PENDAHULUAN
Mata Pelajaran Kimia merupakan salah
satu mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa saat ini. Akibatnya, banyak
siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) yang tidak berhasil dalam belajar kimia. Djoyonegoro (dalam Kompas, 1995) menyatakan
bahwa diantara para siswa SMU berkembang anggapan bahwa mata pelajaran MIPA
terutama kimia merupakan mata pelajaran tersulit dan menjadi momok di kalangan
mereka.
Hasil penelitian yang dilakukan
Pendley, Bretz dan Novak (1994) menunjukkan pada umumnya siswa cenderung
belajar dengan hafalan dari pada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman
mereka sendiri terhadap konsep kimia tersebut.
Nakhleh (1992) juga mengungkapakan bahwa cara belajar seperti itu
menyebabkan sebagian konsep-konsep kimia masih merupakan konsep yang abstrak
bagi siswa, bahkan mereka tidak dapat
mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antarkonsep yang diperlukan untuk
memahami konsep tersebut. Dengan demikian, untuk dapat memahami konsep-konsep
dalam kimia diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang
membangun konsep tersebut.
Kenyataan, pembelajaran IPA termasuk
kimia yang tampak saat ini adalah gaya mengajar guru yang selalu mendrill siswa
untuk menghafalkan berbagai konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep itu
sendiri, dengan alasan untuk mengejar target ujian akhir (Hadiat, 1994).
Akibatnya, siswa tidak membangun
pemahaman konsep-konsep kimia yang fundamental pada saat mereka belajar kimia.
Konsep Kimia Karbon merupakan salah
satu konsep kimia yang cukup abstrak dan sulit dipahami siswa SMU ataupun
mahasiswa. Hasil survey peneliti pada 57 mahasiswa semester 2 FKIP Untan yang mengikuti
matakuliah Kimia Dasar 2 tahun 2003, ditemukan bahwa hanya 20% dari 57
mahasiswa yang mampu mengerjakan soal pada taraf ketuntasan di atas 70%. Bagian
materi yang sukup bermasalah untuk sebagian besar mahasiswa adalah Kimia Karbon. Materi ini dianggap sulit
oleh beberapa mahasiswa, dengan alasan untuk memahami materi tersebut selain
harus dapat mengingat jenis-jenis senyawanya, juga harus dapat mengenal
struktur dasar/gugus fungsionalnya dan dapat menuliskan ataupun menggambarkan
rumus struktur dari senyawanya. Selanjutnya, dari hasil survey tahun 2003 di
SMU Negeri 7 Pontianak ditemukan bahwa hanya 44% dari 82 siswa yang tergolong
berada di atas tingkat ketuntasan
belajar tentang Kimia Karbon. Hasil wawancara dengan beberapa siswa terungkap
bahwa materi ini tergolong sulit karena menuntut siswa untuk mengembangkan
nalar dan penguasaan beberapa konsep yang mendasari konsep senyawa karbon.
Dari hasil diskusi dengan para guru
kimia dalam pertemua mingguan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia di
Pontianak terungkap bahwa guru mata pelajaran kimia juga kesulitan dalam
menyampaikan materi kimia karbon ini pada siswa. Mereka sukar mencari metode,
strategi dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran materi tersebut, dengan alasan ketidakmampuan siswa
mengembangkan nalarnya untuk
menggambarkan rumus struktur dari senyawa karbon, dan ketidakmampuan
siswa dalam menguasai konsep dasar untuk menuliskan reaksi yang terjadi antara
dua senyawa karbon. Untuk itu, sangat diperlukan suatu kondisi belajar bermakna yang dapat menjadikan siswa dapat
memahami konsep kimia karbon tersebut, salah satu caranya dengan menggunakan
strategi peta konsep.
Strategi peta konsep merupakan salah
satu cara untuk membantu siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat pada suatu bidang studi (Novak dan
Gowin dalam Ebenezar, 1992). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peta
konsep sangat baik sebagai alat pembelajaran dan memberikan dampak positif bagi
siswa dalam belajar kimia (Harton, 1993; Roth dan Roychoundhury, 1993;
Trowbridge & Wandersee, 1994; Rusmasyah, 2003)
Berdasarkan analisis situasi/latar belakang di atas, ditemukan bahwa materi
kimia karbon masih menjadi permasalahan di tingkat SMU maupun tingkat perguruan
tinggi. Hal tersebut dirasakan sendiri oleh peneliti sebagai pengajar selama 6
tahun terakhir. Dengan demikian, sudah selayaknya para siswa SMU,
diberikan pembelajaran bentuk lain; yang
mengarah pada belajar bermakna dan kreatif. Sehingga diharapkan dapat
memberikan perubahan ke tingkat yang lebih baik melalui strategi peta konsep
(Concept Mapping) disertai tugas penulisan jurnal (Journal Writing) dalam
setting pembelajaran konsep kimia karbon
yang didasari konstruktivisme.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan bagian pendahuluan
sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini adalah: tindakan apa saja yang dilakukan pengajar untuk meningkatkanpemahaman siswa terhadap konsep kimia karbon?
Agar dapat menjawab permasalahan
dimaksud, maka dibagi dalam rincian sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman siswa SMU Santo Petrus
pada konsep Kimia Karbon?
2. Apakah strategi Peta Konsep disertai Tugas
Penulisan Jurnal dapat meningkatkan
pemahaman siswa pada konsep Kimia
Karbon?
E. TINDAKAN YANG
DIPILIH
Beberapa pilihan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah di atas adalah:
1. Memberikan tes awal tentang materi Kimia Karbon pada
siswa SMU Santo
Petrus Pontianak.
2. Melaksanakan
tindakan dalam proses
pembelajaran materi Kimia Karbon
melalui
strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal dalam setting pembelajaran
konstruktivisme pada siswa SMU Santo
Petrus Pontianak dengan tahap-tahap sebagai berikut:
l.
a. Tahap Persiapan
Pada tahap
ini, kegiatan yang dilakukan diantaranya: mempersiapkan materi (buku pelajaran
dan buku catatan), merancang pembelajaran menggunakan strategi peta konsep yang
disertai tugas penulisan jurnal, mempersiapkan alat evaluasi dan cara
penskorannya.
b.
Tahap Pembahasan Tes Awal
Pada tahap ini
pengajar membahas hasil tes awal dengan metode diskusi dan tanya jawab.
c.
Tahap Penyajian Materi
Pada tahap ini
pengajar menyebutkan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi, memberikan
apersepsi, menjelaskan materi kimia karbon dengan strategi peta konsep sebagai
berikut: menentukan konsep-konsep yang relevan dari buku pelajaran atau
catatan, menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas, memetakan konsep
itu berdasarkan kriteria: konsep yang paling umum di puncak, menghubungkan
konsep-konsep itu dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi dan
garis penghubung, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan kalau perlu
diperbaiki atau disusun kembali agar menjadi lebih baik dan berarti. Selama
tahap penyajian materi pengajar memberikan umpan balik sesering mungkin.
d.
Tahap Penugasan (Tugas Menulis Jurnal)
Pemberian
tugas kepada siswa dimaksudkan untuk mempedalam pemahaman siswa tentang materi
yang baru dipelajari. Tugas yang diberikan dikerjakan di ruang kelas, maupun di
rumah, dan dikumpulkan pada pertemuan minggu berikutnya. Setiap tugas yang
terkumpul, akan diberikan komentar sebagai umpan balik dari pengajar.
d. Tahap Tes Hasil Belajar
Pada tahap ini
akan dilakukan 2 kali tes/ kelas, yakni tes awal dan akhir pembelajaran (kelas eksperimen dan kelas kontrol). Tes
dikerjakan secara individu mandiri dalam waktu 45 menit. Tes awal diberikan
sebelum pembelajaran menggunakan strategi peta konsep yang disertai penulisan
jurnal dan strategi konvensional, bertujuan untuk melihat pemahaman/hasil
belajar awal siswa dalam materi
kimia karbon. Tes akhir diberikan
bertujuan untuk melihat pemahaman/hasil
belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran menggunakan strategi peta konsep
yang disertai tugas penulisan jurnal. Setelah kedua tes telah dilaksanakan,
maka 2 minggu kemudian dilakukan tes lagi di kelas konstrol dan eksperimen,
yang disebut dengan tes daya ingat. Tes ini bertujuan untuk melihat apakah
konsep kimia karbon yang sudah dimiliki dapat bertahan lama pada kedua kelas.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Peta Konsep
Menurut Novak (1984) dan Gawith (1988) peta konsep adalah
suatu istilah tentang strategi yang digunakan guru untuk membantu siswa
mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan
hubungan antara komponennya. Hubungan antara satu konsep dengan konsep lain
dikenal sebagai proposisi. Selanjutnya, peta konsep yang diperkenalkan oleh
Novak pada tahun 1985 (Dahar, 1988) dalam bukunya Learning How to Learn, peta konsep merupakan suatu alat yang efektif untuk
menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk
mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling
berhubungan.
Pada peta konsep, konsep dinyatakan dalam bentuk istilah
atau label konsep. Konsep-konsep dijalin secara bermakna dengan kata-kata
penghubung sehingga dapat membentuk proposisi. Satu proposisi mengandung dua
konsep dan kata penghubung. Konsep yang satu lebih inklusif daripada konsep
yang lain.
Dahar (1988) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai
berikut:
- Peta Konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
- Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposional antara konsep-konsep.
- Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
- Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
Dari ciri-ciri peta konsep
di atas terlihat bahwa peta konsep dapat memperlihatkan jalinan antara konsep
yang satu dengan lainnya, dimana konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata
penghubung sehingga terbentuklah proposisi.
Konsep yang satu mempunyai cakupan yang lebih luas daripada konsep yang
lain.
Novak dan Gowin (dalam Ebenezer, 1992) menyatakan bahwa
manfaat peta konsep adalah untuk
membantu siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
baru dan lebih kuat pada suatu bidang studi.
Gawith (1988) dan Sia. A.P. (1995) menyatakan manfaat peta konsep bagi
siswa sebagai berikut:
- membantu untuk mengidentifikasi kunci konsep, menaksir/ memperkirakan hubungan pemahaman dan membantu dalam pembelajaran lebih lanjut.
- membatu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian.
- membantu menyediakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep pembelajaran.
- membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.
- mengklarifikasi ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam bentuk kata-kata.
- membuat suatu struktur pemahaman dari bagaimana semua fakta-fakta (yang baru dan eksis) dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya.
- belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.
Selanjutnya, Gawith (1988)
dan Sia. A.P. (1995) menyatakan manfaat
peta konsep bagi guru sebagai berikut:
- membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk yang lebih sederhana, merencanakan dan memulai suatu topik pembelajaran, serta mengolah kata kunci yang akan digunakan dalam pembelajaran.
- membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian.
- membantu menyediakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep pembelajaran.
- membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.
- mengklarifikasi ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam bentuk kata-kata.
- membuat suatu struktur pemahaman dari bagaimana semua fakta-fakta (yang baru dan eksis) dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya.
- belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.
Dari pendapat Gawith dan Sia. A.P di atas, terlihat bahwa peta
konsep tidak hanya berguna bagi siswa saja, melainkan bagi guru juga.
Jadi, strategi peta konsep dapat membuat
apa yang dipelajari siswa lebih mudah diingat dan dipahami, sedangkan bagi guru
dapat menjadi suatu petunjuk bagaimana menghubungkan antara konsep yang satu
dengan lainnya dalam suatu rencana pengajaran.
2. Teori Konstruktivis dan Peta Konsep
Teori konstruktivis berkembang dari kerja Piaget,
Vygotsky, teori-teori pemprosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang
lain. Penganut konstruktivis berpendapat guru tidak dapat begitu saja
memberikan pengetahuan jadi pada siswanya. Agar pengetahuan yang diberikan
bermakna, siswa sendirilah yang harus memproses informasi yang diterimanya,
menstrukturnya kemabali dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Dalam proses ini, guru berperan memberi dukungan dan
kesempatan pada siswa untuk menerapkan ide mereka sendiri dan strategi mereka
dalam belajar.
Ide pokok dari teori ini adalah
siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Otak mahasiswa dianggap
sebagai mediator, yakni memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa
yang mereka pelajari. Jadi pembelajaran merupakan kerja mental yang aktif, dan
bukan menerima secara pasif pembelajaran dari guru. Beberapa prinsip teori konstruktivis
menurut Driver (Suparno, 1997:49) sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun siswa sendiri, baik
secara personal maupun
sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari
dosen ke mahasiswa,
kecuali dengan keaktifan mahasiswa sendiri
untuk menalar.
3. Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus,
sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ke konsep yang lebih
rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana
dan situasi agar proses
Konstruksi siswa berjalan mulus.
Menurut pendapat ahli konstruktivis di atas, dalam
pembelajaran siswa diharapkan mampu membangun pengetahuan sendiri berdasarkan
pengetahuan sebelumnya. Guru bertindak sebagai fasilisator agar proses
pembentukan tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran, salah satu
diantaranya menggunakan strategi peta konsep. Dalam pembelajaran ini siswa membangun pengetahuannya
sendiri. Mereka tidak hanya menerima dan memantulkan kembali apa yang
dijelaskan atau yang mereka baca. Siswa berusaha menemukan dan membuat sendiri struktur pemahaman dari konsep yang
telah dimiliki dengan konsep yang baru.
Wheatley (1991) mereview dua prinsip utama pandangan
konstruktivisme. Prinsip pertama menyatakan bahwa pengetahuan tidak diterima
secara pasif, melainkan dibangun secara aktif oleh individu (Thornton &
Wilson, 1993). Prinsip kedua, menyatakan bahwa fungsi kognisi adalah adaptif
dan berguna dalam pengorganisasian pengalaman. Konstruktivisme menganggap
pengetahuan merupakan refleksi dari realitas eksternal yang ada (Rose, 1993).
Hasil interaksi terhadap realitas
lingkungannya, menyebabkan siswa masuk ke kelas dengan berbagai konsep awal
yang dibangun dari interaksi tersebut(Abraham et.al, 1992; Katu, 1995).
Terbatasnya informasi yang diterima saat berinteraksi dengan lingkungan dan
terbatasnya kemungkinan untuk menguji keunggulan pengetahuan yang dibangun,
dapat menyebabkan timbulnya miskonsepsi (Katu, 1995).
Siswa sudah mempunyai konsepsi mengenai konsep-konsep
matematika, sebelum mereka mengikuti pelajaran. Namun, terkadang konsep yang
dibangun siswa menyimpang dari konsep yang benar menurut ilmuwan (miskonsepsi)
(Osborne & Cosgorove, 1983; Gilbert & Watt, 1983). Oleh karena itu,
apabila guru mengajar tanpa memperhatikan miskonsepsi siswa sebelum pelajaran,
guru sukar berhasil menanamkan konsep yang benar (Van den Berg, 1991). Konsekwensinya, konsep awal siswa perlu
diidentifikasi dan dipahami dosen, sebagi titik awal dalam perubahan konseptual
(Dreyfus, et.al., 1990). Perubahan konseptual adalah proses untuk mengubah
konsepsi awal siswa yang salah dengan konsep baru yang lebih sesuai atau
konsisten dengan konsep ilmiah (Fisher, 1993).
3. Penelitian yang Relevan Tentang Peta Konsep
Telah banyak
penelitian yang mengemukakan bahwa peta konsep sangat baik sebagai alat
pembelajaran dan memberikan dampak positif bagi siswa dalam belajar mengajar
kimia (Mason, 1992; Harton, 1993; Roth dan Roychoudhury, 1993; Trowbridge &
Wandersee, 1994).
Berkaitan
dengan pemahaman siswa, hasil penelitian Cavallo dan Schafer (1994) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan langsung antara orientasi belajar bermakna melalui
penggambaran peta konsep dengan pemahaman siswa. Selain itu, dalam kegiatan
pengajaran di laboratorium, Stensvold dan Wilson
(1992) menyebutkan peta konsep akan meningkatkan keefektifan siswa dalam
memahami konsep-konsep praktikum.
Hasil
penelitian Pendley, Bretz dan Novak (1994) menunjukkan bahwa pada umumnya siswa
yang tidak membangun konsep-konsep dan proposisi-proposisi mengalami kehilangan
dari memori secara cepat, dibandingkan jawaban siswa yang menstruktur
pengetahuan dalam memori dengan membuat peta konsep untuk beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Sejalan dengan penelitian ini,
hasil penelitian Novrianto (2000) menunjukkan bahwa prestasi dan retensi
belajar siswa yang diajar dengan peta konsep memperoleh hasil yang labih baik
dibanding prestasi dan retensi belajar siswa yang diajar tanpa peta
konsep.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas
dapat diketahui bahwa strategi peta konsep dalam pembelajaran sangat membantu
siswa dalam memahami konsep yang diajarkan guru.
4. Strategi Peta
Konsep yang Disertai Tugas Penulisan Jurnal
Strategi peta
konsep merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran yang didasari
konstruktivisme, yang digunakan guru untuk membantu siswa mengorganisasikan
konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara
komponennya. Ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk membuat
peta konsep, yakni:
- Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan
Bahan bacaan dapat dipilih dari buku
pelajaran atau bahan bacaan yang lain seperti buku catatan atau LKS.
- Menentukan konsep-konsep yang relevan.
Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang
paling umum ke yang paling tidak umum (khusus) atau contoh-contoh.
- Menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas. Memetakan
konsep-konsep itu berdasarkan kriteria:
konsep yang paling umum di puncak, konsep-konsep yang berada pada tingkatan
abstraksi yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, konsep yang lebih khusus
di bawah konsep yang lebih umum.
- Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung tertentu
untuk membentuk proposisi dan
garis penghubung.
- Jika peta sudah selesai, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan kalau perlu diperbaiki atau disusun kembali agae menjadi lebih baik dan berarti.
- Dalam penskoran, peta konsep yang dibuat dalam bentuk menyatakan hubungan diberi skor 11, hirarki diberi skor 3, cabang diberi skor 7, dari umum ke khusus diberi skor 3, hubungan silang diberi skor 2, skor total 26.
(Ausubel, D.P., 1978; Novak J.D, 1984; Ault, Novak and
Gowin, 1988).
Tugas
Penulisan Jurnal (Journal Writing) merupakan pengembangan dari bentuk latihan
yang direalisasikan dalam sebuah tulisan. Posamentier (1995:10-11) mengatakan
bahwa dalam literatur psikologi diakui bahwa seseorang yang menyatakan secara
verbal materi yang dipelajarinya akan mempunyai ingatan yang lebih baik, dan
seseorang yang menuliskan konsep yang baru dipelajarinya mempunyai ingatan yang
jauh lebih tepat dari seseorang yang tidak belajar demikian. Penulisan jurnal
cukup potensial untuk mengembangkan konsep/materi yang telah diberikan guru
(Galbraith dkk, 1996). Bagi siswa yang tekun mencari dan mengembangkan suatu
konsep/materi dari sumber-sumber yang bervariasi dan mutakhir, penulisan jurnal
akan efektif sekali (Gates, 1996). Stix (1994) menambahkan bahwa penulisan
jurnal oleh siswa dapat mendorong mereka untuk mengembangkan konsep yang
berguna bagi diri siswa dalam memahami konsep/materi.
G. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian
tindakan ini sebagai berikut:
1.
Mengetahui pemahaman siswa SMU Santo
Petrus pada materi Kimia Karbon.
2.
Mengetahui perubahan pemahaman siswa
pada materi Kimia Karbon setelah dilakukan pembelajaran menggunakan strategi
Peta Konsep disertai Penulisan Jurnal.
H. KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Jika sejumlah tindakan yang
dikembangkan dan diimplementasikan dalam penelitian tindakan kelas ini dapat
menyelesaikan fokus masalah penelitian, maka hasilnya diharapkan dapat memberi
kontribusi bagi pihak berikut.
1. Bagi siswa
a.
Melatih dalam melakukan pengorganisasian terhadap konsep-konsep yang
kompleks.
b.
Menumbuhkan motivasi internal dalam mata pelajaran Kimia.
c.
Melatih sikap mandiri dalam belajar..
d. Membentuk sikap cermat dan teliti.
2. Bagi guru
a.
Menelusuri miskonsepsi siswa akan konsep yang dipelajari.
b.
Membantu untuk merencanakan instruksional pembelajaran dan
evaluasinya.
c.
Tidak terlalu “menggurui” siswa.
3. Bagi FKIP
a. Dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas.
b. Memiliki
model-model pembelajaran alternatif yang kreatif.
I. METODE PENELITIAN
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMU Santo Petrus Pontianak
pada siswa kelas II. Siswa ini diberikan tes awal, dengan tujuan untuk melihat
pemahaman awal siswa sebelum diajar materi kimia karbon. Hasil analisa tes awal, juga digunakan untuk
rujukan penyusunan tindakan yang akan dilakukan.
2. Rencana Tindakan
Berdasarkan
hasil analisis tes awal, dirancang alternatif-alternatif tindakan yang akan
dilakukan. Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus atau
lebih. Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus atau lebih.
Tiap siklus dilaksanakan sesuai perubahan yang ingin dicapai. Adapun sasaran
pembelajaran yang ingin dicapai setiap siklus sebagai berikut:
- Siklus 1 :
strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal di sekolah.
- Siklus 2 :
strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal di rumah.
- Siklus 3 :
strategi peta konsep disertai tugas
penulisan jurnal di rumah
atau
di sekolah.
- Siklus 4 : jika pembelajaran belum pada taraf
ketuntasan yang memadai,
maka dilanjutkan siklus
berikutnya.
Secara lengkap, prosedur penelitian tindakan untuk siklus
pertama dapat dija-
barkan sebagai
berikut:
a. Perencanaan
i.
Membuat skenario pembelajaran
yang merujuk pada strategi
peta konsep
yang disertai penulisan jurnal dalam
setting konstruktivisme.
ii.
Membuat lembar observasi,
bertujuan untuk melihat kondisi pembelajaran
pada saat
strategi peta konsep diaplikasikan.
iii. Merancang alat
peraga atau chart yang relevan
untuk memudahkan siswa
memahami konsep
kimia karbon pada saat pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini
dilaksanakan skenario pembelajaran dengan menggunakan strategi
Peta konsep yang
disertai dengan tugas
penulisan jurnal dalam
setting pem-
belajaran konstruktivisme.
c.
Observasi
Pada tahap
dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggu-
nakan lembar observasi yang telah disusun
sebelumnya. Pada tahap ini, tindakan
dilaksanakan oleh
pengajar (guru) sedangkan
tim peneliti lain
(dosen) sebagai
observer.
d.
Refleksi
Pada tahap
ini, pengajar (guru) dapat merefleksi diri berdasarkan hasil analisis observasi
dan diskusi pada anggota tim peneliti yang lain; untuk mengkaji apakah tindakan
yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman dan mencapai ketuntasan
belajar pada konsep kimia karbon. Hasil analisis data yang dilaksanakan pada
tahap ini, akan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus
berikutnya.
Untuk memperjelas tindakan, berikut
disajikan alur penelitian tindakan kelas.
|
|
Jika
belum selesai, maka lanjut ke siklus 3 dan seterusnya
3. Data dan Cara Pengambilannya
a.
Sumber Data : Sumber data dalam penelitian ini adalah
siswa kelas II yang
nilai rata-rata kelas untuk tes formatif mata pelajaran
kimia
paling
rendah dibandingkan kelas yang lain dan seluruh
anggota Tim Peneliti.
b. Jenis data : Jenis data yang didapatkan adalah data kuantitatif dan
kualitatif
yang terdiri dari:
1). Hasil belajar
2). Rencana Pembelajaran
3). Lembaran hasil observasi pelaksanaan
pembelajaran
c. Cara Pengambilan Data
Untuk keperluan analisis, maka data diperoleh melalui
hal-hal sebagai berikut:
1). Data tentang hasil
belajar diperoleh melalui tes awal dan tes akhir.
2). Data tentang
keterkaitan dan kesesuaian antara perencanaan
dan pelaksanaan
didapat dari Rencana Pembelajaran
dan lembar observasi.
3). Data tentang
situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan diperoleh melalui lembar
observasi.
4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teori dan uraian di atas, maka
hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah :
“ Jika guru
melaksanakan strategi peta konsep
disertai tugas penulisan jurnal dalam setting pembelajaran kimia karbon yang
didasari konstruktivisme sesuai dengan rancangan yang telah disusun, maka
pemahaman siswa terhadap konsep kimia karbon dapat meningkat”
5.Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator keberhasilan
penelitian tindakan ini adalah bila penguasaan siswa tentang materi kimia karbon
telah menxapai tingkat ketuntasan belajar minimal 75%.
6. Tim Peneliti dan Tugasnya
No.
|
Nama
|
T
U G A
S
|
Jam Kerja
|
1
|
Peneliti 1
|
1) Mencari informasi di lapangan ttg permasalahan domi-
nan yg sering dihadapi oleh
guru dan siswa bersama
tim peneliti lain.
2) Mencari masukan dari beberapa
guru, mhs dan siswa
melalui wawancara terbuka.
3) Merumuskan masalah bersama tim
peneliti lain.
4) Merancang praproposal bersama
tim peneliti lain.
5) Merancang Skenario pembelajaran
untuk tindakan ber-
sama tim peneliti lain.
6) Melaksanakan observasi dalam
pelaksanaan tindakan
bersama tim yang lain.
7) Melaksanakan evaluasi
pelaksanaan tindakan bersama
tim yang lain.
8) Melaksanakan analisis data dan
refleksi bersama tim
peneliti lain.
9) Merancang dan menyusun laporan
penelitian bersama
tim yang lain.
|
15 jam/
Minggu
|
2
|
Peneliti 2
|
1) Mencari informasi di lapangan ttg permasalahan domi-
nan yg sering dihadapi oleh
guru dan siswa bersama
tim peneliti lain.
2) Mencari masukan dari beberapa
guru, mhs dan siswa
melalui wawancara terbuka.
3) Merumuskan masalah bersama tim
peneliti lain.
4) Merancang praproposal bersama
tim peneliti lain.
5) Merancang Skenario pembelajaran
untuk tindakan ber-
sama tim peneliti lain.
6) Melaksanakan observasi dalam
pelaksanaan tindakan
bersama tim yang lain.
7) Melaksanakan evaluasi
pelaksanaan tindakan bersama
tim yang lain.
8) Melaksanakan analisis data dan
refleksi bersama tim
peneliti lain.
9) Merancang dan menyusun laporan
penelitian bersama
tim yang
lain.
|
15 jam/
Minggu
|
3
|
Guru/Pengajar
|
1) Sumber utama wawancara untuk mencari informasi ttg
permasalahan dominan.
2) Merumuskan masalah bersama tim
peneliti lain.
3) Merancang praproposal bersama
tim peneliti lain.
4) Merancang Skenario
pembelajaran untuk tindakan ber-
sama tim peneliti lain.
5) Melaksanakan tindakan
sedangkan tim yang lain seba-
gai observer.
6) Melaksanakan evaluasi
pelaksanaan tindakan bersama
tim yang lain.
7) Melaksanakan analisis data dan
refleksi bersama tim
peneliti lain.
8) Merancang dan menyusun laporan
penelitian bersama
tim yang lain.
|
15 jam/
Minggu
|
J. JADWAL PENELITIAN
Kegiatan
|
Bulan ke
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
1. Persiapan
|
||||||||||
-
Koordinasi instansi terkait/perijinan
|
x
|
|||||||||
- Survey lapangan (mencari teori &
fakta
pendukung permasalahan)
|
x
|
|||||||||
-
Penyusunan & diskusi rancangan proposal
Desain
|
x
|
x
|
||||||||
-
Merancang draft instrumen penelitian
|
x
|
|||||||||
2.
Pelaksanaan
|
||||||||||
-
Penyusunan instrumen penelitian
|
x
|
|||||||||
- Penyusunan rancangan pembelajaran menggu-
nakan strategi peta konsep
disertai tugas pe-
nulisan
jurnal
|
x
|
x
|
||||||||
-
Pelaksanaan SIKLUS 1
|
x
|
|||||||||
-
Perbaikan pelaksanaan Siklus 1 (hasil diskusi
keg. Observasi 1 dan refleksi 1)
|
x
|
|||||||||
- Penyusunan rancangan pembelajaran menggu-
nakan strategi peta konsep
disertai tugas pe-
nulisan
jurnal
|
x
|
x
|
||||||||
-
Pelaksanaan SIKLUS 2
|
x
|
|||||||||
-
Perbaikan pelaksanaan Siklus 2 (hasil diskusi
keg. Observasi 2 dan refleksi 2)
|
x
|
|||||||||
- Penyusunan rancangan pembelajaran menggu-
nakan strategi peta konsep
disertai tugas pe-
nulisan
jurnal
|
x
|
x
|
||||||||
-
Pelaksanaan SIKLUS 3
|
x
|
|||||||||
-
Perbaikan pelaksanaan Siklus 3 (hasil diskusi
keg. Observasi 3 dan refleksi 3)
|
x
|
|||||||||
- Uji kemampuan materi kimia karbon
|
x
|
|||||||||
-
Wawancara pada siswa
|
x
|
|||||||||
-
Analisis Data
|
X
|
|||||||||
3. Laporan
|
||||||||||
-
Penyusunan draft laporan
|
x
|
|||||||||
-
Seminar hasil penelitian
|
x
|
|||||||||
-
Penyusunan laporan akhir
|
x
|
|||||||||
-
Penggandaan laporan
|
x
|
|||||||||
-
Pengiriman laporan
|
x
|
K.
PERSONALIA PENELITIAN
LAMPIRAN 1
DAFTAR
PUSTAKA
Abraham, M.R. et.al. (1992). Understanding and Mis-understanding of
Eighth
Graders of Five Chemistry Concept Fomed in
textbook. Journal of Research in Science Teaching, 76(12), 105 – 120. New York: John Wiley
& Sons.
Cavallo, A.M.L. & Schafer, L.E. (1994).
Relationship Between Students Meaningful
Learning Orientation and Their
Understanding of Genetics Topics.
Journal of Research in Science Teaching, 31(4): 393-418.
Dahar, R.W. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti P2LPTK.
Djoyonegoro, W. (1995). Kimia Jadi Momok Karena
Abstrak. Kompas12 Januari.
Ebenezer, J.V. 1992. Making Chemistry Learning More Meaningful. Journal
of
Chemical Education, 69(6): 464-467.
Gawit, Gwen. (19888). Action Learning: Student Guide to
Research and Informa-
tion Skill. Auckland : Longman Paul
LTD.
Hadiat. (1994). Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat di
Indonesia. Jakarta:
Dirjen Dikdasmen Pusat
Pengembangan Penataran Guru IPA.
Harton, B.H. (1993). An Investigation of the Effectiveness of Concept
Mapping As
an Instructional Tool. Science Education, 77(1):
95 – 111.
Katu, N. (1995). Konsep Awal Siswa, Pengaruhnya Terhadap
Pemahaman Mereka
Atas Konsep-konsep Sains yang diajarkan
Guru. Makalah: Materi
Penataran dan Lokakarya Pengajaran Fisika Dasar. HEDS-IKIP Padang.
Mason, C.L. (1992). Concept Mapping: A Tool to Develop
Reflective Science
Instruction. Science Education, 76(1):
51-63.
Nakhleh, M.B. (1992) Why Some Students Don’t Learn
Chemistry. Journal of
Chemichal Education, 69(3): 191 – 196
Novak, J.D. (1984). Twelve-Year- Longitudinal Case
Studies for Science Concept
Learning”. Science Education, 69(2).
Novrianto, Adien. (2000). Keefektifan Strategi
Pengajaran Menggunakan Peta
Konsep Ditinjau dari Prestasi dan Retensi
Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 7 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang:Program
Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Pendley, B.D., Bretz, R.L., dan Novak, J.D.
(1994). Concept Maps As a Tool
To
Asses Learning in Chemistry. Journal
of Chemical Education, 71(1): 9-15.
Roth, W.M. & Roychoudhury. (1993) The Concept Map
As a Tool for the
Collaborative Instruction of Knowledge. A
Microanalysis of High School Physics Students. Journal of Research Teaching.
30(5):503-534.
Sia, Archie P. (1995). Metacognitive Strategies for
Teaching Science Concept.
Journal of Science and Mathematics
Education in S.E. Asia, Volume XVIII No 1, pp 16-23.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Kanisius :
Yogyakarta.
Thornton, C.A. & Wilson, S.J. (1993). Classroom
Organisation and Models of
Instructions dalam R.J. Jenson (ED). ResearchIdeas for Classroom: Early Chilhood Mathematics. New York: Mc-Millan.
Trowbridge, J.E. & Wandersee, J.H. 1994.
Identifying Critical Junctures in Learning
in a College Course on Evaluation. Journal
of Research in Science Teaching. 31(5): 459 – 473.
Van den Berg, E. (1991). Salah Konsep dan Pengelolaan Data
dalam Otak
Manusia. Jogyakarta:UKSW FPMIPA.
Wheatley, G.H. (1991). Constructivist Perspectives on
Science and Mathematics
Learning. Journal of in Science Teaching.
NewYork:JohnWiley&Son 35(1).
0 Response to "CONTOH PTK KIMIA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA MELALUI STRATEGI PETA KONSEP DISERTAI PENULISAN JURNAL DALAM SETTING PEMBELAJARAN KONSEP KIMIA KARBON YANG DIDASARI KONSTRUKTIVISME "
Posting Komentar