1.1 Latar Belakang
Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik (Wikipedia). Tujuan utama diselenggarakannya proses
belajar adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan tersebut utamanya
adalah keberhasilan peserta didik belajar pada suatu mata pelajaran maupun
pendidikan pada umumnya (Krismanto, 2003).
Matematika sekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam pedoman penyusunan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan dijelaskan bahwa tujuan pengajaran matematika di sekolah antara lain
agar siswa memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh, serta mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (Depdiknas: 2006).
Kondisi yang mewarnai
pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya mutu pendidikan
matematika. Dilihat dari data TIMSS 2007, terbukti pada nilai matematika yang
lebih rendah daripada nilai mata pelajaran lain.
Mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh
kualitas proses dan isi pendidikan, mutu dipandang hasil tetapi dapat pula dilihat
dari proses pembelajaran di kelas, mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan
berbagai masalah, seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat
menyelesaikan studinya pada jenjang lebih tinggi. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 yang menjadi acuan sekarang ini antara lain menyatakan
bahwa dalam kegiatan pembelajaran, pendidik hendaknya menerapkan berbagai
pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang mendidik secara
kreatif, penataan materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan
yang dipilih dan karakteristik peserta didik. Pengajaran ini dimulai dari
hal-hal konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak. Pembelajaran diarahkan agar
peserta didik memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis
dan kreatif serta memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam
kehidupan, harapan tersebut tidak sejalan dengan situasi dan kondisi
pembelajaran matematika di kelas selama ini dalam belajar adalah pembelajaran
secara konvensional dimana peserta didik hanya menerima saja apa yang
disampaikan oleh pendidik, urutan penyajian bahan dimulai dari abstrak ke
konkret, yang bertentangan dengan perkembangan kognitif peserta didik yang
masih ditingkat rendah.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat
abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak peserta didik mengalami
kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika peserta didik baik secara
nasional maupun internasional belum menggembirakan. Rendahnya prestasi matematika
peserta didik disebabkan oleh faktor peserta didik yaitu mengalami masalah
secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar
matematika peserta didik belum bermakna, sehingga pengertian peserta didik
tentang konsep sangat lemah.
Menurut survey terhadap peserta
didik atau konsultasi dengan
pendidik, ternyata materi operasi hitung pada umumnya dan materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada khususnya merupakan salah satu materi mattematika
dipandang sukar. Pada materi operasi hitung bilangan bulat umumnya prestasi
peserta didik masih rendah. Hal ini disebabkan karena peserta didik
tidak memahami konsep operasi hitung bilangan bulat secara benar, peserta
didik kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal penerapan mengenai materi operasi hitung
bilangan bulat.
Materi statistika adalah salah
satu materi operasi hitung bilangan bulat yang diajarkan pada semester 1 kelas XI.
Materi ini adalah materi yang tentunya dikaitkan dengan materi-materi
sebelumnya. Terkadang pendidik hanya menyampaikan materi secara verbal tentang
sifat-sifat, rumus statistika bulat. Peserta
didik tanpa diberi kesempatan
untuk mengetahui darimana hal itu diperoleh. Peserta
didik mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal cerita tentang statistika.
Peneliti mengadakan observasi awal melalui wawancara dengan guru-guru matematika
dan peserta didik kelas XI di SMA 14 Semarang menunjukkan bahwa pembelajaran statistika
khususnya tentang kompetensi organisasi dan penyajian data serta tendensi
sentral masih rendah. Mereka memiliki keinginan untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menarik agar peserta didik memahami
tentang statistika benar-benar diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kenyataannya guru sendiri jarang memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menemukan konsep statistika secara mandiri, peserta didik hanya disuruh
menghafal suatu rumus yang sudah disajikan kepada
peserta didik, sehingga keaktifan dan keterampilan proses kurang terasah dengan
baik. Melibatkan peserta didik dalam menemukan konsep dasar merupakan cara yang
baik untuk memahami konsep matematika abstrak (Herbst, 2006: 314).
Agar proses pembelajaran statistika
menjadi bermakna, kontekstual dan tidak membosankan diperlukan model
pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik, dapat melibatkan peserta
didik secara aktif, dan peserta didik dapat menggunakan pengetahuan yang telah
dimilikinya untuk mengkonstruk pengetahuan yang baru, dan dapat menuntun
peserta didik dalam mengkonstruk pengetahuannya, sehingga dapat menarik minat
peserta didik dan menyenangkan.
Anak dapat membuat suatu model operasi
hitung bilangan bulat secara spontan dari pengalamannya sehari-hari, instruksi
secara eksplisit dan implisit dari sekolah, dan gambar yang terdapat pada buku
matematika (Hasegawa, 1997: 158). Dalam hal ini, pembelajaran akan menjadi
bermakna jika mengaitkan pengalaman kehidupan nyata peserta
didik dengan ide-ide atau
konsep-konsep matematika dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, pentingnya
menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki peserta
didik pada kehidupan
sehari-hari atau bidang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut
perlu adanya suatu pembelajaran dengan pendekatan atau metode tertentu yang
dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan hasil belajar peserta
didik. Pada penelitian ini
akan diterapkan metode kooperatif Group nInvestigation berbasis Kontekstual. Pembelajaran ini pada prinsipnya adalah
mengembangkan perangkat yang pembelajarannya dirancang dengan metode kooperatif
Group Investigation dan perangkat
pembelajarannya memenuhi indikator-indikator dengan pendekatan Kontekstual.
Salah satu metode pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik adalah metode pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran
kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Setiap peserta didik mempunyai kesempatan yang
sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada peserta didik dalam bentuk
diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam
memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif, peserta didik lebih
termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi,
serta mampu membangun hubungan interpersonal.
Metode ini menuntut para
peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun
dalam ketrampilan proses kelompok (groupprocess skills). Para pendidik yang menggunakan metode investigasi kelompok
umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6
peserta didik dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat
juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu
topik tertentu. Para peserta didik memilih topik yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu
laporan di depan kelas secara keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Apakah pembelajaran matematika dengan
metode Group Investigation berbasis
Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas XI dapat meningkatkan keaktifan belajar
siswa?
2. Apakah pembelajaran matematika dengan
metode Group Investigation berbasis
Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas XI dapat meningkatkan jumlah
siswa yang tuntas prestasi belajarnya?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada
pembelajaran matematika dengan metode Group
Investigation berbasis Kontekstual
pada pokok bahasan statistika
di kelas XI.
2. Untuk meningkatkan jumlah siswa yang
tuntas prestasi belajarnya pada pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistiska di kelas XI.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa: Siswa menjadi terlatih untuk
dapat menghubungkan materi abstrak matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Mereka mempunyai kebiasaan mandiri dalam memecahkan masalah dan ada keberanian
mengemukakan pendapat.
2. Bagi guru: Guru mempunyai cara bagaimana
membuat pembelajaran berpusat pada siswa, guru memiliki variasi dalam memilih
metode pembelajaran.
3. Bagi sekolah: diperolehnya pengembangan
pembelajaran dan pengembangan kurikulum.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pembelajaran Matematika
Gagne (Pribadi, 2009: 9) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai ”a set of events embedded in purposefulactivities that facilitate learning”. Pembelajaran adalah serangkaian
aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya
proses belajar.
Matematika adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Melalui
penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari
pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun
dan pergerakan benda-benda fisika. Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai
salat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran
medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Oleh
karena itu, matematika penting untuk dipelajari oleh semua kalangan.
Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas mengajar dan aktivitas
belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks mengupayakan
terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Jalinan
komunikasi ini menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran yang
berlangsung dengan baik. Dengan demikian tujuan pengajaran adalah tujuan dari
suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang pesat
baik meteri maupun kegunaannya. Mata pelajaran matematika berfungsi melambangkan
kemampuan komunikasi dengan menggambarkan bilangan-bilangan dan simbol-simbol
serta ketajaman penalaran yang dapat memberi kejelasan dan menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan dari pengajaran matematika adalah:
1. Mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan
keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, dan
2. Mempersiapkan peserta didik menggunakan matematika dan
pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas jelas bahwa kehidupan ini akan terus berkembang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu peserta
didik harus memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi
untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan
pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerja sama
yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti
perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran
yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan.
2.2
Teori Belajar
Menurut teori Gestalt (Adrian, 2009), belajar sangat
menguntungkan untuk kegiatan memecahkan masalah. Belajar memecahkan masalah
diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaimana seseorang itu dapat
memecahkan masalah menurut John Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
a.
Realisasi
adanya masalah. Jadi harus memahami apa
masalahnya dan juga harus dapat merumuskan.
b.
Mengajukan
hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
c.
Mengumpulkan
data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
d.
Menilai
dan mencobakan usaha pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang
diperoleh.
e.
Mengambil
kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Menurut Ausubel dalam Hudojo (1988) belajar dikatakan menjadi bermakna bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan pengetahuan
barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel juga mengemukakan
belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu informasi yang dipelajari,
ditentukan bebas oleh peserta didik. Peserta didik tersebut kemudian
menghubungkan pengetahuan baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki.
Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu persegi. Dengan
mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi
panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat persegi tersebut.
Materi yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan peserta didik (learning task) adalah materi atau tugas
yang bermakna bagi peserta didik. Artinya, materi atau tugas tersebut terkait
dengan struktur kognitif pada saat itu telah dimiliki peserta didik, sehingga peserta
didik dapat mengasimilasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang dipelajari itu
ke dalam struktur kognitif yang dimiliki peserta didik.
Belajar bermakna akan terjadi apabila ada keinginan peserta didik untuk
memahami hal-hal yang akan dipelajari serta keterkaitan materi dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik.
Menurut Vygotsky dalam Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2004:22),
proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila peserta didik
belajar secara kooperatif dengan peserta didik lain, suasana lingkungan yang
mendukung, dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa. Hasil
belajar merupakan perkembangan kemampuan kognitif peserta didik dan interaksi
sosial peserta didik dengan orang lain.
2.3
Metode Group Investigation
Group Investigation
merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi
(informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,
misalnya dari buku pelajaran atau peserta didik dapat mencari melalui internet.
Peserta didik dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun
cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para peserta
didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
keterampilan proses kelompok. Model
Group Investigation dapat melatih
peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan
peserta didik secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap
akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep
utama, yaitu: penelitian atau enquiri,
pengetahuan atau knowledge, dan
dinamika kelompok atau the dynamic of the
learning group. Penelitian di sini adalah proses dinamika peserta didik
memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan
adalah pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang
menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan
pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.
Slavin (2010), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1.
Menguasai Kemampuan Kelompok
Di
dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat
kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, peserta didik dapat
mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas,
kemudian peserta didik mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap
anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2.
Perencanaan Kooperatif
Peserta didik
bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa
yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di
dalam kelas.
3.
Peran Guru
Guru
menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok
memperhatikan peserta didik mengatur pekerjaan dan membantu peserta didik
mengatur pekerjaannya dan membantu jika peserta didik menemukan kesulitan dalam
interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 peserta didik
dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan
atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
Selanjutnya peserta didik memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan
dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode GroupInvestigation dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Seleksi topik
Para peserta didik
memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dulu oleh guru. Para peserta didik selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan
2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik
maupun kemampuan akademik.
2.
Merencanakan kerjasama
Para peserta didik
bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan
umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari
langkah 1) diatas.
3.
Implementasi
Para
peserta didik melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2).
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para peserta didik untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4.
Analisis dan sintesis
Para peserta didik
menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3)
dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di
depan kelas.
5.
Penyajian hasil akhir
Semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua peserta didik dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok
dikoordinir oleh guru.
6.
Evaluasi
Guru beserta peserta
didik melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan
kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap peserta didik
secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Enam tahapan kemajuan
peserta didik di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation :
·
Tahap I
Mengidentifikasi
topik dan membagi peserta didik ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan
bagi peserta didik untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok
dibentuk berdasarkan heterogenitas.
·
Tahap II
Merencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat
perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa
yang akan dipakai.
·
Tahap III
Membuat penyelidikan. Peserta
didik mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan
dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai
solusi masalah kelompok.
·
Tahap IV
Mempersiapkan tugas
akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di
depan kelas.
·
Tahap V
Mempresentasikan
tugas akhir. Peserta didik mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok
lain tetap mengikuti.
·
Tahap VI
Evaluasi. Soal ulangan
mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Dalam pembelajaran model ini, prinsip yang dikembangkan
adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, dan sumber kritik yang
konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah,
pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan
proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti hakikat dan fokus
masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi
yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi
tersebut.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran
kerja peserta didik, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan
kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.
2.4 Pembelajaran
Kontekstual
Penerapan pembelajaran Kontekstual di kelas-kelas Amerika pertama-tama
diusulkan oleh John Dewey. Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu kurikulum
dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman peserta didik.
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta didik dari TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam
sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah yang
disimulasikan.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila peserta didik
menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, peserta didik,
dan tenaga kerja. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi
dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.
Enam unsur kunci pembelajaran kontekstual, yaitu :
1.
Pembelajaran bermakna : pemahaman, relevansi, dan penghargaan pribadi peserta didik bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka;
2.
Penerapan pengetahuan : kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang
dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa
sekarang dan akan dating;
3.
Berfikir tingkat lebih tinggi : peserta
didik dilatih untuk
berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami persoalan, atau
memecahkan suatu masalah;
4.
Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar : konten pengajaran
berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, Negara bagian,
nasional, asosiasi, dan / atau industri;
5.
Responsif terhadap budaya : pendidik harus memahami dan menghormati
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik;
6.
Penilaian autentik : penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang
secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari peserta didik.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik
dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assessment).
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna
konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi
melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemanduan materi
pelajaran dengan konteks keseharian peserta
didik di dalam pembelajaran
kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana peserta didik
kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Peserta didik
mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab
yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan
pengetahuan mereka.
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan.
Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan
pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi peserta didik
dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dala pembelajaran seumur
hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi
pelajaran yang dipelajari peserta
didik dengan konteks dimana materi
tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau
cara peserta didik belajar. Konteks memberikan arti, relevansi, dan manfaat
penuh terhadap belajar.
Materi pelajaran akan tambah berarti jika peserta didik
mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka,
dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan
menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Peserta didik akan bekerja keras
untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan
pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Dan selanjutnya peserta didik
memanfaatkan kembali pemahamanpengetahuan dan kemampuannya itu dalam berbagai
konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan masalah dunia nyata yang kompleks,
baik secara mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan struktur kelompok.
Jadi jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan
ruang kelas yang di dalamnya peserta
didik akan menjadi peserta aktif
bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.
Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk
menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik
untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan pekerja (Trianto, 2007:
101-105).
2.5. Hasil Belajar
Menurut
Winkel (1991:42), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai
siswa di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang
khas. Dalam hal ini hasil belajar meliputi keaktifan, ketrampilan proses,
motivasi, juga prestasi belajar. Hasil belajar adalah kemampuan seseorang dalam
menyelesaikan suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan hasilnya adalah menyangkut
aspek afektif, aspek psikomotor, dan aspek kognitif. Dari ketiga aspek tersebut
pada penelitian ini hanya akan dibahas aspek afektif pada keaktifan siswa
belajar, dan aspek kognitif pada prestasi belajar siswa.
2.5.1 Keaktifan dalam Pembelajaran Matematika
Untuk mencapai
aktivitas maksimal belajar peserta didik, dalam pembelajaran
harus ada aksi untuk berkomunikasi yang jelas antara guru dengan peserta didik,
sehingga kegiatan belajar oleh peserta didik dapat berdaya guna dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Aktivitas peserta didik dalam pembelajaran bisa positif maupun negatif.
Aktivitas peserta didik yang positif misalnya, mengajukan pendapat atau
gagasan, mengerjakan tugas atau soal, komunikasi dengan guru secara aktif dalam
pemebelajaran dan komunikasi dengan sesama peserta didik sehingga dapat
memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi, sedangkan aktivitas peserta
didik yang negatif, misalnya mengganggu sesama peserta didik pada saat proses
belajar mengajar di kelas, melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan
pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru
(Sukestiyarno, 2008).
Dierich membagi aktivitas belajar menjadi 8 kelompok, yaitu :
a. Kegiatan-kegiatan visual, seperti:
membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, atau mengamati orang lain
bekerja.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti:
mengemukakan fakta/pendapat, mengajukan pertanyaan, berwawancara, atau diskusi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti:
mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.
d. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti:
mengerjakan tes, menulis laporan atau rangkuman, memeriksa hasil diskusi.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti :
menggambar, membuat grafik, diagram, atau pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti :
melakukan percobaan, memilih alas-alas, membuat model, menyelenggarakan
simulasi.
g. Kegiatan-kegiatan mental, seperti:
merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor,
menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti :
minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.
Dalam
penelitian ini, keaktifan yang diamati adalah keaktifan dalam partisipasi
mengawali pembelajaran, partisipasi dalam proses pembelajaran, dan menutup
jalannya pembelajaran.
2.5.2 Prestasi Belajar Peserta Didik
Prestasi adalah kemampuan
seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan
prestasi adalah hasil usaha. Perbedaan
hasil belajar dengan prestasi belajar, bahwa penilaian hasil belajar dilakukan menyangkut
3 aspek, sementara penilaian prestasi belajar dilakukan pada aspek kognitif. Prestasi
belajar merupakan sesuatu yang harus dapat diukur (measurable). Mengukur prestasi belajar berarti mengukur atau
melakukan penilaian mengenai seberapa besar pencapaian kompetensi dasar yang
diperoleh peserta didik. Kompetensi
dasar berarti kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan efektif.
Selanjutnya
penilaian prestasi belajar pada penelitian ini difokuskan pada penilaian pada
aspek kognitif peserta didik yang berkenaan dengan tingkat pencapaian
kompetensi dasar pada materi operasi hitung bilangan bulat. Data penilaian
diambil melalui tes tertulis yang dilaksanakan pada akhir kegiatan.
2.6 Materi Statistika
Statistika merupakan salah satu materi pada pelajaran Matematika kelas XI semester
1. Dalam penelitian Standar Kompetensi yang terkait
dengan materi statistika adalah Memahami dan menggunakan sifat-sifat data
dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kompetensi
yang terkait adalah organisasi data, penyajian data dan tendensi sentral.
Indikator yang akan dicapai adalah:
- menjelaskan peranan/kegunaan statistika dalam kehidupan sehari-hari
- menjelaskan pengertian statistik dan statistika
- menjelaskan pengertian variabel dan data
- membedakan jenis data
- penyajian data
Materi operasi hitung bilangan bulat erat kaitannya
dengan masalah-masalah kontekstual.
Untuk memudahkan peserta didik menguasai materi operasi hitung bilangan
bulat maka digunakan model pembelajaran Group
Investigation berbasis Kontekstual sehingga peserta didik diajak untuk
mengkonstruk dari proses pembentukan konsep dan mengkonstruk pemikirannya dalam
berbagai masalah kontekstual serta masalah program keahlian yang terkait dengan
materi operasi hitung bilangan bulat.
Penyampaian materi operasi hitung bilangan bulat dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan Kontekstual, di mana peserta didik
dilatih atau membiasakan diri mengkonstruk idenya sendiri dalam menemukan
konsep, mengaitkan konsep, menggunakan
konsep dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini diharapkan dapat
memunculkan keaktifan dan keterampilan proses sehingga berpengaruh terhadap
prestasi belajar peserta didik.
2.7 Kerangka Pikir
Penelitian
ini diawali dengan membuat perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang
berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Peserta
Didik (LKPD).
Pembelajaran
dimulai dengan pemberian tugas terstruktur yang belum di ajarkan pada tatap
muka, berupa materi dan LKPD. Tugas yang
harus dipelajari dan dikerjakan siswa adalah membuat rangkuman matari (yang
dapat diambil juga dari sumber manapun), membuat daftar pertanyaan dan
mengerjakan soal yang ada di LKPD tersebut. Pemberian tugas terstruktur
tersebut untuk mendorong siswa agar aktif mandiri tanpa bantuan guru terlebih
dahulu. Mereka dapat berkomunikasi dengan siapa saja kecuali guru kelas. Disini
siswa akan melakukan eksplorasi menggali pengetahuan lama (melakukan
eksplorasi), dan mencari informasi. Mereka akan tumbuh keaktifannya untuk
mempelajari konsep yang diberikan.
Kegiatan
selanjutnya, dilakukan apersepsi pada saat tatap muka. Siswa akan dimintai
pertanggungjawabannya tentang belajar mandiri mengerjakan tugas tersetruktur.
Disini anak diajak melakukan elaborasi, yakni mengumpulkan informasi dari
berbagai teman dan dari guru melalui tanya jawab. Disini keaktifan siswa
mempelajari materi semakin ditumbuhkan dan dikuatkan. Mereka akan banyak
bertanya karena hasil belajar mandirinya masih banyak yang belum di ketahui.
Terjadilah proses interaktif antar siswa dan guru.
Untuk
semakin meningkatkan keaktifan siswa, selanjutnya dilakukan metode Group
Investigation berbasis konstruktifisme. Disini siswa diajak menemukan lagi
konsep-konsep yang sudah dipelajari di rumah. Awal
dari proses pembelajaran pada tiap pertemuan yaitu pendidik
membagi beberapa kelompok sesuai dengan statistika yang dipilih oleh peserta
didik dalam bentuk LKPD. Jika kelompok melebihi kapasitas, peserta yang akan
mengatur pembagian kelompok. Pendidik
memberikan permasalahan dan peserta didik menyelesaikannya dalam masing-masing
kelompok. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe GroupInvestigation berbasis Kontekstual diharapkan terjadi proses
dialogis dan pembelajaran yang lebih terbuka dan bermakna. Dengan pembelajaran
yang lebih dialogis dan lebih terbuka, disini keaktifan siswa semakin
meningkat. Pningkatan aktivitas peserta
didik ini tentu saja akan disertai peningkatan kemampuan
penguasaan materi konsepnya. Akhirnya bila diberi tes tentu saja siswa akan
lebih baik hasil yang diperolehnya.
Hipotesis
Sesuai
dengan kerangka berpikir dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian adalah
1. Pembelajaran matematika dengan metode GroupInvestigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas
XI dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa.
2. Pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual
pada pokok bahasan statistika di kelas XI dapat meningkatkan jumlah siswa yang
tuntas prestasi belajarnya
BAB III
METODE
PENELITIAN
1. Ruang Lingkup Penelitian
Subyek
yang akan diteliti atau sampel yang akan diteliti ialah siswa yang
mendapat pembelajaran operasi hitung bilangan
bulat khususnya statistka pada semester I kelas XI SMA 14 Semarang tahun ajaran
2010/2011.
Materi
yang diberikan adalah materi operasi hitung bilangan bulat menyangkut operasi
hitung bilangan bulat.
Indikator yang harus dicapai adalah:
1. menjelaskan peranan/kegunaan statistika
dalam kehidupan sehari-hari
2. menjelaskan pengertian statistik dan
statistika
3. menjelaskan pengertian variabel dan data
4. membedakan jenis data
5. penyajian data
Variabel Penelitian
Variabel indikator yang diamati dan dites dalam penelitian ini meliputi:
a. Keaktifan siswa
b. Prestasi belajar siswa
dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat
dengan metode group investigation berbasis konstruktivisme kelas XI SD Petompon
Semarang.
D. Prosedur yang Digunakan
Penelitian ini dilaksanakan dengan PTK 3
siklus. Penelitian dilakukan secara kolaborasi. Pada setiap siklus memuat 4
langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi.
Siklus Kegiatan
Siklus 1
Perencanaan
a.
Meninjua kembali rancangan
pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 1 yakni Silabus, RPP tentang variariabel
data, dan jenis-jenis data Penekanan perencanaan disini adalah menyiapkan siswa
benar-benar siap melaksakan tugas terstruktur.
b.
Menyiapkan
LKPD berupa tugas rumah maupun soal turnamen: Isi program modul ini berupa
ringkasan materi dan soal-soal yang dicalonkan dalam group invertigasi. Soal-soal
dikerjakan sebaiknya dalam kelompok. Bahan ini diberikan sebelum pembelajaran.
Pelaksanaan
a. Guru didampingi pengamat menampung semua
permasalahan yang muncul setelah siswa mempelajari LKPD yang sudah diberikan sebelumnya.
b. Permasalahan dibahas bersama dengan model
tanya jawab sambil menjelaskan materi. Apabila permasalahan muncul dari siswa
pada suatu kelompok, maka pemecahannya dilakukan dengan saling lempar pada
siswa yang sudah tahu. Mereka yang dapat menyelesaikan masalah dapat poin
bintang atas nama kelompok dan atas nama pribadi.
c. Untuk memperjelas atau mempertegas materi
siswa diberi tugas untuk didiskusikan lagi melalui Group investigasi berbasis
konnstruktivisme.
d. Guru memberikan soal untuk tahap pertama. Dalam
kegiatan ini di bawah pengawasan dan bimbingan guru.
e. Pada suatu penyelesaian suatu masalah soal
siswa atau kelompok yang berhasil wajib menjelaskan pada kelompok lain dengan
bimbingan guru.
f. Siswa diberi tes akhis siklus.
Evaluasi
a.
Guru mengamati apakah keaktifan
siswa yang sudah dapat dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran siklus 1.
b. guru mengamati pada setiap kegiatan yang
dilakukan siswa. Dimulai dari permasalahan yang muncul pada awal pelajaran
hingga akhir pelajaran. Berikan penilaian untuk masing-masing siswa tentang
indikator keaktifan yang telah disiapkan.
c. Akhirnya guru memberi tes untuk akhir
siklus 1
Refleksi
a. Secara kolaboratif guru dan pengamat menganalisis
hasil pengamatan dan hasil tes. Selanjutnya membuat suatu refleksi, membuat
simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus 1.
b. Mendiskusikan hasil analisis berdasar
indikator pengamatan, dan indikator soal evaluasi. Membuat suatu perbaikan
tindakan atau rancangan revisi berdasar hasil analisis pencapaian
indikator-indikator tersebut.
Siklus 2
Perencanaan
a.
Meninjua
kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 2 yakni Silabus, RPP
tentang pengurangan presentasi data Penekanan perencanaan disini adalah
menyiapkan siswa benar-benar siap melaksakan tugas terstruktur selanjutnya.
b.
Menyiapkan
LKPD berupa tugas rumah maupun soal: Soal-soal dikerjakan dalam kelompok. Bahan
ini diberikan sebelum pembelajaran.
Pelaksanaan
a. Guru didampingi pengamat menampung semua
permasalahan yang muncul setelah siswa mempelajari LKPD yang sudah diberikan sebelumnya.
b. Permasalahan dibahas bersama dengan model
tanya jawab sambil menjelaskan materi. Apabila permasalahan muncul dari siswa
pada suatu kelompok, maka pemecahannya dilakukan dengan saling lempar pada
siswa yang sudah tahu.
c. Untuk memperjelas atau mempertegas materi
siswa diberi tugas untuk didiskusikan lagi melalui Group investigasi berbasis
konnstruktivismen. Disini siswa sudah
ditingkatkan diberi masalah untuk dipecahkan dalam kelompoknya. Guru sesekali
memberi bimbingan.
d. Guru memberikan soal untuk tahap kedua. Dalam
kegiatan ini di bawah pengawasan dan bimbingan guru.
e. Pada suatu penyelesaian suatu masalah soal
siswa atau kelompok yang berhasil wajib menjelaskan pada kelompok lain. Guru
membimbing sedikit pada presentasi, sudah mulai akan dilepas.
f. Siswa diberi tes akhis siklus.
Evaluasi
a.
Guru
mengamati apakah keaktifan siswa yang sudah dapat
dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran siklus 2.
b. guru mengamati pada setiap kegiatan yang
dilakukan siswa. Dimulai dari permasalahan yang muncul pada awal pelajaran
hingga akhir pelajaran. Berikan penilaian untuk masing-masing siswa tentang
indikator keaktifan yang telah disiapkan.
c. Akhirnya guru memberi tes untuk akhir
siklus 2
Refleksi
a. Secara kolaboratif guru dan pengamat menganalisis
hasil pengamatan dan hasil tes. Selanjutnya membuat suatu refleksi, membuat
simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus 2. Disini siswa diminta lebih
berani berpendapat, dan mandiri dalam melakukan pemecahan masalah.
b. Mendiskusikan hasil analisis berdasar
indikator pengamatan, dan indikator soal evaluasi. Membuat suatu perbaikan
tindakan atau rancangan revisi berdasar hasil analisis pencapaian
indikator-indikator tersebut.
Siklus 3
Perencanaan
a.
Meninjua kembali rancangan
pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 3 yakni Silabus, RPP tentang ukuran
tendensi sentral. Penekanan
perencanaan disini adalah menyiapkan siswa benar-benar siap melaksakan tugas
terstruktur.
b.
Menyiapkan
LKPD berupa tugas rumah maupun soal turnamen: Isi program modul ini berupa
ringkasan materi dan soal-soal yang dicalonkan dalam group invertigasi. Soal-soal
dikerjakan dalam kelompok. Bahan ini diberikan sebelum pembelajaran.
Pelaksanaan
a. Guru didampingi pengamat menampung semua
permasalahan yang muncul setelah siswa mempelajari LKPD yang sudah diberikan sebelumnya.
b. Permasalahan dibahas bersama dengan model
tanya jawab sambil menjelaskan materi. Apabila permasalahan muncul dari siswa
pada suatu kelompok, maka pemecahannya dilakukan dengan saling lempar pada
siswa yang sudah tahu. Mereka yang dapat menyelesaikan masalah dapat penghargaan
tambahan nilai untuk masing-masing anggota kelompok.
c. Untuk memperjelas atau mempertegas materi
siswa diberi tugas untuk didiskusikan lagi melalui Group investigasi berbasis
konnstruktivismen. Disini siswa sudah dilepas untuk melaksanakan Grup
investigasi mandiri.
d. Guru memberikan soal untuk tahap ke tiga. Dalam
kegiatan ini betul betul siswa mandiri dalam kelompoknya.
e. Pada suatu penyelesaian suatu masalah ini
lebih banyak siswa yang berani berpendapat.
f. Siswa diberi tes akhis siklus.
Evaluasi
a.
Guru mengamati apakah keaktifan
siswa yang sudah dapat dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran siklus 3.
b. guru mengamati pada setiap kegiatan apakah
grup investigasi sudah benar-benar dilaksanakan siswa dengan baik.
c. Akhirnya guru memberi tes untuk akhir
siklus 3
Refleksi
a.
Secara kolaboratif guru dan
pengamat menganalisis hasil pengamatan dan hasil tes. Disini siswa diharapkan
sudah tuntas dalam menguasai konsepnya. .
b.
Mendiskusikan hasil analisis
berdasar indikator pengamatan, dan indikator soal evaluasi. Diharapkan sudah
tidak banyak melakukan perbaikan. Pembelajaran yang baik sudah dapat dilestarikan.
c.
Indikator Kinerja
INSTRUMEN PENELIITIAN indicator Keaktifan
No
|
Indikator/variabel
|
Keterangan
|
1
|
Keaktifan dalam pembelajaran
kadar
keaktifan diskoring dengan skala likert (1 s.d 5)
Target keberhasilan 75%
|
A. Tugas dan reaksi tugas
1. aktif membuat tugas rangkuman
2. aktif membuat tugas pertanyaan
3. aktif menyelesaikan soal-soal yng
diberikan
B. Partisipasi mengawali pembelajaran
1. aktif mengikuti jalannya pembelajaran
2. aktif mengungkapkan pendapat dari
penugasan
3. aktif membantu memecahkan masalah yng
muncul
C. Partisipasi dalam proses pembelajaran
1. aktif bekerja sama dengan teman
2. aktif bertanya/menjawab pertanyaan
3. aktif berperan menemukan pemecahan
masalah
4. aktif dalam mengatasi masalah yang
muncul
5. aktif mengkonstruk pemecahan masalah
D. Menutup jalannya pemebelajaran
1. siap merangkum hasil belajarnya
2. siap menerima tugas berikutnya
|
F. Cara Pengambilan dan Pengolahan Data
Data merupakan ekspresi atau hasil
pengamatan/penghitungan/pengukuran dari suatu variabel. Data dari variabel keaktifan diambil dengan pengamatan/observasi,
sedangkan data dari variabel prestasi belajar diambil dengan tes.
Data yang diperoleh diolah dengan analisis deskriptif.
Adrian,
Dennis. 2009. Artikel Psikologi
Perkembangan. Teori Gestalt. Online. (Tersedia di http://www.docstoc.com/docs/42007998/KUMPULAN-GESTALT) [17 Juni 2011].
Arifin, Z. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Badan Satuan Nasional Pendidikan.
Clark, C., Guskey, T., & Benninga,
J. 1983. The effectiveness of
Mastery Learning Strategies in Undergraduate Education Courses. Journal of
Educational Research, Vol. 76(4),
210-214.
Depdiknas. 2003. ModelPelatihan dan Pengembangan Silabus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008a. Panduan Umum Pengembangan Silabus.
Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008b. Pengembangan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Tanggal 27 Februari 2008. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008c. Panduan Analisis Butir Soal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2004.
Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Elfatru, Nawawi. 2010. Keaktifan Belajar. Online. [9 Desember 2010] (Tersedia di http://nawawielfatru.blogspot.com/2010/07/keaktifan-belajar.html).
Gafur, A. 1989. Disain Instruksional.
Solo: Tiga Serangkai.
Hasegawa,
Junichi. 1997. Concept Formation of Triangles and Quadrilaterals In The Second
Grade. Educational Studies In Mathematics
32: 157-179.
Herbst,
Patricio G. 2006. Teaching Geometry With Problems: Negotiating Instructional
Situations and Mathematical Tasks. Journal
For Research in Mathematics Education 2006, Vol. 37, No. 4, 313-347.
Hobri dan Susanto. 2006. Penerapan Pendekatan Cooperative
Learning Model Group Investigation Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas III
SLTPN 8 Jember Tentang Volume Tabung, Jurnal
Pendidikan Dasar, Vol. 7, No. 2,
2006: 74-83.
Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. P2LPTK. Jakarta: Dirjen Dikti.
Jamarah, B., Syaiful dan Aswan. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Asdi Mahasatya.
Krismanto, Al. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran
Guru (PPPG) Matematika. Online. (Tersedia di http://p4tkmatematika.org
/downloads/sma/STRATEGIPEMBELAJARANMATEMATIKA.pdf).
Patriciah, W.W and Johnson, M.C. 2008. Effects of Mastery Learning
Approach on Secondary School Students’ Physics Achievement. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 4(3), 293-302.
Powell, Ellen Taylor. 1988. Sampling. Texas: The Texas A&M University System. Online. (Tersedia di http://learningstore.uwex.edu/assets/pdfs/G3658-3.PDF).
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran.
Jakarta: Dian Rakyat.
Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Steinbring,
Heinz. 1997. Epistemological Investigation of Classroom Interaction In
Elementary Mathematics Teaching. Educational
Studies In Mathematics 32: 49-92.
Sudjana.
2002. Metoda Statistika. Bandung:
Tarsito.
Sukestiyarno.
2008. Menyiapkan Guru Membuat Karya Ilmiah. Semarang: Unit Program
Belajar Jarak Jauh UT Semarang. Online. [17 Desember 2010].Tersedia di http://suchaini.blogspot.com/2008/04/menyiapkan-guru-membuat-karya-ilmiah.html)
Sukestiyarno. 2010. Olah Data Penelitian
Berbantuan SPSS. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Supinah, dkk. 2008. Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Matematika SD dalam Rangka Pengembangan KTSP. Yogyakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Matematika.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., Semmel. M.I. 1974. Instructional
Development for Training Teachers of Exceptional Children, A Source Book.
Blomington: Center of Inovation on Teaching the Handicapped Minnepolis Indiana
University. (Tersedia di http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED090725.pdf
) [8 September 2010].
Trianto. 2007. Model-model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
0 Response to "CONTOH PTK MATEMATIKA SMA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION BERBASIS KONTEKSTUAL MATERI STATISTIKA KELAS XI SMA 14 SEMARANG"
Posting Komentar