I. PENDAHULUAN
Awal dekade ini isu mengenai profesionalisme marak
diperbincangkan menyusul banyaknya skandal akuntansi yang terjadi pada
perusahaan-perusahaan besar di dunia seperti Enron Corp, Xerox Corp, WorldCom
hingga Walt Disney. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik The Big Six yang melakukan audit
terhadap laporan keuangan Enron Corp. Arthur Andersen dituding tidak hanya
melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, akan tetapi hampir semua klien
yang berada dalam naungannya (Majalah Auditor Internal, 2002 : 8). Adanya
kasus-kasus yang melibatkan auditor tersebut mengakibatkan komitmen profesional
seorang auditor semakin dipertanyakan dimana kode etik profesional telah
dilanggar.
Komitmen profesional adalah tingkat loyalitas individu
pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut (Larkin :
1990 dalam Trisnaningsih : 2004).
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan
menerima tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang
dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab ini secara efektif, auditor perlu
memelihara standar perilaku yang tinggi dan memiliki standar praktik
pelaksanaan pekerjaan yang handal (SPAI, 2004 : 1).
Komitmen yang tak kalah pentingnya harus dimiliki oleh
seorang auditor, selain komitmen profesional adalah komitmen
organisasional. Komitmen organisasi merupakan
tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi
tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Seringkali, komitmen organisasional
diartikan secara individu dan berhubungan dengan keterlibatan orang tersebut
pada organisasi tersebut (Ikhsan dan M Ishak, 2005 : 35).
Dengan dimilikinya komitmen organisasional dan komitmen
profesional yang tinggi pada diri seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya,
maka dapat mendorong adanya iklim kerja yang mendukung auditor untuk mencapai
prestasi yang nantinya dapat menciptakan kepuasan kerja auditor itu sendiri.
. Kepuasan kerja dianggap sangat penting
karena adanya biaya akibat ketidakpuasan (dissatisfaction)
dalam employee turnover, absenteeism dan kinerja pekerjaan (Beck
: 2000 dalam Puspitasari : 2005).
Penelitian mengenai komitmen dan kepuasan kerja auditor dianggap
sebagai topik yang menarik untuk deteliti lebih lanjut karena adanya
ketidakkonsistenan dalam hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang
diantaranya dilakukan oleh Aranya et.al pada tahun 1982 dan Sri Trisnaningsih
pada tahun 2003 dan 2004. Sama seperti penelitian sebelumnya yaitu dengan menambahkan variabel
motivasi sebagai variabel moderating, peneliti tertarik untuk mencoba menganalisis kembali hubungan antara
komitmen profesional dan komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja tetapi
berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini akan menggunakan auditor
internal sebagai subjek penelitian.
II. TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Suatu komitmen profesional
pada dasarnya merupakan persepsi yang berintikan loyalitas, tekad dan harapan
seseorang dengan dituntun oleh sistem nilai atau norma yang akan mengarahkan
orang tersebut untuk bertindak atau bekerja sesuai prosedur-prosedur tertentu
dalam upaya menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan yang tinggi
(Larkin : 1990 dalam Trisnaningsih : 2004).
Hall (1968) dalam Khikmah (2005), kemudian dirumuskan lagi oleh Kalbers
dan Forgarty (1995) dalam Palma (2006) mengemukakan lima aspek profesionalisme
antara lain: (1). Hubungan dengan sesama profesi (community affiliation). Elemen ini berkaitan dengan pentingnya
menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal
dan kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan, (2).
Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand),
yaitu suatu pandangan menyatakan seseorang yang profesional harus mampu membuat
keputusan sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain(pemerintah, klien atau
yang bukan anggota profesi), (3). Keyakinan terhadap peraturan sendiri atau
profesi (belief self regulation),maksudnya bahwa yang paling berwenang dalam penilaian pekerjaan profesional
adalah rekan sesama profesi, bukan ”orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi
dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka, (4). Dedikasi pada profesi (dedication). Elemen ini merupakan pencerminan dari
dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki
untuk tetap teguh dalam melaksanakan pekerjaannya meskipun imbalan ekstrinsik
yang diterima dikurangi, (5). Kewajiban
sosial (social obligation). Elemen ini menunjukkan pandangan tentang
pentingnya profesi serta manfaat yang didapatkan baik oleh masyarakat maupun
profesional karena ada pekerjaan tersebut.
Komitmen profesional pada
dasarnya dapat dijadikan gagasan yang mendorong motivasi seseorang dalam
bekerja. Gibson et. al (1993 : 94)
mengutarakan bahwa motivasi adalah suatu konsep yang kita gunakan jika kita
menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu
untuk memulai dan mengarahkan perilaku.
Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu atau usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Meskipun bukan satu-satunya determinan tetapi
motivasi dapat dikatakan sebagai determinan yang penting bagi prestasi seorang
individu. Komitmen profesional akan
mengarahkan pada motivasi kerja secara profesional juga. Seorang profesional yang secara konsisten
dapat bekerja secara profesional dan dari upayanya tersebut mendapatkan
penghargaan yang sesuai, tentunya akan mendapatkan kepuasan kerja dalam
dirinya. Oleh karena itu, motivasi tidak
dapat dipisahkan dengan kepuasan kerja yang seringkali merupakan harapan
seseorang (Trisnaningsih : 2004).
Komitmen yang tak kalah
pentingnya untuk dimiliki oleh seorang auditor internal adalah komitmen
organisasional. Suatu komitmen
organisasional menunjukkan suatu daya dari seseorang dalam mengidentifikasikan
keterlibatannya dalam suatu bagian organisasi (Modway et al : 1982 dalam
Trisnaningsih : 2004). Trisnaningsih
(2004) mengemukakan jika seseorang yang bergabung dengan suatu organisasi
tentunya membawa keinginan-keinginan, kebutuhan dan pengalaman masa lalu yang
membentuk harapan kerja baginya, bersama-sama dengan organisasinya berusaha
mencapai tujuan bersama dan untuk bekerja sama dan berprestasi kerja dengan
baik, seorang karyawan harus mempunyai komitmen yang tinggi pada organisasinya.
Komitmen organisasional dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang
karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta
berniat memelihara keanggotaan dalam oganisasi itu. Komitmen pada organisasi
yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya (Robbins,
2001 : 140).
Meyer dan Allen (1991,1997)
dalam Ikhsan dan M Ishak (2005 : 36) mengemukakan tiga komponen mengenai
komitmen organisasi antara lain: (1). Komitmen Afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin menjadi
bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau psokologis terhadap organisasi. (2).
Komitmen Kontinu (continuance commitment),
muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan
gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak
menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di
organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut. (3). Komitmen Normatif (normative commitment), timbul dari
nilai-nilai diri karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya
dilakukan. Jadi, karyawan tersebut
tinggal di organisasi itu karena dia merasa berkewajiban untuk itu.
Sama halnya dengan komitmen
profesional, komitmen organisasional seseorang dapat tumbuh saat pengharapan
kerjanya dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik yaitu saat seseorang
merasa bahwa organisasi dimana ia bekerja telah memperhatikan kebutuhan dan
pengharapan mereka atas pekerjaan yang telah mereka laksanakan yang tecermin
dengan diberikannya penghargaan kepadanya entah dalam bentuk misalnya seperti
gaji atau promosi jabatan.
Harapan-harapan kerja inilah yang dapat disebut sebagai motivasi
seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang diembankan kepadanya. Selanjutnya, jika seseorang dalam sebuah
organisasi merasa bahwa harapan-harapan kerjanya yang dijadikan motivasi
tersebut terpenuhi oleh organisasi maka nantinya akan menimbulkan kepuasan
kerja.
Istilah kepuasan kerja merujuk
pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu; seorang yang tak puas
dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan itu (Robbins,
2001 : 139). Sikap tersebut berasal dari
persepsi seseorang tentang pekerjaannya.
Feldman dan Arnold (1983) dalam Setiawan dan Imam (2006) juga pernah
menyimpulkan bahwa terdapat enam aspek yang dianggap paling dominan dalam studi
kepuasan kerja yaitu gaji (pay),
kondisi pekerjaan (working conditions),
kelompok kerja (work group),
supervisi (supervision), promosi (promotion) dan pekerjaan itu sendiri (the work it self). Dengan demikian, dapat dikatakan apabila
seseorang, dalam hal ini auditor internal, jika ia memiliki komitmen
profesional, maka akan mengarah pada terciptanya motivasi secara profesional
dan dengan adanya motivasi yang tinggi maka akan menimbulkan kepuasan kerja
pada auditor internal.
Motivasi merupakan
salah satu faktor yang mendorong sumber daya manusia dalam sebuah organisasi
terlibat dalam membentuk goal congruence. Motivasi yang membuat sumber daya manusia
melakukan pekerjaannya sebaik mungkin. Motivasi
juga membuat sumber daya manusia meraih
kepuasan (satisfaction) dalam pekerjaan
mereka. Kebanggaan atas apa yang telah
dicapai sehingga menimbulkan rasa puas (satisfy),
dapat pula disebut sebagai motivasi (Puspitasari : 2005). Saat ini, motif yang sering
dipelajari dan mendominasi studi dan aplikasi bidang perilaku organisasi adalah
motif sekunder. Beberapa motif sekunder
yang penting antara lain adalah kekuasaan, pencapaian atau prestasi dan
afiliasi atau seperti yang umum digunakan saat ini adalah n Pow
(need for power), n Ach (need for
achievement) dan n Aff (need for affiliation). Selain itu, terutama dalam perilaku
organisasi, kebutuhan atas keamanan dan kebutuhan atas status merupakan motif
sekunder yang penting (Luthans, 2005 : 272). Motivasi yang ada pada seseorang
akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan guna mencapai sasaran
akhir yaitu kepuasan kerja. Namun demikian, tidak hanya motivasi saja
yang berperan dalam membentuk kepuasan kerja.
Adanya komitmen terhadap organisasi dan profesi juga memiliki peran
dalam menciptakan kepuasan kerja (Puspitasari : 2005), (kerangka pemikiran ini
dapat dilihat pada lampiran).
Dengan demikian diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Komitmen organisasional memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
H2: Komitmen profesional memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
H3: Motivasi memoderasi hubungan antara
variabel komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal.
H4: Motivasi memoderasi hubungan antara
variabel komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal.
III. METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
Populasi yang diambil adalah
auditor internal yang sedang mengikuti sertifikasi Qualified Internal Auditor di Kantor Yayasan Pendidikan Internal
Audit (YPIA) Jakarta periode 3-14 desember 2007 sebanyak 43 peserta. Penentuan
sampel dengan menggunakan metode Simple
Random Sampling dengan rumus Slovin (Umar,
2005 : 78) menunjukkan sampel minimal
yang dibutuhkan sebesar 31.
Dari
43 kuesioner yang didistribusikan, ternyata hanya 26 kuesioner yang kembali dan
dapat digunakan. Hal ini menyebabkan margin
of error yang semula sebesar 10% bergesar menjadi 12,33%.
2. Variabel dan Pengukurannya
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan
kerja auditor internal(Internal Auditor’sJob Satisfaction). Kepuasan kerja
didefinisikan sebagai tingkat kepuasan
individu dengan posisinya dalam organisasi secara relatif dibandingkan dengan
teman sekerja lainnya (Trisnaningsih : 2004).
Pengukuran kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan instrumen berdasarkan
enam aspek paling dominan dalam studi kepuasan kerja menurut Feldman dan Arnold
(1983) dalam Setiawan dan Imam (2006) yaitu gaji (pay), kondisi pekerjaan (working
conditions), supervisi (supervision),
kelompok kerja (work group), promosi
(promotion) dan pekerjaan itu sendiri
(the work it self) yang terdiri dari
6 (enam) item pertanyaan dengan 5 (lima) poin skala Likert.
Terdapat dua variabel independen dalam penelitian ini.
Yang pertama adalah komitmen organisasional, yaitu kekuatan individu yang
didefinisikan dengan dan dikaitkan bagian organisasi. Hal ini akan
merefleksikan sikap individu yang akan tetap sebagai anggota organisasi
ditunjukkan dengan kerja kerasnya (Trisnaningsih : 2004). Pengukuran komitmen
organisasional dilakukan dengan memodifikasi instrumen yang pernah dikembangkan
oleh R. T. Modway, R. M. Steers, and L. W. Porter (1979) dalam penelitian
Dennis P. Bozeman dan Pamela L Perrewe (2001) dan Sri Trisnaningsih (2003) yang
terdiri dari 4 (empat) item pertanyaan mengenai komitmen organisasi afeksi, 4
(empat) item pertanyaan mengenai komitmen organisasi kontinu dan 3 (tiga) item
pertanyaan mengenai komitmen normatif dengan 5 (lima) poin skala Likert.
Variabel independen yang kedua adalah komitmen profesional, yaitu tingkat loyalitas
individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu
(Trisnaningsih : 2004). Pada penelitian
ini, pengukuran komitmen profesional
dilakukan dengan memodifikasi instrumen yang pernah digunakan oleh Chyntia Dwi
Palma (2006) tentang lima dimensi komitmen profesional yang sebelumnya
dikembangkan oleh Hall (1968), terdiri dari 19 (sembilan belas) item pertanyaan
dengan 5 (lima) poin skala Likert.
Dalam penelitian ini, motivasi berperan sebagai variabel
moderating. Motovasi dipandang sebagai
kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau
berperilaku tertentu (Trisnaningsih : 2004).
Pengukuran variabel motivasi dilakukan dengan 10 pertanyaan dengan 5
(lima) poin skala Likert berdasarkan motivasi sekunder menurut Luthans (2005)
seperti kebutuhan untuk berprestasi (need
for achievement), kebutuhan akan keamanan (need for safety), kebutuhan akan kekuasaan (need for power), kebutuhan akan status (need for status), dan kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation).
3. Jenis Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
Merupakan penelitian survei
dengan metode pengumpulan data secara primer dan sekunder yaitu menggunkan data
yang diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang dikembangkan dari kuisioner
penelitian-penelitian sebelumnya dan dibagikan kepada responden.
Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari literatur ilmiah dan sumber lain yang berkaitan
dengan penelitian ini antara lain literatur audit internal, akuntansi
keperilakuan, jurnal penelitian-penelitian terdahulu serta bukti dan catatan
atau laporan historis yang diperoleh langsung dari YPIA Jakarta.
4. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis
hubungan komitmen organisasional dan komitmen profesional terhadap kepuasan
kerja auditor internal dengan motivasi sebagai variabel moderating digunakan
analisis regresi linier berganda dengan menggunakan Uji Nilai Selisih Mutlak
dan untuk menguji ke-empat hipotesis digunakan Uji Signifikansi Parameter (Uji
Statistik t). Langkah pertama, dilakukan Uji Kualitas Data terdiri dari Uji
Validitas dan Reliabilitas. Pengujian validitas menggunakan metode Korelasi Product Moment Karl Pearson (Umar,
2005 : 133). Dengan degree of freedom(df)
= (n-2) dan tingkat ssignifikansi 95%(α = 0,05), kriteria pengujiannya
adalah jika rhitung > rtabel, maka pertanyaan tersebut valid atau jika rhitung
≤ rtabel, maka
pertanyaan tersebut tidak valid. Uji Reliabilitas menggunakan metode Alpha Cronbach. Dengan degree of freedom(df) = (n-2) dan α = 0,05
maka jika ralpha positif
dan ralpha > rtabel,
pertanyaan dinyatakan reliabel
atau jika ralpha positif dan ralpha ≤ rtabel, pertanyaan dinyatakan tidak
reliabel. Sebelum masuk ke uji selanjutnya, data ordinal yang diperoleh dari
hasil kuesioner harus diubah menjadi data interval dengan menggunakan Methode of Successive Interval (MSI).
Berdasarkan pada alat
analisis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Regresi Linier Berganda (Multiple Regression) maka dapat
dilakukan dengan pertimbangan tidak adanya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi
klasik antara lain normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas (Gujarati,
1992 : 186) agar model penelitian memberikan hasil estimasi yang terbaik atau
BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Uji Kualitas Data
a. Hasil Uji Validitas Variabel
Komitmen Organisasi (x1)
Dari 11 item
pertanyaan, nilai rhitung 10 (sepuluh) item pernyataan lebih besar
dari rtabel (0,388) pada taraf kepercayaan 95%, 1 (satu) item
pernyataan rhitung –nya lebih kecil dari rtabel jadi
dinyatakan tidak valid (tabel 1 pada lampiran).
b. Hasil Uji Validitas Variabel
Komitmen Profesional (x2)
Dari 19 belas item
pertanyaan, terdapat 11 (sebelas) item pertanyaan rhitung yang lebih
besar dari rtabel (0,388)
dengan taraf kepercayaan 95% artinya 11 (sebelas) item pernyataan tersebut
dinyatakan valid sedangkan sisanya 8 (delapan) item pernyataan tidak valid
karena memiliki rhitung lebih kecil dari rtabel (tabel 2
pada lampiran).
c. Hasil Uji Validitas Variabel
Motivasi (x3)
Seluruh item
pernyataan dinyatakan valid karena memiliki rhitung lebih besar dari
rtabel (0,388) dengan taraf kepercayaan 95% (tabel 3 pada lampiran).
d. Hasil Uji Validitas Variabel
Kepuasan Kerja (y)
Seluruh item
pernyataan yaitu 6 (enam) item dinyatakan valid karena rhitung –nya
lebih besar dari rtabel (0,388) dengan taraf kepercayaan 95% (tabel
4 pada lampiran).
e. Hasil Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas,
didapatkan rhitung x1 (0,866), x2 (0,820), x3 (0,806) dan y (0,779), lebih besar dari rtabel (0,388),
artinya seluruh variabel penelitian dapat dikatakan reliabel (tabel 5 pada
lampiran).
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas Data
Dengan bantuan SPSS 12.0 for windows di dapat hasil uji
normalitas menggunakan metode Kolmogorov– Smirnov didapat nilai Asymp. Sig
(2-tailed) 0,945 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa data berdistribusi normal.
b. Hasil Uji Multikolinearitas
Dengan bantuan SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil uji Multikolinearitas untuk setiap variabel dengan
nilai VIF x1 (1,450), x2 (1,430), x3 (1,625), x1-x3 (1,561), x2-x3 (1,492) yang
artinya tidak terjadi multikolinearitas karena nilai VIF berada diantara 1-10.
c. Hasil Uji Heterokedastisitas
Menggunakan metode Park Glejser dengan bantuan SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil bahwa nilai sig. x1 (0,105), x2
(0,185), x3 (0,660), x1-x3 (0,069),
x2-x3 (0,984)
lebih besar dari α (0,05), artinya variabel-variabel
tersebut tidak mengalami heterokedastisitas.
3. Hasil Uji Hipotesis &
Pembahasan
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil analisis regresi linier
berganda dengan dibantu SPSS 12.0 for
windows dapat dilihat pada lampiran . Adapun model persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
y = 14,404-0,570x1+0,747x2–0, 849x3+1,410│Zx1
–Z x3│- 1,143│Zx2 –
Zx3│
Secara stasistik persamaan regresi
di atas dapat dinyatakan sebagai beruikut:
- Nilai konstanta sebesar 14,404 artinya jika komitmen organisasional (x1), komitmen profesional (x2), motivasi (x3), interaksi x1-x3 dan x2-x3 bernilai nol, maka nilai kepuasan kerja auditor internal (y) akan sebesar 14,404.
- Koefisien regresi variabel komitmen organisasi (x1) menunjukkan nilai negatif yaitu sebesar -0,570. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional (x1) berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y), artinya semakin tinggi tingkat komitmen organisasional (x1) akan menyebabkan semakin rendah kepuasan kerja auditor internal (y).
Hal ini dapat terjadi
apabila auditor internal mendapat tekanan dari top manajemen yang menginginkan
seluruh tindakannya harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam organisasi dimana ia bekerja. Dengan kata lain, terdapat mekanisme
pengendalian birokratis organisasi yang tidak sesuai dengan norma, akuntan,
etika dan kemandirian auditor internal sebagai seorang profesional (Ihksan. A
dan M Ishak : 2005). Hasil ini juga
mendukung pendapat Norris dan Niebuhr : 1983 (dalam Reed, Sarah et al : 1994)
yang mengatakan bahwa pegawai dapat saja tidak puas dengan pekerjaannya tetapi
tetap saja berkomitmen terhadap organisasi.
- Koefisien regresi variabel komitmen profesional (x2) menunjukkan nilai positif yaitu sebesar 0,747. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional (x2) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y) yang artinya semakin tinggi tingkat komitmen profesional (x2) akan menyebabkan semakin tinggi kepuasan kerja auditor internal (y).
Hasil regresi ini
mendukung hasil analisis Aranya. N et. al (1982) dalam Setiawan . I. A dan Imam Ghozali (2006) yang
menemukan bahwa komitmen profesional
memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja.
- Koefisien regresi variabel motivasi (x3) menunjukkan nilai negatif sebesar -0,849. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional (x3) berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y), artinya semakin tinggi tingkat motivasi (x3) akan menyebabkan semakin rendah kepuasan kerja auditor internal (y).
Kepuasan kerja auditor
bisa saja rendah apabila organisasi dimana auditor internal tersebut berada
tidak dapat memenuhi apa yang menjadi motivasi auditor internal dalam bekerja.
- Koefisien variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx1 –Zx3│) memiliki nilai positif yaitu sebesar 1,410. Hal ini menunjukkan bahwa variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx1 – Zx3│) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y). Artinya, jika interaksi antara komitmen organisasi dengan motivasi mengalami satu satuan kenaikan maka semakin tinggi tingkat interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx1 -Zx3│) akan menyebabkan semakin tinggi pula kepuasan kerja auditor internal (y).
Hasil regresi ini
sejalan dengan pendapat Trisnaningsih (2004) yang bahwa komitmen organisasional
dapat tumbuh manakala harapan kerja atau motivasi kerja dapat terpenuhi oleh
organisasi dengan baik. Selanjutnya,
dengan terpenuhinya harapan-harapan kerja ini akan menimbulkan kepuasan kerja.
- Koefisien variabel interaksi komitmen profesional dengan motivasi (│Zx2 – Zx3│) memiliki nilai negatif yaitu sebesar -1,143. Hal ini menunjukkan bahwa variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx2 –Zx3│) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y), yang berarti jika interaksi antara komitmen profesional dengan motivasi mengalami satu satuan kenaikan maka semakin tinggi tingkat interaksi komitmen profesional dengan motivasi (│Zx2 – Zx3│) justru akan menyebabkan semakin rendahnya kepuasan kerja auditor internal (y).
Kepuasan kerja auditor
internal bisa saja rendah apabila motivasi kerja yang ia harapkan dapat ia
peroleh dari organisasi ternyata tidak terpenuhi meskipun auditor internal
tersebut mungkin memiliki komitmen profesional yang tinggi.
b. Pengujian Hipotesis
1) Hasil Pengujian Hipotesis 1
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for
windows, diperoleh nilai -thitung (-0,656)
> -ttabel (-2,069).
ttabel (α = 0,05 dan df = 23), signifikasi sebesar 0,520 lebih besar
dari α = 0,05 maka variabel komitmen organisasi berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan komitmen organisasi memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal ditolak .
2) Hasil Pengujian Hipotesis 2
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for
windows, nilai thitung
(0,702) < ttabel (2,069), ttabel (α = 0,05 dan df =
23) dan signifikasi sebesar 0,491 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel
komitmen profesional berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan demikian, hipotesis ke-dua yang menyatakan bahwa komitmen profesional
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal ditolak.
3) Hasil Pengujian Hipotesis 3
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for
windows, diperoleh nilai thitung
(1,129) < ttabel (2,069). ttabel (α = 0,05 dan df =
23) dan signifikasi sebesar 0,272 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel
interaksi komitmen organisasi dengan motivasi berada pada daerah penerimaan H0. Dengan demikian, hipotesis ke-tiga yang menyatakan bahwa motivasi memoderasi hubungan
komitmen organisasi dan kepuasan kerja auditor internal ditolak.
4) Hasil Pengujian Hipotesis 4
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for
windows, diperoleh nilai -thitung (-0,850) > -ttabel (-2,069), ttabel (α = 0,05 dan df =
23) dan signifikasi sebesar 0,405 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel
interaksi komitmen profesional dengan motivasi berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan demikian, hipotesis ke-empat yang menyatakan bahwa motivasi memoderasi
hubungan komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal ditolak.
c. Pembahasan
Penelitian ini mencoba menguji pengaruh komitmen
organisasional dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor
internal dengan menempatkan motivasi sebagai variabel moderating. Penelitian-penelitian serupa yang sebelumnya
sudah pernah dilakukan menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Dari hasil analisis regresi (output pada lampiran)
secara keseluruhan menunjukkan nilai R
Square sebesar 0,141, berarti variasi perubahan
kepuasan kerja auditor internal dijelaskan semua variabel sebesar 14,1 persen
dan sisanya yaitu 85, 9 persen dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel
tersebut. Artinya masih ada variabel
lain yang harus dipertimbangkan jika ingin meningkatkan kepuasan kerja auditor
internal selain ketiga faktor tersebut diatas.
Menurut Aranya. N dan K. R. Ferris (1984) kepuasan kerja kemungkinan
dipengaruhi oleh variabel lain baik variabel endogen maupun variabel
eksogen. Steers dan Mowday (1981) dalam
Aranya. N dan K. R. Ferris (1984) memberikan contoh variabel endogen tersebut
antara lain values dan ekspektasi
kerja sedangkan variabel eksogen antara lain alternative job opportunities serta kondisi ekonomi dan pasar. Maka dalam penelitian ini, kemungkinan sisa 85, 9 persen pengaruh variabel
independen terdapat pada variabel endogen dan eksogen tersebut.
Dari perhitungan uji t untuk
hipotesis 1 diperoleh –thitung (-0,656) > -ttabel
(-2,069) dengan nilai signifikansi sebesar 0,520 lebih besar dari α = 0,05 yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari komitmen
organisasional terhadap kepuasan kerja auditor internal. Dengan demikian, hasil uji ini tidak
mendukung pernyataan hipotesis pertama yang menyatakan komitmen organisasional
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal.
Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2004) terhadap
akuntan pendidik di Surabaya yang menunjukkan bahwa secara parsial, komitmen
organisasional tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik ynag
bekerja pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
yang terdaftar pada kantor Ikatan Akuntan Indonesia Surabaya per 31 Januari
2003. Hal ini dapat disebabkan karena
lingkungan responden atau auditor internal yang dijadikan sebagai sampel. Lingkungan kerja memilii dampak terhadap
sikap dan perilaku karyawan (Aranya. N dan K. R. Ferris :1984). Hal ini telah menjadi perhatian dari
penelitian-penelitian sebelumnya tentang hubungan antara organisasi dengan
karyawan profesionalnya. Lingkungan
kerja tersebut kemungkinan menunjukkan adanya perbedaan nilai dan norma sebuah
orgnisasi dan auditor internal sebagai suatu profesi (Blau dan Scott : 1962
dalam Aranya. N dan K. R. Ferris : 1984).
Temuan ini juga sejalan dengan Teori Agensi yang memiliki sudut pandang
bahwa prinsipal (pemilik atau top manajemen) membawahi agen (karyawan atau
manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien tetapi
terdapat perbedaan informasi antara atasan dan bawahan yang mengakibatkan
terjadi konflik peran yaitu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian
birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian
auditor sebagai seorang profesional (Ikhsan. A dan M. Ishak : 2005). Kemungkinan hal-hal inilah yang mengakibatkan
komitmen organisaional tidak begitu berpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor
internal.
Hasil Uji Statistik t untuk
hipotesis ke-dua diperoleh thitung (0,702) < ttabel
(2,069) dengan nilai signifikansi sebesar 0,491 lebih besar dari α = 0,05
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari komitmen profesional
terhadap kepuasan kerja auditor internal.
Dengan demikian, hasil uji ini tidak mendukung hipotesis yanng diajukan.
Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian Trisnaningsih (2004) yang dilakukan terhadap akuntan pendidik
di Surabaya yang menunjukkan bahwa secara parsial komitmen profesional tidak
berpengaruh terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik tersebut tetapi hasil ini
berbeda dengan hasil penelitian Trisnaningsih (2003) yang sebelumnya pernah
dilakukan terhadap auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jawa
Timur yang terdaftar pada direktori Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) per 31 Januari
2000 yang menunjukkan bahwa komitmen profesional memiliki pengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik. Inkonsistensi hasil ini dikarenakan oleh
sampel yang digunakan peneliti. Tingkat
komitmen profesional auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik lebih
tinggi dibandingkan dengan rekannya yang bekerja pada organisasi non-profesi
yaitu auditor internal dan akuntan pendidik.
Hal ini sesuai dengan pendapat Aranya. N dan K. R. Ferris (1984) yang
menyatakan tinggi rendahnya komitmen profesional auditor dipengaruhi oleh
organisasi dimana dia bekerja. Auditor
yang bekerja pada organisasi profesi lebih tinggi komitmen profesionalnya
dibandingkan dengan auditor yang bekerja pada organisasi non-profesi. Tinggi rendahnya komitmen profesional ini
dapat disebabkan oleh tinggi rendahnya konflik organisasional-profesional yang
di alami oleh auditor itu sendiri. Yang
terjadi pada auditor internal yang bekerja pada organisasi non-profesi adalah
standar profesi internal auditor yang menuntut mereka untuk mencapai unbiased professional judgment dan tidak
dipengaruhi oleh top manajemen untuk mendapatkan performa audit yang objektif
(IIA :1981 dalam Harrell et. al :1986) tetapi ketika auditor internal mencapai professional judgment yang objektif, judgment tersebut bertentangan dengan
norma dan tujuan yang dianut oleh manajemen organisasi dimana auditor internal
tersebut bekerja. Tingkat konflik
organisasional-profesional inilah yang dapat menjadi faktor diterminan kepuasan
kerja profesional (Glaser : 1964, Hall : 1968, Brief dan Aldag : 1980, Tuma dan
Grimes :1981 dalam Aranya. N dan K. R. Ferris : 1984).
Hipotesis
ke-tiga dan ke-empat adalah motivasi memoderasi hubungan komitmen
organisasional dan kepuasan kerja auditor internal dan motivasi memoderasi
hubungan komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal. Hipotesis tersebut diuji dengan Uji Statistik
t dimana menggunakan metode Uji Selisih Mutlak.
Dari variabel interaksi komitmen organisasional dengan motivasi
diperoleh thitung (1,129) < ttabel (2,069) dengan
tingkat signifikansi 0,272 lebih besar dari α = 0,05 artinya interaksi komitmen
organisasional dengan motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja auditor internal atau dengan kata lain motivasi tidak memoderasi hubungan
komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal.
Dengan
demikian, hasil penelitian ini tidak mendukung teori dan temuan Trisnaningsih
(2004) yang menyatakan bahwa semakin tinggi motivasi, maka pengaruh komitmen
organisasional terhadap kepuasan kerja akan meningkat. Sebaliknya jika motivasi
yang dimiliki rendah maka pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan
kerja juga akan rendah.
Sedangkan
untuk hipotesis ke-empat, dari hasil uji Statistik t dengan metode selisih
mutlak diperoleh –thitung (-0,850) > -ttabel (-2,069)
dengan tingkat signifikansi 0.405 lebih besar dari α = 0,05 artinya, bahwa interaksi komitmen
profesional dan motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
kerja atau dengan kata lain motivasi tidak memoderasi hubungan komitmen
profesional dan kepuasan kerja auditor internal.
Hasil
penelitian ini mendukung temuan Trisnaningsih (2004) yaitu bahwa secara parsial
variabel interaksi komitmen profesional dan motivasi tidak berpengaruh terhadap
kepuasan kerja akuntan pendidik di Surabaya tetapi tidak mendukung teori yang
menyatakan bahwa dengan motivasi yang tinggi maka komitmen profesional akan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Motivasi
dalam penelitian ini gagal atau tidak mampu bertindak sebagai variabel
moderating. Hal ini kemungkinan terjadi
dikarenakan auditor internal sebagai agen dan pemilik atau top manajemen
sebagai prinsipal menurut Teori Agensi termotivasi oleh kepentingan-kepentingannya
sendiri dan seringkali kepentingan antara keduanya berbenturan seperti juga
diasumsikan pada Teori Agensi bahwa top manajemen sebagai prinsipal lebih suka
memberikan kompensasi kepada auditor internal sebagai agen seringkali
didasarkan kepada hasil sedang auditor internal merasa akan puas apabila sistem
kompensasi tidak semata-mata hanya dilihat dari hasil tetapi juga dari tingkat
usahanya (Ikhsan. A dan M. Ishak : 2005). Hal tersebut juga tidak lepas dari
konflik peran yang dialami oleh auditor internal pada organisasi dimana ia
bekerja dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan berpotensi
untuk menurunkan motivasi kerja (Ikhsan. A dan M. Ishak : 2005)
IV. KESIMPULAN, IMPLIKASI
DAN KETERBATASAN
1. Kesimpulan
1.
Komitmen organisasional tidak
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
2.
Komitmen profesional tidak
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
3. Motivasi tidak memoderasi hubungan antara
variabel komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal.
4. Motivasi tidak memoderasi hubungan antara
variabel komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal.
2. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang
diambil maka dapat diimplikasikan bahwa ternyata hubungan antar
variabel-variabel tersebut bersifat kontekstual. Oleh karena itu disarankan untuk penelitian
selanjutnya dalam kaitannya mengukur variabel seperti komitmen organisasional,
komitmen profesional, motivasi dan kepuasan kerja auditor perlu dilakukan
dengan pendekatan-pendekatan psikologis dan tidak hanya sekedar melalui
kuesioner.
Kemudian, sebelum kuesioner
didistribusikan, dilakukan uji validitas terlebih dahulu untuk mengatasi adanya
item pertanyaan yang tidak valid yang nantinya tidak dapat digunakan dalam uji
selanjutnya sehingga dapat dikoreksi dan diperbaiki. Selain itu, dapat dicoba untuk diteliti
apakah kepuasan kerja merupakan anteseden bagi konstruk komitmen, baik komitmen
organisasional maupun komitmen profesional.
Jadi bukan sebagai konsekuensi seperti dalam penelitian ini. Untuk
penelitian selanjutnya juga dapat dicoba untuk diteliti dan dibuktikan kembali
bahwa konflik organisasional – profesional memiliki peran dalam pembentukan
tinggi rendahnya komitmen, baik organisasional dan profesional serta kepuasan
kerja auditor internal serta keberpengaruhannya terhadap variabel-variabel
tersebut.
3. Keterbatasan
1. Model penelitian ini belum mampu
menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja auditor
internal. Masih terdapat 85,9 persen pengaruh yang berasal dari variabel-variabel
yang tidak diteliti.
2. Peneliti tidak dapat melakukan wawancara
langsung dengan responden atau tidak terlibat langsung dalam penyebaran kuesioner sehingga kesimpulan yang diambil
hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen
secara tertulis.
3. Jumlah sampel yang kecil yaitu < 30
karena tidak semua responden mengembalikan kuesioner dapat menyebabkan nilai margin of error menjadi lebih besar dari
yang semula telah ditetapkan yaitu 10% menjadi 12,33%.
.
REFERENSI
Anonim. 2002. ”Modus dan Mimpi
Buruk Bisnis AS”. Majalah Auditor Internal : Media Auditing dan Corporate
Governance. Edisi 2. September
2002. Jakarta: Penerbit Auditor Internal.
Aranya. N., Kenneth R. Ferris. 1984. “A Reexamination
of Accountants’ Organizational-Profesional Conflict”. The Accounting Review.
Vol LIX. No. 1 .January 1984. American Accounting Association.
Bozeman,
Dennis P., Pamela L Perrewe. 2001. “The Effect of Item
Content Overlap on Organization Commitment Questionnare-Turn Cognitions
Relationships”. Journal of Applied Psycology. Volume 86. No. 1. American
Psycological Association, Inc.
Gibson, James L., John M Ivancevich. dan James H
Donnelly Jr. 1993. Organisasi:
Perilaku, Struktur dan Proses. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gujarati, Damodar. 1992. Essentials Of Econometrics. International Edition. Singapore:
McGraw-Hill.
Ikhsan, Arfan., Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi
Keperilakuan. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Khikmah, Siti Noor. 2005. ”Pengaruh
Profesionalisme terhadap Keinginan Berpindah Dengan Komitmen Organisasi dan
Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening”. Jurnal Manajemen Akuntansi dan
Sistem Informasi. Volume 5. Agustus 2005. Semarang: Program Magister Sains Akuntansi
Universitas Diponegoro.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. 2004. Standar
Profesi Audit Internal. Jakarta:
Yayasan Pendidikan Internal Audit.
Palma, Chyntia Dwi. 2006. ”Pengaruh
Dimensi Komitmen Profesional terhadap Kinerja Auditor Internal (Studi Kasus
pada Kantor Inspeksi PT. Bank Rakyat Indonesia
Semarang)”. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Purwokerto: Fakutas Ekonomi Universitas
Jenderal Soedirman.
Puspitasari, Irma Ayu. 2005. ”Pengaruh Komitmen
Organisasional, Komitmen Profesi dan Dukungan Rekan Kerja`terhadap Kepuasan
Kerja Auditor Internal Pemerintah”. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Jogjakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada.
Reed. Sarah A., Stanley H. Kratchman and Robert H. Strawser.
1994. “Job Satisfaction, Organizational Commitment and Turnover Intentions of United States
Accountants : The Impact of Locus of Control and Gender”. Accounting,
Auditing and Accountability Journal. Vol. 7. No. 1. pp 31-58. University
Press.
Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi:
Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jilid 1. Edisi 8. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Setiawan, Ivan Aries., Imam Ghozali. 2006. Akuntansi Keperilakuan: Konsep
dan Kajian Empiris Perilaku Akuntan. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Trisnaningsih, Sri. 2003.
”Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan Auditor: Motivasi sebagai Variabel
Intervening (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)”. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia. Volume 6., No. 2., Mei 2003. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pendidik.
------------------. 2004. ”Motivasi Sebagai Moderating Variable Dalam Hubungan Antara Komitmen dengan Kepuasan
kerja(Srudi Empiris pada Akuntan Pendidik di Surabaya)”. Jurnal Manajemen
Akuntansi dan Sistem Informasi. Volume 4. Januari 2004. Semarang: Program
Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.
Umar, Husein. 2005. Metode
Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
0 Response to "MAKALAH DAN SKRIPSI VARIABEL INTERVENING PENGARUH KOMITMEN TERHADAP KEPUASAN KERJA AUDITOR INTERNAL : MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (PENELITIAN PADA KANTOR YAYASAN PENDIDIKAN INTERNAL AUDIT JAKARTA)"
Posting Komentar