CONTOH PTK MATEMATIKA SMA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION BERBASIS KONTEKSTUAL MATERI STATISTIKA KELAS XI SMA 14 SEMARANG



1.1       Latar Belakang

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Wikipedia). Tujuan utama diselenggarakannya proses belajar adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan tersebut utamanya adalah keberhasilan peserta didik belajar pada suatu mata pelajaran maupun pendidikan pada umumnya (Krismanto, 2003).
Matematika sekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam pedoman penyusunan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan dijelaskan bahwa tujuan  pengajaran matematika di sekolah antara lain agar siswa memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, serta mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (Depdiknas: 2006).
Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya mutu pendidikan matematika. Dilihat dari data TIMSS 2007, terbukti pada nilai matematika yang lebih rendah daripada nilai mata pelajaran lain.
Mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses dan isi pendidikan, mutu dipandang hasil tetapi dapat pula dilihat dari proses pembelajaran di kelas, mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada jenjang lebih tinggi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang menjadi acuan sekarang ini antara lain menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, pendidik hendaknya menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif, penataan materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik. Pengajaran ini dimulai dari hal-hal konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak. Pembelajaran diarahkan agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, harapan tersebut tidak sejalan dengan situasi dan kondisi pembelajaran matematika di kelas selama ini dalam belajar adalah pembelajaran secara konvensional dimana peserta didik hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh pendidik, urutan penyajian bahan dimulai dari abstrak ke konkret, yang bertentangan dengan perkembangan kognitif peserta didik yang masih ditingkat rendah.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika peserta didik baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Rendahnya prestasi matematika peserta didik disebabkan oleh faktor peserta didik yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika peserta didik belum bermakna, sehingga pengertian peserta didik tentang konsep sangat lemah.
Menurut survey terhadap peserta didik atau konsultasi dengan pendidik, ternyata materi operasi hitung pada umumnya dan materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada khususnya merupakan salah satu materi mattematika dipandang sukar. Pada materi operasi hitung bilangan bulat umumnya prestasi peserta didik masih rendah. Hal ini disebabkan karena peserta didik tidak memahami konsep operasi hitung bilangan bulat secara benar, peserta didik kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal penerapan mengenai materi operasi hitung bilangan bulat.
Materi statistika adalah salah satu materi operasi hitung bilangan bulat yang diajarkan pada semester 1 kelas XI. Materi ini adalah materi yang tentunya dikaitkan dengan materi-materi sebelumnya. Terkadang pendidik hanya menyampaikan materi secara verbal tentang sifat-sifat, rumus statistika bulat. Peserta didik tanpa diberi kesempatan untuk mengetahui darimana hal itu diperoleh. Peserta didik mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal cerita tentang statistika.
Peneliti mengadakan observasi awal melalui wawancara dengan guru-guru matematika dan peserta didik kelas XI di SMA 14 Semarang menunjukkan bahwa pembelajaran statistika khususnya tentang kompetensi organisasi dan penyajian data serta tendensi sentral masih rendah. Mereka memiliki keinginan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menarik agar peserta didik memahami tentang statistika benar-benar diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya guru sendiri jarang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan konsep statistika secara mandiri, peserta didik hanya disuruh menghafal suatu rumus yang sudah disajikan kepada peserta didik, sehingga keaktifan dan keterampilan proses kurang terasah dengan baik. Melibatkan peserta didik dalam menemukan konsep dasar merupakan cara yang baik untuk memahami konsep matematika abstrak (Herbst, 2006: 314).
Agar proses pembelajaran statistika menjadi bermakna, kontekstual dan tidak membosankan diperlukan model pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik, dapat melibatkan peserta didik secara aktif, dan peserta didik dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk mengkonstruk pengetahuan yang baru, dan dapat menuntun peserta didik dalam mengkonstruk pengetahuannya, sehingga dapat menarik minat peserta didik dan menyenangkan.
Anak dapat membuat suatu model operasi hitung bilangan bulat secara spontan dari pengalamannya sehari-hari, instruksi secara eksplisit dan implisit dari sekolah, dan gambar yang terdapat pada buku matematika (Hasegawa, 1997: 158). Dalam hal ini, pembelajaran akan menjadi bermakna jika mengaitkan pengalaman kehidupan nyata peserta didik dengan ide-ide atau konsep-konsep matematika dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, pentingnya menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki peserta didik pada kehidupan sehari-hari atau bidang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya suatu pembelajaran dengan pendekatan atau metode tertentu yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan hasil belajar peserta didik. Pada penelitian ini akan diterapkan metode kooperatif Group nInvestigation berbasis Kontekstual. Pembelajaran ini pada prinsipnya adalah mengembangkan perangkat yang pembelajarannya dirancang dengan metode kooperatif Group Investigation dan perangkat pembelajarannya memenuhi indikator-indikator dengan pendekatan Kontekstual.
 Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah metode pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap peserta didik mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada peserta didik dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif, peserta didik lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal.
Metode ini menuntut para peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (groupprocess skills). Para pendidik yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 peserta didik dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para peserta didik memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.

1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.      Apakah pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistika  di kelas XI dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa?
2.      Apakah pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas XI dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya?

1.3       Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1.      Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas XI.
2.      Untuk meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya pada pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistiska di kelas XI.

1.4       Manfaat Penelitian

1.      Bagi siswa: Siswa menjadi terlatih untuk dapat menghubungkan materi abstrak matematika dengan kehidupan sehari-hari. Mereka mempunyai kebiasaan mandiri dalam memecahkan masalah dan ada keberanian mengemukakan pendapat.
2.      Bagi guru: Guru mempunyai cara bagaimana membuat pembelajaran berpusat pada siswa, guru memiliki variasi dalam memilih metode pembelajaran.
3.      Bagi sekolah: diperolehnya pengembangan pembelajaran dan pengembangan kurikulum.

BAB II


LANDASAN TEORI



2.1  Pembelajaran Matematika
Gagne (Pribadi, 2009: 9) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai ”a set of events embedded in purposefulactivities that facilitate learning”. Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.
Matematika adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika. Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai salat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Oleh karena itu, matematika penting untuk dipelajari oleh semua kalangan.
Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Jalinan komunikasi ini menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran yang berlangsung dengan baik. Dengan demikian tujuan pengajaran adalah tujuan dari suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang pesat baik meteri maupun kegunaannya. Mata pelajaran matematika berfungsi melambangkan kemampuan komunikasi dengan menggambarkan bilangan-bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat memberi kejelasan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan dari pengajaran matematika adalah:
1.      Mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, dan
2.      Mempersiapkan peserta didik menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas jelas bahwa kehidupan ini akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu peserta didik harus memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan.

2.2  Teori Belajar
Menurut teori Gestalt (Adrian, 2009), belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahkan masalah. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap.  Kemudian bagaimana seseorang itu dapat memecahkan masalah menurut  John Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
a.       Realisasi adanya masalah.  Jadi harus memahami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan.
b.      Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
c.       Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
d.      Menilai dan mencobakan usaha pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
e.       Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Menurut Ausubel dalam Hudojo (1988) belajar dikatakan menjadi bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan pengetahuan barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel juga mengemukakan belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu informasi yang dipelajari, ditentukan bebas oleh peserta didik. Peserta didik tersebut kemudian menghubungkan pengetahuan baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu persegi. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat persegi tersebut.
Materi yang akan dipelajari atau tugas yang akan dikerjakan peserta didik (learning task) adalah materi atau tugas yang bermakna bagi peserta didik. Artinya, materi atau tugas tersebut terkait dengan struktur kognitif pada saat itu telah dimiliki peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengasimilasikan pengetahuan-pengetahuan baru yang dipelajari itu ke dalam struktur kognitif yang dimiliki peserta didik.
Belajar bermakna akan terjadi apabila ada keinginan peserta didik untuk memahami hal-hal yang akan dipelajari serta keterkaitan materi dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik.
Menurut Vygotsky dalam Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2004:22), proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila peserta didik belajar secara kooperatif dengan peserta didik lain, suasana lingkungan yang mendukung, dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa. Hasil belajar merupakan perkembangan kemampuan kognitif peserta didik dan interaksi sosial peserta didik dengan orang lain.

2.3  Metode Group Investigation
Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau peserta didik dapat mencari melalui internet. Peserta didik dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan peserta didik secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group. Penelitian di sini adalah proses dinamika peserta didik memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.
Slavin (2010), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1.      Menguasai Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, peserta didik dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian peserta didik mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2.      Perencanaan Kooperatif
Peserta didik bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3.      Peran Guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan peserta didik mengatur pekerjaan dan membantu peserta didik mengatur pekerjaannya dan membantu jika peserta didik menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 peserta didik dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya peserta didik memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode GroupInvestigation dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Seleksi topik
Para peserta didik memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para peserta didik selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2.      Merencanakan kerjasama
Para peserta didik bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1) diatas.
3.      Implementasi
Para peserta didik melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para peserta didik untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4.      Analisis dan sintesis
Para peserta didik menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5.      Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta didik dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6.      Evaluasi
Guru beserta peserta didik melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap peserta didik secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Enam tahapan kemajuan peserta didik di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation :
·         Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi peserta didik ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
·         Tahap II
Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
·         Tahap III
Membuat penyelidikan. Peserta didik mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
·         Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
·         Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir. Peserta didik mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
·         Tahap VI
Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Dalam pembelajaran model ini, prinsip yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, dan sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja peserta didik, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

2.4  Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran Kontekstual di kelas-kelas Amerika pertama-tama diusulkan oleh John Dewey. Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman peserta didik.
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta didik dari TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila peserta didik menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, peserta didik, dan tenaga kerja. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.
Enam unsur kunci pembelajaran kontekstual, yaitu :
1.      Pembelajaran bermakna : pemahaman, relevansi, dan penghargaan pribadi peserta didik bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka;
2.      Penerapan pengetahuan : kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan dating;
3.      Berfikir tingkat lebih tinggi : peserta didik dilatih untuk berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami persoalan, atau memecahkan suatu masalah;
4.      Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar : konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, Negara bagian, nasional, asosiasi, dan / atau industri;
5.      Responsif terhadap budaya : pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik;
6.      Penilaian autentik : penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari peserta didik.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assessment).
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemanduan materi pelajaran dengan konteks keseharian peserta didik di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana peserta didik kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Peserta didik mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi peserta didik dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dala pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari peserta didik dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau cara peserta didik belajar. Konteks memberikan arti, relevansi, dan manfaat penuh terhadap belajar.
Materi pelajaran akan tambah berarti jika peserta didik mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Peserta didik akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Dan selanjutnya peserta didik memanfaatkan kembali pemahamanpengetahuan dan kemampuannya itu dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan masalah dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan struktur kelompok.
Jadi jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya peserta didik akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan pekerja (Trianto, 2007: 101-105).

2.5. Hasil Belajar
Menurut Winkel (1991:42), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Dalam hal ini hasil belajar meliputi keaktifan, ketrampilan proses, motivasi, juga prestasi belajar. Hasil belajar adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan hasilnya adalah menyangkut aspek afektif, aspek psikomotor, dan aspek kognitif. Dari ketiga aspek tersebut pada penelitian ini hanya akan dibahas aspek afektif pada keaktifan siswa belajar, dan aspek kognitif pada prestasi belajar siswa. 


2.5.1 Keaktifan dalam Pembelajaran Matematika
Untuk mencapai aktivitas maksimal belajar peserta didik, dalam pembelajaran harus ada aksi untuk berkomunikasi yang jelas antara guru dengan peserta didik, sehingga kegiatan belajar oleh peserta didik dapat berdaya guna dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas peserta didik dalam pembelajaran bisa positif maupun negatif. Aktivitas peserta didik yang positif misalnya, mengajukan pendapat atau gagasan, mengerjakan tugas atau soal, komunikasi dengan guru secara aktif dalam pemebelajaran dan komunikasi dengan sesama peserta didik sehingga dapat memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi, sedangkan aktivitas peserta didik yang negatif, misalnya mengganggu sesama peserta didik pada saat proses belajar mengajar di kelas, melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru (Sukestiyarno, 2008).
Dierich membagi aktivitas belajar menjadi 8 kelompok, yaitu :
a.       Kegiatan-kegiatan visual, seperti: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, atau mengamati orang lain bekerja.
b.      Kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti: mengemukakan fakta/pendapat, mengajukan pertanyaan, berwawancara, atau diskusi.
c.       Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.
d.      Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: mengerjakan tes, menulis laporan atau rangkuman, memeriksa hasil diskusi.
e.       Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti : menggambar, membuat grafik, diagram, atau pola.
f.       Kegiatan-kegiatan metrik, seperti : melakukan percobaan, memilih alas-alas, membuat model, menyelenggarakan simulasi.
g.      Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.
h.      Kegiatan-kegiatan emosional, seperti : minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, keaktifan yang diamati adalah keaktifan dalam partisipasi mengawali pembelajaran, partisipasi dalam proses pembelajaran, dan menutup jalannya pembelajaran.
2.5.2 Prestasi Belajar Peserta Didik
Prestasi adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan prestasi adalah hasil usaha.  Perbedaan hasil belajar dengan prestasi belajar, bahwa penilaian hasil belajar dilakukan menyangkut 3 aspek, sementara penilaian prestasi belajar dilakukan pada aspek kognitif. Prestasi belajar merupakan sesuatu yang harus dapat diukur (measurable). Mengukur prestasi belajar berarti mengukur atau melakukan penilaian mengenai seberapa besar pencapaian kompetensi dasar yang diperoleh peserta didik. Kompetensi dasar berarti kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif.
Selanjutnya penilaian prestasi belajar pada penelitian ini difokuskan pada penilaian pada aspek kognitif peserta didik yang berkenaan dengan tingkat pencapaian kompetensi dasar pada materi operasi hitung bilangan bulat. Data penilaian diambil melalui tes tertulis yang dilaksanakan pada akhir kegiatan.
2.6  Materi Statistika
Statistika merupakan salah satu materi pada pelajaran Matematika kelas XI semester 1. Dalam penelitian Standar Kompetensi yang terkait dengan materi statistika adalah Memahami dan menggunakan sifat-sifat data dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kompetensi yang terkait adalah organisasi data, penyajian data dan tendensi sentral.
Indikator yang akan dicapai  adalah:
  1. menjelaskan peranan/kegunaan statistika dalam kehidupan sehari-hari
  2. menjelaskan pengertian statistik dan statistika
  3. menjelaskan pengertian variabel dan data
  4. membedakan jenis data
  5. penyajian data

Materi operasi hitung bilangan bulat erat kaitannya dengan masalah-masalah kontekstual.  Untuk memudahkan peserta didik menguasai materi operasi hitung bilangan bulat maka digunakan model pembelajaran Group Investigation berbasis Kontekstual sehingga peserta didik diajak untuk mengkonstruk dari proses pembentukan konsep dan mengkonstruk pemikirannya dalam berbagai masalah kontekstual serta masalah program keahlian yang terkait dengan materi operasi hitung bilangan bulat.
Penyampaian materi operasi hitung bilangan bulat dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Kontekstual, di mana peserta didik dilatih atau membiasakan diri mengkonstruk idenya sendiri dalam menemukan konsep, mengaitkan konsep,  menggunakan konsep dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memunculkan keaktifan dan keterampilan proses sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik.

2.7 Kerangka Pikir
Penelitian ini diawali dengan membuat perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).
Pembelajaran dimulai dengan pemberian tugas terstruktur yang belum di ajarkan pada tatap muka,  berupa materi dan LKPD. Tugas yang harus dipelajari dan dikerjakan siswa adalah membuat rangkuman matari (yang dapat diambil juga dari sumber manapun), membuat daftar pertanyaan dan mengerjakan soal yang ada di LKPD tersebut. Pemberian tugas terstruktur tersebut untuk mendorong siswa agar aktif mandiri tanpa bantuan guru terlebih dahulu. Mereka dapat berkomunikasi dengan siapa saja kecuali guru kelas. Disini siswa akan melakukan eksplorasi menggali pengetahuan lama (melakukan eksplorasi), dan mencari informasi. Mereka akan tumbuh keaktifannya untuk mempelajari konsep yang diberikan.
Kegiatan selanjutnya, dilakukan apersepsi pada saat tatap muka. Siswa akan dimintai pertanggungjawabannya tentang belajar mandiri mengerjakan tugas tersetruktur. Disini anak diajak melakukan elaborasi, yakni mengumpulkan informasi dari berbagai teman dan dari guru melalui tanya jawab. Disini keaktifan siswa mempelajari materi semakin ditumbuhkan dan dikuatkan. Mereka akan banyak bertanya karena hasil belajar mandirinya masih banyak yang belum di ketahui. Terjadilah proses interaktif antar siswa dan guru.
Untuk semakin meningkatkan keaktifan siswa, selanjutnya dilakukan metode Group Investigation berbasis konstruktifisme. Disini siswa diajak menemukan lagi konsep-konsep yang sudah dipelajari di rumah. Awal dari proses pembelajaran pada tiap pertemuan yaitu pendidik membagi beberapa kelompok sesuai dengan statistika yang dipilih oleh peserta didik dalam bentuk LKPD. Jika kelompok melebihi kapasitas, peserta yang akan mengatur pembagian kelompok. Pendidik memberikan permasalahan dan peserta didik menyelesaikannya dalam masing-masing kelompok. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe GroupInvestigation berbasis Kontekstual diharapkan terjadi proses dialogis dan pembelajaran yang lebih terbuka dan bermakna. Dengan pembelajaran yang lebih dialogis dan lebih terbuka, disini keaktifan siswa semakin meningkat. Pningkatan aktivitas peserta didik ini tentu saja akan disertai peningkatan kemampuan penguasaan materi konsepnya. Akhirnya bila diberi tes tentu saja siswa akan lebih baik hasil yang diperolehnya.
Hipotesis
Sesuai dengan kerangka berpikir dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian adalah
1.      Pembelajaran matematika dengan metode GroupInvestigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas XI dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa.
2.      Pembelajaran matematika dengan metode Group Investigation berbasis Kontekstual pada pokok bahasan statistika di kelas XI dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya

BAB III
METODE PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian
Subyek yang akan diteliti atau sampel yang akan diteliti ialah siswa yang mendapat  pembelajaran operasi hitung bilangan bulat khususnya statistka pada semester I  kelas XI SMA 14 Semarang tahun ajaran 2010/2011.

Materi yang diberikan adalah materi operasi hitung bilangan bulat menyangkut operasi hitung bilangan bulat.   
Indikator yang harus dicapai adalah:
1.      menjelaskan peranan/kegunaan statistika dalam kehidupan sehari-hari
2.      menjelaskan pengertian statistik dan statistika
3.      menjelaskan pengertian variabel dan data
4.      membedakan jenis data
5.      penyajian data

Variabel Penelitian
Variabel indikator yang diamati dan dites dalam penelitian ini meliputi:
a.       Keaktifan siswa
b.      Prestasi belajar siswa
dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat dengan metode group investigation berbasis konstruktivisme kelas XI SD Petompon Semarang.
D. Prosedur yang Digunakan
   Penelitian ini dilaksanakan dengan PTK 3 siklus. Penelitian dilakukan secara kolaborasi. Pada setiap siklus memuat 4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi.
Siklus Kegiatan
Siklus 1
Perencanaan
a.       Meninjua kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 1 yakni Silabus, RPP tentang variariabel data, dan jenis-jenis data Penekanan perencanaan disini adalah menyiapkan siswa benar-benar siap melaksakan tugas terstruktur.
b.      Menyiapkan LKPD berupa tugas rumah maupun soal turnamen: Isi program modul ini berupa ringkasan materi dan soal-soal yang dicalonkan dalam group invertigasi. Soal-soal dikerjakan sebaiknya dalam kelompok. Bahan ini diberikan sebelum pembelajaran.  
Pelaksanaan
a.       Guru didampingi pengamat menampung semua permasalahan yang muncul setelah siswa mempelajari LKPD yang sudah diberikan sebelumnya.
b.      Permasalahan dibahas bersama dengan model tanya jawab sambil menjelaskan materi. Apabila permasalahan muncul dari siswa pada suatu kelompok, maka pemecahannya dilakukan dengan saling lempar pada siswa yang sudah tahu. Mereka yang dapat menyelesaikan masalah dapat poin bintang atas nama kelompok dan atas nama pribadi.
c.       Untuk memperjelas atau mempertegas materi siswa diberi tugas untuk didiskusikan lagi melalui Group investigasi berbasis konnstruktivisme.    
d.      Guru memberikan soal untuk tahap pertama. Dalam kegiatan ini di bawah pengawasan dan bimbingan guru.
e.       Pada suatu penyelesaian suatu masalah soal siswa atau kelompok yang berhasil wajib menjelaskan pada kelompok lain dengan bimbingan guru.
f.       Siswa diberi tes akhis siklus.
Evaluasi
a.       Guru mengamati apakah keaktifan siswa yang sudah dapat dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran siklus 1.
b.      guru mengamati pada setiap kegiatan yang dilakukan siswa. Dimulai dari permasalahan yang muncul pada awal pelajaran hingga akhir pelajaran. Berikan penilaian untuk masing-masing siswa tentang indikator keaktifan yang telah disiapkan.
c.       Akhirnya guru memberi tes untuk akhir siklus 1
Refleksi
a.       Secara kolaboratif guru dan pengamat menganalisis hasil pengamatan dan hasil tes. Selanjutnya membuat suatu refleksi, membuat simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus 1.
b.      Mendiskusikan hasil analisis berdasar indikator pengamatan, dan indikator soal evaluasi. Membuat suatu perbaikan tindakan atau rancangan revisi berdasar hasil analisis pencapaian indikator-indikator tersebut.

Siklus 2
Perencanaan
a.       Meninjua kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 2 yakni Silabus, RPP tentang pengurangan presentasi data Penekanan perencanaan disini adalah menyiapkan siswa benar-benar siap melaksakan tugas terstruktur selanjutnya.
b.      Menyiapkan LKPD berupa tugas rumah maupun soal: Soal-soal dikerjakan dalam kelompok. Bahan ini diberikan sebelum pembelajaran.  
Pelaksanaan
a.       Guru didampingi pengamat menampung semua permasalahan yang muncul setelah siswa mempelajari LKPD yang sudah diberikan sebelumnya.
b.      Permasalahan dibahas bersama dengan model tanya jawab sambil menjelaskan materi. Apabila permasalahan muncul dari siswa pada suatu kelompok, maka pemecahannya dilakukan dengan saling lempar pada siswa yang sudah tahu.  
c.       Untuk memperjelas atau mempertegas materi siswa diberi tugas untuk didiskusikan lagi melalui Group investigasi berbasis konnstruktivismen.  Disini siswa sudah ditingkatkan diberi masalah untuk dipecahkan dalam kelompoknya. Guru sesekali memberi bimbingan.
d.      Guru memberikan soal untuk tahap kedua. Dalam kegiatan ini di bawah pengawasan dan bimbingan guru.
e.       Pada suatu penyelesaian suatu masalah soal siswa atau kelompok yang berhasil wajib menjelaskan pada kelompok lain. Guru membimbing sedikit pada presentasi, sudah mulai akan dilepas.
f.       Siswa diberi tes akhis siklus.
Evaluasi
a.       Guru mengamati apakah keaktifan siswa yang sudah dapat dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran siklus 2.
b.      guru mengamati pada setiap kegiatan yang dilakukan siswa. Dimulai dari permasalahan yang muncul pada awal pelajaran hingga akhir pelajaran. Berikan penilaian untuk masing-masing siswa tentang indikator keaktifan yang telah disiapkan.
c.       Akhirnya guru memberi tes untuk akhir siklus 2
Refleksi
a.       Secara kolaboratif guru dan pengamat menganalisis hasil pengamatan dan hasil tes. Selanjutnya membuat suatu refleksi, membuat simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus 2. Disini siswa diminta lebih berani berpendapat, dan mandiri dalam melakukan pemecahan masalah.
b.      Mendiskusikan hasil analisis berdasar indikator pengamatan, dan indikator soal evaluasi. Membuat suatu perbaikan tindakan atau rancangan revisi berdasar hasil analisis pencapaian indikator-indikator tersebut.

Siklus 3
Perencanaan
a.       Meninjua kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 3 yakni Silabus, RPP tentang ukuran tendensi sentral. Penekanan perencanaan disini adalah menyiapkan siswa benar-benar siap melaksakan tugas terstruktur.
b.      Menyiapkan LKPD berupa tugas rumah maupun soal turnamen: Isi program modul ini berupa ringkasan materi dan soal-soal yang dicalonkan dalam group invertigasi. Soal-soal dikerjakan dalam kelompok. Bahan ini diberikan sebelum pembelajaran.  
Pelaksanaan
a.       Guru didampingi pengamat menampung semua permasalahan yang muncul setelah siswa mempelajari LKPD yang sudah diberikan sebelumnya.
b.      Permasalahan dibahas bersama dengan model tanya jawab sambil menjelaskan materi. Apabila permasalahan muncul dari siswa pada suatu kelompok, maka pemecahannya dilakukan dengan saling lempar pada siswa yang sudah tahu. Mereka yang dapat menyelesaikan masalah dapat penghargaan tambahan nilai untuk masing-masing anggota kelompok.
c.       Untuk memperjelas atau mempertegas materi siswa diberi tugas untuk didiskusikan lagi melalui Group investigasi berbasis konnstruktivismen. Disini siswa sudah dilepas untuk melaksanakan Grup investigasi mandiri.     
d.      Guru memberikan soal untuk tahap ke tiga. Dalam kegiatan ini betul betul siswa mandiri dalam kelompoknya.
e.       Pada suatu penyelesaian suatu masalah ini lebih banyak siswa yang berani berpendapat.
f.       Siswa diberi tes akhis siklus.
Evaluasi
a.       Guru mengamati apakah keaktifan siswa yang sudah dapat dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran siklus 3.
b.      guru mengamati pada setiap kegiatan apakah grup investigasi sudah benar-benar dilaksanakan siswa dengan baik.
c.       Akhirnya guru memberi tes untuk akhir siklus 3
Refleksi
a.       Secara kolaboratif guru dan pengamat menganalisis hasil pengamatan dan hasil tes. Disini siswa diharapkan sudah tuntas dalam menguasai konsepnya. .
b.      Mendiskusikan hasil analisis berdasar indikator pengamatan, dan indikator soal evaluasi. Diharapkan sudah tidak banyak melakukan perbaikan. Pembelajaran yang baik sudah dapat dilestarikan.
c.        
 Indikator Kinerja
INSTRUMEN PENELIITIAN  indicator Keaktifan
No
Indikator/variabel
Keterangan
1
Keaktifan dalam pembelajaran

kadar keaktifan diskoring dengan skala likert (1 s.d 5)
Target keberhasilan 75%
A. Tugas dan reaksi tugas
 1. aktif membuat tugas rangkuman
2. aktif membuat tugas pertanyaan
3. aktif menyelesaikan soal-soal yng diberikan
B. Partisipasi mengawali pembelajaran
1. aktif mengikuti jalannya pembelajaran
2. aktif mengungkapkan pendapat dari penugasan
3. aktif membantu memecahkan masalah yng muncul
C. Partisipasi dalam proses pembelajaran
1. aktif bekerja sama dengan teman
2. aktif bertanya/menjawab pertanyaan
3. aktif berperan menemukan pemecahan masalah
4. aktif dalam mengatasi masalah yang muncul
5. aktif mengkonstruk pemecahan masalah
D. Menutup jalannya pemebelajaran
1. siap merangkum hasil belajarnya
2. siap menerima tugas berikutnya

F. Cara Pengambilan dan Pengolahan Data
            Data merupakan ekspresi atau hasil pengamatan/penghitungan/pengukuran dari suatu variabel. Data dari variabel keaktifan  diambil dengan pengamatan/observasi, sedangkan data dari variabel prestasi belajar diambil dengan tes. Data yang diperoleh diolah dengan analisis deskriptif.

Adrian, Dennis. 2009. Artikel Psikologi Perkembangan. Teori Gestalt. Online. (Tersedia di http://www.docstoc.com/docs/42007998/KUMPULAN-GESTALT) [17 Juni 2011].
Arifin, Z. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Satuan Nasional Pendidikan.
Clark, C., Guskey, T., & Benninga, J. 1983. The effectiveness of Mastery Learning Strategies in Undergraduate Education Courses. Journal of Educational Research, Vol. 76(4), 210-214.
Depdiknas. 2003. ModelPelatihan dan Pengembangan Silabus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008a. Panduan Umum Pengembangan Silabus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008b. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tanggal 27 Februari 2008. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008c. Panduan Analisis Butir Soal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Elfatru, Nawawi. 2010. Keaktifan Belajar. Online. [9 Desember 2010] (Tersedia di http://nawawielfatru.blogspot.com/2010/07/keaktifan-belajar.html).
Gafur, A. 1989. Disain Instruksional. Solo: Tiga Serangkai.
Hasegawa, Junichi. 1997. Concept Formation of Triangles and Quadrilaterals In The Second Grade. Educational Studies In Mathematics 32: 157-179.
Herbst, Patricio G. 2006. Teaching Geometry With Problems: Negotiating Instructional Situations and Mathematical Tasks. Journal For Research in Mathematics Education 2006, Vol. 37, No. 4, 313-347.
Hobri dan Susanto. 2006. Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Model Group Investigation Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas III SLTPN 8 Jember Tentang Volume Tabung, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 7, No. 2, 2006: 74-83.
Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. P2LPTK. Jakarta: Dirjen Dikti.
Jamarah, B., Syaiful dan Aswan. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Krismanto, Al. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika. Online. (Tersedia di http://p4tkmatematika.org /downloads/sma/STRATEGIPEMBELAJARANMATEMATIKA.pdf).
Patriciah, W.W and Johnson, M.C. 2008. Effects of Mastery Learning Approach on Secondary School Students’ Physics Achievement. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 4(3), 293-302.
Powell, Ellen Taylor. 1988. Sampling. Texas: The Texas A&M University System. Online. (Tersedia di http://learningstore.uwex.edu/assets/pdfs/G3658-3.PDF).
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Steinbring, Heinz. 1997. Epistemological Investigation of Classroom Interaction In Elementary Mathematics Teaching. Educational Studies In Mathematics 32: 49-92.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sukestiyarno. 2008. Menyiapkan Guru Membuat Karya Ilmiah. Semarang: Unit Program Belajar Jarak Jauh UT Semarang. Online. [17 Desember 2010].Tersedia di http://suchaini.blogspot.com/2008/04/menyiapkan-guru-membuat-karya-ilmiah.html) Sukestiyarno. 2010. Olah Data Penelitian Berbantuan SPSS. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Supinah, dkk. 2008. Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Matematika SD dalam Rangka Pengembangan  KTSP. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., Semmel. M.I. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children, A Source Book. Blomington: Center of Inovation on Teaching the Handicapped Minnepolis Indiana University.  (Tersedia di http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED090725.pdf ) [8 September 2010].
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

0 Response to "CONTOH PTK MATEMATIKA SMA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION BERBASIS KONTEKSTUAL MATERI STATISTIKA KELAS XI SMA 14 SEMARANG"

Posting Komentar

wdcfawqafwef

BACKLINK OTOMATIS GRATIS JURAGAN.