).
Pelaksanaan
Kurikulum 2004 yang diintegrasikan dengan kecakapan hidup (life skills),
para siswa harus belajar tentang kecakapan mengenal diri, kecakapan sosial,
kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Di samping itu, siswa juga harus
belajar tentang kecakapan berpikir yang merupakan salah satu tujuan yang harus
dicapai dalam proses belajar siswa di sekolah (Tim Broad Based Education, 2002a; 2002b).
Berpikir
adalah kegiatan mental dalam memecahkan masalah (Gagne, 1980). Liliasari (2000)
membedakan kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Johnson (2002); Krulik and Rudnick (1996) mengemukakan berpikir tingkat tinggi
meliputi berpikir kreatif dan berpikir kritis. Berpikir kreatif adalah
aktivitas mental untuk mengembangkan atau menemukan ide-ide asli (orisinil),
estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan konsep, dan menekankan
pada aspek berpikir intuitif dan rasional, sedangkan berpikir kritis adalah
proses terorganisir yang melibatkan aktivitas mental dalam memecahkan masalah,
pengambilan keputusan, analisis asumsi, dan
inkuiri sains. Enis (1985) dan Marzano (1988) mengemukakan, berpikir
kritis meliputi komponen-komponen, (1)
merumuskan masalah, (2) memberikan argumen terhadap masalah, (3) melakukan
deduksi, (4) melakukan induksi, (5) melakukan evaluasi, dan (6) mengambil
keputusan serta melaksanakan.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi telah diberlakukan di SMA Negeri 1 Singaraja sejak tahun
pelajaran 2002/2003. Namun, pelaksanaan pelajarannya maupun hasil belajar siswa
masih belum sesuai dengan harapan KBK. Permasalahan-permasalahan pembelajaran Biologi
yang dapat diidentifikasi oleh dosen bersama guru mitra (guru Biologi di SMA
Negeri 1 Singaraja) adalah sebagai berikut.
(1) Pelaksanaan pembelajaran masih seperti pembelajaran pada Kurikulum
1994, yaitu berpusat pada guru (teacher centered) yang menggunakan model
pembelajaran tradisional yang dasar filosofinya lebih pada behaviorisme. (2) Pembelajaran Biologi yang dilaksanakan
belum terbiasa mengkaitkan materi pelajaran dengan keadaan kehidupan
sehari-hari siswa. Guru lebih banyak membahas teori-teori yang ada dalam buku
dan memberikan contoh-contoh yang ada dalam buku teks yang disusun di Jakarta,
Bandung, dan Surabaya yang belum tentu sesuai dengan keadaan yang ada di
Singaraja Bali. (3) Masih sulitnya penentuan
model-model pembelajaran yang harus digunakan untuk meningkatkan kompetensi
siswa sesuai tuntutan KBK, karena masih terbatasnya pemahaman guru terhadap
model-model pembelajaran inovatif. (4) Masih adanya kesulitan dalam menerapkan
sistem evaluasi, terutama menerapkan penilaian autentik (authenticassessment), karena kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam menerapkan
sistem penilaian autentik tersebut. (5) Standar Kompetensi Minimal (SKM) individual
siswa terhadap penguasaan suatu Standar Kompetensi (SK) pada mata pelajaran Biologi
di SMA Negeri 1 Singaraja ditetapkan cukup tinggi, yaitu 75%. Untuk memenuhi
tuntutan itu, guru menemui kesulitan. Dalam satu kali proses pembelajaran,
siswa yang mampu melewati SKM ini dengan rerata 50% dari jumlah siswa dalam
setiap kelas. Oleh karena itu, guru harus menyelenggarakan beberapa kali
kegiatan remidial (kegiatan memerlukan waktu dan tenaga) agar semua siswa
tuntas dalam setiap SK. (6) Sampai saat ini, kecakapan berpikir siswa, terutama
kecakapan berpikir kritis, belum ditangani oleh guru. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan guru terhadap model pembelajaran yang dapat melatih
kecakapan berpikir, belum diketahuinya bahwa kecakapan berpikir dapat dilatih,
dan belum diketahuinya cara mengukur kecakapan berpikir kritis. Hal ini dapat
disampaikan bahwa latihan berpikir tidak direncanakan, sehingga berakibat
rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah riil kehidupan dan kemampuan
mengambil keputusan.
Uraian di atas menunjukkan adanya masalah
pembelajaran yang berupa kesenjangan antara proses dan hasil belajar pada
pembelajaran Biologi yang diharapkan oleh KBK dan para ahli pendidikan dengan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru Biologi di SMA Negeri 1 Singaraja.
Oleh karena itu, perlu diadakan usaha perbaikan proses pembelajaran dengan
menerapkan model-model pembelajaran inovatif. Model pembelajaran yang dipilih
dalam penelitian ini untuk meningkatkan kompetensi siswa dan kemampuan berpikir
kritis adalah Model Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem-Based Learning
(PBL).
Belajar
berdasarkan masalah atau PBL adalah model pembelajaran yang dasar filosofinya
konstruktivisme. PBL dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat
ill-structured, terbuka, dan mendua (Forgaty, 1997; Jones, 1996). PBL
dapat membangkitkan minat siswa, nyata, dan sesuai untuk membangun kemampuan intelektual.
Hasting (2001) mengemukakan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi yang dipelajari, kemampuan memecahkan masalah, dan keterampilan
menerapkan konsep. Rindell (1999); Wheeler (2002); Arnyana (2005) menemukan,
bahwa PBL dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
Menurut Ibrahim dan Nur (2000) dan Ismail (2002), PBL
memiliki ciri-ciri sebagai berikut. (1) Mengajukan pertanyaan atau
masalah. (2) Berfokus pada keterkaitan
antardisiplin. (3) Penyelidikan autentik. (4) Menghasilkan produk/karya
dan memamerkannya. (5) Kerja sama. PBL biasanya terdiri dari lima tahap utama
(sintaks), yaitu: (1) orientasi siswa terhadap masalah autentik, (2)
mengorganisasi siswa dalam belajar, (3) membantu siswa secara individual atau
kelompok dalam menlaksanakan penyelidikan, (4) mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, dan (5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah (Arends,
2004: 406).
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah yang diuraikan di atas terdapat masalah-masalah yang akan diupayakan
pemecahannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).
Masalah-masalah itu adalah (a) pentingnya peningkatan penguasaan kompetensi
siswa dalam pelajaran Biologi, yaitu menyangkut tentang pemahaman konsep Biologi,
kemampuan memecahkan masalah Biologi, kemampuan menerapkan konsep-konsep Biologi,
dan sikap siswa terhadap pelajaran Biologi, dan (b) pentingnya peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa. Masalah-masalah tersebut dipecahkan dengan
menerapkan model PBL. Berdasarkan masalah-masalah tersebut dan cara pemecahan
yang diajukan, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah (1) apakah penerapan model Belajar Berdasarkan Masalah atau ProblemBased Learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep Biologi?;
(2) apakah penerapan model PBL dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah Biologi?; (3) apakah penerapan model PBL dapat
meningkatkan kemampuan menerapkan konsep-konsep Biologi?; (4) apakah penerapan
model PBL dapat meningkatkan sikap siswa
terhadap pelajaran Biologi?; dan (5) apakah penerapan model PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa?
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) meningkatkan
pemahaman konsep Biologi dengan menerapkan model PBL, (2) meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah Biologi dengan menerapkan model PBL, (3) meningkatkan
kemampuan menerapkan konsep-konsep Biologi dengan menerapkan model PBL, (4) meningkatkan sikap siswa terhadap pelajaran Biologi dengan
menerapkan model PBL, dan (5) meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan model PBL.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singaraja. Waktu pelaksanaannya: Juli -Oktober
2006. Penelitian ini dilaksanakan pada mata pelajaran Biologi kelas X.
Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja pada semester I tahun pelajaran
2006/2007, yaitu kelas X-1 dan kelas X-2. Objek penelitian ini adalah (1) model
PBL; (2) kemampuan berpikir kritis siswa;
sikap siswa terhadap pelajaran Biologi; 3) kemampuan menerapkan konsep Biologi;
dan (4) kemampuan memecahkan masalah Biologi.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis and McTagart (1988)
dan McNiff (1992). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada materi
dengan dua standar kompetensi yang dilakukan dalam dua siklus penelitian. Siklus pertama mencakup materi dengan standar
kompetensi “Siswa mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengkomunikasikan hasil
penelitian dengan menerapkan sikap ilmiah” yang terdiri atas kompetensi dasar (1)
merencanakan penyelidikan ilmiah dalam bidang Biologi; (2) melaksanakan
penyelidikan ilmiah dalam bidang Biologi; (3) mengkomunikasikan hasil
penyelidikan ilmiah, dan (4) bersikap ilmiah. Siklus kedua mencakup materi dengan Standar Kompetensi “Siswa
mampu memahami hakikat Biologi sebagai ilmu, menemukan objek dan ragam
persoalan dari berbagai tingkat organisasi kehidupan yang ada di lingkungan
sekitar” dengan Kompetensi Dasar: mempelajari ruang lingkup Biologi, manfaat,
dan bahayanya.
Penelitian
masing-masing siklus dilaksanakan melalui 4 tahapan, yaitu (1) perencanaan penelitian; (2) pelaksanaan
tindakan; (3) observasi/ evaluasi; dan (4) refleksi. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada setiap siklus adalah sebagai
berikut.
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian
dilaksanakan bersama-sama oleh dosen dan guru Biologi (guru mitra). Kegiatan yang dilakukan pada
bagian ini adalah (1) merencanakan penerapan model PBL untuk mengatasi masalah
yang telah diidentifikasi yang dituangkan dalam Silabus dan Rencana Pelajaran
(RP), (2) menyusun materi bahan ajar yang berupa suplemen bahan ajar, (3) menyusun LKS yang sesuai dengan penerapan
model PBL, (4) menyusun tes tulis mengadaptasi bentuk tes (SOLO) Taxonomy
beserta rubrik yang digunakan, tes unjuk kerja (performanceassessment), dan menyusun tes sikap yang mengadaptasi dari Enger and Yager (2001), (5) merencanakan
teknik pengumpulan data, dan (6) melatih guru dalam menerapkan pembelajaran,
yaitu pembelajaran model PBL dan menerapkan asesmen yang digunakan.
b.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang berupa kegiatan pembelajaran di kelas
dilaksanakan oleh guru mitra yang sebelumnya telah dilatih pada tahap
perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada bagian ini adalah (1) menyebarkan
pretes, (2) metelah memberikan pretes,
guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil (4-5 orang), yaitu kelompok
kooperatif Group Investigation, dan (3) melaksanakan proses
pembelajaran, dengan menerapkan model PBL.
c. Observasi/Evaluasi
Observasi/evaluasi
dilakukan bersama oleh dosen dan guru mitra (guru Biologi). Kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini adalah (1) memberikan
tes tulis, yaitu tes (SOLO) Taxonomy untuk mengukur pemahaman konsep
materi Biologi yang dipelajari, kemampuan memecahkan masalah Biologi, kemampuan
menerapkan konsep Biologi, dan kemampuan berpikir kritis, (2) melaksanakan tes unjuk kerja (performanceassessment), dengan tujuan: melengkapi pengukuran kemampuan memecahkan
masalah Biologi dan kemampuan menerapkan konsep Biologi. Bentuk alat evaluasi
ini adalah portofolio, (3) memberikan tes sikap, dengan tujuan mengukur sikap
siswa terhadap pelajaran Biologi, (4) mencatat
hal-hal penting yang terjadi dalam pembelajaran, dan (5) menjaring
kendala-kendala atau kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan dalam
pembelajaran.
d.
Refleksi
Refleksi dilakukan bersama oleh dosen dan guru
mitra (guru Biologi). Refleksi dilakukan pada setiap pembelajaran dan akhir
siklus. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji atau
menganalisis segala temuan pada tindakan, baik hasil tes tulis, tes unjuk
kerja, hasil observasi, hasil pengamatan terhadap hal-hal penting yang terjadi
selama proses tindakan, maupun penjaringan kendala-kendala atau
kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan selama proses pembelajaran. Hasil
refleksi siklus pertama digunakan sebagai dasar perbaikan dan penyempurnaan
perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus kedua.
Data dikumpulkan dengan menggunakan Tes SOLOTaxonomy untuk mengukur pemahaman konsep materi Biologi yang dipelajari,
kemampuan memecahkan masalah Biologi, kemampuan menerapkan konsep Biologi, dan
kemampuan berpikir kritis. Tes unjuk kerja (performance assessment)
dalam bentuk portofolio, melengkapi pengukuran kemampuan memecahkan masalah Biologi
dan kemampuan menerapkan konsep Biologi. Untuk memberi skor terhadap
unjuk kerja siswa dibuat rubrik. Penyusunan Rubrik mengadaptasi dari Hart
(1994). Tes sikap yang mengadaptasi dari Enger and Yager (2001), dengan tujuan
mengukur sikap siswa terhadap pelajaran Biologi. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Standar kompetensi minimal (SKM)
individual terhadap penguasaan suatu kompetensi pada mata pelajaran Biologi dan
kemampuan berpikir kritis di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 75 %.
3. Hasil
Penelitian dan Pembahasan
Secara umum, pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model PBL pada
pelajaran Biologi dalam penelitian ini sangat baik. Dalam arti, siswa aktif
melakukan kegiatan belajar dengan kegiatan mengidentifikasi dan merumuskan
masalah dari masalah riil kehidupan yang disajikan dalam LKS, merancang
investigasi, melaksanakan investigasi, mengumpulkan data/informasi melalui investigasi,
membahas data/informasi yang diperoleh, mengajukan solusi-solusi terhadap
masalah yang diangkatnya, menyusun laporan, dan mempresentasikan laporan di hadapan
kelas. Semua kegiatan belajar ini dilaksanakan dalam kelompok. Kelompok
kelihatan sangat kompak dalam mengerjakan tugas belajarnya.
Peranan guru dalam
pembelajaran penelitian ini adalah menyajikan masalah yang tidak terstruktur
(melalui LKS), membimbing siswa dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah,
membimbing siswa dalam merencanakan kegiatan investigasi, membimbing siswa
dalam melaksanakan investigasi, membimbing siswa dalam menyusun laporan,
membimbing siswa dalam menyajikan atau presentasi kelas. Satu hal yang juga
dilakukan guru dalam pembelajaran ini adalah pada saat diskusi kelas, guru
dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep siswa.
a.
Pemahaman Konsep Biologi
Ringkasan
hasil penelitian tentang pemahaman konsep Biologi pada siklus I dan siklus II
disajikan dalam tabel 01.
Tabel 01 : Pemahaman Konsep Biologi Siswa pada
Siklus I dan Siklus II
Siklus I
|
Siklus II
|
|||
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
|
Ketuntasan klasikal
(%)
|
93,20
|
70,30
|
100
|
91,89
|
Rerata skor
pemahan konsep
|
79,90
|
75,40
|
86,73
|
81,89
|
Dari tabel 01, dapat
diketahui sebagai berikut. (1) Pada siklus I, kelas X-1 mencapai ketuntasan
klasikal 93,20 % dengan rerata skor 79,90;
kelas X-2 mencapai ketuntasan klasikal 70,30 % dengan rerata skor 75,40.
(2) Pada siklus II, kelas X-1 mencapai ketuntasan klasikal 100 % dengan rerata
skor 86,73; kelas X-2 mencapai ketuntasan klasikal 91,89% dengan rerata skor
81,89.
Berdasarkan hasil
ini, tampak bahwa kelas X-2 pada siklus I, 29,30% siswa belum tuntas. Banyaknya
siswa kelas X-2 yang belum tuntas kemungkinan disebabkan oleh siswa yang
sebelumnya belum pernah mengikuti pelajaran dengan model ini, yang menuntut
siswa benar-benar mandiri dan aktif dalam menggali materi pelajarannya. Berbeda
dengan kelas X-2, kelas X-1 telah mencapai ketuntasan klasikal 93,20 %. Hal ini disebabkan oleh
kelas X-1 merupakan kelas dengan siswa yang yang memiliki kemampuan akademis
lebih baik berdasarkan atas masukannya.
Namun,
pada siklus II kedua kelas mencapai ketuntasan klasikal sangat baik (100 % dan 91,89 % dengan rerata 86,73 dan
81,89). Hal ini berarti, setelah siswa
belajar lebih dari 1,5 bulan di siklus I, siswa telah mampu mengikuti pelajaran
dengan model PBL ini. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa, dengan
menerapkan model PBL dalam pelajaran Biologi, pemahaman konsep Biologi kelas
X-1 dan kelas X-2 meningkat.
Meningkatnya
pemahaman konsep Biologi dengan menerapkan model PBL tidak terlepas dari
kekuatan model ini dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Arnyana (2004; 2005)
dalam penelitian eksperimennya menemukan bahwa penerapan model PBL dapat
meningkatkan hasil belajar Biologi pada siswa SMA di Buleleng. Meningkatnya pemahaman
siswa disebabkan oleh siswa dalam pembelajaran ini membangun pengetahuannya
melalui aktivitas belajar. Peranan guru sebagai pembimbing. Di samping itu,
siswa dalam pembelajaran ini mengkaji masalah-masalah dalam kehidupan aktual
siswa sehingga pembelajaran menjadi sangat bermakna. Konsep-konsep Biologi
digali sendiri oleh siswa dan digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang
mereka hadapi, sehingga siswa mengalami aktivitas fisik dan mental. Oleh karean
itu, pemahaman konsep Biologi menjadi lebih baik. Di samping itu, adanya
diskusi dalam kelompok maupun klasikal akan lebih meningkatkan pemahaman siswa
dalam materi pelajarannya. Walaupun terjadi kesalahan konsep pada siswa, guru
dapat memperbaikinya saat diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
b. Kemampuan
Memecahkan Masalah Biologi
Ringkasan hasil
penelitian tentang kemampuan memecahkan masalah Biologi pada siklus I dan
siklus II disajikan dalam Tabel 02.
Tabel
02: Kemampuan Memecahkan Masalah Biologi pada Siklus I dan Siklus II
Siklus I
|
Siklus II
|
|||
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
|
Ketuntasan klasikal (%)
|
76,70
|
67,60
|
90
|
89,19
|
Rerata skor kemampuan memecahkan masalah Biologi
|
78,20
|
77,74
|
81,63
|
79,86
|
Dari Tabel 02, dapat
diketahui sebagai berikut. (1) Pada siklus I, kelas X-1 mencapai ketuntasan
klasikal 76,70 % dengan rerata skor 78,20 (21,80% siswa belum tuntas); kelas X-2 mencapai ketuntasan klasikal 67,60
% dengan rerata skor 77,74 (32,40% siswa belum tuntas). (2) Pada siklus II,
kelas X-1 mencapai ketuntasan klasikal 90.0 % dengan rerata skor 81,63; kelas
X-2 mencapai ketuntasan klasikal 89,19 % dengan rerata skor 79,86.
Tingginya prosentase
siswa yang belum tuntas pada siklus I kemungkinan disebabkan oleh kelas ini
belum terbiasa belajar mandiri dan belum pernah diajarkan dalam memecahkan
masalah Biologi yang ada di sekitar kehidupannya. Pada saat mereka di SMP,
mereka masih terbiasa “disuapi” dengan materi pelajaran dan belum pernah
dilatih memecahkan masalah aktual dengan menggunakan konsep-konsep yang mereka
pelajari dari buku. Setelah mereka belajar lebih dari 1,5 bulan, maka pada
akhir siklus II kemampuan memecahkan masalah Biologi mereka meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari hasil yang disajikan dalam Tabel 02. Pada siklus II, kelas
X-1 mencapai ketuntasan klasikal 90,0 % dengan rerata skor 81,63, dan kelas X-2
mencapai ketuntasan klasikal 89,19 % dengan rerata skor 79,86. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah Biologi siswa yang belajar
dengan model PBL mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan memecahkan
masalah siswa ini kemungkinan disebabkan karena model ini dirancang untuk
memecahkan masalah riil kehidupan dengan menggunakan kosep-konsep yang mereka
pelajarai di kelas. Dalam pembelajaran, siswa dihadapkan pada masalah tidak
terstruktur, kemudian siswa diharapkan mengidentifikasi dan merumuskan masalah.
Pada langkah berikutnya, siswa dituntut untuk mencari jawaban dan solusi
terhadap masalah yang mereka angkat. Dalam memecahkan masalah, siswa dituntut
untuk mengumpulkan informasi atau data melalui proses investigasi. Pada saat
ini siswa melakukan deduksi, induksi, evaluasi sehingga menghasilkan kesimpulan
dan solusi terhadap masalah tersebut. Melalui proses belajar seperti ini, jelas
nampak bahwa model PBL ini melatih siswa dalam memecahkan masalah, khususnya
masalah Biologi.
c. Kemampuan Menerapkan Konsep-Konsep Biologi pada
Siklus I dan Siklus II
Ringkasan hasil
penelitian tentang kemampuan menerapkan konsep-konsep Biologi pada siklus I dan
siklus II disajikan dalam tabel 03.
Tabel
03 : Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep-Konsep Biologi pada Siklus I dan Siklus
II
Siklus I
|
Siklus II
|
|||
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
|
Ketuntasan klasikal
(%)
|
80,0
|
81,08
|
90,0
|
89,19
|
rerata skor
kemampuan menerapkan konsep Biologi
|
76,20
|
78,24
|
81,0
|
81,35
|
Dari tabel 03, dapat
diketahui sebagai berikut. (1) Pada siklus I, kelas X-1 mencapai ketuntasan
klasikal 80,0 % dengan rerata skor 76,20 (20% siswa belum tuntas); kelas X-2 mencapai ketuntasan klasikal 81,08
% dengan rerata skor 78,24 (29,92% siswa belum tuntas). (2) Pada siklus II,
kelas X-1 mencapai ketuntasan klasikal 90.0 % dengan rerata skor 81,0; kelas
X-2 mencapai ketuntasan klasikal 89,19 % dengan rerata skor 81,35.
Data Tabel 03
menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep Biologi
dari siklus I ke siklus II. Peningkatan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep
Biologi disebabkan oleh kekuatan model PBL dalam melatih siswa dalam memecahkan
masalah. Seperti dikemukakan di atas (bahasan kemampuan memecahkan masalah),
bahwa model PBL dapat melatih siswa dalam memecahkan masalah baik masalah
aktual maupun masalah akademis. Meningkatnya kemampuan memecahkan masalah
sejalan juga dengan kemampuan menerapkan konsep (khususnya dalam peklajaran Biologi).
Untuk dapat memecahkan masalah, siswa harus melakukan deduksi maupun induksi
(kususnya dalam kajian ini adalah deduksi). Siswa yang tidak memahami konsep
dengan baik, tidak akan dapat menerapkan konsep-konsep tersebut dengan baik
untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, makin sering siswa dilatih
memecahkan masalah dalam pembelajaran melalui model PBL, maka kemampuan siswa
dalam menerapkan konsep tersbut dalam memecahkan masalah menjadi lebih baik
pula. Jadi, model PBL dapat dengan baik melatih kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep.
d.
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Ringkasan hasil
penelitian tentang kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan siklus II
disajikan dalam tabel 0.4.
Tabel
04: Kemampuan Siswa dalam Berpikir Kritis pada Siklus I dan Siklus II
Siklus I
|
Siklus II
|
|||
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
|
Ketuntasan klasikal
(%)
|
76,70
|
72,97
|
93,30
|
83,78
|
Rerata skor
kemampuan berpikir kritis
|
79,80
|
77,83
|
79,50
|
80,06
|
Dari tabel 04, dapat
diketahui sebagai berikut. (1) Pada siklus I, kelas X-1 mencapai ketuntasan klasikal
76,70 % dengan rerata skor 79,80 (23,30% siswa belum tuntas); kelas X-2 mencapai ketuntasan klasikal 72,97
% dengan rerata skor 77,83 (27,03% siswa
belum tuntas). (2) Pada siklus II, kelas X-1 mencapai ketuntasan klasikal 93,30
% dengan rerata skor 79,50; kelas X-2 mencapai ketuntasan klasikal 83,78 %
dengan rerata skor 80,06.
Berpikir kritis yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah proses terorganisasi yang melibatkan
aktivitas mental yang mencakup kemampuan merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan
deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi, dan memutuskan serta
melaksanakan dalam memecahkan suatu masalah.
Dengan
model PBL, siswa melakukan proses belajar: membatasi masalah dari masalah yang ill-structured, merumuskan masalah,
merumuskan jawaban sementara terhadap masalah dengan mendeduksikan
konsep-konsep, merencanakan invstigasi untuk mengumpulkan data, melakukan
investigasi, melakukan eksplanasi, menyimpulkan, dan memutuskan rekomendasi
solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi. Dengan latihan seperti ini, jelas
siswa yang belajar dengan model PBL terlatih dalam merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan
deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi, dan memutuskan serta
melaksanakan dalam memecahkan suatu masalah.
e. Sikap
Siswa terhadap Pelajaran Biologi pada Siklus I dan Siklus II
Ringkasan hasil
penelitian tentang sikap siswa terhadap pelajaran Biologi pada siklus I dan
siklus II disajikan dalam tabel 05.
Tabel
05 : Sikap Siswa pada Pelajaran Biologi
pada Siklus I dan Siklus II
Siklus I
|
Siklus II
|
|||||||
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
Kelas X-1
|
Kelas X-2
|
|||||
Positif
|
Negatif
|
Positif
|
Negatif
|
Positif
|
Negatif
|
Positif
|
Negatif
|
|
Sikap siswa
terhadap pelajaran Biologi (%)
|
96,70
|
3,30
|
100,0
|
0,0
|
100,0
|
0
|
97,30
|
2,70
|
Dari tabel 05, dapat
diketahui sebagai berikut. (1) Pada siklus I, siswa kelas X-1 yang sikapnya
positif terhadap pelajaran Biologi mencapai 96,70 %; siswa kelas X-2 yang sikapnya
positif terhadap pelajaran Biologi mencapai 100 %. (2) Pada siklus II, siswa kelas X-1 yang sikapnya
positif terhadap pelajaran Biologi mencapai 100 %; siswa kelas X-2 yang sikapnya
positif terhadap pelajran Biologi mencapai 97,30 %
Tabel 05 menunjukkan
bahwa secara umum siswa bersikap positif terhadap pelajaran Biologi. Hal ini sesuai
dengan penelitian Arnyana (2005) yang menemukan bahwa siswa yang belajar dengan
model PBL dapat meningkatkan minat belajar siswa dan meningkatkan sikap positif
siswa terhadap pelajaran Biologi. Dari hasil refleksi diri siswa yang ditulis
dalam portofolio terungkap bahwa siswa sangat senang mempelajari Biologi, apa
lagi disertai dengan mengkaji masalah-masalah autentik yang terkait dengan
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa merasakan bahwa pelajaran seperti ini
sangat bermakna baginya. Di samping itu, komentar siswa terhadap pelajaran Biologi
adalah (1) Biologi adalah ilmu yang menyenangkan karena Biologi sangat dekat
dengan kehidupan siswa, (2) berusaha menguasai Biologi karena ingin
menlanjutkan ke perguruan tinggi yang dasar teorinya Biologi, (3) guru yang
mengajar menyenangkan dan menarik, (4) dan lain-lainnya.
4. Penutup
Dari
penelitian ini dapat dibuat simpulan sebagai berikut. (1) Model Belajar
Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan pemahaman konsep Biologi siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja
tahun pelajaran 2006/2007. (2) Model PBL dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah Biologi siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran
2006/2007. (3) Model PBL dapat meningkatkan kemampuan menerapkan konsep-konsep Biologi
siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2006/2007. (4) Model PBL
dapat meningkatkan sikap positif siswa
kelas X SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2006/2007 terhadap pelajaran Biologi.
(5) Model PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2006/2007.
Saran
yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Para
peneliti lain hendaknya menemukan model-model pembelajaran lain untuk
meningkatkan kompetensi dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. (2) Para
guru, khususnya guru Biologi dapat memilih model PBL dalam pembelajarannya
untuk meningkatkan kompetensi, kemampuan berpikir, dan sikap siswa terhadap
pelajaran Biologi. (3) Para guru hendaknya mengubah paradigma
pembelajarannya dari teacher centered ke student
centered dengan menerapkan model PBL.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. New
York: McGraw-Hill.
Arnyana, I.B.P. 2004. Pengembangan Perangkat
Model Belajar Berdasarkan Masalah Dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruhnya
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah
Atas pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi (Tidak Dipublikasi). Malang:
Universitas Negeri Malang.
Arnyana, I.B.P. 2005. Pengarauh Penerapan Strategi
Pembelajaran Inovatif pada Pelajaran Biologi terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif dan Kompetensi Siswa Siswa SMA. Laporan
Penelitian (Tidak Dipublikasi) Singaraja: IKIP Negeri Singaraja
Enis, R.H. 1985. Goals for A Critical Thiking Curriculum.
Costa, A.L. (Ed). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking.
(hlm. 54-57) Alexandra, Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum
Development (ASCD).
Enger, S. K. and Yager, R. E. 2001. Assessing
Student Understanding In Science. California: Corwin Press, Inc.
Fogarty, R. 1997. Problem Based Learning and
Other Curicular Models for Multiple Intellegences Classroom. New York:
IRI/Skyligt Training and Publishing, Inc.
Gagne, R.M. 1980. Learnabel Aspects of Human
Thinking. In: Lawson, A. E. (Ed) . Science Education Information Report.
(hlm. 1-28.) New York: The Eric Science, Mathematics and Environmental
Education Clearing House .
Ibrahim, M. dan Nur, M. 2000. Pengajaran
Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University Press.
Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching and
Learning. Califorenia: Corwin Press, Inc.
Krulik, S. and Rudnik, J. A. 1996. The New Source
Book Teaching Reasioning and Pbroblem Solving in Junior and Senior Hig School.
Massachusets: Allyn & Bacon.
Liliasari. 2000. Model Pembelajaran untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Proseding
Seminar Nasional 23 Pebruari 2000. (hlm. 135-140). Malang: Dirjen Dikti
Depdiknas – JICA-IMSTEP.
Marzano, R.J. et al. 1988. Dimension of
Thinking A Framework for Curriculum and Instruction. Virginia: Assosiation
for Supervisions and Curriculum Development (ASCD).
McNiff, J. 1992. Action Research Principles and
Practice. London: MacMillan
Education Ltd.
Pusat Kurikulum. 2002a. Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Pusat Kurikulum. 2002b. Kegiatan Belajar
Mengajar Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Pusat Kurikulum. 2002c. Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Pusat Balitbang Depdiknas
Rindell, A. J. A. 1999. Applying Inquiry-Based and
Cooperative Group Learning Strategies to Promote Critical Thinking. Journal
of College Science Teaching (JCST) 28(3): 203-207.
Tim Broad Based Education (BBE). 2002a. Konsep
Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Broad Based Education
(BBE). Buku I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI.
Tim Broad Based Education (BBE). 2002b. Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (LifeSkill) Melalui Pendekatan Broad Based Education (BBE). Buku II. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional RI.
Wheeler, S. 2002. Dual-Mode Delivery of
Problem-Based Learning: A Constructivist Persfektif. (Online). http://searchyahoo.com/search?
p=problem+based+ learning. Diakses 9 Maret 2003.
0 Response to "CONTOH PENELITIAN TINDAKAN KELAS PTK BIOLOGI SMA PENERAPAN MODEL PBL PADA PELAJARAN BIOLOGI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SINGARAJA TAHUN PELAJARAN 2006/2007"
Posting Komentar